WARTA KENCANA I EDISI MARET 2010
1 1
d aftar isi WARTA KENCANA Media Advokasi Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Jawa Barat diterbitkan BKKBN Jawa Barat untuk keperluan penyebarluasan informasi dan kajian kependudukan dan keluarga berencana di Jawa Barat. Warta Kencana hadir setiap bulan mulai Maret 2010. Redaksi menerima kiriman artikel, liputan kegiatan, dan foto kegiatan kependudukan atau keluarga berencana. Untuk pemerataan informasi, redaksi akan memprioritaskan kiriman dari daerah. Setiap pemuatan akan mendapatkan bingkisan menarik dari redaksi. Penasehat Kepala BKKBN Jawa Barat Drs. H. Rukman Heryana, MM Pengarah Sekretaris BKKBN Jabar Kepala Bidang KB-KR Kepala Bidang IKAP Kepala Bidang Supervisi Kepala Balatbang KB Pemimpin Redaksi Kabid KSPK BKKBN Jabar Koordinator Liputan Kasi Advokasi dan KIE Tim Redaksi BKKBN Jabar IPKB Jabar Fotografer Tim Advokasi dan KIE Ilustrator/Artistik Tim Advokasi dan KIE Kontributor Anggota IPKB Jawa Barat Anggota IPKB Kota/Kabupaten Sirkulasi/Pemasaran Tim Advokasi dan KIE Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 720 7085 Fax : (022) 727 3805 Email: kencanajabar@gmail.com
2 2
Gali Lubang Tutup Lubang TIDAK dapat dipungkiri, kependudukan memiliki implikasi yang luas terhadap sektor pembangunan lain, mulai penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, lingkungan hidup, perumahan, dan sebagainya. Tidak mengherankan bila kemudian, banyak perhatian, biaya dan konsentrasi pembangunan lebih dicurahkan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh kependudukan. Adalah penting menyelesaikan berbagai implikasi kependudukan. Namun, menyelesaikan akar masalah kependudukan patut memperoleh perhatian lebih serius. Persoalan kependudukan yang mengemuka di hilir, pada dasarnya bermula dari persoalan kependudukan yang ditimbulkan di hulu. Memang, tidak ada jaminan persoalan kependudukan di hulu tuntas, secara otomatis masalah kependudukan di hilir selesai. Akan tetapi, implikasi kependudukan di hilir akan menjadi lebih ringan, jika persoalan kependudukan di hulu dapat ditangani lebih baik. Persoalan kependudukan mengemuka sebagaimana diungkap ekonom senior Widjojo Nitisastro beberapa waktu lalu, “Kita selama ini lebih tertarik menyelesaikan aspek pengangguran dan kemiskinan. Sementara masalah kependudukan lainnya, seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi, dan pertumbuhan angkatan kerja, kurang diperhatikan dan mulai terlupakan.” Itu sebabnya mengapa pemecahan masalah kependudukan dihulu melalui program pengendalian kelahiran merupakan sebuah keharusan. Namun, apabila seluruh perhatian dicurahkan semata pada masalah kependudukan di hilir, kita akan berkutat pada persoalan sama dan hanya menyelesaikan masalah kependudukan dengan cara “gali lubang tutup lubang”.
Menu Edisi Ini Editorial 2 Gali Lubang Tutup Lubang Wawancara 3 Layanan Berkualitas dan Pemerataan Akses Liputan Khusus 5 Jabar Siapkan 750 Outsourcing TPD KB 6 Jabar Gagal, Indonesia Gagal 6 Anggaran Daerah Belum Berpihak kepada KB 7 Kelahiran Tercegah, Hemat Miliaran Jurnal Kegiatan 8 Seni Budaya untuk Revitalisasi Program KB 9 Muri Pecah di Pringsewu 10 Kampanye KB Makin Kreatif 11 KB Tak Melulu Alat Kontrasepsi 12 Stop HIV/AIDS, Hindari Narkoba 13 Organisasi KB Harus Sentralistik 14 Tiga Daerah Raih Population Award Wacana 15 Altruisme Modern Cermin Manusia Beradab 16 Jabar Bersiap Hidup dengan 50 Juta Jiwa Lensa 19 Album Kegiatan 2009 BKKBN Jabar
WARTA KENCANA I EDISI MARET 2010
w awancara
Layanan Berkualitas dan Pemerataan Akses Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk mencapai 42 juta jiwa sangat berpengaruh terhadap tata kebangsaan secara nasional. Termasuk dalam pelaksanaan program keluarga berencana (KB). Hasil evaluasi program KB nasional pada 2009 lalu menunjukkan, Jabar menempati urutan ke-28 dari 33 provinsi di Indonesia. Dengan demikian, keberhasilan KB di Jabar masih jauh dari harapan. Bagaimana menyikapi permasalahan tersebut, berikut wawancara khusus redaksi Warta Kencana dengan Kepala BKKBN Jabar Drs Rukman Heryana MM di sela Pertemuan Konsultasi Terpadu bagi Pengelola/Petugas Kabupaten/ Kota dalam Rangka Meningkatkan Kuantitas dan Kualitas Pelayanan KBKR di Jabar, 22 Februari 2010 lalu.
Bagaimana menyikapi hasil evaluasi program KB nasional belum lama ini? Mau atau tidak mau memang fakta itu harus diakui. Mengacu kepada parameter memang kinerja program KB di Jabar masih belum memenuhi harapan. Namun demikian, acuan kita dalam melaksanakan program adalah kontrak kinerja dengan BKKBN Pusat. Di situ ditetapkan indikatorindikator serta target yang harus dicapai BKKBN Jabar. Perlu diingat bahwa jumlah penduduk di Jawa Barat sangat banyak, sekitar 42 juta. Artinya, permasalahan yang muncul sangat kompleks. Lalu, apa yang akan dilakukan BKKBN Jabar untuk menyikapi problematika tersebut? Angka 2010 itu kan angka hidupnya ada tiga, yakni angka dua dan satu (tertawa). Dari situ kita menentukan tujuan program KB di Jabar ke dalam tiga tujuan utama. Pertama, mempertahankan dan mengembangkan kelembagaan program KB di berbagai tingkatan. Ini sesuai dengan amanat Undang-undang No 52 tahun 2009 tentang PKPK (Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Kita tidak mau kecolongan lagi. Kedua, mencapai 11 indikator kenerja sesuai kontrak dengan BKKBN Pusat. Ketiga, menanamkan dimensi pelembagaan dan pembudayaan KB dalam berbagai aspek, di antaranya adalah melalui “Kampung KB�, ada jalur agama, jalur budaya, dan lain-lain. Terkait kelembagaan, apa yang akan dilakukan BKKBN Jabar? Banyak tentunya, salah satunya membentuk tim advokasi. Kemudian menggelar pertemuan dengan DPRD provinsi maupun kabupaten dan kota, mengadakan jaring aspirasi masyarakat, advokasi ke pemerintah daerah, dan lain-lain. Di samping itu tentunya kkita terus menyosialisasikan Undang-Undang tersebut agar bisa dipahami segenap stake holder, terutama para pengambil kebijakan di daerah.
WARTA KENCANA I EDISI FEBRUARI MARET 2010 2010
3 EDISI EDISIAPRIL JUNI 2009 2009 II Dadali
w awancara
DOK BKKBN JABAR
KAMPUNG KB: Warga Kampung Sukarasa Desa Manggungsari, Rajapolah, Tasikmalaya, berpose di depan papan nama Kampung KB.
Kegiatan apa saja yang akan dilakukan selama 2010 untuk mencapai 11 indikator kinerja tersebut? Fokus kita sebenarnya adalah memberikan pelayanan KB berkualitas dan pemerataan di seluruh wilayah di Jabar. Karena itu, kita akan terjun langsung menggarap daerahdaerah terpencil di jalur selatan, pantai utara, dan jalur tengah. Di sanalah kantong-kantong kemiskinan yang memerlukan penanganan secara serius. Roadshow akan dilakukan agar program KB bisa menyentuh langsung masyarakat. Yang penting ada riak-riak di masyarakat. Saya sendiri tidak ingin KB hanya hangat di permukaan, melainkan harus menyentuh hingga ke masyarakat. Kita juga akan menyalurkan bantuan operasional bagi desa yang tidak ada petugas KB. Jumlahnya sekitar Rp 1,5 miliar. BKKBN juga akan memaksimalkan momentummomentum tertentu untuk membangun program KB secara berkelanjutan, seperti Hari Bhayangkara, Hari Bhakti TNI, Harganas, hari jadi kabupaten dan kota, dan lain-lain. Untuk keperluan SDM, kami akan melaksanakan diklat bagi 3.100 pengelola KB. Rencananya, diklat akan dibagi ke dalam 100 angkatan di empat balai diklat di Jabar. Selain itu, akan terus melakukan pendekatan pelayanan kepada masyarakat. Kita harus melakukan jemput bola karena masyarakat belum semua mengerti tentang KB, kitalah yang harus mendekatkan diri.
tiga bulan. Mereka juga aktif melakukan KIE dan konseling. Terus ada pelayanan dan pembinaan. Pada akhirnya tentu saja ada pencatatan dan pelaporan. Selain membangun Kampung KB di 620 kecamatan, langkah pelembagaan dan pembudayaan juga akan dilakukan dengan menggelar lomba cerdas cermat tentang KB. Kemarin rencananya memakai nama Pakarema, digelar mulai tingkat desa hingga provinsi. Sekarang muncul nama baru, Siloka Kencana. Berikutnya adalah dengan penerangan multimedia, baik media massa maupun menggunakan jalur agama dan remaja ataupun jalur-jalur yang lain. Dari sisi pelayanan, bagaimana BKKBN Jabar merealisasikan konsep layanan KB berkualitas? Salah satu prioritas kami adalah melakukan penguatan pelayanan. Hal itu dilakukan dengan pemantapan komitmen operasional, peningkatan akses pelayanan, dan peningkatan kualitas pelayanan. Peningkatan akses dilakukan dengan operasionalisasi mobil unit pelayanan KB keliling, pelayanan KB bagi PP dan PK di 55 Rumah Sakit/RSB, dan pelayanan bakti sosial pada momentum-momentum tertentu. Upaya peningkatan kualitas pelayanan dilakukan dengan membuat standar pelayanan, pertemuan tim jaga mutu pelayanan KB, kunjungan tim spesialis (MOW/ MOP), pertemuan medis teknis pelayanan kontrasepsi, dan pertemuan pengelola KB di RS/RSB. Kemudian, pelatihan medis teknis (IUD, Implant, MOP dan MOW), pelatihan ABPK bagi bidan, pengadaan informed concent, pengadaan buku ABPK, bantuan komplikasi dan kegagalan, dan pelayanan papsmear bagi peserta KB. Sebenarnya masalah utama dalam implementasi program KB di Jawa Barat seperti apa? Masalahnya banyak, dan cenderung itu-itu juga. Misalnya kekurangan sumber daya manusia. Ada lagi persoalan budaya seperti kawin muda di daerah-daerah tertentu seperti pantura dan pantai selatan. Ketiga, kepesertaan KB cenderung hormonal, yang nonhormonalnya masih sedikit.
Terkait Kampung KB, bisa diceritakan lebih lengkap?
Lalu, penyelesaianya? Terutama masalah kawin muda seperti apa?
Kampung KB ini muncul atas ide Wali Kota Sukabumi. Saya kira beliau harus mendapat penghargaan Satyalencana untuk jasa-jasanya di bidang KB. Secara umum, seluruh warga Kampung KB memahami betul KB. Adapun kriterianya sebagai berikut: PUS sekitar 65 persen, kader KB aktif di setiap RT, posyandu aktif, kelompok BKB dan BKR aktif, serta ada sub Pos KB di setiap RW. Jadi kalau ditanya siapa kader KB di RT 3 tidak ada yang jawab, berarti bukan Kampung KB itu namanya (tertawa).
Keperluan SDM secara perlahan kita tambah. Kemudian masalah kawin muda kita sikapi dengan memperbanyak PIK (pusat informasi dan konseling) KB di masyarakat, pesantren, perguruan tinggi, dan lain-lain. Kita juga melakukan KIE secara lebih kreatif melalui pendekatan seni budaya seperti yang kita lakukan di RRI kemarin. Tentu yang kita programkan sejak awal harus lebih berhasil lagi.
Apa saja aktivitas di Kampung KB? Kader di sana harus melakukan pertemuan rutin setiap
4
Ngomong-ngomong, benarkah Anda akan pensiun bila indikator kinerja tidak tercapai? Tercapai atau tidak, tahun depan saya pensiun. Haha..
WARTA KENCANA I EDISI MARET 2010
l iputan khusus
DOK BKKBN JABAR
TAMBAH PETUGAS KB: Asisten Kesejahteraan Sosial Setda Provinsi Jawa Barat Pery Soeparman menjelaskan akselerasi program KB melalui penambahan PLKB di salah satu rumah makan di Jalan Surapati, kemarin.
PERY SOEPARMAN
Jabar Siapkan 750 Outsourcing TPD KB
P
emerintah Provinsi Jawa Barat menunjukkan komitmennya untuk mendukung program keluarga berencana (KB). Dukungan itu diwujudkan dengan rencana pengucuran bantuan Tenaga Penggerak Desa Program KB, ujung tombak program KB di masyarakat. Asisten Kesejahteraan Sosial Setda Provinsi Jawa Barat Pery Soeparman mengaku prihatin melihat penurunan jumlah KB di provinsi tergemuk di Indonesia ini. “Idealnya setiap desa atau kelurahan memiliki satu PLKB. Saat ini jumlah penduduk Jabar sekitar 43 juta jiwa tersebar di sekitar 6.000 desa dan kelurahan. Artinya, tenaga PLKB yang dibutuhkan sebanyak itu. Sementara sekarang hanya ada sekitar 2.000 orang,” kata Pery di salah satu rumah makan di Jalan Surapati, beberapa waktu lalu. Pery mengungkapkan, Jabar membutuhkan sedikitnya 2.000 PLKB lagi. Jumlah itulah yang akan diupayakan pihaknya dalam beberapa waktu ke depan. Caranya dengan membantu penambahan PLKB melalui sistem outsourcing.
WARTA KENCANA I EDISI MARET 2010
Dana outsourcing akan diambil dari APBD. Bagi Pery, penambahan PLKB merupakan langkah utama yang harus diambil untuk mendongkrak keberhasilan program KB di Jabar. Mereka itulah yang berhubungan langsung dengan akar rumput. Sayangnya jumlah mereka terus berkurang setelah bergulirnya era otonomi daerah. “Tenaga PLKB banyak yang berubah fungsi. Ada yang dipromosikan menjadi sekretaris kecamatan, bahkan camat. Mereka bekerja dengan baik, sehingga dipromosikan ke jabatan lain. Dengan begitu, tugas utamanya terpaksa ditinggalkan. Sekarang saatnya menambah jumlah PLKB,” tegas Pery. Di bagian lain dia menambahkan, saat ini jumlah penduduk terus meroket. Data yang dimilikinya menunjukkan, jumlah penduduk bertambah 27,8 juta selama kurun waktu 20052015. Ini ekuivalen dengan 7.610 per hari atau 310 per jam. “Kita menghadapi ledakan penduduk. Tugas kita semua untuk mengendalikannya,” tandas Pery.(*)
5 EDISI EDISIAPRIL JUNI 2009 2009 II Dadali
l iputan khusus
Jabar Gagal, Indonesia Gagal Jawa Barat mendapat perhatian khusus Kepala BKKBN Pusat Dr Sugiri Syarief. Bagi doktor ilmu sosial ini, provinsi besar memiliki pekerjaan besar. Karena itu, keberhasilan program KB secara nasional sangat ditentukan keberhasilan Jabar. “Jawa Barat gagal, Indonesia gagal,” tegas Sugiri saat ditemui Warta Kencana, pertengahan Februari 2010 lalu. Sugiri mengaku sengaja memilih menempuh pendidikan doktoral di Universitas Padjadjaran (Unpad) agar lebih sering berkunjung ke Jawa Barat. Ini di luar rencana besarnya untuk melakukan roadshow ke sejumlah daerah yang terpencil di pantai selatan, terutama daerah yang partisipasi KBnya masih rendah. “Tentu saya akan lebih banyak terlibat aktif untuk menggerakkan masyarakat agar mau ikut KB,” imbuh Sugiri. Konsekuensi Jabar sebagai daerah dengan jumlah penduduk besar, imbuh Sugiri, adalah target yang juga besar. Dia kemudian membandingkan dengan Papua yang hanya memiliki penduduk sedikit. Dalam hal ini, anggaran yang dikucurkan untuk Jabar juga besar. Di antara sasaran program KB, pria kelahiran Pringsewu Lampung ini berpesan agar petugas di lapangan memperhatikan kelompok keluarga miskin. Masyarakat miskin sangat penting karena daya beli mereka rendah. “Secara statistik, orang kaya anaknya sedikit, orang miskin anaknya banyak. Orang tinggi pendidikannya biasaya anaknya sedikit, begitu juga sebaliknya. Manfaatkan data keluarga untuk mengetahui keluarga miskin. Jangan menunggu, tapi menghampiri keluarga miskin. Buatlah mapping yang baik,” pungkas Sugiri.(*)
6
ANGGARAN DAERAH BELUM BERPIHAK KEPADA KB INI kabar menyedihkan bagi dunia kependudukan di Jawa Barat. Sebuah penelitian menunjukkan, anggaran program keluarga berencana (KB) di sejumlah kabupaten dan kota di Jabar ternyata lebih murah dari harga sebungkus rokok kretek. Nah, lho! Bila dirata-ratakan, biaya yang dikeluarkan 14 pemerintah kabupaten dan kota di Jabar hanya Rp6.765 per kepala keluarga (KK). Sementara bila digabung dengan pemberdayaan perempuan, jumlahnya naik menjadi Rp 9.083 per KK. “Salah satu dari sekian banyak variabel yang dapat diukur terhadap perhatian pemerintah daaerah terhadap suatu programnya ad alah melalui anggaran yang dikucurkannya. Faktanya, memang keberpihakan terhadap anggaran itu sangat bervariasi. Terdapat disparitas yang sangat mencolok antara satu daerah dengan daerah lainnya,” kata Soeroso Dasar, peneliti senior Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran (Unpad), saat media gathering di Balai Diklat Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jabar, Jalan Sederhana, Bandung, beberapa waktu lalu. Soeroso yang juga Ketua Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jabar ini menguraikan, bobot anggaran antara peringkat pertama deng an kelima sangat tajam. Bila peringkat pertama mendapat bobot 11,8, maka peringkat kelima hanya 3,3. “Bahkan, ada yang hanya nol koma,” ujarnya. Dia menambahkan, peringkat pertama dan kedua merupakan kota, sementara keempat dan kelima adalah kabupaten. Soeroso mengaku sedih melihat ketimpangan biaya yang dikucurkan daerah untuk program KB. Namun begitu, besarnya anggaran ternyata tidak berkorelasi positif dengan pencapaian target. Data selanjutnya menunjukkan, bobot keuangan yang tinggi belum tentu memberikan kontribusi positif terhadap target. Pun sebaliknya, bobot yang kecil belum tentu menunjukkan target negatif. Lebih parah lagi, terdapat peruntukkan dana yang dianggap Soeroso kurang tepat
WARTA KENCANA I EDISI MARET 2010
l iputan khusus
Kelahiran Tercegah, Hemat Miliaran
sasaran. Sebagai contoh, pemerintah kota lebih banyak mengalokasikan dana untuk kegiatan operasional dibanding program yang berhubungan langsung dengan akseptor. Dia memberikan apresiasi kepada pamerintah kabupaten yang menitikberatkan anggaran pada program yang berhubungan langsung dengan akseptor. “Kasarnya, di kota itu mudah. Orang tidak didatangi pun mencari sendiri. KB sudah menjadi kebutuhan. Sementara di daerah, butuh mobilitas tinggi untuk mencapai suatu tempat,” ujarnya membandingkan. Pada akhirnya, Soeroso menyimpulkan bahwa program KB kabupaten atau kota di Jabar tidak hanya dilihat pada besaran anggaran. Walaupun tidak memungkiri bahwa besaran anggaran merupakan salah satu wujud perhatian atau apresiasi tinggi pemerintah daerah, namun lebih tepat bila anggaran dilakukan sesuai skala kebutuhan. Dia mengingatkan bahwa distribusi anggaran yang meliputi pelayanan kontrasepsi, pergerakan lini lapangan, advokasi dan komunikasi, informasi, serta edukasi, ketahanan keluarga merupakan mata rantai keuangan yang harus mendapat perhatian komprehensif. Penulis masalah-masalah sosial di media massa ini kemudian membandingkan anggaran KB yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dengan daerah. Tahun ini, dana APBN yang digelontorkan untuk program KB di Jabar mencapai Rp9,909 miliar. Dana ini diperuntukkan bagi 11,084 juta KK. Artinya, anggaran masing-masing KK sebesar Rp89.402. Catatan Soeroso menunjukkan adanya peningkatan anggaran dari tahun ke tahun. “Secara rata-rata, biaya program KB yang dikeluarkan untuk setiap kabupaten dan kota di Jabar msaih relatif kecil. Padahal, program KB sangat strategis dibanding pelantikan anggota DPR dan DPRD yang menelan biaya miliaran rupiah,” ujarnya menyindir pola penganggaran daerah.(kencanajabar@gmail.com)
WARTA KENCANA I EDISI MARET 2010
PROGRAM keluarga berencana (KB) berhubungan erat dengan kesejahteraan dan investasi. Begitu kata Saut PS Munthe dari Paguyuban Juang Kencana saat media gathering di Balai Diklat BKKBN Jabar, beberapa waktu lalu. Karena itu, upaya mencegah kelahiran perlu dukungan semua kalangan. Seperti apa keuntungan itu? Bagi ke luarga, papar Saut, tercegahnya kela hi ran yang tidak diinginkan atau direnca nakan dapat meningkatkan kesejahteraan anggota keluarga. Selain itu, bisa memperbaiki taraf kesehatan keluarga, terutama ibu. Sementara bagi pemerintah, tercegahnya kelahiran ribuan bayi dapat menghemat ratusan miliar atau pengeluaran yang tidak perlu. Tanpa adanya pencegahan, Jabar yang saat ini dihuni sekitar 42 juta jiwa akan terus mengalami penambahan jumlah penduduk. Bila dibiarkan, maka jumlah penduduk pada 2020 atau 2021 mendatang bisa mencapai 50 juta jiwa. “Penduduk tersebut terdiri atas 11,1 juta keluarga, dengan 8,2 juta di antaranya merupakan pasangan usia subur (PUS). Jumlah PUS akan terus meningkat sekitar 140-180 ribu per tahun. Pada 2008 sampai 2009, 4,8 - 5 juta dari PUS tersebut merupaka peserta KB aktif. Sehingga, couple year protection atau CYP dalam setahun terakhir sekitar 4,9 juta,” papar Saut. Saut memperkirakan terdapat 3,2 juta PUS yang sama sekali tidak terlindungi kontrasepsi. Ini belum termasuk 550 ribu PUS yang tidak terlindungi efeftif selama setahun terakhir. Dengan demikian, dalam satu tahun diperkirakan terdapat 850-900 ribu bayi. “Kelahiran tersebut merupakan kelahiran yang direncanakan atau diinginkan oleh PUS. Sementara sebagian lagi tidak diinginkan.(*)
7
j urnal kegiatan
B
adan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) seakan tak pernah kehabisan kreativitas dalam menggalakkan program KB. Di penghujung tahun lalu, 1-2 Oktober 2009, BKKBN menghelat sebuah even akbar kampanye komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) di Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung. Kali ini, KIE dikemas dalam sebuah perpaduan harmonis antara edukasi di satu sisi, dan seni budaya di sisi lain. Kepala Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN Jabar Ida Indrawati yang memimpin kontingen Jabar di acara tersebut menjelaskan, program KIE kreatif ini bertujuan merevitalisasi program KB nasional. “Acara ini diikuti 33 provinsi, dan setiap provinsi mengirimkan kesenian daerah masing-masing,” papar Ida saat bertemu wartawan di kantornya, beberapa waktu lalu. Di tanah kelahiran Kepala BKKBN Sugiri Syarief tersebut, Jabar berkesempatan menunjukkan sebuah kolaborasi apik antara tarian estetis dan pesan-pesan moral mengenai keluarga sejahtera dan pentingnya remaja memahami KB sejak dini. Semua itu dikemas dalam rangkaian catur warga, topeng rehe, dan rampak kendang wanoja. Hasilnya sangat menggembirakan. Dibanding daerah lain, kontingen Jabar berhasil mencuri perhatian penonton yang tumplek di halaman pusat pemerintahan sementara tersebut. Selain sukses membuat warga Pringsewu terpesona, kontingen Jabar juga berhasil mencuri perhatian tim juri. Wajar bila kemudian wakil tatar Parahyangan ini berhasil membawa pulang predikat juara di ajang tersebut. “Ada hadiahnya memang, Rp5 juta. Semuanya diberikan kepada tim Ega Robot, mitra BKKBN Jabar dalam mengkampanyekan program KB baik pada ajang tersebut maupun dalam program dialog di televisi,” ungkap Ida. “Bahkan, saat konvoi pun
8 8
1 SENI BUDAYA UNTUK REVITALISASI PROGRAM KB kontingen Jabar selalu mendapat sambutan luar biasa. Mereka antusias menyambut kedatangan kami. Kami memang tampil beda dan menarik meski hanya 16 menit. Hasilnya, Jabar berhasil menyisihkan Jogja, Bali, Jatim, termasuk tuan rumah,” tambahnya. Ida tidak memungkiri kesempatan
tampil pada malam hari memberikan keuntungan sendiri bagi tim kesenian Jabar. Tata lampu dan tata suara semakin menjadikan penampilan Jabar lebih ciamik dibanding daerah lain. Sementara saat tampil di siang hari, Jabar mendapat kesempatan tampil di urutan ketiga yang nota bene masih
WARTA KENCANA I EDISI MARET 2010
j urnal kegiatan
2
3 DOK BKKBN JABAR
JUARA DI PRINGSEWU: Dua penari kontingen Jawa Barat tampil memukau di hadapan ribuan pengunjung (1). Dua penari lain menunjukkan pesan-pesan untuk menghindari narkoba dan seks bebas di sela penampilan tarian (2). Kontingen Jabar berpose usai tampil di Pringsewu, Lampung (3). Kepala BKKBN Jawa Barat Rukman Heryana bercanda dengan fotografer usai menerima piagam penghargaan sebagai juara pertama (kanan).
dintonton undangan lengkap. Soal pemilihan tarian, Jabar juga rupanya membawa misi lain. Yakni, menegaskan eksistensi kesenian daerah yang selama ini diklaim Malaysia. “Kami ingin menunjukkan bahwa inilah tarian aslinya,” papar Ida seraya menambahkan pihaknya menampilkan angklung, tari pendet, dan tari piring. Di sisi lain, pentas budaya nusantara malam itu menampilkan pertunjukkan
YANG TERBAIK DI PRINGSEWU 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jawa Barat Bali Jawa Timur Jogjakarta Keppri Lampung
wayang kulit istimewa. Yakni, tampilnya tiga bupati asal Jawa Tengah menjadi dalang. Bupati Sragen, Wonogiri, dan Karanganyar tampil secara bersamaan dalam panggung raksasa. Kehadiran ketiganya memang tidak lepas dari keberadaan penduduk kabupaten tersebut yang didominasi transmigran asal kabupaten tersebut. (kencanajabar@gmail.com)
WARTA KENCANA I EDISI MARET 2010
MURI PECAH DI PRINGSEWU Seperti apa kemeriahan rangkaian kegiatan “Revitalisasi Program KB Nasional melalui Kolaborasi Wayang Kulit dan Pergelaran Seni Budaya KB Nusantara”yangdigelardiKabupaten Pringsewu, Lampung, 1-2 Oktober lalu? Sebagai gambaran, kabupaten ini diresmikan pertengahan tahun ini. Daerah berpenduduk 1,5 juta jiwa ini pun belum memiliki bupati definitif. Bandingkan dengan daftar pertunjukan yang melibatkan perwakilan 33 provinsi di tanah air. Dimulai pukul 09.00 pada Kamis (1/10), acara ini baru berakhir Sabtu (3/10) dini hari pukul 04.00. Pihak yang terlibat pun beragam, mulai Gubernur Lampung dan Kepala BKKBN pusat hingga masyarakat setempat. Ini belum termasuk kontingen provinsi daerah dan supporter masingmasing. “Tim kesenian Ega Robot berjumlah 23 orang. Sementara tim BKKBN Jabar sendiri ada 50 orang,” kata Ida Indrawati, Kabid KSPK BKKBN Jabar. Kemeriahan itulah yang kemudian berhasil memecahkan rekor Musium Rekor Indonesia (Muri) untuk pementasan wayang kulit paling heboh di tanah air. Selain mendatangkan tiga dalang bupati, layar pun membentang berpuluh meter. Piagam dan sertifikat diterima Penjabat Bupati Tanggamus Masdulhaq. Penghargaan juga diberikan kepada Kepala BKKBN Pusat Sugiri Syarief sebagai penggagas kegiatan dan bupati Wonogiri, Sragen, dan Karanganyar sebagai dalang wayang kulit. Ketiga pejabat tersebut mendalang secara bersamaan.(*)
9 9
j urnal kegiatan
Kampanye KB Makin Kreatif BKKBN Jabar Gelar Lomba Media Advokasi dan KIE Melalui Seni Budaya
DOK BKKBN JABAR
PENDEKATAN BUDAYA: Tiga penari perwakilan salah satu kabupaten/kota tampil saat Loma Media Advokasi dan KIE Melalui Seni Budaya di Auditorium RRI Bandung. Pendekatan budaya dianggap efektif untuk menyampaikan pesan KB. KETUA Tim Penggerak PKK Jabar Netty Heryawan mengaku sangat terhibur dengan penampilan peserta Lomba Media Advokasi dan KIE Program KB Melalui Seni Budaya di Auditorium RRI Bandung, Jalan Diponegoro, Desember 2009 lalu. Dia pun optimistis pendekatan seni dan budaya akan lebih bisa diterima masyarakat. “Saya merasa terhibur. Ini mengingatkan saya bahwa masyarakat tidak hanya bisa didekati dengan cara interventif. Cara ini harus disampaikan karena pilar KB sangat penting untuk
10
membangun keluarga sejahtera,” ungkap Netty saat menutup lomba yang diikuti 26 kabupaten dan kota tersebut. Netty yang belum lama ini menciptakan lagu bertajuk Keluarga Sejahtera menegaskan bahwa lagu tersebut bukan semata untuk keperluan lomba. Lebih dari itu, lagu tersebut membawa pesan penting. “Pada bait pertama, keluarga bahagia dibangun oleh cinta. Keluarga yang dibangun dengan cinta. Berapa lama pun perkawinan, perubahan fisik tidak
akan mengurangi cinta,” papar Netty. Kedua,imbuhNetty,Keluargabahagia taat pada tuhan. Artinya, kekuatan cinta yang bersandar pada kekuatan transedental. Keluarga bahagia juga tidak dibangun atas kekuasaan atau subordinasi. Tetapi, keluarga yang membangun secara partnership. Kaluarga bahagia juga pilar bangsa. “Pada gilirannya, keluarga bahagia ini bisa mengangkat harkat dan mastabat bangsa,” tandas Netty. Netty juga menegaskan untuk menularkan spirit kreativitas tersebut
WARTA KENCANA I EDISI MARET 2010
j urnal kegiatan dalam setiap KIE program KB. Cara ini diyakininya bisa lebih diterima masyarakat dibanding cara-cara konvensional. “Mungkin harus dengan cara-cara kreatif, ke depan akan kita coba. BKR juga coba kita dengan cara baru, cara kreatif,” pungkasnya. Di tempat yang sama, Kepala BKKBN Jawa Barat Rukman Heryana mengaku sangat mengapresiasi kepiawaian peserta dalam mengemas pesan KIE melalui seni budaya. Birokrat yang juga seniman ini pun mengaku bangga karena setiap daerah di Jabar mengirimkan peserta. “Warga Jabar dalam menggelorakan program KB sangat luar biasa. Peserta lengkap 26 kabupaten dan kota di Jabar. Semua hadir para seniman; nu lenjang urang Sumedang, nu gandang urang Subang, nu montok urang Depok, anu demplon urang Cirebon, nu cantik urang Tasik, nu manis urang Ciamis,” ujarnya disambut tepuk tangan hadirin. Rukman mengungkapkan rencana untuk kembali menggelar acara serupa tahun depan. Tak hanya di tingkat provinsi, melainkan digelar antarkecamatan. “Totalnya ada 600 kecamatan di Jabar. Jadi setiap kabupaten dan kota menggelar acara seperti ini. Kemudian puncaknya di tingkat provinsi. Dari provinsi akan dikirim ke tingkat nasional di Palu, Sulawesi Tengah,” ungkap Rukman.(kencanajabar@gmail.com)
DOK BKKBN JABAR
Kasi Advokasi dan KIE BKKBN Jawa Barat S Teguh Santoso.
DOK BKKBN JABAR
PENGHARGAAN: Ketua TP-PKK Jawa Barat Ny Netty Heryawan menyerahkan piagam dan piala kepada pemenang lomba.
KB Tak Melulu Alat Kontrasepsi PROGRAM KB atau keluarga berencana selama beberapa tahun terakhir bisa dibilang melempem. Penyebabnya banyak, mulai kelemba gaan hingga anggaran. Begitu kata Kepala Seksi Advokasi dan KIE BKKBN Jabar Teguh Santoso saat ditemui di sela Lomba Media Advokasi dan KIE Program KB Melalui Seni Budaya di Auditorium RRI Bandung, beberapa waktu lalu. Teguh mengaku tidak menyalahkan reformasi maupun otonomi daerah. Namun begitu, fakta menunjukkan bahwa sejak bergulirnya reformasi terdapat penurunan program KB. Dia menyebutnya melempem. “Ya, lebih melempem,” kata Teguh seraya menambahkah bahwa program KB kerap terjebak pada alat kontrasepsi. “Padahal kalo kita kembalikan kepada UU No 10 tahun 1992, KB itu adalah pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, ketahanan keluarga, dan pemberdayaan ekonomi keluarga. Artinya, program KB sangat komprehensif,” tandas Teguh. Menurutnya, terdapat perubahan mendasar program KB sebelum dan sesudah era otonomi daerah. Sebelumnya, kelembagaan sentralistik, kebijakan KB langsung dari pusat
WARTA KENCANA I EDISI MARET 2010
hingga ke daerah. Sementara sekarang, program KB dikembalikan kepada pemerintah daerah baik kota maupun kabupaten, sesuai dengan kebijakan otonomi daerah. Perubahan berikutnya adalah SDM, yakni menurunnya jumlah PLKB. Ini sangat menjadi persoalan untuk menggerakan masyarakat. Masalah lain menyangkut sarana, prasarana, dan anggaran. Bagi pria akrab dengan kalangan jurnalis ini, anggaran menjadi persoalan karena nilainya berbeda dengan dulu. Meski jumlahnya ada peningkatan karena ada tambahan dari pemerintah daerah, tapi nilainya berbeda. “Ditambah lagi kalau berbicara kampanye KB, sekarang ini tidak ada kejadian luar biasa (KLB). Beda dengan KLB demam berdarah, kaki gajah, dan lain-lain. Berikutnya, kampanye KB memang tidak bisa dilakukan secara instan,” ungkap Teguh. Menyadari hal itu, kini BKKBN Jabar mengembangkan pendekatan seni budaya. Cara ini diharapkan mampu mengubah pandangan masyarakat untuk ikut KB, mengubah masyarakat perilaku yang positif. Strategi yang digunakan tentu saja disesuaikan dengan kultur yang ada.(kencanajabar@gmail.com)
11 EDISI EDISIAPRIL JUNI 2009 2009 II Dadali
j urnal kegiatan
DOK BKKBN JABAR
DUET RAPPER: Dua rapper tampil kompak saat Lomba Rap Nasional yang diselenggarakan BKKBN di Ciwalk, Bandung.
DOK BKKBN JABAR
SEMANGAT MUDA: Kepala BKKBN Pusat Sugiri Syarief mengepalkan tangan ke arah peserta sebagai simbol untuk tetap semangat.
STOP HIV/AIDS, HINDARI NARKOBA BKKBN Gelar Lomba Rap Tingkat Nasional di Ciwalk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) punya cara menarik untuk memeringati Hari AIDS Sedunia yang jatuh 1 Desember setiap tahun. Yakni dengan menggelar lomba rap nasional bertema HIV/AIDS, seks bebas, narkoba, dan keluarga berencana atau KB. Tahun ini, untuk kali keempatnya BKKBN menggelar lomba yang melibatkan peserta dari 33 provinsi tersebut. Dalam grand final yang digelar di Cihampelas Walk (Ciwalk) pada Minggu, 12 Desember 2009, tercatat 28 perwakilan provinsi unjuk kabisa. Sayangnya, kontingen Jawa Barat belum mampu berbicara banyak di hadapan para rapper
12
nusantara ini. Predikat terbaik masih menjadi milik kontingen Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Ketiganya berturut-turut menempati posisi juara pertama, kedua, dan ketiga. Meski begitu, kurang maksimalnya performa Jabar tidak mengurangi kemeriahan acara di pusat perbelanjaan terkemuka tersebut. Para rapper silih berganti menunjukkan penampilan terbaiknya. Yang bikin seru, peserta juga diajak menari secara massal di hadapan panggung utama. Tidak kalah pentingnya adalah penampilan ngocol cheerleader cowok. Pokoknya seru! Ditemui di sela hangatnya nuansa ngerap, Kepala BKKBN Sugiri Syarief mengungkapkan, lomba rap lebih dari sekadar performance. Lebih dari itu, lirik-lirik rap yang sarat pesan moral untuk berperilaku sehat sangat penting untuk membangkitkan kepekaan remaja terhadap pentingnya penanggulangan HIV/AIDS dan memberdayakan KB. Penyelenggaraan rutin sejak 2006 lalu membuktikan bahwa lomba rap efektif untuk mengedukasi remaja sebagai generasi yang rentan terhadap penyakit sosial. “Perlu ditekankan bahwa lomba rap bukan sekadar performed di panggung. Saya percaya adik-adik sebelum tampil di sini sudah terlebih dahulu mempelajari tentang bahaya narkoba, risiko tertular HIV dan AIDS serta bahayanya perilaku seks bebas. Saya ingin mengajak adik-adik untuk berbagi ilmu yang telah diperoleh kepada orang lain, khususnya kepada teman di sekolah, di kampus, maupun di tempat tinggal masing-masing,” papar Sugiri. Sugiri berharap remaja tidak terjerumus untuk mengonsumsi narkoba, tidak terinfeksi HIV, serta tidak melakukan seks bebas. Sebaliknya, remaja harus dapat bertanggung jawab dan berperilaku positif. “Jadikan diri kalian sebagai sentral bagi sesama teman, baik sentral pengetahuan maupun sentral akses informasi,” pesan Sugiri. Doktor ilmu pemerintahan ini mengungkapkan pihaknya juga menggelar seminar pencegahan HIV/AIDS, perkembangan teknologi kontrasepsi terkini, pemasangan balon udara, spanduk, umbul-umbul bertema Stop AIDS yang merupakan slogan penanggulangan HIV/AIDS. Ada juga kumpul remaja tingkat nasional yang diisi berbagai lomba pengetahuan dan keterampilan kesehatan reproduksi remaja sekaligus ajang untuk menunjukkan kebolehan masing-masing. (kencanajabar@gmail.com)
WARTA KENCANA I EDISI MARET 2010
j urnal kegiatan
Organisasi KB Harus Sentralistik Kepala BKKBN Raih Gelar Doktor Ilmu Pemerintahan dari Unpad
DOK BKKBN JABAR
SIDANG TERBUKA: Kepala BKKBN Pusat Sugiri Syarief mempertahankan disertasi di hadapan senat guru besar Program Pascasarjana Unpad, beberapa waktu lalu. Sugiri menekankan pentingnya sentralisasi program KB di Indonesia.
K
ompetensi akademik Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Sugiri Syarief MPA makin komplet saja. Kamis, 3 Desember 2009, Sugiri meraih gelar doktor bidang ilmu sosial untuk konsentrasi ilmu pemerintahan di Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung. Sugiri sukses mempertahankan disertasinya berjudul “Pengaruh Implementasi Kebijakan KB Terhadap Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Way Kanan, Lampung” di depan sidang senat guru besar yang dipimpin Dekan FISIP Unpad Prof Dr H Asep Kartiwa. Putra kelahiran Pringsewu, Lampung, pada 2 Agustus 1952 ini dinyatakan lulus dengan yudisium sangat memuaskan. Tim promotor yang terdiri atas Prof Dr HA Djadja Saefullah PhD, Prof Dr H Haryo S Martodirjo, dan Prof Dr Taliziduhu Ndraha menilai disertasi Sugiri berhasil mengungkap kembali pentingnya program keluarga berencana (KB) bagi keberhasilan pembangunan. Dalam disertasinya, Sugiri mengungkapkan minimnya peran pemerintah daerah dalam upaya pembangunan
WARTA KENCANA I EDISI MARET 2010
KB. “Hasil penelitian lapangan tersebut ditemukan bahwa implementasi kebijakan KB terhadap pemberdayaan masyarakat belum dilaksanakan sebagaiamana mestinya. Pemerintah daerah belum berperan sebagaimana mestinya sesuai dengan amanat Kebijakan Nasional KB terhadap Pemberdayaan Masyarakat,” tandas Sugiri. Kepemimpinan pemda, tambah dia, belum mengoptimalkan dimensi implementasi kebijakan. Pengalaman membuktikan, kepemimpinan yang baik di pemda ditandai penguatan organisasi pengelolaan KB. Hal ini biasanya menghasilkan pelaksanaan program KB yang baik. Sebaliknya, jika organisasi pengelolaan KB jelek, maka berakibat buruk pelaksanaan program KB. Karena itu, Sugiri mengusulkan perlunya sentralisasi kebijakan KB. Sementara bila dilakukan secara desen traliasasi, maka harus ditopang anggaran KB memadai. Alasannya, pemberdayaan masyarakat merupakan kewajiban pemerintah. Dari 471 kabupaten dan kota di Indonesia, hanya 65 persen di antaranya yang telah memiliki badan yang mengurusi KB.(kencanajabar@gmail.com)
13 EDISI EDISIAPRIL JUNI 2009 2009 II Dadali
j urnal kegiatan
DOK BKKBN JABAR
KEBERHASILAN KB: Ketua IFPPD Jabar HMQ Iswara menyerahkan piagam penghargaan kepada perwakilan Kabupaten Ciamis saat penganugerahan Population Award 2009.
DPRD. Saat menerima, Bupati Ciamis diwakili Asisten Daerah II Herry Moeliana, Kota Banjar oleh Kepala Catatan sipil dan Kependudukan Ajat Sudrajat, Kabupaten Indramayu oleh Sekretaris Ekesekutif Forum Parlemen Peduli Kependudukan dan Pembangunan Kabupaten Indramayu Ahmad Syaeful Bahri. Salah satu tim juri Population Award, Soeroso Dasar, menjelaskan, ketiga daerah tersebut terpilih setelah melalui seleksi dan peninjauan lapangan. “Dari 26 kabupaten dan kota, mengerucut jadi 14. Lalu mengerucut lagi jadi lima, hingga akhirnya tiga daerah ini layak mendapatkan penghargan,” ujar pria yang juga ketua Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jabar ini. Setiap daerah, imbuh Suroso, memiliki kelebihan masing-masing. Kreativitas dalam menunjang dan menata kependudukan di daerahnya, menjadi perhatian para juri. Ketiga daerah tersebut layak dijadikan model karena keunggulannya. “Keunggulan masing-masing seperti Kabupaten Ciamis ini mendukung program KB, di mana mereka membangun 10 gedung BKKBN dan juga program jemput bola. Mereka juga memiliki Dinas Keluarga Berencana dan Sejahtera,” ujarnya. Sementara untuk Indramayu, bupatinya turun ke lapangan serta menganggarkan program KB. Lalu untuk kota Banjar, mereka menggelontorkan dana Rp 1 miliar dari APBD untuk program KB. Pemerintah pun mendukung program tersebut. Iswara menjelaskan, IFPPD merupakan institusi yang didirikan para anggota dewan. Organisasi ini terdapat di DPR RI serta di delapan provinsi dan sejumlah kota dan kabupaten di Indonesia. IFPPD adalah bagian dari jaringan kerja anggota parlemen seluruh dunia. Penghargaan ini sudah digelar untuk yang kedua kalinya.(kencanajabar@ gmail.com)
Tiga Daerah Raih Population Award
S
eperti apa model program keluarga berencana (KB) yang tepat dilakukan pemerintah daerah? Jawabannya, lihatkah tiga daerah di Jawa Barat: Kabupaten Ciamis, Kabupaten Indramayu, dan Kota Banjar.TigadaerahinilahyangmendapatanugerahPopulation Award 2009 dari Indonesian Forum Parliamentarians on Population and Develompent (IFPPD) Jabar, daerah yang memiliki program KB terbaik. Penghargaan Population Award 2009 diberikan Ketua IFPPD Jabar HMQ Iswara untuk kepala daerah dan ketua
14
DOK BKKBN JABAR
PENGHARGAAN: Kepala BKKBN Jawa Barat Rukman Heryana menyerahkan penghargaan kepada perwakilan Kabupaten Indramayu.
WARTA KENCANA I EDISI MARET 2010
w acana
Altruisme Modern Cermin Manusia Beradab Sebuah program pembangunan dapat dikatakan berhasil atau tidak, dapat dilihat dari efektifitas program tersebut. Dalam kacamata ekonomi, program harus dilihat dari manfaat ekonomi dan dampaknya. Artinya, berapa banyak dana yang dikeluarkan untuk mencapai sasaran yang diinginkan. Idealnya, dampak ke depan dari program adalah ukuran yang jitu. Keluarga Berencana (KB), tidak hanya dibaca pengaruh pada saat program diluncurkan, tetapi KB mempunyai dampak yang jauh ke depan. Untuk itulah, mengukur keberhasilan program KB harus dilihat dampaknya ke depan. Tidak ada pengeluaran yang lebih efektif dari pada pelayanan KB sebagai jalan untuk memecahkan lingkaran kemiskinan dan fertilitas tinggi yang tidak ada ujung pangkalnya. Banyak pengambil keputusan yang duduk pada manajemen puncak, baik di departemen teknis, provinsi ataupun di kabupaten dan kota cenderung keliru menilai program KB. Program lebih disoroti pada aspek gebyar program itu sendiri, yang dinilai menghambur hamburkan dana. Program lebih dilihat dari riak permukaan tanpa mampu menyelami manfaat srategis dari program dan dampaknya. Tentu saja apabila program dibaca dan diterjemahkan sebatas permukaan tertentulah dikatakan program KB merupakan program yang konsumtif. Program ini hanya akan menghabiskan anggaran pemerintah daerah (APBD) atau anggaran pemerintah pusat (APBN). Pola pikir seperti ini lebih mengutamakan pembangunan fisik yang hasilnya jelas terlihat. Pembangunan fisik, secara
politis cenderung mengantarkan manajamen pemerintahan kepada �tahta� semula atau lebih meningkat. Namun hakikatnya, progran KB tidak dapat disejajarkan dan dibandingkan dengan proyek-proyek fisik lainnya, seperti bendungan, jalan, gedung, dan lainnya. Program KB adalah investasi yang hasilnya akan terbaca dan terjawab di kemudian hari. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Prof Ascobat Gani dari Universitas Indonesia, mampu mengungkapkan bahwa Provinsi DKI Jakarta berhasil melaksanakan program KB dengan menunda sebanyak 1,8 juta kelahiran. Apabila kelahiran ini terjadi, maka untuk kebutuhan kesehatan dasar serta pendidikan dasar, DKI Jakarta harus mengeluarkan dana trilliunan rupiah. Tetapi dengan tertundanya kelahiran sebanyak 1,8 juta orang, DKI telah menghemat dana sebanyak Rp 6,8 trilliun setelah dikurang anggaran untuk program KB sejak 1990 hingga 2000. Kalau DKI Jakarta saja mampu menghemat biaya sekitar Rp 7 trilliun dari keberhasilan program KB, berapa banyak dana yang dapat dihemat dengan keberhasilan program KB selama ini? Diperkirakan, pada saat yang sama Indonesia sudah menunda 80 juta angka
WARTA KENCANA I EDISI MARET 2010
Soeroso Dasar Dosen, Peneliti Senior PPK SDM Unpad dan Ketua IPKB Provinsi Jawa Barat
15 15
w acana kelahiran. Di sinilah kita melihat cost benefit program KB secara ekonomis sangat mengagumkan dan mampu menghemat triliunan rupiah. Dengan demikian, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menunda dan memperlambat program. Bahkan, dengan merujuk hasil kajian ini, pemerintah harus mempercepat pelaksanaan program. Menunda program, sama halnya dengan berusaha mengubur diri sendiri. Efesiensi anggaran pemerintah untuk program pembangunan bila ditinjau dari keberhasilan program KB sangat luar biasa. Dilihat dari aspek cost benefit program, KB adalah investasi sumber daya manusia. Manusia sebagai pembilang dan pembagi, merupakan sentral dari pembangunan nasional. Dengan kuantitas yang ideal, sebagai pembagi dia akan memberikan kontribusi yang tinggi. Sedangkan dengan kualitas yang produktif, dia akan mendorong laju pertumbuhan GNP. Guna memperlambat pertambahan penduduk dengan cepat di Indonesia, diperlukan suatu usaha besar besaran dan kerja keras. Mengutip pendapat Lester R Brown dan Erik P Eckhloln dalam bukunya By Bread Alone, melalui kegiatan kependudukan PBB (Fund for Population Activities), memperkirakan pelayanan KB di negara berkembang memerlukan US $ 2 miliar setiap tahunnya. Namun menurut Brown, walaupun biaya yang diperlukan dua kali dari jumlah tersebut, angka itu masih kecil jika dibandingkan dengan kemungkinan merosotnya ketentraman dan kesejahteraan umat manusia. Bukan hanya sekarang, tetapi juga untuk generasi yang akan datang. Karena setiap pertambahan penduduk, akan menambah besarnya tekanan atas sumber daya tanah, air tawar, dan energi. Kacamata atau dimensi moral dan ekonomi, pengertian altruisme saat ini, bukanlah bagaimana caranya mentrasfer uang kepada kaum dhuafa, sehingga terjadi pemerataan kesejahteraan. Pemberian dana zakat fitrah melalui konsep altruisme yang dikaitkan dengan program KB adalah, apabila seseorang menahan diri untuk berkonsumsi secara berlebihan, tentu ada yang kekurangan. Kalaulah satu keluarga mempunyai anak banyak, konse kue nsinya menggunakan sumber daya tinggi. Altruisme saat ini haruslah dibaca dan merupakan ciri manusia beradab. Dengan mekanisme altruisme, maka aspek-aspek ekonomi dan pemerataan diharapkan bisa terwujud. Distribusi nilai-nilai ekonomi, aspek pemerataan dan kesejahteraan sebenarnya dapat diwujudkan melalui pola KB. Dengan program KB, egoisme ekonomi dan manusia yang lebih beradab dapat diwujudkan secara nyata. Egoisme manusia yang merasa mampu dan kaya, sehingga ”besaran keluarga” relatif dikesampingkan, merupakan bentuk-bentuk egoisme baru di zaman modern. Egoisme seperti ini harus dihilangkan karena distribusi dari potensi bumi lebih layak dinikmati secara relatif merata. Karena setiap manusia membutuChkan banyak dukungan alam, keluarga yang mempunyai family size besar tentu saja benturan kepada aspek lingkungannya lebih besar pula bila dibandingkan dengan keluarga yang kecil. Gaya hidup “merampas” hak orang lain dengan pola keluarga besar hendaknya mulai dihindari. (*)
16
Jabar Bersiap Hidup dengan 50 Juta Jiwa SAUT PS MUNTHE
H
ampir tidak mungkin untuk dihindari, Jawa Barat akan memiliki penduduk 50 juta jiwa. Pertanyaan sekarang adalah menyangkut waktu, kapan hal itu akan terjadi? Apakah kita ingin lebih cepat atau lebih lambat? Yang kedua tentu kita perlu membuat perkiraan, bagaimana kondisi Jabar ketika didiami 50 juta manusia yang jumlahnya dari waktu ke waktu akan terus bertambah? Berdasarkan perkiraan itu, seharusnya para pembuat kebijakan merumuskan kebijakan agar 50 juta penduduk tadi tidak sekadar merupakan angka kumpulan manusia, melainkan sebuah komunitas yang semakin terlindungi, semakin cerdas, dan semakin sejahtera sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945. Dengan melihat tren pertumbuhan penduduk selama periode 1970 – 2000, Bappenas bersama BPS dengan dukungan UNFPA, BKKBN, dan para ahli demografi, dalam buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2000 – 2025, memperkirakan kondisi itu akan dimasuki pada tahun 2021. Artinya tinggal 12 tahun lagi! Perkiraan ini disusun dengan memperhatikan tren pertumbuhan penduduk alamiah, yaitu selisih antara tingkat
WARTA KENCANA I EDISI MARET 2010
w acana kelahiran (fertilitas) dengan tingkat kematian (mortalitas) ditambah pertumbuhan sebagai akibat dari pola mobilitas yaitu selisih antara migrasi masuk (datang) dengan migrasi keluar (pergi). Dengan kata lain, pertanyaan tentang waktu kapan penduduk 50 juta ini akan dialami, akan sangat terkait dengan kebijakan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat dalam mengarahkan serta mengendalikan keempat faktor tersebut.
Bumi Parahyangan Akan Mengalami Tekanan Berat Penduduk Jabar patut dan senantiasa bersyukur atas anugerah Tuhan berupa bumi Parahyangan yang indah dan subur. Namun, keindahan dan kesuburan itu bisa terganggu dan mungkin berubah “marah” bila mengalami “stres” ketika mengalami tekanan berlebihan. Kita memang belum memiliki angka yang pasti, seberapa tinggi sebenarnya angka “kesabaran” bumi Parahyangan ini. Yang pasti, angka tekanan penduduk secara kuantitatif terus meningkat. Pada 1960, dengan jumlah penduduk 15 juta, dibandingkan luas wilayah Jabar 34.816 km2, kepadatannya adalah 431 Jiwa per kilometer persegi. Pada 1970, dengan jumlah penduduk 18,6 juta jiwa kepadatannya meningkat menjadi 533 per km2. Pada 2000, dengan jumlah penduduk sebanyak 36,1 juta jiwa, kepadatannya menjadi 1.025 per km2. Dan, pada waktu Jabar dihuni 50 juta penduduk angka itu akan melonjak menjadi 1.436 per km2. Peningkatan sebesar lebih dari tiga kali lipat dalam kurun waktu 60 tahun, secara kuantitatif saja sudah merupakan suatu tekanan luar biasa. Apalagi bila hal itu berakumulasi dengan peningkatan kerakusan kualitatatif penduduk –yang tergambarkan dari peningkatan jumlah sampah dan emisi karbon per kapita— maka patut diduga bahwa memasuki abad ke-21, Bumi Parahyangan ini telah mengalami stres. Bila penduduk Kota Bandung pada dekade 60-an masih harus memakai jaket di sore hari dan melihat bintang dengan jelas di malam hari, maka situasinya sudah sangat berbeda di tahun 2000. Pedesaan yang dengan keindahannya pada tahun 60-an masih memberikan ruang dan lapangan kerja yang cukup bagi pertanian, pada 2000 sesungguhnya sudah mengalami kejenuhan dan akan semakin mendorong migrasi penduduk ke kota (urbanisasi). Begitu pula kejadian bencana alam seperti banjir, kekeringan, longsor dan sejenisnya, potensial meningkat. Pemanasan bumi dan perubahan iklim berpengaruh negatif terhadap hasil pertanian kemungkinan akan lebih berat dirasakan penduduk Jabar pada 2020 ke atas. Begitu pula dengan kemacetan lalu lintas dan berbagai permasalahan sosial lainnya, hampir bisa dipastikan akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah manusia per kilometer persegi. Apalagi kalau pemerintah daerah tidak mampu mengimbanginya dengan penyediaan berbagai fasilitas publik yang dibutuhkan serta membangun suatu budaya baru yang diperlukan untuk hidup bersama dalam tingkat kepadatan tinggi.
WARTA KENCANA I EDISI MARET 2010
Cukupkah 12 Tahun Untuk Mengimbangi Pertambahan Delapan Juta Jiwa? Dengan menggunakan referensi sama, penduduk Jabar pada 2009 diperkirakan 42 juta jiwa. Jumlahnya akan menjadi 50 juta jiwa pada 2021 mendatang. Berarti, dalam 12 tahun ke depan Jabar akan mengalami pertambahan penduduk sebanyak delapan juta jiwa. Masa 12 tahun ini setara dengan dua setengah kali masa jabatan seorang gubernur, bupati, dan wali kota. Apakah masa itu cukup untuk menyiapkan berbagai kebutuhan pokok bagi penduduk yang bertambah sebanyak delapan juta jiwa tadi dan secara total berjumlah 50 juta jiwa yang sekaligus akan mengalami perubahan struktur, ciri, dan perilakunya? Dari segi struktur, penduduk Jabar ketika berjumlah 50 juta jiwa akan semakin “membengkak di tengah”. Artinya, penduduk usia produktif akan sangat besar proporsinya.
Penduduk usia produktif ini bisa berbentuk tenaga produktif secara ekonomis (tenaga kerja) maupun produktif dari segi reproduksi, terutama dilihat dari jumlah perempuan yang berusia 15 – 49 tahun yang jumlah diperkirakan akan mencapai 13,85 juta. Selain itu, jumlah penduduk lansia juga akan mengalami pembesaran menjadi 6,5 persen dibanding 4,5 persen pada 2000. Sementara proporsi penduduk perkotaan akan membengkak menjadi 77,4 persen dibandingkan 50,3 persen pada 2000 lalu. Dalam aspek ketahanan pangan, mudah-mudahan pemerintah daerah di Jabar telah memiliki kebijakan dan strategi mantap untuk mengamankan kebutuhan perut delapan juta penduduk yang bertambah tadi. Ambillah contoh dalam pemenuhan kebutuhan beras. Kalau konsumsi per kapita 100 kg per tahun, apakah dalam 12 tahun ke depan Pemerintah bersama masyarakat Jabar mampu meningkatkan produksi beras 8 juta x 100 kg = 800 juta kg atau = 800 ribu ton. Sementara dampak pertambahan delapan juta penduduk berpotensi mengurangi luas lahan persawahan yang akan dikoversi menjadi perumahan, jalan, sekolah, masjid, pasar dan berbagai sarana publik lainnya. Dengan berpikir positif kita berharap sektor pertanian Jabar telah memiliki strategi dan program yang mantap dalam meningkatkan produksi pertanian, apakah itu melalui peningkatan kualitas benih, teknologi pengolahan,
17
w acana
perbaikan irigasi, pemupukan, dan sebagainya. Tantangan pada bidang ini memang sangat berat. Apalagi bila dikaitkan dengan masalah pemanasan bumi dan perubahan iklim yang kemungkinan besar pengaruhnya negatif terhadap panen pertanian. Ditambah lagi dengan semakin jenuhnya �semangat bertani� karena dinilai tidak mampu memperbaiki taraf kesejahteraan. Kegagalan pada sektor ini akan memaksa impor pangan secara nasional meningkat. Artinya, ketahanan -apalagi kedaulatan- pangan melemah. Dampak lanjutan yang potensial akan terjadi adalah kelaparan dan kekurangan gizi. Demikian pula dalam aspek pemukiman dan penyediaan prasarana wilayah mudah-mudahan pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota telah memiliki kebijakan dan strategi yang tak kalah mantap. Delapan juta penduduk memerlukan perumahan sekitar 1,5 – 2 juta unit, jalan, sekolah, pasar, fasilitas kesehatan, ruang kerja, ketersediaan listrik, dan berbagai fasilitas publik lainnya. Bila ditotal, jumlahnya paling tidak 20 persen dari yang telah Jabar miliki sekarang atau sekitar delapan kali lipat Kabupaten Subang saat ini. Membayangkan angka itu dan besarnya biaya yang diperlukan untuk itu tentu juga kita sepakat mengatakan bahwa tantangan di sektor ini tidak kalah berat. Apalagi sektor ini juga harus makin cerdas dalam kebijakannya agar tidak terlalu banyak mengurangi lahan pertanian seperti disinggung di atas. Masalah ketersediaan air, terutama air bersih, pengelolaan saluran pembuangan, dan sampah diperkirakan akan semakin pelik mengingat tingkat kepadatan yang semakin tinggi dan makin besarnya proporsi penduduk perkotaan. Dalam kaitan ini, kemungkinan konflik antarkota dan kabupaten perlu diantisipasi dari sekarang. Dalam bidang lapangan kerja, juga sebenarnya kita dihadapkan dengan pertanyaan besar, apakah dalam masa yang sama kita mampu menciptakan lapangan kerja baru yang jumlahnya mungkin diperlukan lebih besar dari delapan juta jiwa. Dalam waktu 12 tahun ke depan, proporsi kelompok usia produktif ini mengalami pembesaran sehingga jumlah absolut penduduk usia kerja akan berada pada kisaran 32,5 juta. Kemudian, jumlah angkatan kerja perempuan yang masuk ke pasar kerja persentasenya akan terus meningkat. Dalam bidang pendidikan dan kesehatan, tentu delapan juta tambahan penduduk yang akan terjadi dalam 12 tahun ke depan memerlukan banyak sekali penambahan fasilitas, tenaga pelayanan dan berbagai persiapan lain yang tentu akan terkait dengan anggaran pembangunan. Mudah-mudahan pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota sudah lebih siap dalam bidang ini. Penduduk Jabar pasti berharap, dalam 12 tahun ke depan wajib belajar minimal sembilan tahun sudah dapat dituntaskan, angka kematian ibu dan bayi terus menurun, sehingga IPM Jabar akan terus meningkat
18
Skenario Percepatan dan Perlambatan Penduduk Jabar akan mencapai 50 juta disusun berdasarkan skenario bahwa terjadi perlambatan laju pertambahan penduduk (LPP) dari periode 2000-2005 sebesar 1,81 persen, 2005-2010 sebesar 1,73 persen, 20102015 sebesar 1,60 persen, 2015-2020 sebesar 1,45 persen, dan periode 2020-2025 sebesar 1,27 persen. Andalan utama skenario penurunan ini adalah terjadinya penurunan kelahiran melalui intensifikasi program KB, dalam arti CPR minimal 72-75 persen dari PUS menjadi peserta KB aktif dengan menggunakan alat kontrasepsi yang efektif. Bila melihat kecenderungan lima tahun terakhir, dimana CPR tampaknya dalam kondisi stagnan pada angka 60-61 persen dan migrasi masih plus sekitar 0,2-0,3 persen, maka kemungkinan jumlah 50 juta itu bisa lebih cepat dicapai. Angka itu tercapai pada 2018, 2019, atau sekitar 9-10 tahun ke depan. Tentu kondisi seperti itu kurang menguntungkan karena waktu untuk mengimbangi kebutuhan tambahan delapan juta penduduk tadi semakin pendek. Menggunakan kebijakan “menutup pintu masuk� bagi migrant dari luar Jabar juga pasti akan merupakan pilihan yang buruk. Selain potensial merusak keutuhan NKRI, juga akan merugikan penduduk Jabar yang dalam jangka panjang akan sangat membutuhkan keterbukaan provinsi lain dalam menerima migran dari Jabar. Atas dasar itulah, pilihan yang paling rasional dan bertanggung jawab bagi pemda adalah mempercepat penurunan fertilitas melalui intensifikasi Program KB. Untuk itu, diperlukan penguatan kelembagaan KB di kabupaten dan kota, peningkatan jumlah dan profesionalisme tenaga pengelola, pengembangan metode kerja yang lebih cerdas sesuai kondisi dan tantangan masing-masing KB/Kota serta dana secara rasional dan bertanggung jawab. Selain melalui Program KB, mobilitas penduduk juga perlu diarahkan agar segera menjadi imbang dan terus diupayakan menjadi minus. Untuk itu, pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota perlu meningkatkan kerja sama antardaerah dengan kabupaten dan kota di luar Jawa melalui program transmigrasi berkualitas.
Apakah Kita Sudah Siap? Pada akhirnya, masyarakat dan terutama pemerintah provinsi, kabupaten/kota di Jabar yang harus menjawab. Apakah kita sudah siap hidup bersama dengan kondisi 50 juta manusia? Tentunya tidak sekadar hidup bersama, tetapi seharusnya lebih terlindungi, lebih cerdas, dan lebih maju kesejahteraannya. Pasti ini tidak mudah, namun harus dijawab dengan kebijakan dan upaya nyata. (*) Saut PS Munthe Pengurus Paguyuban Juang Kencana
WARTA KENCANA I EDISI MARET 2010
l ensa
1 2
3 4
5
7
9 WARTA KENCANA I EDISI MARET 2010
6
8 1. Kabid KSPK BKKBN Jabar Ida Indrawati usai menyerahkan penghargaan kepada pemenang Lomba Media KIE Melalui Seni Budaya di Auditorium RRI Bandung. 2. Penampilan peserta asal Kabupaten Garut, pemenang Lomba Media KIE Melalui Seni Budaya di Auditorium RRI Bandung. 3. Ketua TP PKK Jabar Ny Netty Heryawan berbelanja di stan UPPKS saat penutupan KB Terpadu Kodam III/Siliwangi di Bogor. 4. Gubenur Jabar Ahmad Heryawan menyerahkan piala kepada pemenang tingkat Kodim saat penutupan KB Terpadu Kodam III/Siliwangi di Bogor. 5. Panitia Lomba Rap Nasional melepaskan lelah di Ciwalk, Bandung. 6. Panitia diajak menari Bali oleh kontingen Bali. 7. Pemenang Population Award berpose bersama Ketua IFPPD Jabar HMQ Iswara dan Kepala BKKBN Jabar Rukman Heryana. 8. Kontingen BKKBN Jabar membentang spanduk saat Lomba KIE Kreatif di Pringsewu Lampung. 9. Keluarga besar Kepala BKKBN Pusat Sugiri Syarief berfoto bersama usai sidang terbuka promosi doktor. FOTO-FOTO DOK BKKBN JAWA BARAT
19 EDISI EDISIAPRIL JUNI 2009 2009 II Dadali
20 20
WARTA KENCANA I EDISI MARET 2010