MAJALAH WARTA KENCANA EDISI #43-2022

Page 1


MENU EDISI INI

2

Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022


DARI REDAKSI

Penasehat KEPALA BKKBN JAWA BARAT Dewan Redaksi WAHIDIN FERRY HADIYANTO ELMA TRIYULIANTI RAKHMAT MULKAN PINTAULI R. SIREGAR IRFAN INDRIASTONO Pemimpin Redaksi HERMAN MELANI Wakil Pemimpin Redaksi MARINA AYU Managing Editor NAJIP HENDRA SP Tim Redaksi IRFAN HANIFUL QOYYIM CHAERUL SALEH DODO SUPRIATNA HENDRA KURNIAWAN Foto IRFAN HANIFUL QOYYIM Kontributor ACHMAD SYAFARIEL (JABOTABEK) AKIM GARIS (CIREBON) AA MAMAY (PRIANGAN TIMUR) HENDI WIRYADI (BOGOR RAYA) ANGGOTA IPKB JAWA BARAT HIKMAT SYAHRULLOH Tata Letak LITERA MEDIA Sirkulasi Perwakilan BKKBN Jawa Barat Penerbit Perwakilan BKKBN Jawa Barat Percetakan LITERA MEDIA 022 87801235 www.literamedia.com Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 7207085 Fax : (022) 7273805 Email: kencanajabar@gmail.com Website: www.wartakencana.com

Redaksi menerima kiriman artikel, tulisan berita, dan foto tentang kegiatan atau dinamika program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga di Jawa Barat. Setiap karya yang dimuat berhak mendapatkan bingkisan menarik dari redaksi.

Bersatu Melawan Stunting

P

erpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting membawa sebuah paradigma baru dalam tata kelola penanganan sunting. Bukan semata BKKBN yang katempuhan buntut maung menjadi “pemadam kebakaran” stunting, melainkan meluasnya dimensi penanggulangan. Bila sebelumnya upaya penurunan stunting berkutat di hulu, kini merangsek ke hulu. Bahkan, jauh sebelum kelahiran itu sendiri. Memang benar Kepala BKKBN mendapat mandat baru sebagai Ketua Tim Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Nasional. Meski begitu, bukan berarti tugas BKKBN sendirian. Sebaliknya, Perpres yang di dalamnya memuat Strategi Nasional Percepatan Stunting menugaskan sejumlah kementerian dan lembaga terkait hingga pemerintah daerah dan pemerintah desa maupun pemangku kepentingan lain untuk keroyokan menuntaskan tugas penurunan stunting. Sebagai catatan, BKKBN yang nota bene menjadi Ketua Pelaksana “hanya” kebagian tugas tujuh indikator atau keluaran. Jumlah yang menjadi tanggung jawab BKKBN ini jauh lebih kecil dari Kementerian Kesehatan atau pemerintah daerah. Bahkan, skenario penanggulangan stunting ini didesain khusus untuk melibatkan unsur masyarakat. Hadirnya Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang terdiri atas bidan, kader PKK, dan kader KB secara tidak langsung menjadikan semua pihak berkolaborasi dalam upaya menurunkan stunting hingga menyisakan 14 persen saja pada 2024 mendatang. Di sisi lain, ikhtiar penurunan stunting mendapat masukan dari para guru besar agar melakukan pendekatan multidisiplin. Bahkan, guru besar ilmu komunikasi meminta agar pola komunikasi dalam rumpun kesehatan menimbang faktor budaya masyarakat. Nah, Warta Kencana ini menghadirkan menu khusus terkait percepatan penurunan stunting dengan segala dimensinya. Sebagai pelengkap, pembaca juga mendapat sajian hasil Pendataan Keluarga 2021 yang diluncurkan akhir tahun lalu. Juga, berkenalan lebih jauh dengan Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Wahidin. Selamat membaca!

Herman Melani Pemimpin Redaksi

NOMOR 43 TAHUN 2022 •

Warta Kencana

3


MENU EDISI INI

GASPOL LAWAN STUNTING Ikhtiar penanganan stunting di Indonesia memasuki babak baru seiring lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Melalui beleid ini, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendapatkan mandat pemerintah untuk menjadi motor penggerak penurunan stunting di tanah air. Targetnya jelas, prevalensi stunting harus melandai menjadi 14 persen pada 2024 mendatang.

WARTA UTAMA

13

4

Tugas Penting dari Istana Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting memang baru diteken Presiden Jokowi pada 5 Agustus 2021. Meski begitu, titah Presiden sudah keluar sejak awal 2021. Tepat ketika Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menghadap ke Istana Negara menjelang pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional Kemitraan Program Bangga Kencana.

Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022


WARTA UTAMA

WARTA UTAMA

17

WARTA JABAR

Menakar Peran BKKBN Dalam Stranas Stunting Kepala BKKBN menjadi orang nomor satu dalam tim pelaksana percepatan penurunan stunting nasional. Bagaimana dengan BKKBN sebagai lembaga? Jika melihat dokumen Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting yang menjadi bagian tak terpisahkan dari Perpres 72/2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, tugas BKKBN boleh dibilang ringan.

19

29

Ibu Terbaik untuk Duta Penurunan Stunting

31

Satu Data Pembangunan Keluarga

Kolaborasi Hulu hingga Hilir Demi Jabar Zero New Stunting Percepatan penurunan stunting memerlukan cara baru yang lebih kolaboratif dan berkesinambungan, dari hulu hingga hilir. Jika sebelumnya lebih sibuk dalam penanganan bayi setelah lahir, ke depan bakal turut menyasar calon keluarga.

WARTA KHUSUS

35

19

26

Belajar Stunting dari Peru hingga Etiopia Salah satu kendala dalam percepatan penurunan stunting di Indonesia adalah keterbatasan rujukan atau kajian perbandingan dengan negara lain. Kepala BKKBN Hasto Wardoyo berpendapat, perbandingan dengan negara-negara yang sudah terlebih dahulu sukses menurunkan prevalensi stunting sangat dibutuhkan untuk mengindentifikasi kesamaan metode yang digunakan.

Jawa Barat adalah Tantangan

OPINI

40

Nilai Keluarga dan Budaya dalam Pengelolaan Informasi Kesehatan: Problem dan Tantangan

Butuh Pendekatan Multidisiplin Penanggulangan stunting tidak bisa mengandalkan pada satu pihak atau satu disiplin ilmu. Hal ini bisa dimengerti mengingat tingginya prevalensi dan kompleksnya masalah yang dihadapi. Pendekatan multisiplin ini menjadi sangat penting jika pemerintah menginginkan penurunan secara radikal, dari 27,6 persen pada 2019 lalu menjadi hanya 14 persen pada 2024 mendatang.

NOMOR 43 TAHUN 2022 •

Warta Kencana

5


WARTA UTAMA

LANGSUNG GASPOL LAWAN sTUNTING Pemerintah Terbitkan Perpres Percepatan Penurunan Stunting

6

Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022


WARTA UTAMA

Ikhtiar penanganan stunting di Indonesia memasuki babak baru seiring lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Melalui beleid ini, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendapatkan mandat pemerintah untuk menjadi motor penggerak penurunan stunting di tanah air. Targetnya jelas, prevalensi stunting harus melandai menjadi 14 persen pada 2024 mendatang. BKKBN pun langsung gaspol. TUGAS BARU Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyampaikan laporan perkembangan program Bangga Kencana pada saat berlangsungnya Rakornas Kemitraan Bangga Kencana tahun lalu. Pada kegiatan ini Presiden Jokowi memerintahkan Kepala BKKBN sebagai Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting. NOMOR 43 TAHUN 2022 •

Warta Kencana

7


WARTA UTAMA

B

abak baru juga sekaligus menandai penguatan kolaborasi. Perpres secara tegas mengungkap bahwa percepatan penurunan stunting harus dilaksanakan secara holistik, integratif, dan berkualitas melalui koordinasi, sinergi, dan sinkronisasi di antara kementerian/ lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, pemerintah desa, dan pemangku kepentingan. Pola ini selangkah lebih maju dari regulasi sebelumnya, Perpres RI 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi yang dianggap belum dapat mengakomodasi upaya pelaksanaan percepatan penurunan stunting secara efektif. Bagaimana bentuknya? Perpres mengatur bahwa untuk percepatan penurunan stunting dipandu melalui sebuah Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting. Lebih dari sekadar penurunan prevalensi stunting, strategi nasional ini memiliki enam tujuan. Lima tujuan lainnya meliputi peningkatan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga, jaminan pemenuhan asupan gizi, memperbaiki pola asuh, meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan, dan meningkatkan akses air minum dan sanitasi. Kalau sudah begitu, dimensi penanganan stunting meluas hingga menyentuh perluasan ruang dan waktu. Percepatan penurunan stunting tak lagi melulu urusan ruang domestik keluarga, melainkan turut

MURAL STUNTING Sebuah mural berisi pesan pencegahan stunting di salah satu sudut kampung KB. Pencegahan kini dimulai dari hulu.

melibatkan tata kelola air minum dan sanitasi publik. Sementara perluasan waktu menyangkut panjangnya durasi penanganan mulai penyiapan kehidupan calon keluarga hingga anak berusia lima tahun. Dengan begitu, kelompok sasaran pun meluas, meliputi remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, dan anak berusia 0-59 bulan. Dalam pelaksanaannya, Strategi Nasional mengedepankan lima pilar. Pertama, peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan di kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah Kepala BKKBN Hasto Wardoyo melantik Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat Wahidin di Kantor BKKBN Pusat, Jakarta, pada 3 Maret 2021.

8

Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022

desa. Kedua, peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat. Ketiga, peningkatan konvergensi intervensi spesifik dan intervensi sensitif di kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah desa. Keempat, peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga, dan masyarakat. Kelima, penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset, dan inovasi. Strategi nasional percepatan penurunan stunting tersebut kemudian diturunkan menjadi rencana aksi nasional (RAN) melalui pendekatan keluarga berisiko stunting. RAN terdiri atas kegiatan prioritas yang di dalamnya setidaknya mencakup lima aspek. Yakni, penyediaan Kepala BKKBN Jawa Barat Wahidin bersilaturahmi dengan Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Barat Atalia Praratya Ridwan Kamil di Gedung Negara Pakuan, Bandung, pada 19 Maret 2021.


WARTA UTAMA

data keluarga berisiko stunting, pendampingan keluarga berisiko stunting, pendampingan semua calon pengantin atau calon pasangan usia subur (PUS), surveilans keluarga berisiko stunting, dan audit kasus stunting. Kegiatan dilaksanakan oleh kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupatenfkota, pemerintah desa, dan pemangku kepentingan (stake holders) lainnya. Pasal 9 Prepres mengatur penyediaan data keluarga berisiko stunting bertujuan menyediakan data operasional melalui penapisan berlapis dan berjenjang. Langkah ini diawali dengan penapisan kesehatan reproduksi bagi calon pengantin/calon PUS selama tiga bulan pranikah yang dilanjutkan dengan penapisan ibu hamil. Selanjutnya, penapisan keluarga terhadap ketersediaan pangan, pola makan, dan asupan gizi. Kemudian, penapisan keluarga dengan PUS pascapersalinan dan pascakeguguran dan penapisan keluarga terhadap pengasuhan anak berusia di bawah lima tahun (balita). Di luar keluarga, data operasional juga berasal dari penapisan keluarga terhadap kepemilikan sarana jamban dan air bersih. Juga penapisan keluarga terhadap kepemilikan sarana rumah sehat. Adapun pendampingan keluarga berisiko stunting bertujuan meningkatkan akses informasi dan pelayanan melalui penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan, dan

fasilitasi penerimaan program bantuan sosial. Sejalan dengan itu, pendampingan semua calon pengantin dan calon PUS wajib diberikan tiga bulan pranikah sebagai bagian dari pelayanan nikah. Sebagai pertimbangan pengambilan tindakan yang dibutuhkan dalam percepatan penurunan stunting, maka dilakukan surveilans keluarga berisiko stunting. Sementara audit kasus Stunting bertujuan mencari penyebab terjadinya kasus stunting sebagai upaya pencegahan terjadinya kasus serupa.

KETUA PELAKSANA Tugas khusus BKKBN sebagai Ketua Pelaksana dalam Perpres No. 72/2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

Motor Penggerak Utama Salah satu perubahan radikal dalam tata kelola penanganan stunting di Indonesia adalah mengorbitnya Kepala BKKBN sebagai motor penggerak

Tim percepatan bertugas mengoordinasikan, menyinergikan, dan mengevaluasi penyelenggaraan percepatan penurunan stunting secara efektif, konvergen, dan terintegrasi dengan melibatkan lintas sektor di tingkat pusat dan daerah. Selain di pusat, tim percepatan juga dibentuk di tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan desa. Sebagai Ketua Pelaksana TPPS, Kepala BKKBN bertugas memimpin serangkaian kegiatan yang di dalamnya meliputi enam

utama. Perpres yang diteken Presiden Jokowi 5 Agustus 2021 lalu secara tegas menempatkan Kepala BKKBN sebagai Ketua Tim Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting. Sebagaimana diatur pada Pasal 15, Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang terdiri atas pengarah dan pelaksana. Tim pengarah dipimpin Wakil Presiden sebagai ketua, didampingi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan serta sejumlah menteri lainnya.

Pisah sambut Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat dari Kusmana kepada Wahidin di kantor BKKBN Jabar, Jalan Surapati 122 Bandung, pada 19 Maret 2021.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo berterima kasih kepada Gubernur Ridwan Kamil atas dukungan PK 2021 dan percepatan penurunan stunting pada 23 Maret 2021.

NOMOR 43 TAHUN 2022 •

Warta Kencana

9


WARTA UTAMA

domain. Pertama, menyiapkan perumusan rencana aksi nasional penyelenggaraan percepatan penurunan stunting. Kedua, melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi program dan kegiatan kementerian dan lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pemerintah desa, dan pemangku kepentingan lain. Ketiga, menyiapkan perumusan penyelesaian kendala dan hambatan. Keempat, mengoordinasikan pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan. Kelima, mengoordinasikan peningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia kementerian dan lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah desa. Keenam, mengoordinasikan peningkatan kerja sama dan kemitraan dengan pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan percepatan penurunan stunting. Dalam menjalankan tugasnya, ketua pelaksana dibantu lima wakil ketua yang berasal dari berbagai unsur kementerian dan lembaga.

TIM PENDAMPING KELUARGA Deputi Adpin BKKBN Sukaryo Teguh Santoso bersama TPK Jabar usai dikukuhkan di Pangandaran belum lama ini.

Wakil Ketua Bidang Perencanaan, Pemantauan, dan Evaluasi merupakan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Wakil Ketua Bidang Bidang Koordinasi, Sinkronisasi, Pengendalian, dan Pengawalan Pelaksanaan merupakan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Wakil Ketua Bidang Koordinasi Intervensi Spesifik merupakan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya Kementerian Kesehatan. Wakil Ketua Bidang Koordinasi Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah merupakan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya Kementerian Dalam Negeri. Wakil Ketua Bidang Advokasi

10 Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022

dan Komitmen Kepemimpinan merupakan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya Sekretariat Wakil Presiden Kementerian Sekretariat Negara. Dalam melaksanakan tugasnya, pelaksana didukung sekretariat pelaksana yang bertugas memberikan dukungan substansi, teknis, dan administrasi. Di tingkat provinsi, TPPS ditetapkan oleh gubernur. Tingkat tingkat kabupaten/kota ditetapkan oleh bupati/wali kota. Adapun di tingkat desa atau kelurahan ditetapkan oleh kepala desa/lurah. Tim percepatan bertugas mengoordinasikan, menyinergikan, dan mengevaluasi penyelenggaraan percepatan penurunan stunting secara efektif, konvergen, dan terintegrasi dengan melibatkan lintas sektor sesuai tingkatannya. Dalam melaksanakan tugasnya, TPPS di tingkat provinsi dan kabupaten/kota terdiri atas perangkat daerah dan pemangku kepentingan, termasuk Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK). Khusus di tingkat desa/kelurahan, selain melibatkan TP PKK, tim


WARTA UTAMA

percepatan juga melibatkan tenaga kesehatan paling sedikit mencakup bidan, tenaga gizi, dan tenaga kesehatan lingkungan. Kemudian, penyuluh keluarga berencana (PKB) dan/atau petugas lapangan keluarga berencana (PLKB), pembantu pembina keluarga berencana desa (PPKBD) dan/atau sub-PPKBD atau kader pembangunan manusia (KPM), kader, dan/atau unsur masyarakat lainnya.

Tim Pendamping Keluarga Nah, dalam upaya percepatan penurunan stunting di tingkat desa dan kelurahan, TPPPS membentuk tim pendamping keluarga (TPK). Tim ini terdiri atas bidan, kader PKK, dan kader KB. Dalam berbagai kondisi, komposisi TPK di desa/kelurahan dapat disesuaikan melalui bekerjasama dengan bidan dari desa/kelurahan lainnya atau melibatkan perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Terkait hal ini, Direktorat Bina Penggerakkan Lini Lapangan BKKBN menerbitkan Panduan Pelaksanaan Pendampingan Keluarga dalam Upaya Percepatan Penurunan Stunting di Tingkat Desa/Kelurahan. Merujuk pada panduan tersebut, bidan yang diprioritaskan menjadi TPK adalah bidan yang berada atau ditugaskan di desa/kelurahan dan teregistrasi. Namun, dalam kondisi-kondisi tertentu, bidan dapat berupa seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan, sudah atau akan melakukan registrasi sesuai dengan ketentuan

skrining pranikah memastikan pemanfaatan bantuan sosial.

TPK merupakan salah satu langkah terobosan yang dilakukan BKKBN dalam upaya mewujudkan target 14 persen prevalensi stunting pada 2024. S. Teguh Santoso Deputi Adpin BKKBN

peraturan perundang-undangan. Untuk Kader PKK, dapat meliputi pengurus dan/atau anggota seluruh Pokja I, II, III, dan IV TP PKK desa/kelurahan. Sedangkan kader KB yang terlibat dalam TPK dapat meliputi PPKBD, Sub PPKBD, kader kelompok kegiatan bina keluarga, kader dasawisma, tenaga penggerak program bangga kencana, tenaga lini lapangan program bangga kencana, dan kader organisasi agama/ kemasyarakatan lainnya/tokohtokoh masyarakat/agama. Secara umum, TPK bertugas melakukan pendampingan kepada keluarga dengan cara mengidentifikasi faktor risiko stunting dan melakukan pelayanan komunikasi, informasi, edukasi, pelayanan kesehatan dan pelayanan lainnya untuk pencegahan risiko stunting. Secara khusus, TPK melakukan lima kegiatan utama mulai

Pertama, melakukan skrining tiga bulan pranikah kepada calon pengantin (Catin) untuk mengetahui faktor risiko stunting, memberikan edukasi serta memfasilitasi catin yang memiliki faktor risiko stunting dalam upaya menghilangkan faktor tersebut. Kedua, melakukan pendampingan kepada semua ibu hamil dengan melakukan pemantauan/ pemeriksaan kehamilan secara berkala, melakukan KIE KB pascapersalinan, dan memfasilitasi rujukan jika diperlukan. Ketiga, melakukan pendampingan pascasalin dengan melakukan promosi dan KIE KB pascasalin, memastikan ibu pascasalin sudah menggunakan KBPP metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP), dan memastikan tidak terjadi komplikasi masa nifas. Keempat, melakukan pendampingan pengasuhan dan tumbuh kembang anak di bawah lima tahun (balita) dengan melakukan skrining penilaian faktor risiko stunting, memastikan bayi mendapat ASI eksklusif selama enam bulan, bayi di atas enam bulan mendapat makanan pendamping air susu ibu (MPASI) dengan gizi cukup, dan mendapat imunisasi dasar lengkap sesuai jadwal. Kelima, memastikan keluarga mendapatkan bantuan sosial dan memastikan program bantuan sosial dimanfaatkan dengan benar. Lebih jauh terkait keneradaan TPK, Deputi Advokasi, Penggerakan, dan Informasi BKKBN Sukaryo Teguh

Launching Pendataan Keluarga 2021 Jawa Barat pada 1 April 2021 ditandai pendataan pimpinan daerah se-Jawa Barat dan pelayanan KB serentak.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat menerima penghargaan dari MURI atas pendataan keluarga serentak pimpinan wilayah se-Jabar.

NOMOR 43 TAHUN 2022 •

Warta Kencana

11


WARTA UTAMA

“Substansinya tidak hanya terbatas pada persoalan fisik, tetapi juga psikologi calon ibu, ibu hamil dan menyusui serta pengasuhan anak,” ujar Teguh.

Santoso menguraikannya saat tampil pada acara Forum Nasional Stunting 2021 dengan tema “Komitmen dan Aksi Bersama untuk Upaya Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia” akhir tahun lalu. Teguh, menjelaskan, pembentukan TPK merupakan salah satu langkah terobosan yang dilakukan BKKBN dalam upaya mewujudkan target 14 persen prevalensi stunting pada 2024. “Ini berarti tersisa waktu 2,5 tahun untuk mencapai target 14 persen di 2024. Sebuah target ambisius yang harus diwujudkan melalui langkah-langkah terobosan,” tandas Teguh seperti dikutip sejumlah media. Pejabat eselon I yang mengawali karier sebagai ajun PLKB di Kabupaten Bandung ini optimistis TPK mampu menjalankan tugasnya dengan baik mengingat mereka pada dasarnya merupakan tenaga lini lapangan reguler. “Kader KB memiliki kepiawaian dalam pengumpulan data. Mereka sudah berpengalaman, karena terlibat langsung dalam melakukan

BERGERAK BERSAMA Poster Rakornas Percepatan Penurunan Stunting menghdirkan narasumber utama kementerian dan lembaga terkait.

Pendataan Keluarga 2021,” terangnya. Dalam upaya mendukung pencapaian target 14 persen, TPK melakukan koordinasi dengan TPPS di lapangan. Saat ini seluruh TPK telah direkrut berjumlah 600 ribu orang atau 200 ribu tim. Mereka akan ditempatkan, setidaknya satu tim di satu desa. Hingga akhir 2021, seluruh TPK yang kegiatannya mendapat dukungan dari Dana Alokasi Khusus (DAK) telah mengikuti pembekalan/orientasi awal yang bersifat umum tentang stunting. Mereka dibekali pengetahuan tentang hak-hak dasar anak, pengetahuan adminitratif kependudukan, pengetahuan gender dalam menerapkan KIE, pengasuhan dalam keluarga, serta materi pengayaan persoalan stunting. Penguatan lini lapangan dalam upaya peningkatan capaian Pro PN seJawa Barat pada 24 Maret 2021.

12 Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022

TPK tak berjalan sendirian, melainkan akan dibantu relawan lintas kementerian. Dengan begitu, TPK bukan satu-satunya tim yang melakukan pendampingan keluarga berisiko stunting. Hanya saja, TPK membutuhkan dukungan aparat/ petugas desa dan perangkat daerah lainnya, serta kader-kader lain di desa. Hal yang perlu diperhatikan adalah pelayanan minimal di desa harus dilaksanakan dengan baik sebagai bentuk dukungan terhadap kerja TPK di lapangan. Menjawab pertanyaan peserta forum, Teguh menjawab bahwa TPK memiliki kewenangan memberikan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat bila ditemukan kasus yang berpotensi menimbulkan stunting ataupun stunting. “Bukankah di dalam tim terdapat bidan. Jadi, tim ini punya kewenangan untuk melakukan eksekusi juga, selain edukasi dan penyuluhan, meski gerakan TPK bersifat preventif promotif,” papar Teguh. Dalam melakukan tugasnya, TPK akan memanfaatkan data mikro Pendataan Keluarga 2021. Data ini dihasilkan BKKBN dengan melibatkan banyak kader KB dan Penyuluh KB sebagai tim pengumpul, pencatat dan pelaporan data. Data mikro ini menjadi dasar TPK untuk memetakan keluarga mempunyai risiko stunting. n NJP BKKBN melakukan audiensi dengan Wapres Ma’ruf Amin terkait aktivitas Pendataan Keluarga 2021 pada 8 April 2021. Wapres pendataan melibatkan unsurunsur unit terkecil di masyarakat.


WARTA UTAMA

Tugas Penting dari Istana Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting memang baru diteken Presiden Jokowi pada 5 Agustus 2021. Perpres itu yang kemudian secara definitif menempatkan Kepala BKKBN sebagai Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting. Meski begitu, titah Presiden sudah keluar sejak awal 2021. Tepat ketika Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menghadap ke Istana Negara menjelang pelaksanaan Rapat Koordinasi Nasional Kemitraan Program Bangga Kencana.

TUGAS KHUSUS Presiden Jokowi saat membuka Rakornas Kemitraaan Bangga Kencana menugaskan Kepala BKKBN sebagai Ketua Pelaksana.

NOMOR 43 TAHUN 2022 •

Warta Kencana

13


WARTA UTAMA

I

ni adalah suatu target yang luar biasa besar. Karena itu, Bapak Presiden memberikan arahan agar ada langkahlangkah yang luar biasa, yang tidak biasa atau extraordinary,” ujar Muhadjir seperti dikutip Kompas. Butuh langkah extraordinary karena Presiden meminta prevalensi diturunkan dari 27 persen pada 2019 menjadi 14 persen saja pada 2024 mendatang. Muhadjir mengungkap, Jokowi memberikan perhatian yang sangat besar terhadap penurunan angka stunting. Sebab, jika bayi terlanjur lahir stunting, pada usia 1000 awal kehidupan ia akan mengalami perkembangan kecerdasan tidak optimal. Kondisi ini akan terus berlangsung hingga dewasa atau usia produktif. Adapun menurut data Bank Dunia, angka stunting angkatan kerja di Indonesia mencapai 54 persen. Artinya, dari jumlah total angkatan kerja, 54 persen di antaranya mengalami stunting ketika usia bayi atau masih dalam kandungan. “Inilah kenapa Bapak Presiden minta perhatian yang sangatsangat khusus berkaitan dengan masalah stunting ini,” kata Muhadjir. Muhadjir menambahkan, penanganan stunting akan mengacu pada Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Dengan demikian, upaya pembangunan keluarga tidak hanya terbatas pada pembatasan dan penjarangan angka kelahiran,

Bapak Presiden memberikan arahan agar ada langkahlangkah yang luar biasa, yang tidak biasa atau extraordinary. Muhadjir Effendy

Menteri Koordinator PMK

tetapi juga fokus pada penurunan stunting. “Pembangunan keluarga yang integral salah satunya yang menjadi isu besar adalah masalah penurunan angka stunting,” kata dia. Dan, benar saja. Pernyataan Muhadjir kemudian ditegaskan langsung Presiden Jokowi saat membuka Rakornas Kemitraan Program Bangga Kencana di Istana Negara pada 28 Januari 2021. Hanya selang empat hari setelah menerima kunjungan HastoMuhadjir di Istana. “Target kita (tahun) 2024 itu (prevalensi stunting) 14 persen. Bukan angka yang mudah, tetapi saya meyakini kalau lapangannya dikelola dengan manajemen yang baik, angka ini bukan angka yang sulit,” ujar Presiden. Untuk mempercepat upaya penurunan, Kepala Negara telah Kepala BKKBN Jabar dan jajaran Bidang Latbang bersilaturahmi dengan pimpinan Fakultas Keperawatan Unpad pada 12 April 2021.

14 Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022

menugaskan Kepala BKKBN untuk menjadi ketua pelaksana. Disampaikannya, BKKBN yang memiliki infrastruktur organisasi hingga ke tingkat daerah ini nantinya juga akan dibantu oleh kementerian dan lembaga terkait. “BKKBN memegang kendali pencegahan stunting mulai saat ini. Sekali lagi, kegiatan-kegiatan itu nantinya akan dikoordinasi oleh Menko PMK dan ketua pelaksanaannya ada di Kepala BKKBN,” tegas Presiden. Prevalensi stunting di Indonesia pada 2014 berada pada angka 37 persen dan berhasil ditekan hingga mencapai angka 27,6 persen pada 2019. Namun angka tersebut diperkiraan mengalami sedikit kenaikan sebagai dampak dari pandemi Covid-19 yang melanda. Presiden berharap agar target yang sudah ditetapkannya untuk tahun 2024 tersebut dapat diwujudkan dengan baik oleh BKKBN melalui sejumlah programprogramnya. Titah Istana tersebut langsung disambut Kepala BKKBN Hasto Wardoyo. Mantan Bupati Kulonprogo ini menyatakan kesiapan BKKBN untuk mendukung visi Presiden terkait pencegahan dan penurunan prevalensi stunting serta membentuk keluarga Indonesia yang berkualitas, bahagia, dan sejahtera. “Insyaallah kami, BKKBN dan seluruh jajaran siap untuk mengemban amanah yang Pelayanan Kontrasepsi Dalam Rangka Memperingati Hari Kartini, 21 April 2021. Selain dilaksanakan di fasilitas kesehatan, pelayanan juga dilaksanakan di pasar tradisional.


WARTA UTAMA

Keluarga menjadi tempat di mana nilai-nilai agama, norma sosial dan nilai kebangsaan diajarkan dan dipraktikkan. Seseorang menjadi unggul dalam kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas, serta keimanan dan akhlak, karena dibentuk di dalam sebuah keluarga. Untuk itu, sangatlah tepat jika semangat membangun bangsa ini dimulai dengan membangun keluarga-keluarga,” sambung Wapres.

baru yang diberikan oleh Bapak Presiden. Kami dengan didukung oleh penyuluh-penyuluh KB yang ada di desa dan juga kader-kader KB yang ada di seluruh wilayah di Indonesia, siap untuk menurunkan target penurunan stunting menjadi 14 persen di tahun 2024,” ujar Hasto. Setahun kemudian, titah serupa kembali datang. Kali ini berasal dari Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat memuka Rapat Kerja Nasional Program Bangga Kencana pada 22 Februari 2022. Wapres menegaskan, permasalahan stunting memang harus ditangani secara serius karena stunting bukan hanya tentang masalah gagal tumbuh secara fisik. Lebih dari itu, stunting dapat mematikan masa depan seorang anak, bahkan sebelum ia tumbuh dewasa karena stunting mengindikasikan kemampuan kognitifnya. Padahal, sambung Kiai Ma’ruf, human capital sangat menentukan keberhasilan pembangunan. Bila nyaris 30 persen anak Indonesia stunting, artinya 30 persen kekuatan pembangunan Indonesia di masa depan terancam hilang. Kerugian ekonomi bagi negara yang ditimbulkan oleh stunting juga merupakan masalah serius. Sekitar 2-3 persen Produk Domestik Bruto (PDB) hilang per

KAWAL PENURUNAN STUNTING Wapres Ma’ruf Amin saat Rakernas BKKBN 2022 lalu. Wapres memastikan terus mengawal percepatan penurunan stunting.

tahun akibat stunting. Dengan jumlah PDB Indonesia tahun 2020 sekitar Rp15 ribu triliun, maka potensi kerugian akibat stunting mencapai 450 triliun rupiah per tahun. “Sehubungan dengan itu, saya kerap sampaikan bahwa sebetulnya tidak ada masalah dengan ketersediaan program, kegiatan, dan anggaran. Seluruhnya hanya perlu dioptimalkan dengan mengedepankan pendekatan keluarga dan kolaboratif melalui kemitraan, sehingga konvergensi lintas sektor bukan sekadar wacana, melainkan sungguh bisa terlaksana,” kata Wapres. “Oleh karena itu, pesan yang ingin saya tekankan dalam Rakernas BKKBN Tahun 2022. Pertama, tentang pentingnya peran keluarga. Pada zaman yang semakin modern, peran keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat justru semakin kritikal untuk memastikan pembangunan manusia berlangsung secara utuh mulai dari awal kehidupannya.

Ma’ruf juga berharap Program Bangga Kencana dapat lebih digencarkan untuk menjangkau generasi muda sampai ke pelosok. Pemahaman diri akan pentingnya membangun ketahanan keluarga dapat menjadi bekal yang menentukan kualitas keluarga Indonesia ke depan. Menurutnya, kita ingin membangun keluarga yang sejahtera lahir dan batin, serta harmonis dalam kehidupan bermasyarakat. “Yang kedua adalah optimalisasi sumber daya. Pelaksanaan percepatan penurunan stunting agar tidak melupakan aspek akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya. Kemitraan telah dibangun dengan pelibatan banyak pihak dan berbagai sumber pendanaan, baik dari pemerintah pusat dan daerah, hingga desa/ kelurahan, maupun kontribusi dari lembaga non-pemerintah. Kepercayaan tersebut harus dijaga agar kemitraan tetap langgeng,” tandas Wapres. Berkaitan dengan konvergensi antar program, Wapres mengaku selalu mengingatkan bahwa konvergensi ini mudah diucapkan tetapi tidak mudah direalisasikan. Membutuhkan komitmen, kerja keras, dan kesediaan para pihak untuk mengesampingkan kepentingannya demi mencapai tujuan bersama. Program, kegiatan dan anggaran diharapkan akan saling melengkapi, sehingga

NOMOR 43 TAHUN 2022 •

Warta Kencana

15


WARTA UTAMA

intervensi yang diberikan betulbetul diterima oleh rumah tangga sasaran.

hingga 14 persen. Major project ini mendapat indikasi pendanaan fantastis: Rp 187 triliun.

“Saya menaruh harapan yang sangat besar kepada BKKBN dengan kekuatan akar rumputnya untuk dapat mewujudkan tujuan mulia dalam menyukseskan program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting. Seluruh kementerian/lembaga, pemerintah daerah hingga jajaran tingkat desa/kelurahan, organisasi profesi dan ormas, beserta mitra pembangunan lainnya, termasuk pelibatan para tokoh agama dari berbagai agama, saya harapkan dapat terus bekerja sama, bahu membahu mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan rakyat Indonesia,” pungkas Wapres.

Tak hanya itu, ikhtiar penurunan stunting juga muncul dalam proyek prioritas lain. Yakni, proyek prioritas ke-32 Akses Sanitasi (Air Limbah Domestik) Layak dan Aman (90% Rumah Tangga) dan proyek prioritas ke-33 Akses Air Minum Perpipaan (10 Juta Sambungan Rumah). Pertimbangannya, penyediaan akses sanitasi sangat berkorelasi dengan penurunan angka stunting dan penurunan pencemaran air dari sumber air limbah domestik. Demikian pula dengan kurangnya akses air minum yang layak dan aman merupakan salah satu penyebab tingginya prevalensi penyakit yang disebabkan oleh air, seperti diare dan juga stunting.

Amanat RPJMN Target prevalensi stunting 14 persen tentu saja tidak datang serta-merta. Angka 14 persen merupakan amanat Rencana Pembangunan Jangga Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang sudah ditetapkan sebelum Perpres 72/2021 lahir. Merujuk pada dokumen perencanaan tersebut, percepatan penurunan stunting masuk menjadi salah satu proyek prioritas strategis (major project) dengan nomenklatur proyek Percepatan Penurunan Kematian Ibu dan Stunting. Proyek ini memiliki membidik dua manfaat. Pertama, menurunnya angka kematian ibu hingga 183 per 100.000 kelahiran hidup. Kedua, menurunnya prevalensi stunting

RPJMN mencatat, sampai dengan 2018 rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak baru mencapai 74,58 persen, termasuk akses sanitasi aman hanya mencapai 7,42 persen. Selain itu, 9,36 persen rumah tangga masih mempraktikan buang air besar sembarangan (BABS) di tempat terbuka. Masih terdapat gap sebesar 7,58 persen untuk mencapai target akses sanitasi aman sebesar 15 persen pada 2024. Akses sanitasi ini diharapkan membawa tiga manfaat. Pertama, meningkatnya rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak menjadi 90 persen (termasuk di dalamnya 15 persen rumah tangga memiliki akses sanitasi Kepala BKKBN Jawa Barat menerima kunjungan audiensi Kepala Layanan Aktif Baznas Jawa Barat di ruang kerjanya pada 22 April 2021.

16 Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022

aman). Kedua, menurunkan persentase rumah tangga yang BABS di tempat terbuka menjadi 0 persen. Ketiga, menurunkan angka stunting akibat akses sanitasi buruk menjadi kurang dari 10 persen. Terkait akses air minum, RPJMN mencatat capaian akses air minum layak pada 2018 adalah 87,75 persen, yang terdiri atas akses air minum jaringan perpipaan sebesar 20,14 persen dan bukan jaringan perpipaan sebesar 67,61 persen. Indonesia juga masih mengalami defisit air baku mencapai 181,3 meter kubik per detik pada 2018. Selain itu, baru 59,6 persen PDAM yang memiliki kinerja sehat pada 2018. Proyek ini diharapkan membawa lima benefit sekaligus. Pertama, meningkatkan pelayanan dasar kepada masyarakat melalui pembangunan akses air minum perpipaan untuk 10 juta rumah tangga. Kedua, meningkatkan akses air minum layak nasional menjadi 100 persen yang terdiri atas akses air minum jaringan perpipaan 30,45 persen dan bukan jaringan perpipaan 69,55 persen. Ketiga, menjamin ketersediaan air baku untuk air minum (50 m3/ detik). Keempat, meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui penyediaan akses air minum layak dan aman yang dapat diakses pada saat dibutuhkan dan memenuhi standar kesehatan. Kelima, meningkatkan tingkat kesehatan, penyediaan akses air minum layak dan aman memiliki kontribusi sebesar 70 persen dalam penanganan stunting. n NJP Kepala BKKBN Jawa Barat menerima silaturahmi di ruang kerjanya Ketua PW Fatayat NU Jawa Barat Hirni Kifa Hazefa pada 26 April 2021.


WARTA UTAMA

MUPEN RACING Roadshow mupen dalam rangka kampanye pencegahan stunting seri keempat di Jawa Barat. BKKBN langsung gaspol melawan stunting.

Menakar Peran BKKBN Dalam Stranas Stunting Kepala BKKBN menjadi orang nomor satu dalam tim pelaksana percepatan penurunan stunting nasional. Bagaimana dengan BKKBN sebagai lembaga? Jika melihat dokumen Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting yang menjadi bagian tak terpisahkan dari Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, tugas BKKBN boleh dibilang ringan. Mari kita lihat!

S

tranas Stunting atau Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting terdiri atas dua bagian. Huruf A berisi Target Antara Percepatan Penurunan Stunting. Bagian ini berisi dua sasaran dengan 20 indikator sasaran, di mana setiap indikator sasaran memiliki penanggung jawab sebuah kementerian dan lembaga atau pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota, dan pemangku kepentingan. Huruf B Uraian Pilar Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting. Bagian ini terdiri atas 13 kegiatan dengan 69 keluaran (output) yang menjadi tanggung jawab 69 sebuah kementerian dan lembaga atau pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan kota, dan pemangku kepentingan. Jika dua bagian tersebut digabungkan, maka Stranas Stunting memiliki 20 indikator sasaran dan 69 keluaran dengan 89 penanggung jawab. Apa saja yang menjadi NOMOR 43 TAHUN 2022 •

Warta Kencana

17


WARTA UTAMA

tanggung jawab BKKBN? Ternyata BKKBN hanya bertangung jawab untuk empat indikator sasaran dan tiga keluaran. Jumlah ini hanya setengah dari tanggung jawab Kementerian Kesehatan sebanyak 13 indikator sasaran dan keluaran. Dibandingkan dengan total 89 penanggung jawab indikator sasaran/keluaran, berarti tanggung jawab BKKBN tak sampai 8 persen. Sisanya menjadi tanggung jawab lembaga atau kementerian dan pemerintah daerah atau pemangku kepentingan. Pada bagian target antara, BKKBN menjadi penanggung jawab empat indikator sasaran sebagai berikut: (1) Persentase pelayanan keluarga berencana (KB) pascapersalinan sebanyak 70 persen; (2) Persentase kehamilan yang tidak diinginkan sebanyak 15,5 persen; (3) Cakupan calon pasangan usia subur (PUS) yang memperoleh pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan nikah sebanyak 90 persen; (4) Cakupan keluarga berisiko stunting yang memperoleh pendampingan sebanyak 90

persen. Indikator tersebut merupakan target capaian pada 2024 mendatang. Sementara itu, dari lima pilar percepatan penurunan stunting, BKKBN hanya terlibat sebagai penanggung jawab dalam pilar kelima: Penguatan dan Pengembangan Sistem, Data, Informasi, Riset, dan Inovasi. Pertama, terselenggaranya pemantauan dan evaluasi strategi nasional percepatan penurunan stunting pada kegiatan penguatan sistem pemantauan dan evaluasi terpadu percepatan penurunan stunting. Keluaran ini ditarget terselenggara sedikitnya dua kali dalam setahun. Kedua, tersedianya sistem skrining dan konseling calon PUS siap nikah pada kegiatan pengembangan sistem data dan informasi terpadu. Ketiga, persentase kabupaten/kota yang menerima pendampingan percepatan penurunan stunting melalui tri dharma perguruan tinggi pada kegiatan penguatan riset dan inovasi serta

18 Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022

pengembangan pemanfaatan hasil riset dan inovasi. Di Jawa Barat, Bidang Advokasi, Penggerakkan, dan Informasi (Adpin) Perwakilan BKKBN Jawa Barat menerjemahkan amanat Stranas tersebut ke dalam dua peran: penanganan dan pencegahan. Penanganan meliputi promosi KIE pengasuhan 1000 hari pertama kehidupan (HPK) dan pemantauan dan intervensi tumbuh kembang anak usia 0-5 tahun pada 3,6 juga keluarga melalui 83 ribu kelompok bina keluarga balita (BKB). Dari sisi pencegahan, peran yang diambil meliputi empat kegiatan utama. Pertama, program siap nikah cegah stunting (kehamilan berencana) dengan menyasar 66 juta remaja Jawa Barat. Kedua, pengendalian jarak dan jumlah kelahiran. Ketiga, penerapan pola baru ANC ibu hamil. Keempat, edukasi tentang gizi bayi, kesehatan reproduksi, dan keluarga berencana kepada 25 juta ibu pascapersalinan. n NJP


WARTA UTAMA

ZERO STUNTING Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sudah terlebih dahulu mencanangkan zero stunting pada 2023 sejak 2018 lalu. Kini langkah tersebut diselaraskan dengan Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting.

BKKBN Jabar Ajak Keluarga Lebih Sadar Stunting

Kolaborasi Hulu hingga Hilir Demi Jabar Zero New Stunting Percepatan penurunan stunting memerlukan cara baru yang lebih kolaboratif dan berkesinambungan, dari hulu hingga hilir. Jika sebelumnya lebih sibuk dalam penanganan bayi setelah lahir, ke depan bakal turut menyasar calon keluarga. Cara baru ini diharapkan menurunkan prevalensi

stunting secara radikal dari 26,2 persen pada 2019 menjadi 14 persen pada 2014 mendatang dan benar-benar menghilangkan stunting baru (zero new stunting) mulai 2023. Segenap pemangku kepentingan di Jawa Barat memastikan diri siap berkolaborasi menjemput era baru tanpa stunting.

NOMOR 43 TAHUN 2022 •

Warta Kencana

19


WARTA UTAMA

Tekad bersama tersebut menjadi poin penting webinar seri kedua dalam rangka peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) 2021 yang dihelat Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat. Memanfaatkan platform Zoom, seluruh narasumber dan peserta mengikuti acara secara virtual dari tempat masing-masing. Seluruh rangkaian webinar terdokumentasi secara virtual dan bisa terus disaksikan melalui kanal Youtube BKKBN Jawa Barat. Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Wahidin menjelaskan, setelah ditunjuk Presiden Joko Widodo untuk menjadi Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Sunting, BKKBN mulai memetakan sasaran secara cermat. Sasaran itu meliputi calon pengantin atau calon pasangan usia subur (PUS), PUS dengan usia isteri < 20 tahun, ibu hamil, ibu menyusui, unmet need terhadap pelayanan keluarga berencana (KB), anak berusia 0-59 bulan, PUS dengan status miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial, dan remaja. “Sebagai konduktor baru, tentu BKKBN berupaya menyelaraskan seluruh proses yang sudah berlangsung. Bukan mengganti atau mengubah total. Ini dilakukan karena setelah memperhatikan data, kita menemukan dua di antara faktor risiko stunting yang dapat dicegah dan dampaknya sangat besar. Selama ini, 32 persen kasus stunting terjadi karena pernikahan anak usia 16-18 tahun. Kemudian, 32 persen kasus stunting terjadi karena anemia.

CEGAH DARI HULU Sosialisasi pencegahan stunting dari hulu mulai dilakukan bagi calon pengantin.

Dua penyebab ini bisa diintervensi sejak awal, dari hulu,” terang Wahidin. Bagi doktor ilmu manajemen sumber daya manusia ini, pendekatan hulu yang menjadi tawaran BKKBN tersebut sudah sangat selaras dengan agenda Jawa Barat untuk mencapai zero new stunting pada 2023 mendatang. Alasannya, stunting baru bisa dicegah dengan cara menyiapkan calon keluarga secara tepat. Keluarga diajak sadar stunting sejak dini. Dalam hal ini termasuk remaja yang nota bene bakal menjadi keluarga-keluarga baru. Workshop Parenting 1001 Cara Bicara Tingkat Provinsi Jawa Barat Angkatan I pada Selasa, 27 April 2021 bertempat di Hotel Grand Sunshine, Soreang.

20 Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022

“Strategi Pemprov Jawa Barat untuk mencapai zero new stunting yaitu dengan berfokus pada remaja atau dari hulu. Dengan kata lain, mempersiapkan kondisi pranikah, kehamilan, hingga pascapersalinan. Tiga bulan sebelum pernikahan, calon ibu mengikuti pembekalan dan screening kesehatan. Pada masa kehamilan, seluruh bidan memantau dan mengawasi ibu hamil. Pada masa interval pasca kelahiran, semua ibu dimotivasi untuk menggunakan KB dan diberi pelayanan secara gratis. Selain itu, ibu melahirkan juga dibimbing dan diarahkan untuk memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif,” papar Wahidin. “KIE ke depan akan lebih baik jika diarahkan secara spesifik dan mengacu pada wilayah Jawa Barat. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengukuhkan Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Wahidin di Gedung Negara Pakuan, Bandung, 30 April 2021.


WARTA UTAMA

Misalnya, memberi KIE terkait gizi dengan memberi contoh yang mudah diperoleh di Jawa Barat. Pendamping keluarga di tingkat desa, yaitu PKK, bidan, dan kader KB yang secara eksplisit akan melakukan pendampingan,” Wahidin menambahkan. Hal senada datang dari Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Bappeda Jawa Barat Idam Rahmat. Idam menjelaskan, upaya percepatan penurunan stunting di Jawa Barat mengacu kepada Rencana Aksi Daerah Pecegahan dan Penanggulangan Stunting Jawa Barat tahun 2019-2023 yang ditetapkan melalui sebuah peraturan gubernur. Rencana aksi ini mengacu kepada Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting Tahun 2018-2024 yang sudah terlebih dahulu diterbitkan sebelum Presiden menunjuk BKKBN sebagai konduktor baru. “Rencana aksi ini disiapkan untuk mencapai target zero new stunting pada 2023 mendatang. Sebagai ketua tim, Bappeda harus mengawal kondisi, perencanaan program, pelaksanaan, dan evaluasi penanganan stunting. Kami tidak sendirian. Ada belasan organisasi perangkat daerah yang membidangi 11 urusan terkait untuk bersama-sama bersinergi melakukan konvergensi percepatan penurunan stunting di Jawa Barat. Bappeda berupaya memastikan bahwa seluruh perangkat daerah yang terlibat dalam penanganan stunting bekerja dan berjalan efektif,” papar Idam.

Stunting tidak melulu berkaitan dengan masalah kemiskinan. Keluarga terkaya di Indonesia, ternyata ada anak yang stunting. Siska Gerfianti

Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan SDM

Idam menegaskan, tuntutan percepatan yang diminta Presiden membutuhkan cara baru yang lebih menyeluruh dan kolaboratif. Hal yang perlu ditekankan adalah kesadaran orang tua dan perubahan perilaku masyarakat Jawa Barat dalam menghadapi stunting. Di sinilah pentingnya mempersiapkan kehidupan keluarga sejak pranikah. “Apabila upaya penurunan stunting di Jawa Barat diteruskan dengan pola yang sudah ada, target prevalensi 14 persen pada 2024 tidak akan tercapai. Jika business as usual, pada 2024 mendatang Jawa Barat diperkirakan mencapai angka 17,1 persen. Karena itu, perlu percepatan yang dilakukan bersama-sama dan menyeluruh dari hulu hingga hilir,” tandas Idam. Di sisi lain, Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia yang saat menjadi narasumber masih

menjabat Plt Kepala DP3AKB Jawa Barat Siska Gerfianti menekankan tiga pilar penting pencegahan stunting berbasis keluarga dan lingkungan. Dok Sis, sapaan akrab Siska Gerfianti, menepis anggapan bahwa stunting dipicu kekurangan gizi akibat kemiskinan. Spesialis Dokter Layanan Primer ini menilai stunting berkaitan erat dengan masalah perilaku masyarakat. “Stunting tidak melulu berkaitan dengan masalah kemiskinan. Dari persentil tiga keluarga terkaya di Indonesia, ternyata ada anak yang stunting. Tidak melulu. Bukan satusatunya faktor penyebab. Kami di DP3AKB menilai ada tiga pilar penanganan stunting, yaitu pola makan, pola asuh, dan sanitasi,” ungkap Dok Sis. “Pola asuh dalam keluarga sangat penting. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat, sebagai sekolah pertama dan utama. Keluarga adalah fondasi utama dalam membangun ketahanan bangsa. Karena itu, penting melakukan pengasuhan berbasis hak, sebab persoalan stunting bukan hanya soal pola makan, melainkan juga pola asuh,” Ketua Pelompok Kerja IV Tim Penggerak PKK Jawa Barat ini menambahkan. Wakil Ketua Umum Jabar Bergerak ini menambahkan, pola asuh berbasis hak anak kian penting manakala dikaitkan dengan dampak buruk pernikahan anak. Faktanya, risiko ibu/bayi meninggal saat persalinan lima kali lebih besar dan 40 persen anak berisiko terlahir stunting. Belum lagi adanya temuan bahwa 85 persen

Deputi Bidang KBKR BKKBN Eni Gustina meresmikan Pelayanan KB di 26 Perusahaan yang tersebar se-Jawa Barat di PT Kahatex, Kabupaten Sumedang, 4 Mei 2021.

Deputi Bidang KBKR BKKBN Eni Gustina meninjau Command Center Sumedang untuk melakukan pemantauan, sekaligus menjadi dasar pengambilan kebijakan dan intervensi.

NOMOR 43 TAHUN 2022 •

Warta Kencana

21


WARTA UTAMA

anak perempuan mengakhiri pernikahan setelah menikah dan 41 persen kekerasaan dalam keluarga dianggap wajar oleh perempuan. Apa saja yang sudah dilakukan? Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Jawa Barat Frima Nurahmi merinci sejumlah intervensi spesifik yang sudah dilakuan dalam beberapa tahun terakhir. Sebut saja misalnya pemeriksaan kehamilan, pemberian makanan tambahan (PMT) bagi ibu hamil kekuarangan energi kronis (KEK), suplementasi tablet tambah darah (TTD) ibu hamil dan remaja putri, suplementasi kalsium, imunisasi, tata laksana gizi buruk, pemantauan dan promosi pertumbuhan, pemantauan tumbuh kembang, suplemen gizi makro, dan lain-lain. “Dinkes juga melakukan intervensi gizi spesifik pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK), mulai periode dalam kandungan (280 hari), ibu nifas dan menyusui, periode 0-6 bulan, dan periode balita 6-23 bulan 540 hari. Intervensi terhadap remaja putri berupa pemberian tablet tambah darah. Hal ini untuk mempersiapkan calon ibu yang sehat bebas anemia,” terang Frima. Frima memastikan protokol pelayanan gizi pada masa pandemi Covid-19 tetap dilakukan dengan melakukan penyesuaianpenyesuaian. Beberapa hal dilakukan secara daring. Bentuk lainnya dengan melakukan kunjungan rumah bagi balita berisiko.

PKK memiliki kader yang paling banyak di lapangan. Kami punya 1,5 juta kader di Jawa Barat yang siap membantu percepatan penurunan stunting. Atalia Praratya Ketua TP PKK Jawa Barat Menanggapi melempemnya penurunan stunting sebagaimana tercermin dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 lalu, Kepala Bidang Kelembagaan dan Pengembangan Partisipasi Masyarakat DPM Desa Jawa Barat Lisa Avianty menduga masih kurang intensifnya koordinasi antara pemanku kepentingan, baik pemerintah maupun masyarakat. Padahal, Lisa menilai Jawa Barat memiliki potensi sangat besar untuk bersama-sama bergerak dengan cara memberdayakan masyarakat di perdesaan. Dia mencontohkan, berdasarkan peta potensi Jawa Barat, saat ini terdapat 52.432 pos pelayanan terpadu (Posyandu). Tidak kurang dari 78,31 persen kader posyandu juga berstatus aktif. “Masih ada ketidaksinkronan pengaturan dana desa untuk Pembina Wilayah Program Bangga Kencana Jawa Barat Dwi Listyawardani didampingi Kepala BKKBN Jabar meninjau Pelayanan KB Serentak Sejuta Akseptor di Purwakarta pada 24 Juni 2021.

22 Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022

pencegahan stunting. Bahkan, masih ada desa yang belum melakukan pelaporan penggunaan karena memang sifatnya belum wajib. Kami melihat penanganan stunting juga dapat diupayakan melalui program Akademi Desa Juara, Sekolah Bisnis Juara, juga Patriot Desa. Saat ini pencegahan stunting belum ada di dalam kurikulum Akademi Desa Juara,” ungkap Lisa. Lisa menjelaskan, saat ini DPM Desa Jawa Barat terus melakukan sejumlah lankah strategis guna mendukung percepatan penurunan stunting. Beberapa di antaranya adalah penguatan kelembagaan pokjanal posyandu, penerbitan Peraturan Gubernur Nomor 66 tahun 2020 untuk penambahan meja konseling di posyandu penanganan stunting, menerbitkan surat edaran untuk alokasi dana desa dan penanganan stunting, advokasi penggunaan dana desa untuk skala prioritas di lokus stunting, dan lain-lain.

PKK All Out Turunkan Stunting Perang melawan stunting juga bukan semata dilakukan pemerintah. Dua kelompok masyarakat memastikan diri untuk all out bersama-sama pemerintah memerangi stunting. Ketua IBI Jawa Barat Eva Rianti menegaskan 23 ribu bidan anggota IBI di Jawa Barat siap menjadi bagian dari aliansi besar percepatan penurunan stunting di Jawa Barat.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo meninjau salah satu kegiatan dalam rangka peringatan ke-28 Harganas di di Kampung KB Muara Kidul Kota Bogor pada 29 Juni 2021.


WARTA UTAMA

pihak yang selama ini terus berijabku dalam upaya percepatan penurunan stunting. “Saya berharap ada hasil berupa kesepakatan bersama terkait tugas masing-masing bidang sehingga dalam pelaksanaannya dapat dilakukan secara kolaboratif dan tidak tumpeng tindih antarbidang atau antarlembaga. Tentu, peran PKK di level provinsi adalah lebih banyak mendorong peran aktif kabupaten/kota,” ungkap Bu Cinta.

“Di lapangan, bidan selalu berdampingan dengan kader PKK, posyandu, dan juga penyuluh KB. Bidan melakukan pendekatan continum of care dan life cycle dalam upaya pencegahan stunting. Penanganan stunting bahkan harus dimulai sejak wanita menginjak usia subur. Karena itu, bidan memiliki peran kolaborasi dalam pencegahan stunting melalui intervensi sensitif, pendidikan, sosial, spesifik, dan kesehatan. Bidan bergerak di desa, puskesmas, dan juga praktik mandiri,” tandas Eva. Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Barat Atalia Praratya Ridwan Kamil menegaskan, langkah pertama menangani persoalan stunting adalah menumbuhkan kesadaran di keluarga dan masyarakat tentang pentingnya pencegahan stunting. Penanganan stunting harus dimulai dari hulu ke hilir, edukasi masyarakat tentang pola asuh anak dan remaja serta menguatkan ketahanan keluarga dan edukasi orang tua untuk melakukan pengasuhan terbaik termasuk 1.000 HPK. “Harus ada kolaborasi dan tidak saling menyalahkan antarpihak

PKK UNTUK STUNTING Ketua TP PKK Jawa Barat Atalia Praratya bersama Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dan Kepala BKKBN Jawa Barat Wahidin. Atalia memastikan timnya siap all-out dalam upaya percepatan penurunan stunting.

dalam rangka penanganan stunting. Dalam hal ini, PKK memiliki kader yang paling banyak di lapangan. Kami punya 1,5 juta kader di Jawa Barat yang siap membantu percepatan penurunan stunting. Saya berharap pertemuan ini menghasilkan langkah-langah nyata yang dapat diaktualisasikan di lapangan,” tegas Atalia langsung dari Gedung Pakuan di Jalan Otto Iskandardinata Nomor 1 Kota Bandung. Bunda Generasi Berencana (Genre) Jawa Barat ini mengingatkan, kondisi pandemi Covid-19 menjadi tantangan luar biasa untuk petugas lapangan. Ini turut berpengaruh dalam upaya-upaya penanganan stunting. Karena itu, harus ada upaya terobosan dan inovasi supaya masyarakat dapat tertangani dalam hal pemenuhan keperluan kesehatan keluarga. Atalia yang akrab disapa Bu Cinta ini mengapresiasi berbagai

Dalam konteks pencegahan stunting, Pokja I PKK Jawa Barat terus melakukan sosialisasi ketahanan keluarga, meliputi pola asuh anak dan ketahanan remaja. Pokja III melakukan sosialisasi gerakan makan telur dan ayam. PKK mendorong supaya keluargakeluarga tidak hanya merawat halaman dengan keindahan, namun juga digunakan untuk menghasilkan protein. Misalnya, dengan mengembangbiakkan ikan seperti mujair atau lele, juga beternak ayam. “Disinyalir masyarakat lebih suka membeli rokok daripada telur. Padahal harganya hampir sama. Anak-anak pun disinyalir tidak menyukai makan makanan berprotein karena mengikuti kebiasaan makan orang tua. Ini menjadi tugas kita semua melakukan sosialisasi dan edukasi kepada keluarga,” ungkap Atalia. Pada saat yang sama, Pokja IV PKK mendorong perilaku hidup sehat melalui berbagai media. Pihaknya juga mendorong penambahan meja posyandu keenam, yaitu meja konsultasi khusus terkait stunting, disabilitas, dan permasalahan lain seputar tumbuh kembang anak. PKK mendorong program Sekoper Cinta dengan harapan terbentuknya pengetahuan perempuan untuk membentuknya menjadi pribadi yang terampil. n NJP

NOMOR 43 TAHUN 2022 •

Warta Kencana

23


WARTA UTAMA

KOMPARASI Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menunjukkan perbandingan penanganan stunting di sejumlah negara dalam sebuah webinar.

Belajar Stunting dari Peru hingga Etiopia Salah satu kendala dalam percepatan penurunan stunting di Indonesia adalah keterbatasan rujukan atau kajian perbandingan dengan negara lain. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo berpendapat, perbandingan dengan negara-negara yang sudah terlebih dahulu sukses menurunkan prevalensi stunting sangat dibutuhkan untuk mengindentifikasi kesamaan metode yang digunakan.

S

ecara internasional, sebenarnya WHO memiliki framework dalam penanganan stunting, yang mana menempatkan community dan social factor menjadi semacam basic yang menjadikan faktor-faktor berikutnya itu sangat terpengaruh. Jadi community dan social factor ini sangat mempengaruhi situasi dalam keluarga. Di samping itu, kita perlu melihat studi-studi internasional yang sudah dilakukan,” ungkap hasto dalam webinar “100 Profesor Bicara Stunting” beberapa waktu lalu. Hasto menyebut studi terbaru tentang penurunan stunting di lima negara: Nepal, Etiopia, Peru, Kirgistan, dan Senegal. Mantan Bupati Kulonprogo ini berharap para profesor bisa menjadi pertimbangkan studistudi yang menunjukkan success story penurunan stunting dalam waktu cukup singkat tersebut. “Menurut saya lima negara ini bisa menjadi bahan kajian karena menarik sekali. Betapa Peru bisa turun jauh lebih rendah dari 20 persen sebagai

24 Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022


WARTA UTAMA

standar WHO dalam waktu yang relatif singkat. Tahun 2008 masih mendekati 30 persen, kemudian 2014 sudah di bawah 20 persen. Saya kira contoh Peru contoh luar biasa penurunnaya. Negara-negara lima tadi secara umum mengalami penurunan signifikan dengan berbagai macam cara mereka. Saya berharap sekali nanti bisa diidentifikasi apa-apa yang punya keseragaman dari lima negara ini,” ujar Hasto. Dari laporan studi tersebut Hasto mengindentifikasi faktor-faktor signifikan yang dilakukan di lima negara tersebut. Peru, Kirgistan, Nepal, dan Etiopia melakukan peningkatan gizi pada ibu dan anak baru lahir (improving maternal nutrition and newborn outcomes). Di sisi lain, Peru, Senegal, Nepal, dan Etiopia juga melakukan peningkatan kualitas lingkungan, seperti kebesihan, air, dan sanitasi (improving living condition). “Harus kita akui keterbatasan literatur secara statistik yang sama metodenya sangat sedikit. Padahal kita bisa membandingkan dari banyak faktor. Misalnya faktor penyebab langsung dan tidak langsung. Mohon bisa dilihat juga kemiskinan bisa sangat berpengaruh,” tambah Hasto. Hasto mengingatkan, stunting sangat berpengaruh pada masa depan Indonesia. Ini terjadi karena untuk mencapai mencapai kemajuan memutuhkan sumber daya manusia (SDM) unggul. Faktanya, saat ini proporsi pemuda cukup besar. Tanpa kualitas memadai, mereka hanya akan menjadi beban. Padahal, dependency ratio saat ini sangat rendah. Proporsi ini manjadi peluang raihan bonus demografi lebih maju diterima. “Ini buah dari perjalan panjang pembangunan penduduk di Indonesia. Penurunan fertilitas dan mortalitas hingga sampai pada

satu titik penduduk produktif lebih besar. Penduduk Indonesia mulai didominasi penduduk milenial dan post milenial (Gen Z dan post Gen Z) sebanyak 173,31 juta jiwa atau 64,69 persen). Penduduk tua (generasi X dan babby boomer serta pre-babby boomer sebanyak 94,69 (35,31 persen). Proporsi penduduk Indonesia yang bekerja dan tidak bekerja jauh lebih besar dari yang tidak bekerja, sehingga akan mencapai windows opportunity untuk bonus demografi,” papar Hasto. Dia menambahkan, transisi demografi di Indonesia ditandai penurunan fertilitas yang tajam dengan dibarengi penurunan mortalitas. Ini yang kemudian mengubah struktur dan komposisi penduduk Indonesia. Penduduk usia 0-14 tahun dari 44,12 persen pada 1971 menjadi 23,33 persen pada 2020. Dalam periode yang sama, penduduk usia kerja 15-64 tahun meningkat dari 53,39 persen menjadi 70,72 persen. Sementara penduduk usia 65 tahun ke atas naik dari 2,49 persen menjadi 5,95 persen. Momentum ini harus dipertahankan agar Indonesia menikmati periode bonus demografi lebih panjang. Bagi Hasto, momentum harus dipertahankan dengan cara menyiapkan tenaga berkualitas, berdaya saing. Tanpa upaya itu,

Harus kita akui keterbatasan literatur secara statistik yang sama metodenya sangat sedikit. Hasto Wardoyo Kepala BKKBN

bonus demografi ini akan lewat begitu saja tanpa bisa dinikmati sebagai bonus kesejahteraan. Penduduk muda sangat menentukan. “Oleh karenanya, adolescence sangat penting. Mereka yang akan menadi pasangan baru, melahirkan generasi baru, mereka yang akan menjadi penentu. Jika mereka tidak menikah muda, tidak putus sekolah, mendapat pendidikan yang baik, tidak jadi penganguran, sehingga bisa mencapai bonus demografi. Jika tidak, maka akan menjadi bencara. Bisa menjadi berkah, menjadi modal pembangunan. Tetapi juga bisa menjadi musibah. Di sini bisa sejahtera atau sengsara. Itulah mengapa kita harus mennciptakan generasi yang bebas stunting,” tandas Hasto. Tak hanya itu, mantan Kepala Puskesmas Kahala di Kabupaten Kutai, Kalimantan Timur, ini mengggarisbawahi bahwa stunting bukan satu-satu masalah kualitas SDM. Data menunjukkan bahwa mental disorder meningkat dari tahun ke tahun. Pada Riskesdas sebelumnya, mental disorder pada anak-anak kita 61, sekarang jadi 9,8 persen. Belum lagi autisme, napza, orang dengan gangguan jiwa yang menjadikan masalah penanganan anak Indonesia kian berat. “Itulah pentingnya para profesor, para senior, agar kita mendapat masukan dari para ahli untuk masalah-masalah ini. Saya yakin para ahli, profesor, akan sangat lebih mudah menganalisis permasalahan-permasalahan ini. Ketika pemerintah, BKKBN menjadi bagian kecil dari umara, kita bertanya kepada ulama. Nah, ulama stunting ini para profesor. Kita harus belajar kepada para profesor. Kajian-kajian komprehensif bisa kita dapatkan. Semoga dengan usaha paa profesor kita bisa diberikan kemudahan dalam menciptakan generasi unggul,” harap Hasto. n NJP

NOMOR 43 TAHUN 2022 •

Warta Kencana

25


WARTA UTAMA

PEMENUHAN GIZI Kepala BKKBN Jawa Barat Wahidin menyerahkan paket makanan sehat untuk meninkatkan asuhan gizi balita. Gizi penting untuk mencegah stunting.

BKKBN Ajak 100 Profesor Cari Cara Cepat Turunkan Stunting

Butuh Pendekatan Multidisiplin Penanggulangan stunting tidak bisa mengandalkan pada satu pihak atau satu disiplin ilmu. Hal ini bisa dimengerti mengingat tingginya prevalensi dan kompleksnya masalah yang dihadapi. Pendekatan multisiplin ini menjadi sangat penting jika pemerintah menginginkan penurunan secara radikal, dari 27,6 persen pada 2019 lalu menjadi hanya 14 persen pada 2024 mendatang.

26 Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022

D

emikian salah satu simpulan dari webinar seri perdana yang dihelat Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat beberapa wktu lalu. Webinar menghadirkan tiga guru besar anggota Asosiasi Profesor Indonesia (API) dari tiga kampus utama Jawa Barat: Meutia Hatta Swasono dari Universitas Indonesia (UI), Hardinsyah dari IPB University, dan Hendriati Agustiani dari Universitas Padjadjaran (Unpad). Tiga guru besar tersebut menjadi bagian dari 100 profesor yang dimintai sarannya oleh BKKBN dalam upaya percepatan penurunan stunting di Indonesia. Selain tiga profesor, webinar terlebih dahulu menghadirkan berturut-turut Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum, Deputi Kepala BKKBN Bidang Pelatihan dan Pengembangan Rizal Damanik, dan Ketua Tim


WARTA UTAMA

Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan keluarga (PKK) Jawa Barat Atalia Praratya Ridwan Kamil. Webinar dipandu Ketua Koalisi Kependudukan Indonesia (KKI) Jawa Barat Ferry Hadiyanto. “Di sinilah kerja sama antara pihak peneliti di bidang kedokteran atau kesehatan dengan bidang antropologi dapat bekerjasama. Dalam perencanaan dan pelaksanaan program gizi untuk mencegah stunting misalnya. Ilmuwan kesehatan dapat menyampaikan komunikasi kesehatan yang mudah dipahami kader dan masyarakat melalui bekerjasama dengan ilmuwan komunikasi yang mengetahui infografis yang tepat dan efektif,” ungkap Meutia Hatta. “Kemudian, ilmuwan antropologi dapat memberi masukan mengenai aspek sosial-budaya masyarakat yang memungkinkan warga masyarakat menerima dengan baik pesan-pesan komunikasi kesehatan yang direncanakan. Sementara itu, dari ilmuwan psikologi diperlukan pemahaman mengenai tipe kepribadian masyarakat yang perlu diberi program pemenuhan gizi,” tambah guru besar Departemen Antrologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI tersebut. Secara khusus, sambung Meutia, dalam kerjasama penelitian antardisiplin terkait bidang antropologi dan bidang psikologi, ilmuwan psikologi dapat menjembatani peranan mertua dan peranan ibu dalam memutuskan pemberian makanan

Gizi seimbang dengan pengayaan tertentu pada pangan sumber protein, terutama telur, ikan, dan susu dapat mencegah stunting. Hardinsyah

Guru Besar IPB University

terbaik untuk bayi dalam periode 1.000 hari pertama kelahiran. Juga bersama-sama menemukan caracara mengurangi potensi konflik mental antara pihak yang berkuasa dan yang lemah (tertekan) dalam hubungan antarwarga dan rumah tangga penerima program. Dari sisi disiplin ilmu gizi, guru besar ilmu gizi Fakultas Ekologi Manusia IPB University Hardinsyah menekankan pentingnya pemenuhan gizi sejak awal 1000 hari pertama kelahiran. Perbaikan gizi dimulai dari ibu hamil, ibu menyusui, pemberian air susu ibu (ASI), dan makanan pendamping ASI (MPASI) yang tepat, aman, dan bergizi. Hardinsyah mencontohkan rendahnya konsumsi telor di Indonesia. Padahal, sambung Hardinsyah, sebuah riset menunjukkan bahwa pemberian satu butir telur setiap hari selama enam bulan pada anak 6-9 bukan mampu menurunkan

stunting hingga 47 persen dan underweight 74 persen. Merujuk hasil Susenas 2018 lalu, konsumsi telur di Indonesia hanya sembiln butir per bulan atau sekitar 16,5 gram per hari. Ini jauh di bawah China yang menyentuh angka 50 gram per hari atau bahkan Malaysia yang berada pada kisaran 35-40 gram per hari. “Gizi seimbang dengan pengayaan tertentu pada pangan sumber protein, terutama telur, ikan, dan susu dapat mencegah stunting. Juga, perbaikan gizi bumil (ibu hamil) dapat dilakukan melalui penguatan fungsi keluarga, antara lain melalui peningkatan peran suami dan anggota keluarga untuk memberikan perhatian, doa, kasih sayang, perlindungan, dan memberikan prioritas makanan, dan minuman bagi pemenuhan gizi bumil serta mengurangi beban kerja dan meminimalkan stres bumil,” papar Ketua Umum Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia tersebut menambahkan. Dalam perspektif psikologi, guru besar Fakultas Psikologi Unpad Hendriati Agustiani menekankan bahwa stunting dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Salah satunya orang tua memegang peranan penting dalam membentuk perilaku makan dari anak melalui pola asuh dan gaya makan. Di sinilah pentingnya pola asuh orang tua terhadap anakanya. “Orang tua dapat memberi pengaruh besar pada kebiasaan makan anak-anak. Tindakan

BKKBN mengawali Webinar Series Harganas 2021 “Keluarga Keren Cegah Stunting” bersama Asosiasi Profesor Indonesia (API) pada 5 Juli 2021.

BKKBN Jabar melaksanakan vaksinasi di 12 titik terminal di lima provinsi di seluruh Indonesia, salah satunya di Terminal Leuwipanjang Kota Bandung pada 1516 Juli 2021.

NOMOR 43 TAHUN 2022 •

Warta Kencana

27


WARTA UTAMA

orang tua mengacu pada harapan menyiapkan anak menghadapi kehidupan. Karena itu, peran parenting dalam pencegahan stunting sangat signifikan. Ini menyangkut kesiapan calon ibu dan calon ayah dalam menghadapi kehamilan. Dalam hal ini kesiapan kesiapan fisik maupun psikologis,” tandas Hendriati.

100 Profesor Bicara Stunting Dalam laporannya, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Wahidin berharap para guru besar yang dihadirkan secara khusus bisa memberikan terobosan untuk mempercepat penurunan stunting di Jawa Barat maupun di Indonesia. Menurut Wahidin, pelibatan para profesor dalam percepatan penanganan stunting juga selaras dengan pesan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang menekankan pentingnya kolaborasi dalam mewujudkan Jawa Barat Juara Lahir Batin.

bersama relawan PKK juga terus bergerak di lapangan. Semua bergerak untuk Jawa Barat. Saya mengapresiasi setiap upaya kolaborasi dalam membangun Jawa Barat. Dalam konteks stunting ini, saya berharap para guru besar bisa membantu memetakan jalan percepatan penurunan menjadi zero stunting pada 2023 mendatang,” tegas Atalia. Hal ini senada dengan pesan Wakil Gubernur Uu Ruzhanul Ulum yang menekankan bahwa stunting bukan semata-mata tanggung jawab pemerintah. Melainkan turut penting untuk melibatkan masyarakat dalam upaya bersama percepatan penurunan stunting. Di sini, Uu menegaskan agar ibu hamil harus mendapat pendidian, baik kesehatan, lingkungan, dan lain-lain.

Di forum yang sama, Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Barat Atalia Praratya Ridwan Kamil menilai pelibatan para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu menjadi aksi nyata dalam pembangunan Jawa Barat. Dalam hal ini, setiap potensi warga dimaksimalkan untuk memberikan sumbangsih bagi penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi Jawa Barat.

“Kami yakin stunting akan menurun dengan kerjasama semua. Untuk anggaran, kita bisa bicarakan. Tidak ada yang sukses tanpa anggaran. Pemerintah mengapresiasi, anggaran pun akan diperhatikan. Intinya adalah bagaimana menangani stunting ini karena nasib masa depan Indonesia sangat ditentukan oleh anak-anak sekarang. Nasib kita ke depan di tangan anak bangsa. Pemuda atau anak-anak hari ini pemimpin masa depan. Kalau kita tidak menyiapkan, kami khawatir di masa depan tidak sesuai dengan yang kita harapkan,” tandas Uu.

“Akademisi bantu bagaimana mengatasi permasalahan yang ada. Mereka yang punya tenaga membantu dengan tenaga. Saya

Sementara itu, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menilai perlunya belajar dari sejumlah negara yang terbukti sukses dalam Bedah Buku Revitalisasi Program KB Jawa Barat: Upaya Membangunkan KB di Jawa Barat dari Tidur Panjang yang ditulis Arief Setiawan pada 12 Agustus 2021.

28 Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022

menurunkan stunting secara signifikan. Dia mencontohkan riset terkini yang dilakukan pada 2020 di lima negara: Nepal, Etiopoia, Peru, Kirgistan, dan Senegal. Lima negara ini berhasil menurunkan stunting dalam tempo tidak terlalu lama. “Menurut saya lima ini bisa menjadi bahan kajian karena menarik sekali. Betapa Peru bisa turun jauh lebih rendah dari 20 persen sebagai standar WHO dalam waktu yang relatif singkat. Peru sangat luar biasa. Tahun 2008 masih mendekati 30 persen, kemudian 2014 sudah di bawah 20 persen. Saya kira contoh Peru contoh luar biasa penurunnya,” kata Hasto. Dokter kandungan ini optimistis para profesor mampu mengidentifikasi masalahmasalah yang dihadapi hingga menemukan solusi cepat dalam penurunan stunting di Indonesia. Apalagi sampai saat ini stunting di sejumlah daerah di Indonesia masih memprihatinkan. Sebut saja misalnya di NTT dan Sulawesi Barat yang masih sangat tinggi. “Saya yakin para ahli, profesor, akan sangat lebih mudah menganalisis permasalahanpermasalahan ini. Tidak bisa dilakansaakan biasa-biasa saja. Perlu melibatkan banyak pihak, termasuk para guru besar di Indonesia. Ini latar belakang kegiatan mengadakan kegiatan secara serentak,” mantan Bupati Kulonprogo tersebut menambahkan. n NJP BKKBN meluncurkan aplikasi DASHAT di Auditorium Setda Kabupaten Bogor, dengan contoh Kampung KB Gagak Keluarahan Sukahati, Cibinong, Kabupaten Bogor.


WARTA JABAR

DUTA STUNTING Kepala BKKBN Hasto Wardoyo melantik Duta Stunting yang berasal dari Bunda Genre se-Jawa Barat.

Ibu Terbaik untuk Duta Penurunan Stunting Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengukuhkan Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) sekaligus Bunda Generasi Berencana (Genre) Jawa Barat Atalia Praratya Ridwan Kamil menjadi Duta Penurunan Stunting Jawa Barat akhir Desember lalu. Turut dikukuhkan bersama Atalia seluruh Bunda Genre Kabupaten dan Kota se-Jawa Barat.

H

asto menjelaskan, pengukuhan Duta Penurunan Stunting bertujuan mendorong upaya percepatan penurunan stunting dari 27,67 persen menjadi 14 persen pada 2024 mendatang. Percepatan penurunan stunting menjadi prioritas pembangunan yang dituangkan dalam Perpres Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. “Substansi utamanya tentang penguatan peran kader PKK di desa dan kelurahan sebagai Tim

Pendamping Keluarga (TPK) dalam percepatan penurunan stunting, terutama dalam memberikan perhatian dan pembinaan pada para remaja sehingga mereka bisa menjadi calon orang tua cerdas dan sehat yang kemudian nantinya bisa melahirkan anak-anak berkualitas. Saya juga menitipkan agar setiap desa melibatkan masing-masing satu duta Genre laki-laki dan perempuan agar pembinaan juga turut melibatkan remaja itu sendiri,” kata Hasto saat ditemui usai pengukuhan Duta Penurunan Stunting Jawa Barat.

Hasto yang mengaku sedang bungah karena baru saja mendapat laporan prevalensi stunting berhasil direduksi menjadi 24,4 persen menilai penurunan prevalensi stunting menjadi salah satu kunci terciptanya Generasi Emas 2045 mendatang. Satu dekade menjelang ulang tahun ke-100 proklamasi kemerdekaan, Indonesia diperkirakan menutup periode bonus demografi yang lagi-lagi mesyaratkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas. “Generasi Emas yaitu generasi yang memiliki kecerdasan

NOMOR 43 TAHUN 2022 •

Warta Kencana

29


WARTA JABAR

yang komprehensif, produktif, dan inovatif. Kemudian, sehat menyehatkan dalam interaksi alamnya. Lalu, damai dalam interaksi sosialnya dan berkarakter kuat. Dan, berperadaban unggul. Untuk mewujudkan itu, kita memiliki peluang Bonus Demografi pada 2030-2035. Kita semua tahu, periode ini hanya akan menjadi ‘bonus’ jika kita memiliki SDM berkualitas. Artinya kualitas SDM sebagai penentu. Sedangkan saat ini kita masih memiliki persoalan dalam pembangunan kualitas SDM, salah satunya adalah stunting,”papar Hasto. Lebih jauh Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Nasional ini menegaskan perlunya berbagai upaya percepatan penurunan prevalensi dengan cara menutup setiap celah potensi risiko yang dapat mengakibatkan anak lahir stunting. Mulai dari fase remaja, fase calon pengantin (Catin) atau calon PUS, fase hamil, dan fase pascapersalinan hingga bayi berusia 59 bulan. Pencegahan stunting dari hulu di mulai dari remaja dan catin. Fase remaja dilakukan dengan edukasi kesehatan reproduksi, gizi, dan penyiapan kehidupan berkeluarga. Pada fase ini setiap remaja dipastikan ketercukupan kebutuhan gizinya. Dipastikan tidak buru-buru ingin menikah, dan dipastikan tidak melakukan perilaku berisiko yang dapat menyebabkan terjadinya kehamilan di usia muda. Fase ini juga kepada remaja perempuan diberikan akses terhadap suplemen tambah darah untuk mencegah anemia. Kepada remaja laki-laki diberikan akses terhadap suplemen zink untuk menjamin kualitas sperma kelak ketika sudah menjadi pasangan. “Fase catin merupakan fase krusial. Pada fase ini dilakukan dengan melakukan skrining, edukasi, dan pendampingan. Skrining

Agama menargetkan agar setiap catin wajib menjalani pemeriksaan dalam tempo tiga bulan sebelum pernikahan.

Persoalan dalam pembangunan kualitas SDM, salah satunya adalah stunting. Hasto Wardoyo Kepala BKKBN

dilakukan untuk mendeteksi faktor risiko melahirkan anak stunting pada catin/calon PUS. Setiap Catin diharuskan memeriksakan kesehatannya, terutama pemeriksaan kadar Hb, pengukuran lingkar lengan atas, dan tinggi badan serta berat badan. Hasil pemeriksaan kesehatan tersebut kemudian diinput kedalam Aplikasi Elektronik Siap Nikah dan Hamil atau Aplikasi Elsimil,” terang Hasto. Selanjutnya, aplikasi Elsimil akan mengolah data yang diinput dan mengeluarkan hasil berupa “Kartu Kewaspadaan Stunting” atau “Sertifikat Siap Nikah dan Hamil” yang berisi kondisi risiko catin/ calon PUS. Catin akan dikatakan “Berisiko” atau “Belum Ideal/ Siap” jika terdapat salah satu dari lima variabel yang berada dalam kondisi belum ideal/masih berisiko. Misalnya LiLA-nya kurang dari 23,5 cm, atau Hb-nya kurang dari 12 gram per desiliter. Sebaliknya, jika semua variabelnya sudah dalam kondisi ideal/tidak berisiko, Aplikasi Elsimil akan mengeluarkan hasil bahwa catin/calon PUS tersebut “Ideal” atau “Tidak Berisiko”. Calon pengantin, sambung Hasto, bukan saja harus mendapat edukasi. Lebih dari itu, catin diperiksa dan hasilnya ditindaklanjuti dengan intervensi sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan. Kerjasama antara BKKBN dengan Kementerian

30 Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022

Bagi Hasto, upaya skrining kesehatan terhadap catin bukan hal baru. Yang membedakannya dengan ikhtiar penurunan stunting adalah fokus variabel yang menjadi faktor risiko pada catin yang menyebabkan bayi lahir stunting. Hasil skrining menjadi input bagi Tim Pendamping Keluarga (TPK) untuk ditindaklanjuti dalam proses pendampingan untuk memastikan catin mengetahui dan memahami kondisi kesehatannya (sesuai dengan hasil skrining). Selanjutnya, memberikan edukasi tentang upaya yang harus dilakukan oleh catin untuk memperbaiki kondisi kesehatannya. Lalu, membantu menghubungkan catin dengan petugas dan fasilitas kesehatan dalam upaya memperbaiki kondisi kesehatannya. Jika terpaksa harus menikah dalam kondisi yang tidak ideal, TPK dapat memastikan catin untuk menunda kehamilan dengan menggunakan kontrasepsi. Ditemui usai dikukuhkan menjadi Duta Penurunan Stunting, Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Barat Atalia mengaku sangat siap menjadi ujung tombak percepatan penurunan stunting di Jawa Barat. Terlebih Jawa Barat sudah mendeklarasikan diri untuk terbebas dari stunting pada 2023 mendatang. “Duta Stunting ini ambigu. Seolaholah dutanya juga stunting, padahal tidak. Nah, ini saya kira sangat tepat. Duta Penurunan Stunting. Tentu kami semua siap menggerakkan segenap potensi untuk mempercepat penurunan stunting di Jawa Barat. Kita sudah bertekad menuju zero stunting pada 2023. Jabar Juara Zero Stunting!” tandas Atalia. n NJP


WARTA JABAR

REKOR MURI Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menerima piagam Rekor MURI atas capaian pendataan keluarga yang berhasil menyasar pimpinan daerah secara serentak.

BKKBN Luncurkan Hasil Pendataan Keluarga 2021

Satu Data Pembangunan Keluarga Tuntas sudah pekerjaan rumah BKKBN untuk menjalankan salah satu amanat undang-undang. Setelah tertunda akibat pandemi Covid-19, Pendataan Keluarga (PK) 2021 akhirnya terlaksana dengan baik. Kepala BKKBN Hasto Wardoyo meluncurkan hasil PK 2021 secara serentak pada 4 November 2021. Jawa Barat berhasil menorehkan prestasi dengan ditetapkannya sebagai pemerintah daerah dengan dukungan terbaik pada kegiatan PK 2021.

Pada mulanya, BKKBN mengagendakan PK pada 2020 lalu. Segenap sumber daya dikerahkan untuk menyukseskan agenda lima tahunan amanat Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga tersebut. Apa lacur, awal 2020 lalu Covid-19 menerjang seantero Republik. Sejumlah agenda utama BKKBN mengalami penyesuaian. PK pun baru bisa dihelat setahun kemudian. PK 2020 pun sertamerta bermutasi menjadi PK 2021. Pendataan dilakukan secara serentak mulai 1April dan berakhir 31 Mei 2021. Di tingkat nasional, pelaksanaan pendataan mengalami perpanjangan waktu sampai 6 Juli 2021. Sementara Jawa Barat berhasil menyelesaikan pendataan tepat waktu. Hasilnya, hampir seluruh keluarga terdata. Dari perkiraan awal 13.394.052 keluarga, PK 2021 berhasil mendata 13.283.382 keluarga atau mencapai 99,17 persen. NOMOR 43 TAHUN 2022 •

Warta Kencana

31


WARTA JABAR

Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Wahidin menjelaskan, secara keseluruhan pendataan bisa terlaksana di seluruh desa dan kelurahan di Jawa Barat dan lebih dari 99 persen rukun warga (RW) atau dusun dan rukun tetangga (RT). Rinciannya, terdiri atas 27 kabupaten dan kota, 627 kecamatan, 5.957 desa atau kelurahan, 51.841 RW atau dusun (99,90 persen), dan 202.635 RT (99,65 persen). “Melalui hasil PK 2021 ini kita bisa mengetahui situasi terkini terkait kondisi keluarga Jawa Barat, baik dari sisi kesertaan ber-KB maupun data lain yang terkait dengan pembangunan keluarga. PK juga menghasilkan indeks pembangunan keluarga (iBangga) yang di dalamnya memuat tiga varibel, meliputi dimensi kententeraman, kemandirian, dan kebahagiaan. Melalui hasil PK juga kita bisa memetakan keluarga berisiko stunting,” terang Wahidin saat ditemui di kantornya belum lama ini. Lebih jauh Wahidin menjelaskan, hasil PK 2021 menunjukkan angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR) Jawa Barat terus menunjukkan tren positif. Berdasarkan hasil Survei Kinerja Akuntabilitas Progam (SKAP) 2019, TFR berada pada angka 2.52. Angkanya sedikit menurut menjadi 2.45 berdasarkan Indikator Kinerja Utama (IKU) 2020. Nah, hasil PK 2021 menunjukkan TFR turun menjadi 2.3. Bahkan, angkanya turun lagi menjadi 2.1 pada 2022 ini.

berdasarkan IKU 2020 dan terus menurun menjadi 21.4 pada PK 2021. Penurunan terus berlanjut menjadi 21 pada 2022.

PK juga menghasilkan indeks pembangunan keluarga (iBangga) yang di dalamnya memuat tiga varibel, meliputi dimensi kententeraman, kemandirian, dan kebahagiaan. Wahidin

Kepala BKKBN Jawa Barat

Meski menunjukkan tren positif, namun penurunan TFR Jawa Barat masih kalah moncer dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tiga tetangga di Pulau Jawa tersebut berhasil mencatat TFR masingmasing 2.21, 2.09, dan 1.91. TFR Jabar juga masih lebih tinggi dari rata-rata TFR nasional sebesar 2.24. Secara keseluruhan, TFR paling tinggi masih didominasi kawasan Indonesia Timur seperti Nusa Tenggara Timur dan Maluku, masing-masing 2.9 dan 2.96. Adapun DIY dan Bali menjadi dua provinsi dengan TFR di bawah 2, yakni 1.91 dan 1.98. Tren positif juga tampak pada penurunan angka kelahiran remaja atau usia 15-19 tahun (age spesific fertility rate/ASFR) 15-19. SKAP 2019 lalu masih mencatat ASFR 15-19 Jabar pada angka 36. Angkanya menurun drastis menjadi 22.7 Wapres membuka Rakornas Percepatan Penurunan Stunting yang dilaksanakan daring dalam rangka membangun komitmen bersama dan meningkatkan koordinasi pada 2324 Agustus 2021.

32 Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022

Berbeda dengan angka kelahiran, median usia kawin pertama (UKP) Jawa Barat menunjukan adanya fluktuasi. SKAP 2019 mencatat median UKP sebesar 18,8 tahun. Angka naik menjadi 20 pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020 dan kembali turun berdasarkan hasil PK 2021 menjadi 19,8 tahun. Nah, pada 2022 ini meroket menjadi 21 tahun. Secara nasional, median UKP Jabar terjerembab di tiga terbawah. Jawa Barat hanya lebih baik dari Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan yang sama-sama mencatat 19,7 tahun. Kontras dengan TFR, NTT berhasil mencatatkan median UKP tertinggi 23,3 tahun, diikuti Kepulauan Riau dan DIY sebesar masing-masing 23,1 dan 22,9. Adapun median UKP nasional moderat pada angka 20,7 tahun. Fluktuasi juga tampak pada kesertaan ber-KB kontrasepsi modern (mCPR) di Jawa Barat. Data SKAP 2019, IKU 2020, dan PK 2021 menunjukkan angka naik-turun. Berdasarkan SKAP 2019, mCPR Jabar sebesar 57 persen. Prevalensi naik menjadi 60,2 persen pada IKU 2020 dan kembali turun berdasarkan PK 2021 menjadi 58,9 persen. Yang menarik, angkanya meroket menjadi 63,7 persen pada 2022. Dilihat dari sebarannya, mCPR Jabar terbilang kontras. BKKBN melakukan uji coba aplikasi Elsimil di 10 provinsi, termasuk Desa Babakanjaya Kec. Parungkuda Kab. Sukabumi, Jawa Barat, pada 14 September 2021.


WARTA JABAR

Kabupaten Sumedang yang berhasil mencatatkan raihan mCPR tertinggi sebesar 72,60 persen. Sementara Kota Bekasi di posisi bontot hanya mampu mencatatkan diri 44,70 persen. Dari 27 kabupaten dan kota, terdapat lima kabupaten dan kota yang tak berhasil menembus angka prevalensi di atas 50 persen. Kelima daerah tersebut terdiri atas Indramayu (49,40 persen), Kota Cirebon (48,50 persen), Kota Depok (47,60 persen), Kabupaten Bekasi (46,30 persen), dan Kota Bekasi. Prevalensi mCPR di atas tampaknya linier dengan jumlah pasangan usia subur (PUS) yang belum terlayani (unmetneed). Kota Bekasi misalnya. Daerah yang berbatasan langsung dengan ibu kota ini tercatat memiliki

KONTRASEPSI MODERN Seorang pria saat menjalani vasektomi (MOP). Vasektomi merupakan salah satu kontrasepsi modern dalam indikator pendataan keluarga.

unmetneed 26,4 persen. Dengan angka ini, dapat dibaca bahwa dari empat orang PUS terdapat satu di antaranya yang tidak ber-KB. Terbilang kontras untuk Kota Bekasi yang nota bene sangat dekat dengan fasilitas pelayanan kesehatan. Rupanya, kecenderungan serupa juga berlaku untuk tetangga Kota Bekasi, seperti Kota Depok dan Kaupaten Bekasi serta dua kota lainnya: Kota Cirebon dan Kota Bogor. Empat daerah tersebut mencatat unmetneed masing-masing 25,3 persen, 24,1

persen, 23,9 persen, dan 21,9 persen. Jumlah tersebut jauh di atas angka rata-rata unmetneed Jawa Barat sebesar 16 persen. Apalagi jika dibandingkan dengan angka Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung. Dua daerah ini berhasil mencatat unmetneed masing-masing 8,5 persen dan 10,8 persen. Bahkan, Sumedang menjadi satu-satunya daerah yang berhasil melampui angka psikologis 10 persen. Di samping itu, PK 2021 mencatat peserta KB Jawa Barat masih berkutat pada kontrasepsi jangka pendek. Hal ini terungkap dari kesertaan KB metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) hanya tak sampai 20 persen. Disparitas peserta aktif MKJP ini terlihat dari rentang daerah tertinggi dengan terendah. Kota Bandung

Pemerintah Provinsi Jawa Barat menerima penghargaan secara virtual dari Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam Pelayanan KB Serentak Sejuta Akseptor pada 27 September 2021.

Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhaul Ulum menerima penghargaan Pendataan Keluarga 2021 dengan Kategori “Dukungan Pemerintah Terbaik” dari BKKBN pada 5 November 2021.

NOMOR 43 TAHUN 2022 •

Warta Kencana

33


WARTA JABAR

yang tercatat raihan terbaik MKJP berhasil menjadikan 36,3 peserta aktif KB menggunakan MKJP. Sebaliknya, Kabupaten Bogor yang mencatat raihan MKJP paling jeblok hanya berhasil mendorong partisipasi MKJP sebesar 10,5 persen. Selain Kabupaten Bogor, capaian kurang menggembirakan juga tampak di Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Tasikmalaya. Untuk lima kabupaten zona rendah ini capaian MKJP tak sampai menyentuk angka 15 persen. Sementara itu, Kota Cimahi dan Kota Cirebon sukses menemani Kota Bandung sebagai daerah dengan persentase MKJP di atas 30 persen.

Keluarga Berisiko Stunting Lebih dari sekadar data reguler kesertaan ber-KB, PK 2021 berhasil memetakan keluarga perpotensi risiko stunting. Risiko ini ditinjau dari dua indikator. Pertama, keluarga sasaran berstatus PUS hamil. Kedua, keluarga sasaran tetapi tidak berstatus PUS hamil, maka minimal salah satu variabel penapisan terpenuhi (keluarga prasejahtera, fasilitas lingkungan tidak sehat, pendidikan ibu rendah, PUS 4 Terlalu). “Keluarga merupakan sasaran potensi risiko stunting, jika memiliki anak baduta dan balita, berstatus PUS, dan berstatus PUS hamil. Hasil PK 2021 meunjukkan

keluarga berisiko stunting berkisar pada angka 48,89 persen,” ungkap Wahidin. Dari 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat, BKKBN mencatat lima daerah dengan risiko tertinggi dan lima terendah. Lima daerah dengan keluarga berisiko stunting tertinggi terdiri atas Kabupaten Cianjur (54,19 persen), Kabupaten Bogor (53,84 persen), Kabupaten Garut (53,26 persen), Kabupaten Bandung (52,83 persen), dan Kaupaten Bandung Barat (51,81 persen). Adapun lima daerah dengan persentase risiko terendah terdiri atas Kota Banjar (38,65 persen), Kabupaten Subang (41,82 persen), Kota Cirebon (41,98 persen), Kabupaten Ciamis (42,16 persen), dan Kabupaten Pangandaran (42,93 persen). Keluarga risiko stunting berdasarkan hasil PK 2021 menunjukkan kecenderungan yang sama dengan angka stunted berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021. Lima daerah dengan stunted tertinggi menurut SSGI 2021 meliputi Kabupaten Garut, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kota Cirebon, dan Kabupaten Bandung Barat. “Data hasil PK 2021 sangat penting bagi pembangunan, termasuk di Jawa Barat. Salah satunya untuk memperkuat intervensi pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah. Data tersebut dapat diketahui dan dimanfaatkan oleh seluruh stake holders, baik pemerintah maupun pihak terkait lainnya sebagai basis data untuk menentukan sasaran intervensi BKKBN Jawa Barat meraih Penghargaan Keterbukaan Informasi Publik “INFORMATIF” dengan nilai 97,06 untuk PPID Pelaksana Tingkat Perwakilan BKKBN Provinsi.

34 Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022

program,” terang Wahidin. “Data itu sangat terkait dengan kebutuhan di dalam mengidentifikasi keluarga berisiko stunting. Kami akan membantu dalam mencerna data kemudian menganalisis data, siapa di wilayah itu yang memiliki keluarga berisiko melahirkan anak stunting,” tambah Wahidin mengutip Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam launching hasil PK 2021. Lebih jauh Wahidin menjelaskan, PK menghasilkan satu data keluarga yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk memetakan daerah di wilayahnya yang berpotensi stunting. Hal tersebut dapat dilakukan karena PK mampu memetakan keluarga sasaran yang berisiko melahirkan anak dalam keadaan stunting seperti keluarga sasaran dengan penapisan keluarga prasejahtera, sanitasi, akses air bersih, rumah tidak layak huni dan pendidikan ibu yang rendah. Wahidin berharap melalui data yang terkumpul pemerintah daerah dapat segera memetakan permasalahan yang ada di daerah masing-masing yang berkaitan dengan keluarga dan kesehatan keluarga khususnya dalam pencegahan stunting. “Gunakanlah data ini di dalam perencanaan pembangunan daerah masingmasing. Serta memetakan permasalahan yang ada di daerah yang kaitannya dengan keluarga, kesehatan keluarga, khususnya stunting,” ujar dia. n NJP

Sosialisasi Penguatan PK dan Kelompok Sasaran Program Bangga Kencana bersama anggota Komisi IX DPR RI Netty Heryawan di Aula Islamic Center Indramayu pada 18 Desember 2021.


WARTA KHUSUS

JAWA BARAT ADALAH TANTANGAN Lebih Dekat dengan Wahidin, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat

PESAN GASPOL Kepala BKKBN Jabar Wahidin usai dikukuhkan Gubernur Jabar Ridwan Kamil. Wahidin mendapat pesan khusus untuk langsng gaspol bekerja.

Satu tahun sudah Wahidin menjadi nakhoda BKKBN Jawa Barat. Pria kelahiran Kebumen, Jawa Tengah, ini resmi dilantik Kepala BKKBN Hasto Wardoyo di Jakarta, Rabu, 3 Maret 2021. Hampir dua bulan kemudian, 30 April 2021, Wahidin kemudian dikukuhkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Gedung Negara Pakuan. Pesan Gubernur sangat terang, “Langsung Gaspol!”

NOMOR 43 TAHUN 2022 •

Warta Kencana

35


WARTA KHUSUS

M

ohon untuk gaspol saja, karena ini cuma seremoni. Langsung ngabret saja apa yang tadi saya titipkan,” kata Kang Emil, sapaan Gubernur Ridwan Kamil. Kang Emil mengatakan, saat ini angka kelahiran di Jabar masih tinggi. Sementara jumlah penduduk Jabar juga tertinggi di Indonesia. Situasi tersebut berpotensi overpopulasi. “Dalam teori perencanaan pembangunan sumber masalah itu adalah overpopulasi. Pada saat mereka dewasa akan berebut sumber daya karena hakikatnya pembangunan itu tidak bisa dihentikan, yang bisa itu dikendalikan,” imbuhnya. Bagaimana tanggapan Wahidin atas pesan Gubernur Emil? “Bagi saya ini tantangan. Kebetulan saya sejak kecil menjalani hidup yang penuh tantangan. Saya bismillah menjalani amanah ini,” ungkap Wahidin saat ditemui di ruang kerjanya beberapa waktu lalu. “Menjadi tantangan karena selain memiliki jumlah penduduk paling banyak, sekitar 18 persen dari total penduduk Indonesia, Jawa Barat masih menyisakan TFR (total fertilit rate) yang relatif sudah memasuki fase yang sulit diturunkan. TFR 2.4 itu sudah cenderung dekat ke 2.1 sebagaimana menjadi target BKKBN. Nah, menurunkan 0.3 ini bukan perkara mudah. Tentu, bukan berarti tidak mungkin. Saya optimistis,” tambah Wahidin. Salah satu pemicunya adalah ketika Wahidin melihat betapa besarnya

komitmen kepala daerah di Jawa Barat terhadap program Bangga Kencana. Bahkan, Wahidin melihat komitmen itu bukan semata pepesan kosong. Komitmen benarbenar diwujudkan dalam bentuk kebijakan dan anggaran. Sebagai contoh, Jawa Barat saat tercatat menjadi satu-satunya provinsi yang menggelontorkan dana hibah bagi penggerakkan tenaga lini lapangan. Optimisme Wahidin kian membuncah saat dia melihat proporsi umur penduduk Jawa Barat yang didominasi usia produktif. Belum lagi keberadaan sejumlah lembaga pendidikan tinggi utama yang berdiri di Jawa Barat. Keberadaan perguruan tinggi-perguruan tinggi terkemuka menjadi potensi kerjasama pengembangan hasil riset bagi pembangunan keluarga maupun kependudukan dan keluarga berencana atau Bangga Kencana. “Komitmen kepala daerah sangat bagus. Termasuk Ketua Tim Penggerak PKK. Komitmennya sangat luar biasa. Kita akan saling support. Demikian juga dengan kaupaten/kota. Komitmen bukan hanya tataran wacana, melainkan sudah praktis,” tegas Wahidin. Lalu, bagaimana cara Wahidin menjawab tantangan Jawa Barat? Selain aktif dalam percepatan penurunan stunting yang sudah menjadi tugas khusus Presiden, Wahidin mengaku akan fokus pada domain utama BKKBN dalam upaya pengendalian penduduk. Caranya dengan optimalisasi pemanfaatan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Pilihannya Deputi Adpin BKKBN Sukaryo Teguh Santoso pada Saresehan Hasil Pendataan Keluarga 2021 tingkat Jawa Barat pada 23 November 2021 di Kabupaten Pangandaran.

36 Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022

jatuh kepada implan. “Mengapa implan karena itu tadi jangka panjang. Yang kedua, implan diminati di Jawa Barat. Sebagian masyarakat Jawa Barat juga terbilang sensitif untuk urusan kontrasepsi. IUD misalnya, untuk pemasangannya terpaksa membuka aurat. Jadi memang ada sebagian masyarakat Jawa Barat yang keberatan. Sementara implan kan tidak, walaupun tetap jangka panjang. Dan, implan sekarang itu hanya satu batang. Kalau dulu tiga batang. Peminat implan cukup tinggi,” kata Wahidin. Meski begitu, Wahidin menekankan bahwa prinsip kontrasepsi itu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menentukan pilihannya. Dia memastikan bahwa semua kontrasepsi pada dasarnya bagus. Yang penting adalah penyesuaian dengan tujuan penggunaan kontrasepsi. Apakah tujuannya menunda, menjarangkan, atau mengakhiri. Kalau tujuannya mengakhiri, maka pilihannya menggunakan MKJP. Cara lain yang ditempuh adalah redistribusi suntik. Jika sebelumnya suntik hanya didistribusikan kepada fasilitas kesehatan, Wahidin ingin mendorong agar suntik turut didistribusikan kepada bidan praktik mandiri. Tentu diawali dengan registrasi penerima. “Harapannya karena kontrasepsinya sudah gratis, paling tidak jika harus menarik biaya dari pasien kan tinggal jasanya. Setidaknya tidak terlalu mahal,” kata Wahidin. BKKBN RI bersama Klub Gowes Kesehatan Indonesia mengampanyekan cegah stunting melalui kegiatan gowes dari Jakarta ke Bandung pada 11-12 Desember 2021.


WARTA KHUSUS

Bidang Pemanfaatan dan Evaluasi BKKBN Provinsi Jambi, Kepala Bidang Program dan Kerjasama BKKBN, dan berakhir sebagai Kepala Bagian Humas BKKBN. Rupanya, perjalanan panjang karir itulah yang membuat Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menugaskannya ke Jawa Barat. Hasto yakin pengalaman, jam terbang, kemampuan, dan dedikasi Wahidin mampu melanjutkan upaya pendahulunya dalam mengatasi permasalahan di Jawa Barat.

Target lain adalah mendongkrak usia kawin pertama bagi perempuan. Wahidin meyakini bahwa salah satu pemicu tingginya angka kelahiran karena pernikahan usia muda. Belum lagi risiko kesehatan, termasuk bayi lahir stunting, akibat belum matangnya organ reproduksi. “Di zaman medsos ini kita harus terlibat aktif mengampanyekan program melalui medsos. Termasuk di antaranya ‘melawan’ kampanye-kampanye nikah muda yang belakangan muncul. BKKBN ingin berkolaborasi dengan kaum milenial, terutama para influencer, untuk bersama-sama mendorong pendewasaan usia perkawinan,” imbuh Wahidin.

Transformasi Penyuluh KB Langkah yang diambil Wahidin rupanya tak lepas dari perjalanan kariernya selama ini. Sebelum ke Jawa Barat, Wahidin merupakan Direktur Bina Penggerakkan Lini Lapangan BKKBN. Jabatan yang diembannya sejak Agustus 2017 lalu. Meski begitu, Wahidin bukan kali pertama memimpin BKKBN provinsi. Promosi perdananya sebagai pejabat tinggi pratama atau eselon II pada 2016 adalah Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi

FAMILY MAN Kepala BKKBN Jawa Barat Wahidin bersama istri. Wahidin mengaku sosok yang senantiasa dekat dengan keluarga.

Bengkulu. Tak sampai setahun, Wahidin kemudian kembali ke Jakarta untuk mengemban tugas baru sebagai Kepala Biro Kepegawaian BKKBN. Wahidin memulai karir kepegawaiannya dengan menjadi penyuluh keluarga berencana (PKB) pada 1992 silam. Delapan tahun berselang, peraih gelar Magister Kesehatan Masyarakat dari Universitas Gadjah Mada (UGM) ini lantas promosi menjadi Kepala Urusan Rumah Tangga dan Surat Menyurat. Setahun kemudian kembali mendapat promosi menjadi Kepala Seksi Peningkatan Partisipasi Pria sebelum kemudian bergeser menjadi Kepala Seksi Pelaporan dan Statistik pada 2004 dan Kepala Sub Bagian Tata Usaha pada 2008. Pada tahun yang sama, Wahidin naik menjadi pejabat administrator atau eselon III sebagai Kepala Bidang Supervisi. Tour of duty Wahidin sebagai pejabat eselon III berlanjut dengan menjadi Kepala Bidang Pelatihan dan Pengembangan BKKBN Provinsi Jambi, Kepala

“Berbekal kemampuan, pengalaman, jam terbang, dedikasinya Kaper baru ini akan memberikan dorongan lebih dari capaian yang telah ditorehkan Kaper sebelumnya. Jawa Barat memiliki sejumlah pekerjaan rumah cukup besar,” ungkap Hasto usai pelantikan. Hasto menilai Jawa Barat merupakan daerah dengan populasi terbesar dengan potensi tertinggi yang berpeluang besar mendapatkan bonus demografi tinggi. Meski begitu, di balik berbagai potensinya, Jabar juga memiliki masalah rumit dan harus diatasi secara bijak. “TFR masih tinggi, pernikahan usia dini, perceraian, hingga stunting menjadi pekerjaan rumah yang menanti. Perlu adanya kerja keras dari seluruh pihak di bawah nakhoda Kaper baru. Meski begitu, berbagai macam potensi seperti tingginya bonus demografi menjadi hadiah besar jika permasalahan tersebut dapat di taklukan,” jelasnya. “Saya juga berharap, di bawah komando kaper baru, BKKBN Jabar dapat memecahkan, mengatasi, dan menyelesaikan tantangan berat yang dihadapi. Juga, mampu melanjutkan tinta emas yang sudah ditorehkan kepala perwakilan sebelumnya,” tutupnya. n NJP

NOMOR 43 TAHUN 2022 •

Warta Kencana

37


OPINI

Nilai Keluarga dan Budaya dalam Pengelolaan Informasi Kesehatan: Problem dan Tantangan Pengantar untuk buku Bunga Rampai Bangga Kencana: Perspektif dan Penelitian

P

engelolaan informasi kesehatan, termasuk pengumpulan data lewat penelitian dan kampanye atau penyebaran informasi kesehatan haruslah memperhatikan nilai-nilai (budaya) yang hidup dalam keluarga, dan masyarakat untuk mencapai hasil yang optimal. Informasi kesehatan yang diyakini akan memajukan masyarakat berdasarkan buktibukti ilmiah sekali pun harus mempertimbangkan kaitan antara budaya dan kesehatan (Mulyana, 2016; Mulyana & Sulaeman, 2016; Mulyana et al., 2019, 2020; Mulyana & Ganiem, 2021). Selanjutnya, kemajuan pembangunan keluarga dan kependudukan memerlukan pertimbangan kearifan lokal di masyarakat. Obat terbaru, termasuk vaksin untuk menangkal COVID-19 misalnya, alat kesehatan ataupun jasa (informasi) kesehatan adalah pesan komunikasi yang harus dikompromikan dengan nilai-nilai budaya yang dianut masyarakat bersangkutan, agar pesan tersebut diterima dan dipatuhi masyarakat.

Sebagian masyarakat Indonesia masih belum melek informasi. Ironisnya, kita sudah memasuki era digital yang menjadikan dunia tanpa batas, dan menuntut sikap mental baru untuk memanfaatkan teknologi digital sebagai upaya alternatif dan inovatif untuk membangun kesehatan masyarakat. Meskipun negara kita sudah terkena imbas teknologi komunikasi yang masif, masih banyak pulau, desa, dan wilayah terpencil yang masih tradisional dan masih menganut kepercayaan dan nilai budaya yang menghambat penyebaran informasi kesehatan yang dilakukan oleh agen-agen pembangunan agar masyarakat di seluruh pesok Tanah Air maju, sehat dan sejahtera, dan terdorong untuk berpartisipasi dalam pembangunan kesehatan. Kalaupun sebagian penduduk di perdesaan sudah mampu membeli dan menggunakan telepon pintar dan sinyalnya tersedia, mereka menggunakan alat tersebut sekadar untuk hiburan dan memperluas pertemanan, tanpa memanfaatkannya secara maksimal. Belum lagi

38 Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022

tantangannya adalah bagaimana kita bisa menangkal hoaks yang bertebaran di dunia virtual. Contoh nyata adalah hoaks tentang Pandemi COVID-19. Sebagian orang menganggapnya bohong, sehingga mereka lengah, terlambat dibawa ke rumah sakit, hingga akhirnya wafat karena keterlambatan perawatan.

Budaya dan Kesehatan Beberapa kendala budaya terhadap penerimaan dan penggunaan informasi kesehatan oleh masyarakat berkaitan dengan kepercayaan dan nilai budaya mereka, sebagian merupakan mitos, yang tidak kondusif bahkan kontra-produkif bagi upaya untuk memajukan kesehatan mereka. Ada satu contoh lama mengenai bagaimana budaya menjadi kendala dalam pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan. Ketika suatu organisasi perencana komunikasi di Jawa Tengah (YIS) hendak mengajarkan teknik-teknik menghadapi bencana alam, mereka mengujicobakan


OPINI

Deddy Mulyana

Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran

gambar-gambar yang akan digunakan. Anehnya, masyarakat tidak memperhatikan apa yang seharusnya diperhatikan. Rupanya mereka tidak memahami perspektif. Seorang perempuan menggugat bagaimana mungkin orang bertubuh besar (di bagian depan gambar) bisa memasuki rumah berukuran kecil (gambar rumah yang menjadi latar belakang). Seorang pemimpin tradisional bahkan menyatakan bahwa yang ada dalam gambar itu adalah setan (Rakhmat, 2006). Contoh lain, suatu kampanye Keluarga Berencana (KB) di suatu daerah di Indonesia pernah gagal karena keluarga kecil yang ditampilkan pada baliho yang mempromosikan KB berpenampilan atau berbusana necis seperti orang kota, bukan seperti orang desa berbusana sederhana yang lugu dan umumnya miskin. Contoh lain, warga di Kecamatan Pagimana, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, lazim meminum air mentah. Mereka menamainya air hidup. Mereka mempercayai air matang, yang mereka namai air mati, sebagai tidak enak dan

tidak segar. Penyuluh kesehatan di daerah itu menganggap kepercayaan itu sebagai kendala yang harus diatasi, karena kebiasaan tersebut dapat menyebabkan penyakit diare yang merenggut korban jiwa di kalangan warga (Suartika, 2000). Kepercayaan-kepercayaan seperti itu boleh jadi masih kita temukan pada masyarakat di berbagai pelosok di Tanah Air, terutama di daerah terpencil dan pedalaman. Untuk mencegah anak menderita stunting, masih banyak ibu-ibu di perdesaan yang belum memahami pentingnya mengonsumsi makanan dan minuman yang sehat dan murah, bahkan meski mereka berkecukupan secara ekonomi. Misalnya, ibu-ibu enggan makan ikan, baik pada masa kehamilan ataupun sesudah melahirkan, karena mereka khawatir bayi-bayi mereka akan berbau amis. Bahkan pantangan makan ikan di kalangan ibu-ibu hamil atau yang baru melahirkan juga ditemukan di kalangan ibuibu berpendidikan sarjana yang menyusui di daerah perkotaan (Nuraini, 2017).

Strategi Diseminasi Informasi Pemerintah pusat, pemerintah daerah dan lembaga-lembaga kesehatan terkait di seluruh wilayah Indonesia (Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, BKKBN, Puskesmas, dsb.) perlu melakukan pengelolaan informasi dan penyebarannya dengan mempertimbangkan kepercayaan dan nilai budaya yang dianut masyarakat. Mereka harus memilah-milah kepercayaan dan nilai budaya mana yang mendukung pembanguan kesehatan dan mana yang menghambatnya. Hanya kepercayaan dan nilai budaya lokal yang positiflah yang disebut kearifan lokal. Contohnya adalah penggunaan obat herbal alamiah dan murah untuk mencegah berbagai penyakit dan meningkatkan imunitas tubuh, seperti dengan mengkonsumsi bawang putih, kunyit, jahe, daun salam, dsb. Namun para agen pembaharu perlu melakukan pembangunan kesehatan masyarakat itu secara

NOMOR 43 TAHUN 2022 •

Warta Kencana

39


OPINI

modern, lewat pengadaan perangkat komunikasi yang berbasis komputer, termasuk internet, database yang lengkap tentang kesehatan dan keadaan sakit warganya dan karakteristik sosiobudaya masyarakatnya yang mempengaruhinya. Pemanfaatan media sosial, termasuk Facebook atau Instagram perlu terus dimaksimalkan. Ini berarti bahwa mereka yang bertugas mengelola dan menyebarkan informasi kesehatan haruslah orang-orang yang terampil dalam mengolah data masyarakat, termasuk lewat media sosial. Untuk itu, dibutuhkan kerjasama antarlembaga kesehatan, bahkan dengan lembaga pendidikan, BUMN dan dengan lembaga swasta yang ingin menjalankan corporate social responsibility mereka dengan berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat. Penelitian, lokakarya, dan penerbitan buku yang dilakukan BKKBN Jawa Barat dan Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad, seperti penerbitan buku ini, merupakan kerjasama yang perlu diapresiasi, dan dicontoh provinsiprovinsi lain, dan terus digalakkan demi kemajuan masyarakat kita.

KIE KELOMPOK Penyuluh KB menjelaskan kontrasepsi IUD kepada kelompok warga di Sukabumi. Komunikasi perlu mempertimbangkan aspek budaya masyarakat setempat.

Pemerintah pusat (Kementerian Kesehatan), pemerintah daerah beserta lembaga terkait lainnya perlu merekrut orang-orang yang profesional dalam bidangnya. Bukan hanya tenaga kesehatan yang dibutuhkan, melainkan juga ahli-ahli komunikasi, antropolog, sosiolog, peneliti, ahli desain grafis, ahli statistik, ahli komputer/ informatika, ahli teknologi digital, dsb. Ahli-ahli komunikasi harus terampil berkomunikasi dengan masyarakat dalam berbagai konteks komunikasi: termasuk komunikasi publik, komunikasi kelompok, dan komunikasi massa (seperti menyusun press release, memberikan bantahan ke media massa, wawancara di media elektronik, dsb.). Infografis dan video yang efektif perlu dibuat oleh ahlinya agar mudah dicerna masyarakat. Ahli riset dan ahli statistik juga penting untuk menganalisis data penelitian yang

40 Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022

diperoleh dari masyarakat untuk dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Selain berbahasa nasional dengan baik, para kader dan penyuluh di lapangan juga perlu menguasai bahasa lokal di tempat mereka bertugas agar mereka mampu berkomunikasi efektif dengan penduduk lokal. Pentingnya penggunaan bahasa lokal dalam mengampanyekan protokol kesehatan untuk mengatasi Pandemi COVID-19 misalnya, didukung oleh bukti tentang keefektifan komunikasi serupa di negara-negara yang multietnik. Seperti dinyatakan Coleman (2020), penggunaan bahasa Fufulde dalam kampanye kesehatan untuk mengatasi wabah kolera di wilayah utara Kamerun di Afrika Tengah beberapa waktu lalu ternyata lebih efektif daripada penggunaan bahasa Prancis sebagai bahasa resmi negara yang tidak dipedulikan warga. Bahasa lokal tersebut membuat warga paham untuk menerapkan protokol kesehatan supaya terhindar dari wabah kolera. Sejalan dengan itu, penggunaan delapan bahasa lokal


OPINI

untuk mencegah COVID-19, tanpa serapan bahasa Inggris, lebih mudah dimengerti warga Sabah, Malaysia. Pedoman tertulis itu merupakan kerjasama Universiti Malaysia Sabah dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Maka jika tim kesehatan kita kredibel dan padu, dan memahami kepercayaan dan nilai budaya masyarakat, informasi yang cermat dan bermanfaat akan diterima dengan baik oleh pihak-pihak yang berkepentingan; proyek diseminasi informasi kesehatan pun berjalan lancar dan efisien. Lebih dari itu, akan tumbuh juga rasa kebersamaan dan tanggung jawab di antara para ahli dan para tenaga penyuluh ini untuk membangun bidang kesehatan di negara kita. Penggunaan bahasa yang tepat penting agar para penyuluh kesehatan diterima masyarakat. Ali Baziad (2021) yang Guru Besar FKUI pernah menulis, terdapat ibu-ibu yang tidak bersedia ber-KB karena para mahasiswa kedokteran yang ia bimbing menggunakan istilah sterilisasi yang ditafsirkan ibu-ibu sebagai pengebirian (yang dianggap menurunkan gairah seks) ketika para mahasiswa menangani ibu-ibu tersebut. Setelah Prof. Baziad turun tangan sendiri dan mengatakan ”bukan disteril tetapi kedua saluran telur diikat,” ibu-ibu akhirnya mau mengikuti metode KB tersebut. Penelitian kuantitatif dan kualitatif perlu dilakukan bersama-sama oleh para peneliti dengan perspektif teoretis berbeda namun saling melengkapi untuk menafsirkan data dari lapangan. Dewasa ini penelitian kuantitatif dengan analisis statistik inferensial memang lebih lazim dalam meneliti kesehatan masyarakat. Kecenderungan ini disebabkan dominannya perspektif biomedis yang dianut lembaga kesehatan

pemerintah dan lembaga pendidikan yang mengajarkan berbagai disiplin kesehatan. Namun penelitian kualitatif dengan perspektif interpretif (induktif) dan perspektif kritis, seyogianya lebih ditingkatkan pada masa mendatang, mengingat masih kentalnya nilai-nilai budaya masyarakat yang tidak selalu sejalan dengan logika ilmiah. Seperti yang dinyatakan Cegala (2005), walaupun informasi biomedis penting untuk membuat diagnosis yang akurat, itu bukan satu-satunya informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan medis yang tepat bagi pasien. Seorang pasien yang kondisinya kronis tidak hanya menderita secara fisik, tetapi juga secara psikis yang dipengaruhi pengalaman hidupnya terkait dengan penyakitnya. Menurut Cegala, jika dokter sekadar mengumpulkan informasi tentang penyakit pasien namun bukan keadaan sakitnya, yakni tanpa memahami konteks (sosial-budaya) lebih luas yang mempengaruhi problem kesehatan pasien, kemungkinan besar informasi yang sangat penting akan hilang dan kecermatan diagnosis dan rencana perawatan akan membahayakan. Intinya, dokter seyogianya mempertimbangkan aspek

...terdapat ibu-ibu yang tidak bersedia ber-KB karena para mahasiswa kedokteran yang ia bimbing menggunakan istilah sterilisasi yang ditafsirkan ibu-ibu sebagai pengebirian (yang dianggap menurunkan gairah seks) ketika para mahasiswa menangani ibu-ibu tersebut.

biologis, psikologis dan budaya pasien. Dalam kaitannya dengan penyebaran informasi kesehatan kepada masyarakat, pertanyaan kunci yang perlu diajukan, misalnya: Apa yang mereka ketahui tentang informasi kesehatan yang akan disebarkan? Mengapa mereka enggan menggunakan berbagai informasi yang berharga untuk kemajuan dan kesejahteraan mereka? Dan, apa pendapat mereka tentang pentingnya informasi kesehatan bagi peningkatan kehidupan mereka? Makna simbolik apa yang terdapat pada informasi kesehatan, inovasi kesehatan, dan teknologi komunikasi (digital) untuk pembangunan kesehatan yang telah dan akan digunakan? Adakah nilai-nilai pribadi, keluarga, kelompok, komunitas (desa atau kampung), agama, dan budaya yang mendukung atau menghalangi penerimaan dan pelaksanaan pesan yang disosialisasikan. Pengenalan sistem nilai yang dianut masyarakat lokal ini penting dipahami sebagai dasar pengetahuan untuk menerapkan strategi komunikasi yang sesuai untuk mensosialisasikan informasi kesehatan. Harus diingat, kita tidak mungkin menerapkan suatu sistem strategi diseminasi informasi yang seragam di semua daerah di Indonesia. Diperlukan modifikasi dan cara penyebaran informasi yang sesuai dengan karakteristik budaya masyarakat yang bersangkutan. Misalnya bahasa lokal perlu digunakan penyuluh dalam rangka kampanye kesehatan di perdesaan, karena sangat mungkin sebagian warga tidak memahami bahasa Indonesia. Selain itu, ibu-ibu di suatu daerah boleh jadi masih menganut fatalisme, terlalu bergantung pada takdir Allah Swt, padahal agama juga menekankan ikhtiar manusia. Mereka mungkin

NOMOR 43 TAHUN 2022 •

Warta Kencana

41


OPINI

tidak terlalu tertarik pada informasi kesehatan dan inovasi kesehatan yang ditawarkan penyuluh. Mau berhasil hamil atau tidak atau anak menderita stunting atau tidak, terserah kepada takdir Tuhan, begitu mungkin pikir mereka. Komunikasi adalah motor penggerak keberhasilan pembangunan, termasuk dalam bidang kesehatan. Selain lewat jalur kelembagaan yang formal, sosialisasi perlu dilakukan dalam berbagai konteks komunikasi, dimulai dengan komunikasi massa (surat kabar lokal, radio lokal, televisi) dan atau media sosial, lalu diikuti dengan komunikasi kelompok (ceramah, diskusi, anjangsono) dan akhirnya komunikasi tatapmuka dengan melibatkan para pemuka pendapat (tokoh-tokoh masyarakat), terutama ulama, yang memberikan contoh teladan dengan menerapkan informasi yang diterima, dan mendorong masyarakat untuk melakukan hal serupa. Acara yang bersifat akrab dan informal, seperti anjangsono, tetap akan penting sampai kapanpun karena cara itu mepermudah penyamaan persepsi antara penyuluh dan masyarakat. Konteks komunikasi paling efektif

adalah komunikasi tatap muka (antarpribadi) jika tujuannya adalah untuk mengubah perilaku warga. Maka seluruh jajaran pemerintahan lokal (RT, RW dan desa, dsb.) perlu dilibatkan untuk mendorong usaha penyebaran informasi kesehatan lewat komunikasi antarpribadi ini. Kelambanaan kita untuk mencegah penyebaran COVID-19 terutama disebabkan pengabaian akan upaya tersebut. Dalam konteks Pandemi COVID-19, justru para pemimpin lokal itulah yang harus paling dulu dan paling rajin menerapkan Protokol Kesehatan seperti yang selalu ditekankan Pemerintah. Masyarakat kita adalah masyarakat yang paternalistik. Mereka mudah mencontoh kebiasaan yang dilakukan para pemimpinnya. Sasaran penting penyebaran informasi kesehatan seyogianya termasuk “generasi baru” dalam masyarakat. Taruhlah kita akan menyosialisasikan pendidikan seks secara konstruktif atau bahkan pengobatan murah (herbal). Penyebaran informasi dan pelatihan kesehatan lewat internet dan media sosial (blogs, e-learning, Instagram, webinar, dsb.) dan penggunaan inovasi teknologi kesehatan lainnya akan

lebih mudah ditanamkan pada orang-orang yang praktik dan cara belajarnya belum relatif lama seperti para remaja. Kebiasaan lama yang sudah mendarah daging memang sulit untuk diubah. Diseminasi informasi kesehatan ini perlu dilakukan secara terus menerus, dengan menggunakan berbagai sarana komunikasi, dan seperti yang saya singgung di muka, harus didukung sistem komunikasi modern yang dimiliki lembaga-lembaga kesehatan terkait, mulai dari Kementerian Kesehatan, BKKBN, dan unit-unit terkecil di bawahnya di provinsiprovinsi.

Penutup Banyak proyek masyarakat atau kegiatan pembangunan yang gagal, karena usahanya hanya sesaat, bukan usaha yang berkesinambungan. Padahal tujuan pembangunan kesehatan adalah perubahan sikap dan perilaku (unsur budaya nonfisik) yang biasanya membutuhkan waktu yang relatif lama karena sikap sebelumnya yang harus diubah juga sudah tertanam lama. Komunikasi yang baik antara agen pembaharu dengan masyarakat setempat dan dengan mempertimbangkan kepercayaan dan nilai budaya yang dianut masyarakat akan memudahkan usaha pembangunan kesehatan masyarakat. Dalam kaitan inilah, usaha diseminasi informasi kesehatan, pelatihan, dan publikasi seperti yang dilakukan BKKBN dan Fakultas Ilmu Keperawatan Unpad, termasuk penerbitan buku ini, perlu didukung oleh semua pihak. Saya berharap bahwa kerjasama antar lembaga ini, termasuk penerbitan buku ini, bukanlah yang terakhir. Semoga buku ini bermanfaat untuk semua pemangku kepentingan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia.(*)

42 Warta Kencana • NOMOR 43 TAHUN 2022




Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.