Pewara Dinamika Agustus-September 2009

Page 49

cerpen

istimewa

Menjelang Hardiknas, ruang sekretariat BEM ramai deng­an diskusi mempersiapkan aksi pendidikan. Pendidikan kata­nya telah dijadikan produk jasa sehingga diperdagangkan. Tak karuan begitu banyak rakyat yang kesulitan untuk mengak­ ses bangku pendidikan formal. “Saat aksi nanti kita tampilkan teatrikal. Teater yang kita mainkan menceritakan siswa-siswa lulusan sekolah mene­ ngah yang bertemu monster asing. Mereka keluar dari bangku sekolah, berhadapan dengan mahalnya pendidikan tinggi. Keinginan dan cita-cita mereka dikebiri oleh tangan halus kapitalisme yang menjadikan pendidikan sebagai barang dagangan,” Azwar berbincang dengan teman-temannya di BEM memikirkan skenario adegan. Aldi tak banyak cuap. Pikirannya melayang ke wajah Pak Tedjo, dosen Sosiologi Pendidikan. Sudah 5 kali Aldi membolo­s kuliah dan harus membuat makalah agar dapat ikut ujian akhir semester. Tidak masalah buat Aldi menyelesaikan tuga­stugas kuliah. Setiap komputer di sekretariat ormawa sejak 2 bulan lalu telah disambung jaringan internet, termasuk komputer BEM. Satu-dua sentuhan langsung terpampang berbagai pilihan topik sesuai selera. Dekanat yang bermaksud membuat mahasiswa tidak buta informasi justru memanja­ kan mahasiswa. Aldi yang nomaden seolah mendapatkan rezeki nomplok. Sambil melahap 5 bungkus nasi kucing dan tempe goreng, Aldi terus asyik mengakses yahoo atau google.

Aldi dengan mudahnya meng-copy paste tulisan-tulisan dari internet, bahkan karya orang lain. Untuk mengetik tak perlu ke rental. Habis berlembar-lembar kuarto, tinggal minta jatah ATK ke bagian kemahasiswaan. Aldi tak mengerti ia telah melakukan kejahatan korupsi. Bukan pada tingka­t negara. Tapi, menggunakan fasilitas organisasi untuk kepenting­ an pribadi. Aldi seakan tak menyadari perilakunya. Terus-menerus me­ manfaatkan barang, bahkan uang organisasi. Meskipun demikian, Aldi sempat berkoar-koar, “Keberhasilan reformasi­, jika boleh dibilang, mungkin hanya terlihat dari penyeleng­ garaan Pemilu yang katanya berlangsung demokratis. Hak politik rakyat mendapatkan apresiasi dengan munculnya sistem multipartai. Namun, tak bisa dipungkiri, banyak kepentingan pragmatis menghinggapi calon-calon legislatif kita yang memanfaatkan suara rakyat untuk menumpuk pundipun­di rupiah di kursi parlemen. Perjuangan atas nama rak­ yat cukup berhenti saat kampanye dan tidak lagi kentara ketika duduk di Senayan. Kita simak saja tingkat kesejahtera­an rakyat yang tak kunjung membaik.” Sepuluh tahun reformasi, Aldi masih bisa kelihatan reformis. Ah dasar!!! HENDRA SUGIANTORO Staf Redaksi Educinfo FIP UNY

P e wa r a Di n a m i k a s e p t e m b e r- o kt o b e r 2009

47


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.