Warta Kencana Edisi #2 2010

Page 1

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010

1 1


d aftar isi

Menu Edisi Ini EDITORIAL Bukti Konkret Kepedulian KB

3

WAWANCARA WARTA KENCANA Media Advokasi Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Jawa Barat diterbitkan BKKBN Jawa Barat untuk keperluan penyebarluasan informasi dan kajian kependudukan dan keluarga berencana di Jawa Barat. Warta Kencana hadir setiap dua bulan. Redaksi menerima kiriman artikel, liputan kegiatan, dan foto kegiatan kependudukan atau keluarga berencana. Redaksi akan memprioritaskan kiriman dari daerah. Setiap pemuatan akan mendapatkan bingkisan menarik dari redaksi.

Jabar Butuh Daya Dukung Kependudukan

4

LAPORAN UTAMA Laksanakan UU 52/2009 Sekarang! SDM Kata Kunci Pembangunan 1 Dolar KB, Hemat 36 Dolar Pelayanan Sosial BKKBN Ingin Terus Tambah TPD Purwakarta Pelopor Perbup KB Indramayu Dukung UU 52/2009

7 10 11 14 15 15

Penasehat Kepala BKKBN Jawa Barat Drs. H. Rukman Heryana, MM Pengarah Drs. H. Saprudin Drs. E. Kusnaeli, M.Pd Dra. Ida Indrawati Dra. Tetty Sabarniati Drs. H. Yudi Suryadi Pemimpin Redaksi Drs. S. Teguh Santoso Tim Redaksi Advokasi dan KIE IPKB Jabar Editor Najip Hendra SP Fotografer Tim Advokasi dan KIE Kontributor Anggota IPKB Jawa Barat Sirkulasi/Pemasaran Tim Advokasi dan KIE Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 720 7085 Fax : (022) 727 3805 Email: kencanajabar@gmail.com Layout dan Percetakan Litera Media - 081320646821

2 2

LENSA Pencanangan Bakti TNI KB Terpadu Kodam III/Siliwangi 2010 Dialog Wakil Presiden

12 13

JURNAL Pangdam: KB Kunci Kesejahteraan Masyarakat Dua Hari, 71 Pria Cisewu Ikut KB

16 16

WACANA TPD dan Kepedulian Bekasi terhadap KB Korelasi KB dengan Kemiskinan Kebijakan Eceng Gondok dan PLKB

17 18 20

KONTRASEPSI Alat Kontrasepsi Dalam Rahim

22

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010


e ditorial

Bukti Konkret Kepedulian KB

P

erjalanan panjang program KB di negeri ini penuh dengan dinamika dan tantangan yang mewarnai pasang surutnya program. Sejarah mencatat, ketika bendera Orde Baru berkibar, program KB menjadi komitmen bersama dan rujukan dalam proses pembangunan bangsa. Hasilnya samasama kita ketahui bahwa program KB di Indonesia pada waktu itu menjadi program yang cukup membanggakan. Tidak heran apabila banyak negara sahabat berbondongbondong datang ke negeri ini untuk belajar dan melihat bagaimana program direncanakan, dipersiapkan, dan dilaksanakan. Seiring perubahan waktu, pemerintahan terus berganti. Setelah Orde Baru turun dari singgasana, di awal reformasi program KB cenderung stagnan. Pemerintahan waktu itu terkonsentrasi pada persoalan-persoalan politik. Akibatnya, laju pertumbuhan penduduk kembali meningkat. Baru pada dekade terakhir suarasuara menginginkan kembali program KB menjadi primadona dalam proses pembangunan keras terdengar. Pada hakekatnya tujuan diselenggarakannya program KB adalah sama, yakni me-manage dan mengendalikan pertumbuhan penduduk. Apapun strategi dan kebijakan yang diambil pada umumnya, semangat, ruhnya adalah sama, yakni untuk menyejahterakan masyarakat Indonesia melalui pembatasan jumlah penduduk. Siapa pun pemerintahannya, kita tetap harus mendukung prigram ini, karena tujuannya begitu mulia. UU No 25 Tahun 2010 pada prinsipnya sama saja. UU tersebut muncul untuk menjawab dinamika yang sedang berkembang dan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan. Walaupun UU tersebut lahir melalui satu proses panjang, tentu tidak terlepas dari berbagai kealfaan. Kita mengapresiasi lahirnya UU No 25 Tahun 2010, karena ini merupakan salah satu bukti konkret bahwa pemerintah semakin peduli terhadap program Kependudukan dan Keluarga Berencana.(*) S Teguh Santoso Pemimpin Redaksi

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010

3 EDISI EDISIAPRIL JUNI 2009 2009 II Dadali


w awancara Wawancara Khusus dengan Ketua Koalisi untuk Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Jawa Barat Us Tiarsa

Jabar Butuh Daya Dukung Kependudukan Jawa Barat terbilang beruntung. Peran aktif masyarakat dalam pembangunan kependudukan dan Jabar boleh dibilang tinggi. Menyambut lahirnya Undang-undang Nomor 52 tahun 2009 misalnya, sejumlah aktivis Jabar meresponsnya dengan membentuk koalisi. Concern mereka sederhana saja, mengawal pelaksanaan UU tersebut. Berikut petikan wawancara khusus Warta Ken足 ca足足 na dengan Ketua Koalisi untuk Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Jawa Barat Us Tiarsa. Jurnalis senior ini juga berbicara banyak tentang problematikan kependdudukan di Tatar Parahyangan ini.

4

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010


w awancara Kang, apa yang melatarbelakangi lahirnya koalisi ini? Koalisi itu dibentuk karena kebutuhan. Beberapa NGO pernah melakukan diskusi berkenaan dengan terbitnya UU No 52/2009. Karena kami tahu benar bahwa UU ini masih banyak mengandung hal yang perlu disampaikan kepada masyarakat. Bukan hanya melalui PP atau Keppres, tapi juga pasal-pasal yang menurut kami kurang begitu jelas. Masyarakat harus paham benar mengenai UU yang menurut kami sangat penting untuk kependudukan ini. Menurut koalisi, apa sebenarnya fokus UU ini? UU tersebut jelas menyebutkan bahwa titik sentral pembangunan sekarang ini adalah kependudukan. Apabila kalimatnya dibalik, kependudukan merupakan titik sentral pembangunan. Sejauh mana urgensinya bagi daerah? Selama ini, setelah reformasi, arah kependudukan ini tidak terlalu jelas. Pembangunan berupaya merangkum banyak sisi, ada ekonomi, sosial, kebudayaan, dan lain-lain. Semua ingin dilayani pemerintah. Padahal UU ini sangat jelas, kependudukanlah titik sentralnya. Segala sesuatu yang berkaitan dengan ekonomi, pembangunan insfrastruktur, pembangunan sosial, pendidikan, itu kependudukan. Jadi, harus berangkat dari kependudukan. Lalu, peran apakah yang diambil koalisi? Koalisi berperan dalam advokasi, kepada pemerintah atau masyarakat tentang pelaksanaan UU ini. UU ini kami kawal supaya dilaksanakan secara benar. Mengapa harus dilaksanakan dengan benar? Karena ini esensinya sangat kuat tentang pembangunan manusia atau pembangunan yang berfokus pada kependudukan. Dan, itu implementasinya sangat luas. Dari kependudukan itu kita tidak bisa melepaskan diri dari demografi, dari jumlah penduduk, dari program KB, kesehatan, dan sebagainya. Kependudukan itu sangat luas. Kalau tidak dilaksanakan dengan baik tentu akan menyangkut masalah-masalah yang melibatkan kependudukan. KB tidak akan dilaksakan secara baik, KB menjadi sangat kendur sekarang ini. Bentuk pengawalan? Ya, kami dengan advokasi. Advokasi itu dengan melakukan sosialisasi dan juga masukan kepada pemerintah melalui diskusi seperti sekarang ini (Us Tiarsa ditemui di sela workshop kependudukan di kantor Bappeda Jabar pada 13 Juli 2010 lalu, red). Acara ini kan penyelenggaranya tidak lepas dari koalisi. Kami menginginkan SKPD di pusat dan daerah memahami ini. Ini penting karena tidak semua SKPD memahami UU ini. Kita lihat dari diskusi tadi, pertanyaanpertanyaannya elementer. Sebetulnya tidak usah dijawab

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010

oleh kami. Memahami UU itu kan tugas pemerintah, tugas mereka sebetulnya Faktanya mereka memang tidak memahami. Siapa saja yang tergabung dalam koalisi? Banyak, misalnya IPKB (Ikatan Penulis dan Pemerhati Keluarga Berencana). Kemudian Koalisi Masyarakat Peduli Kependudukan (Milik) Jabar yang didirikan pada 2000 lalu. Milik masuk ke dalam koalisi ini lebih luas. Ada lagi organisasi atau instansi yang berkaitan dengan KB, misal PKBI. Semuanya 29 organisasi, termasuk instansi pemerintah yang berkaitan dengan kependudukan seperti BKKBN. Ada juga MUI dan segala macam yang masuk ke sana. Menurut koalisi, apa problematika kependudukan di Jabar ini? Kependudukan di Jabar itu kan daya dukung yang paling penting. Daya dukung Jabar ini sangat rapuh menghadapi tekanan penduduk. Rasionya sudah sangat timpang. Jabar yang secara administratif sudah terpotong-potong, kecil, penduduknya paling besar. Orang lain atau provinsi lain bisa tidak membicarakan tentang pembatasan kelahiran. Bisa bicara tentang kesejahteraan saja. Jabar tidak, harus bicara pembatasan kelahiran, bahkan tujuan kita ke zero growth population. Ke titil nol seharusnya. Kita bicara pertumbuhan tanpa pertumbuhan. Orang lain boleh, provinsi lain yang penduduknya hanya tiga juta atau kurang dari 10 juta, Aceh misalnya, boleh saja bicara seperti itu. Kalimantan Barat atau Papua bisa tidak bicara. Tapi, saya pikir Jabar bagaimanapun harus membicarakannya. Sebentar lagi Jabar dihuni 50 juta, bagaimana? Yang saya khawatirkan, yang koalisi khawatirkan, pembangunan di Jabar akan semakin meluas, sampai ke pantai selatan misalnya. Padahal, konservasi itu juga penting. Bagaimana kalau Jabar ini habis sama pembangunan karena tekanan penduduk. Jumlah penduduk yang besar ini tidak disertai dengan kualitas masyarakat/penduduk. Itu yang harus kita lakukan. Yakni meningkatkan kualitas penduduk. Bicara pembatasan kelahiran kita juga harus bicara penduduk yang sudah ada. Kan kalau kita bicara penduduk yang sudah ada, kita tidak bisa bicara pembatasan kelahiran. Tapi bagaimana pemerintah bisa menyediakan fasilitas bagi penduduk yang sudah ada. Untuk 44 juta, pemerintah harus menyediakan 44 juta piring nasi, padahal lahan pertanian sudah semakin kecil. Pembangunan industri dan perumahan begitu besar, volumenya tinggi. Sedangkan lahan pertanian sangat kecil. Itu yang kita advokasi. Prasyarat apa yang harus ditempuh untuk mewujudkan zero growth population? Ya, memang persyaratannya harus meningkatkan kualitas SDM BKKBN. Kemudian juga kualitas pelayanan kepada

5 EDISI EDISIAPRIL JUNI 2009 2009 II Dadali


w awancara penduduk, peserta KB, kemudian alat kontrasepsi lebih variatif, sesuai kemampuan finansial masyarakat. Kalau perlu harus gratis semua. Sekarang ini kan masih bertahap, ada yang gratis ada yang tidak. Kita harapkan menuju ke sana, zero growth population, (alat kontrasepsi) itu benar-benar gratis. Tapi, di situ yang sangat penting adalah meningkatkan kualitas penduduk yang sudah ada. Bagaimana caranya? Antara lain dengan mendirikan banyak sekolah. Pendidikan harus gratis. Gratis ini benar-benar gratis, bukan hanya lips service semata. Bukan politis saja. Bukan untuk kepentingan pemilihan. Tapi benarbenar. Sekarang ini kan seolah-olah hanya wacana, orang tua tetap harus mengeluarkan biaya, biaya pembangunan, biaya seragam, apalah... Hendaknya benar-benar gratis. Pemerintah harus banyak mendirikan sekolah gratis untuk penduduk sekarang. Kemudian juga mengapa sekolah yang diperbanyak, ini untuk menekan jumlah perkawinan muda. Kalau mereka sekolah pagi sampai sore, remaja kita itu tidak memiliki kesempatan untuk bersantai-santai, hura-hura di luar. Mereka belajar. Jadi sekarang ini sekolah harus full day, semua satu hari penuh seperti pesantren. Bila demikian, dengan sendirinya perkawinan muda itu akan tertekan, tidak akan terjadi. Dengan seperti itu bisa. Kualitas juga akan meningkat. Kalau kualitas meningkat kan dengan sendirinya mereka melihat bahwa KB itu suatu kebutuhan. Kan itu yang harus yang harus dibangun dulu. Mereka mengikuti program KB berdasarkan kebutuhan.

Apakah lembaga KB harus vertikal? Saya kira dalam semangat otonomi daerah agak sulit. Tapi bisa saja karena sekarang juga ada beberapa sektor yang tidak diberikan ke daerah. Misalnya sektor keagamaan, keuangan, kehakiman, dan lain-lain. Ada lima kalu tidak salah. Mengapa tidak tambah satu lagi dengan KB? Itu sangat tergantung kepada pemerintah dalam hal ini. Keberpihakan pemerintah Jabar terhadap KB? Saya kira ada komitmen yang bagus di Jabar, tinggal bagaimana pelaksanaannya. Komitmen yang diungkapkan secara lisan, janji pemda, gubernur dalam hal ini, agar KB dilaksanakan secara baik. Tapi, bagaimana pelaksanaannya di daerah, itu pertanyaan besar. Karena di kabupaten dan kota, semangatnya otonomi daerah jadi kumaha aing weh lah.. Itulah jadi kunci sekarang ini, semangatnya harus ada di daerah. Keberpihakan anggaran? Belum, jangankan di daerah, di pusat saja belum. TPD keberpihakan? Belum cukup, tapi itu modal yang perlu dibangun.

Keluarga atau masyarakat berkualitas itu seperti apa sih? Masyarakat yang mampu memenuhi kebutuhan, baik jasmani maupun rohani. Gitu! Dan, itu hanya bisa dicapai hanya dengan pendidikan. Bila kualitas pendidikan meningkat, otomatis mereka juga akan seperti itu. Sekarang ini kan penduduk kurang berkualitas, dan indikatornya juga angka kemiskinan juga meningkat. Kelembagaan BKKBN sudah menjadi daya dukung bagus? Sebetulnya (meminjam istilah Soeroso Dasar), BKKBN itu memerlukan amunisi. BKKBN ini berperang tanpa amunisi. Amunisi itu bisa ada bila lembaganya bener, ada cantolannya. Ya seperti diusulkan dalam diskusi ini, kami mengusulkan adanya kementerian yang menangani kependudukan. Harus ada. Sekarang ini hanya badan, badan yang tidak puguh cantolannya. Ini harus diadvokasi bahwa lembaga ini penting berada di bawah sebuah kementerian yang mengurus kependudukan. Termasuk di daerah. Kalau di pusat ada kementeriannya, ada dirjen-dirjennya, otomatis di daerah juga ada. Walaupun itu sudah otonomi daerah. Itu tergantung, tapi ada struktur yang benar. Ini memang agak sulit.

6

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010


l aporan utama

LAKSANAKAN UU 52/2009 SEKARANG! Jabar Harus Terdepan dalam Implementasi TERBITNYA Undang-undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menjadi semacam penegasan komitmen negara terhadap pembangunan kependudukan. Pakar kependudukan Saut PS Munthe menilai UU yang diundangkan 29 Oktober 2009 tersebut sudah secara tegas menyebut kependudukan sebagai titik sentral pembangunan (people centered development).

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010

K

arena itu, Saut mendesak pemerintah segera me­ nin­­ dak­ lanjuti dengan menge­ luarkan peraturan turunan untuk dijadikan acuan dalam pelaksanaannya di lapangan. Namun begitu, mantan birokrat BKKBN ini menegaskan pemerintah tidak perlu menunggu keluarnya regulasi secara lengkap. Beberapa hal yang sudah bisa dilaksanakan sejatinya langsung ditindaklanjuti dengan implementasi. “Kalau bertanya kapan UU 52/2009 dilaksanakan? Maka jawabannya, sekarang juga! Dalam sistem hukum kita, peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan di atasnya. Peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan sebagai turunan UU 52/2009. Artinya, UU tersebut sudah bisa dilaksanakan karena peraturan-peraturan turunannya akan menyesuaikan,” tandas Saut saat menjadi pembicara dalam workshop kependudukan di Aula Bappeda Jabar 13 Juli 2010 lalu. Sebagai daerah dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia,

7


l aporan utama FAKTA UU 52/2009 1. Diundangkan pada 29 Oktober 2010. 2. Merupakan perubahan terhadap UU 10/1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. 3. Termasuk kelompok hukum tata usaha negara. 4. Tidak memuat sanksi pidana. 5. Lebih merupakan instrumen rekayasa sosial (tool of social engineering) untuk mempersiapkan masa depan.

PRINSIP 1. Kependudukan harus ditempatkan sebagai titik sentral kegiatan pembangunan (people centered development). 2. Kebijakan kependudukan harus diintegrasikan ke dalam pembangunan sosial-budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup. 3. Memerlukan partisipasi semua pihak dan kegotongroyongan. 4. Melindungi dan memberdayakan keluarga (pro family dan people centered development). 5. Menjamin kesamaan hak dan kewajiban antara penduduk setempat dengan pendatang. 6. Melindungi budaya dan identitas penduduk lokal. 7. Mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender.

PERBANDINGAN UU/1992 1. Ditegaskan paradigma people centered development. 2. Ditegaskannya sasaran pengendalian kuantitas penduduk, yaitu penduduk tumbuh seimbang (PTS). Namun, belum menegaskan arah menuju penduduk tanpa pertumbuhan (PTP). 3. Makin ditegaskannya tanggung jawab, hak, dan kewajiban pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota. 4. Menyepitnya pengertian keluarga berencana. (Materi presentasi Saut PS Munthe pada workshop kependudukan Jabar)

8

imbuh Saut, Jawa Barat sudah seharusnya menjadi yang terdepan dalam mengimplementasikan UU 53/2009. Langkah ini dilakukan dengan menerbitkan perda sesuai tenggat waktu yang telah ditetapkan UU. Pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota perlu menetapkan target waktu untuk mencapai PTS. “Sebaiknya mulai berani menetapkan sasaran PTP,� tegas Saut. Daerah juga dituntut intensif membangun paradigma people centered development, terutama di kalangan birokrasi. Langkah berikutnya yang disarankan Saut adalah segera membentuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD). Tugas pokok lembaga baru ini meliputi beberapa hal dalam membantu wali kota dan bupati. Antara lain: 1. Membangun komitmen di kalangan pelaku pembangunan agar menerima dan menerapkan paradigma kependudukan sebagai titik sentral kegiatan pembangunan. 2. Koordinasi dan fasilitator pengintegrasian kebijakan kependudukan ke dalam pembangunan sosial budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup. 3. Menjamin terwujudnya penduduk tumbuh seimbang dengan menetapkan target dan waktu. 4. Memfasilitasi keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat agar senantiasa terlindung dan semakin berdaya sehingga ketahanan dan kesejahterannya meningkat dari waktu ke waktu. Untuk mendukung terlaksananya tugas pokok tersebut, papar Saut, BKKBD memiliki kewajiban dan kewenangan melakukan melakukan delapan hal. Pertama, advokasi dan KIE di bidang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga. Kedua, penggalangan peran serta individu, keluarga, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, swasta, dan penyandang dana dalam semangat gotong royong. Ketiga, penjaminan ketersediaan pelayanan kontrasepsi, terutama pelayanan cuma-cuma bagi keluarga miskin. Keempat, penjaminan ketersediaan informasi, perlindungan, dan bantuan untuk mewujudkan hakhak reproduksi, termasuk bagi remaja dan peningkatan usia perkawinan. Kelima, penyiapan data dan informasi keluarga, termasuk data dan informasi kesertaan KB dan penggunaan alat kontrasepsi. Keenam, pengumpulan, pengolahan, analisis, dan penyajian data kependudukan, termasuk menyusun proyeksi angka kelahiran. Ketujuh, fasilitator upaya pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga,

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010


l aporan utama khususnya dalam rangka penghapusan kemiskinan dan pembangunan keluarga berkualitas. Kedelapan, penyeseraian dan pengintegrasian kebijakan kependudukan dalam berbagai bidang pembangunan. Sebagai prasyarat, Saut mengungkapkan lima hal yang harus diperhatikan. Pertama, untuk menumbuhkan paradigma people centered development perlu dilakukan pengembangan wawasan kependudukan dengan meningkatkan pemahaman mengenai pembangunan kependudukan berkelanjutan untuk mewujudkan penduduk berkualitas. Kedua, untuk mencapai penduduk tumbuh seimbang (TFR=1), masingmasing kabupaten dan kota di Jabar perlu mencapai tingkat contraceptive prevalance rate (CPR) sebesar 70-72 persen secara berkualitas. Ketiga, di kabupaten dan kota akan terdapat dua SKPD yang nomenklaturnya menggunakan kata kependudukan (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana). Hal ini perlu disikapi dengan arif dan perlu sosialisasi agar tidak membingungkan masyarakat. Keempat, untuk membangun komitmen tentang paradigma kependudukan sebagai titik sentral pembangunan, sebaiknya BKKBD kabupaten dan kota harus kuat dalam advokasi dan KIE. Kelima, untuk mengintegrasikan kebijakan kependudukan ke dalam pembangunan sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup, sebaiknya BKKBD harus kuat dalam koordinasi. Menyoroti pembentukan BKKBD di kabupaten dan kota, Saut berpesan agar bentuk struktur organisasi tersebut tetap memperhatikan ramburambu sebagaimana diatur dalam PP Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. “Tupoksi dan uraian pekerjaan setiap jabatan dirinsi agar selain berimbang juga mampu menjamin terlaksananya semua urusan pemerintahan bidang KB sebagaimana ditetapkan dalam PP Nomor 38 2007,� pesan Saut. Pria yang memiliki gaya bicara meledak-ledak ini tidak memungkiri UU 52/2009 masih menyimpan kelemahan, salah satunya ketiadaan sanksi. Namun begitu, hal itu tidak seharusnya dijadikan alasan untuk melaksanakan UU tersebut. Yang penting, imbuh dia, setiap sektor harus satu bahasa dan senantiasa berkoordinasi. “Kepatuhan harus didasari atas prinsip konstitusional-ideal, bukan personalia anggaran seperti beberapa tahun lalu. Sanksi itu juga tidak harus menghukum, tapi mendorong yang berprestasi untuk mendapatkan reward,� tegas Saut.(NAJIP HENDRA SP)

TEMUAN STUDI 1. Terjadinya tren datar pencapaian CPR dalam beberapa tahun terakhir. 2. Semakin sempitnya contraceptive mix ke metode hormonal kerena kurangnya promosi kontrasepsi metode jangka panjang. 3. Tingginya kehamilan yang tidak diinginkan. 4. Terjadinya disparitas ketersediaan alat kontrasepsi.

PENYEBAB 1. Suksesnya kampanye blue circle dan gold circle yang mengedepankan pelayanan swasta yang lebih senang melayani kontrasepsi pil dan suntik, tanpa mengindahkan kebutuhan klien. 2. Pengurangan dana sterilisasi dan implant sejak 1995. 3. Kurangnya kolaborasi efektif antara BKKBN dan Kementerian Kesehatan. 4. Tidak adanya penanganan terhadap unsafe abortion dan pelayanan kontrasepsi bagi mereka yang belum menikah tetapi sudah melakukan aktivitas seksual. 5. Masih kurangnya akses kontrasepsi, terutama bagi kelompok miskin.

REKOMENDASI 1. Perubahan identitas (kalau perlu nama) BKKBN. Sesuai UU No 52/2009, kepanjangan BKKBN menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional dan Daerah (BKKBN dan BKKBD). 2. Perlunya peningkatan kapasitas kepemimpinan untuk program KB di kabupaten/kota. 3. Promosi penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang. 4. Penyusunan strategi dan promosi yang fokus pada pengurangan unmet need dan pemenuhan hak KB bagi kelompok-kelompok yang sulit dijangkau. 5. Perlunya pengembangan strategi pelayanan KB bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan. (Studi UNFPA Ind onesia, 2009)

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010

9


l aporan utama

SDM Kata Kunci Pembangunan PESAN GEDUNG SATE 1. Jadikan momen workshop untuk lebih meningkatkan advokasi dan komitmen bagi pengambil keputusan di pusat, daerah, dalam memberikan komunikasi informasi dan edukasi bagi PUS untuk pemahaman norma keluarga kecil berkualitas (Mindset) 2. Maksimalisasi akses-akses kualitas pelayanan, khusus keluarga miskin, daerah terpencil, yang anmet need tinggi (Proses) 3. Inovasi pelayanan kesehatan (Inovasi) 4. Menghindari dampak negatif alat kontrasepsi (Pembinaan) 5. Peningkatan kualitas alat kontrasepsi dan pemakaian alat kontrasepsi yang lebih efektif (Kualitas Produk dan Mindset) 6. Penguatan kelembagaan KB (Komitmen Politis)

10 10

P

ROSES pembangunan merupakan suatu proses interaksi lima variabel saling terikat. Yakni, sumber daya manusia (SDM), sumber daya alam (SDA), modal, teknologi, dan kelembagaan. Dari lima variabel tersebut, SDM merupakan kata kunci keberhasilan pembangunan. Penegasan itu disampaikan Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat Aip Rivai saatmembukaworkshop kependudukan bertajuk “Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 untuk Kemakmuran Bangsa” di Aula Bappeda Jabar awal Juli lalu. Acara ini menghadirkan sejumlah pakar kependudukan Jabar dan stake holder kependudukan pemerintah kabupaten dan kota. Aip mengungkapkan saat ini laju pertumbuhan pembangunan fisik dan infrastruktur di Jabar lebih cepat dari pembangunan SDM. Bahkan, Aip menilai pembangunan SDM masih jauh tertinggal. “Kondisi ini terjadi karena kurangnya komitmen dan konsistensi berbagai pihak terhadap program kependudukan,” ungkap Aip. Menyadari hal itu, imbuh Aip, Pemprov Jabar berkomitmen penuh untuk mendukung program keluarga berencana (KB). Hal ini dirumuskan dalam sebuah visi pembangunan KB, “Seluruh keluarga ikut KB untuk membangun masyarakat Jawa Barat yang mandiri, dinamis, dan sejahtera.” “Saat ini Jabar memiliki lebih dari 43 juta jiwa. Jumlah ini setara dengan 20 persen jumlah penduduk nasional. Artinya, program KB di Jabar berpengaruh besar secara nasional. Bila KB Jabar gagal, maka akan berdampak pada pembangunan secara

keseluruhan,” papar Aip. Menyikapi masalah di atas, sambung Aip, program KB di Jabar mengarah pada lima kegiatan strategi. Yakni, pemberdayaan keluarga, KB dan kesehatan reproduksi, kesehatan reproduksi remaja, penguatan kelembagaan keluarga kecil berkualitas, dan pengembangan sistem dan mikro keluarga. “Melihatkenyataantersebut,Pemprov Jabar berusaha semaksimal mungkin membantu program kependudukan dan KB. Salah satunya adalah mengeluarkan anggaran untuk lebih dari 700 tenaga pekerja lapangan kontrak yang mendorong program KB. Program ini diharapkan mampu mengakselerasi pembangunan kependudukan dan KB di Jabar sehingga menjadi semakin baik,” tandas Aip. Gedung Sate beterima kasih kepada segenap lapisan masyarakat yang telah berperan aktif dalam menyukseskan program KB. Media massa juga mendapat perhatian tersendiri dari Pemprov atas perannya dalam mendorong dan memberikan kritik membangun. “Yang saya sempat catat antara lain IPKB, Koalisi Masyarakat Peduli Kependudukan (Milik), Forum Peduli Kependudukan Kampus, Juang Kencana, dan Forum Parlemen Jawa Barat Peduli Kependudukan,” ungkapnya. Aipberharapworkshopkependudukan mampu memberikan dukungan dalam menyukseskan progeram KB di Jabar. Lebih jauh Pemprov berharap semua komunitas masyarakat dapat terlayani dengan baik sehingga akselerasi kesejahteraan rakyat di Jabar melalui program kependudukan dapat tercapai sesuai visi dan misi pemerintah.(NAJIP HENDRA SP)

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010


l aporan utama

Seorang anggota TNI menjalani pemeriksaan tensi darah saat pencanangan Bakti TNI KB-Kes 2010 di Alun-alun Pendopo Bupati Majalengka beberapa waktu lalu.

UNFPA: KB Investasi Masa Depan

1 Dolar KB, Hemat 36 Dolar Pelayanan Sosial

P

rogram keluarga berencana (KB) memerlukan komitmen pemerintah, baik pusat maupun daerah. Pembangunan KB juga tidak boleh dianggap sebagai beban, melainkan investasi di masa datang. Wakil Kepala Perwakilan UNFPA Martha Santoso Ismail mengungkapkan hal itu saat workshop kependudukan di Bappeda Jabar pada 13 Juli 2010 lalu. Martha mengungkapkan hal itu setelah pihaknya melihat adanya paradigma pemerintah daerah yang menganggap program KB sebagai beban anggaran. Padahal, studi UNFPA menunjukkan setiap satu dolar pengeluaran untuk program KB setara dengan penghematan empat dolar pengeluaran kesehatan ibu dan anak. Bahkan, jumlah tersebut setara dengan pengurangan biaya pelayanan sosial sebesar 36 dolar. Wow! “Pendanaan KB secara global pun turun sangat drastis. Pada 2008 lalu, biaya program KB di seluruh dunia sekitar USD 7,1 miliar,” kata Martha.

Dia kemudian mengutip pernyataan Direktur Eksekutif UNFPA Thoraya Obaid yang mengatakan, “Dana untuk KB dibanding dana program kependudukan secara global turun drastis dari 55 persen pada 1995 menjadi 7 persen pada 2005.” Akibatnya, 200 juta dari 700 juta perempuan usia reproduksi tidak mendapatkan pelayanan KB atau unmet need kontrasepsi efe ktif. Jumlah tersebut memerlukan tambahan sekitar USD 3,9 miliar setiap tahun. Menurutnya, setiap kekurangan USD 1 juta untuk pembelian alat kontrasepsi menimbulkan dampak luar biasa. Yakni, mengakibatkan 360 ribu kehamilan yang tidak diinginkan, 150 ribu aborsi, 800 kematian ibu melahirkan, 11 ribu kematian bayi, dan 14 ribu kematian anak balita. Lebih lanjut dia mengungkapkan, pada 2009 lalu UNFPA Indonesia membantu Bappenas dan BKKBN melakukan studi tentang revitalisasi program KB di Indonesia. Studi yang dilakukan dua konsultan internasional Terrence Hull dan Henry Mosley

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010

tersebut menghasilkan analisi dan rekomendasi yang cukup komprehensif (lihat infografik di halaman 9-10). Martha meminta pemerintah tidak lantas melupakan program KB. Terlebih karena KB telah dicatat sebagai salah satu program yang sukses secara internasional. Pun dengan Jawa Barat yang sukses menjadi laboratorium lapangan bagi para pakar dan peminat KB dari luar negeri. “Program KB telah berhasil meningkatkan angka prevalensi kontrasepsi (CPR) dan menurunkan angka fertilitas total (TFR) cukup signifikan. Selama 30 tahun, CPR naik dari lima persen menjadi 57 persen, sementara TFR menurun dari 5,6 menjadi 2,3,” papar Martha. Namun demikian, program KB menghadapi tantangan besar dalam lima tahun terakhir. Ini berkaitan dengan penurunan TFR dan peningkatan CPR yang relatif stagnan. Di samping itu, angka unmet need secara nasional juga masih cukup tinggi, 9,1 persen.(NAJIP HENDRA SP)

11 EDISI EDISIAPRIL JUNI 2009 2009 II Dadali


l ensa

PENCANANGAN BAKTI TNI KB TERPADU KODAM III/SILIWANGI 2010

1

3 2 4

6 5

7 12

8

9

10

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010


l ensa

D I A LO G W A K I L PRESIDEN 12

13

11

KETERANGAN FOTO

1. Kelompok seni Katumbiri Kabupaten Majalengka melakukan pertunjukkan di sela pembukaan Pencanangan Bakti TNI KB-Kes Terpadu Kodam III/ Siliwangi di halaman pendopo Bupati Majalengka. 2. Dua seniman memandu jalannya prosesi acara pembukaan. 3. Kasdam III/Siliwangi Brigjen TNI Hadi Lukmono saat membacakan sambutan tertulis Pangdam. 4. Penerima penghargaan Pos KB Terbaik III tingkat nasional menghadiri pencanangan Bakti TNI KB-Kes. 5. Kepala BKKBN Jabar Rukman Heryana memberikan sambutan. 6. Sejumlah kader memamerkan hasil kreativitas anggota UPPKS Kabupaten Majalengka. 7-8. Undangan dari unsur TNI, Polri, Kejaksaan, DPRD menghadiri pencanangan. 9. Wakil Bupati Majalengka memberikan ucapan selamat kepada penerima penghargaan. 10. Kasdam melepas balon menandai pencanangan Bakti TNI KB-Kes 2010. 11. Wakil Presiden Boediono menyerahkan replika kunci saat penyerahan bantuan kendaraan operasional saat kunjungan kerja di Bekasi beberapa waktu lalu. 12. Perwakilan PLN menyerahkan bantuan kepada Puskesmas Bantar Gebang Bekasi. 13. Kepala BKKBN Jabar Rukman Heryana menyampaikan laporan kepada Wapres Boediono. 14. Keterampilan BKR dipamerkan di hadapan Wapres. 15. Mupel, Mupen, dan kendaraan roda dua bantuan pemerintah pusat. 16. Kepala BKKBN Jabar Rukman Heryana dan Kabid KSPK S Teguh Santoso mendiskusikan strategi kampanye KB bagi remaja.

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010

14

15

16

13 EDISI EDISIAPRIL JUNI 2009 2009 II Dadali


l aporan utama

O

tonomi daerah membawa perubahan besar bagi kelembagaan program keluarga berencana (KB) di daerah. BKKBN yang sebelumnya memiliki jaringan hingga ke kabupaten dan kota, kini tidak lagi. Konsekuensinya, personel yang semula menjadi tanggung jawab BKKBN pun dialihkan ke satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang menukangi KB. Perubahan ini paling tampak pada tenaga fungsional petugas lapangan KB atau PLKB. Masalahnya tidak selesai sampai di situ. Sebagai pegawai daerah, PLKB praktis mengikuti kebijakan daerah. Faktanya, PLKB yang pada 2004 lalu masih berjumlah 3.100 orang, pada 2009 hanya tersisa 2.000-an. PLKB tidak berdaya menghadapi mutasi dan promosi jabatan. “Yang namanya mutasi kerja tidak dihindari, (PLKB) ada yang promosi jadi kepala seksi, staf keluarahan, yang jadi kepala desa juga ada. Ada juga yang mutasi ke dinas lain,” ungkap Kepala Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN Jabar Ida Indrawati (Kini Kabid KBKR BKKBN Jabar) saat ditemui Warta Kencana beberapa waktu lalu. Ida mencontohkan, Kabupaten Tasikmalaya pada 2009 lalu hanya memiliki 59 PLKB. Jumlah ini hampir sama dengan jumlah kecamatan di kabupaten tersebut. Artinya, satu PLKB menangani satu kecamatan. “Bayangkan betapa sibuknya ketika akhir bulan tiba, ngambil laporan saja waktunya tidak cukup. Akhirnya yang kerja Pos KB, Pos KB ini kan sukarelawan, sementara PLKB itu PNS,” papar Ida seraya menambahkan bahwa kondisi yang sama terjadi di sebagian besar kabupaten dan kota di Jawa Barat. Saat ini, Jabar memiliki sekitar 8.200 desa/kelurahan. Dibanding jumlah PLKB yang masih tersisa sebanyak 2.000 orang, perbandingannyasekitar1:4.Belakangan, banyak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan KB (PP dan KB) di kabupaten dan kota mengajukan penambahan PLKB kepada BKKBN. “Nah, badan atau dinas PP dan KB di kaupaten dan kota itu selalu meminta

14 14

DOK BKKBN JABAR

Mantan Kabid KSPK BKKBN Jabar Ida Indrawati saat mengikuti rapat koordinasi Bakti TNI KB-Kes di Makodam III/Siliwangi beberapa waktu lalu.

BKKBN Ingin Terus Tambah TPD tambahan PLKB itu ke BKKBN provinsi, bukan kepada bupati atau wali kota. Akhirnya Pak Kepala (BKKBN Jabar) mengambil kebijakan untuk menambah tenaga penggerak desa (TPD), petugas dengan tugas dan fungsi sama dengan PLKB,” kata Ida. “Waktu menyusun anggaran 2010 kita bisa memasukan 250 TPD. Mereka diangkat menjadi tenaga lepas, bukan PLKB karena honornya juga jauh di bawah UMR atau standar tenaga lepas di kita yang digaji Rp 850 ribu. Sementara TPD hanya Rp 500 ribu,” tambahnya. Kabar baik program KB datang tidak lama kemudian. Februari lalu Gubernur Jabar memanggil BKKBN provinsi. Selain melaporkan perkembangan dan evaluasi KB di Jawa Barat tahun 2009, BKKBN juga mengungkapkan permasalahan minimnya petugas KB di daerah. Gubernur pun merespon. “Apa nih yang pemda bisa bantu?” kata Ida menirukan pertanyaan Gubernur. Akhirnya, saat itu tercetuslah soal tenaga lapangan yang kurang ini. Gubernur kemudian menganggarkan dana Rp 5 miliar bagi BKKBN Jawa Barat yang digunakan untuk meningkatkan

program KB di Jabar. Menurut Ida, hampir setengahnya dari jumlah tersebut digunakan untuk menambah TPD. Dana APBD tersebut digunakan untuk menambah 500 TPD. Dengan tambahan ini, total TPD di Jabar menjadi 750 orang. Dia berharap jumlah TPD akan terus bertambah setiap tahun. “Mudahmudahan bisa ditingkatkan lagi pada anggaran mendatang. Mudahmudahan juga bisa meningkatkan keberhasilan program KB di Jawa Barat. Kalau tiba-tiba dihapus kan berarti kita “mem-PHK” 750 orang. Selama dananya ada, kenapa enggak (ditambah). Kita menaruh harapan juga kepada mereka. Kinerja mereka akan dievaluasi akhir tahun. Betul tidak program KB di daerah kerja mereka meningkat,” harap Ida. Idealnya, imbuh Ida, setiap desa atau kelurahan memiliki satu PLKB atau TPD. Cumasaja,kondisitersebutsulitdilakukan karena membutuhkan anggaran dalah jumlah besar. “Bayangkan berapa dana yang harus dikeluarkan? Kalau kita tambah mencapai delapan ribu orang, berapa dana yang tersedot ke situ?” ungkapnya.(NAJIP HENDRA SP)

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010


l aporan utama

Purwakarta Pelopor Perbup KB

K

eberpihakan pemerintah daerah terhadap program keluarga berencana (KB) tampak jelas di Kabupaten Purwakarta. Ini ditandai dengan keluarnya Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 22 Tahun 2010 tanggal 17 Mei 2010 tentang Kepesertaan Program KB bagi Pegawai Negeri Sipil/Nonpegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah, Perangkat Desa, dan Karyawan Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten Purwakarta. Dalam konsiderannya, Bupati menegaskan perlunya upaya terpadu dan menyeluruh untuk meningkatkan kepesertaan program KB. Hal itu juga dilakukan untuk mengatasi munculnya masalah kependudukan dan kesehatan reproduksi. “Jadi, di Purwakarta itu yang namanya program KB sudah wajib. Purwarkarta menjadi satu-satunya kabupaten dan kota di Jawa Barat yang mewajibkan KB,” kata Kepala Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN Jabar Ida Indrawati beberapa waktu lalu. Kewajiban tersebut secara jelas tertuang dalam pasal 2 perbup tersebut. Di sana disebutkan, “PNSD, Non PNSD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Purwakarta, Perangkat Desa dan Karyawan Badan Usaha Milik Daerah Kaupaten Purwakarta wajib mengikuti kepesertaan program Keluarga Berencana.”

Pada pasal berikutnya, Perbup mewajibkan kepala organisasi perangkat daerah (OPD), kepala desa, dan pimpinan BUMD melaporkan kepesertaan program KB di unit kerja masing-masing kepada bupati melalui Badan Keluarga Berencana dan Perlindungan Ibu dan Anak. Mereka juga harus melaporkan jumlah pasangan usia subur (PUS) yang telah mengikuti program KB. Perbupjugamenegaskan,masyarakat bisa menggunakan kartu kepesertaan KB untuk mendapatkan pelayanan dari pemerintah daerah. Selain itu, setiap BUMD diwajibkan mengaktifkan klinik KB atau balai pengobatan perusahaan. Ida menilai inisiatif Bupati Purwakarta dalam mengeluarkan perbup KB merupakan langkah maju upaya mengakselerasi program KB di kabupaten tersebut. Hal itu selangkah lebih maju dari sekadar menjadikan program KB sebagai urusan wajib pemerintah daerah sebagaimana diatur perundang-undangan. “Sebetulnya mereka (bupati dan wali kota, red) sangat setuju dengan program KB menjadi urusan wajib di kabupaten/kota. Namun, pada akhirnya hal itu disesuaikan dengan kemampuan daerah. Anggaran program KB di kabupaten/kota ada yang besar, ada yang kecil. Tergantung kemampuan daerah juga,” pungkas Ida.(NAJIP HENDRA SP)

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010

DOK IFPPD INDRAMAYU

Seorang anggota DPRD Kabupaten Indramayu berdialog dengan nara­ sumber saat sosialisasi UU 52/2009.

Indramayu Dukung UU 52/2009 Sejumlah daerah menyambut lahirnya Undang-undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Salah satunya Pemerintah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Dukungan diungkapkan Kepala BPPKB Indramayu Wahidin saat berlangsungnya sosialisasi dan implementasi UU tersebut di Hotel Prima Indramayu, 29 Maret 2010 lalu. “Kami menyambut baik UU 52/2009. Semoga Indramayu bisa lebih cepat dalam mengimplementasikan UU tersebut,” harap Wahidin. Acara yang digagas IFPPD Indramayu dan Koalisi Kependudukan Jawa Barat ini diikuti anggota DPRD Indramayu, OPD, dan wartawan. Hadir sebagai pembicara peneliti ke­ pen­ dudukan Saut PS Munthe dan Ketua IPKB Jabar Soeroso Dasar. Acara dipandu Sekretaris Eksekutif Forum Parlemen untuk Kependudukan dan Pembangunan Jawa Barat Sulhan Syafii. Dalam acara tersebut mengemuka dukungan langsung yang diungkapkan peserta. Cuma saja, mereka mensyaratkan segera turunnya peraturan pendukung dan infrastruktur. (AHMAD SYAIFUL BAHRI/IFPPD INDRAMAYU)

15 15


j urnal

Pangdam: KB Kunci Kesejahteraan Masyarakat Program Bakti TNI Keluarga Berencana Terpadu Kodam III/ Siliwangi Tahun 2010 dicanangkan secara serentak oleh Kasdam III/ Siliwangi Brigjen TNI Hadi Lukmono di Alun-alun Pendopo Pemkab Majalengka, Senin 24 Mei 2010 lalu. Pencanangan ditandai pelepasan balon oleh Kasdam disaksikan Danrem 063/SGJ Kolonel Inf Sigit Yuwono, Bupati Majalengka, Kepala BPMD Jabar, Kepala BKKBN Jabar, dan undangan lainnya. Usai mencanangkan, Hadi meninjau stan pameran produk UPPKS, gelar pikar, pelayanan KBkes, dan pelayanan kesehatan berupa pengobatan gratis bagi 500 orang. Menurutnya, program akan berlangsung selama enam bulan, Mei-Oktober 2010. Dalam sambutan tertulisnya, Pangdam III/Siliwangi Mayjen TNI Pramono Edhie Wibowo mengungkapkan, KB dan kesehatan merupakan kunci mewujudkan masyarakat sehat dan sejahtera. KB ini penting dilaksanakan karena laju pertumbuhan penduduk, masih tinggi. “Masyarakat juga masih terbiasa melakukan pernikahan di bawah usia 18 tahun. Kebiasaan ini menimbulkan ekses negatif terhadap reproduksi, serta menjadi sebab tingginya angka kematian ibu dan bayi. Konsekuensi lain dengan meningkatnya laju pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak terkendali, berpengaruh terhadap kemampuan pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat,” tandas Edhie. Pangdam berharap revitalisasi program KB-Kes yang diwujudkan dalam kegiatan KB terpadu dapat meningkatkan dan memantapkan kesehatan serta kesejahteraan keluarga.(PENDAM III/SLW)

16 16

DOK BKKBN JABAR

KB PRIA: Seorang warga Cisewu, Kabupaten Garut, menjalani operasi di atas mobil pelayanan belum lama ini.

D

Dua Hari, 71 Pria Cisewu Ikut KB

alam rangka optimalisasi dan pencapaian program keluarga berencana (KB), baru-baru ini BKKBN Jabar memberikan pelayanan MOP atau medis operation pria di Kecamatan Cisewu, Kabupaten Garut. Hasilnya cukup menggembirakan, hanya dalam dua hari berhasil menggaet 71 akseptor KB. Selain pelayanan gratis, BKKBN juga menerjunkan enam mobil unit penerangan (Mupen) KB. Keenam mupen tersebut memutar film di enam tempat berbeda di Kecamatan Cisewu. Tentu, hiburan rakyat tersebut diselingi penyuluhan dan advokasi oleh tim PLKB dan TPD di setiap konsentrasi massa. Advokasi tersebut fokus menyasar para pria yang sudah memiliki lebih dari dua anak. Tak sia-sia, perpaduan antara hiburan dan advokasi ini berhasil mengundang 45 warga mendatangi tempat pelayanan. Padahal, tempat ke45 warga tersebut relatif jauh dari ibu kota kecamatan Garut bagian selatan ini. Jumlah ini belum termasuk warga lain yang datang langsung secara personal maupun rombongan kecil. “Pencapaian akseptor tidak memenuhi target karena cuaca alam

yang saat ini terus-terusan turun hujan. Selain itu, jarak kediaman akseptor dengan tempat pelayanan cukup jauh, sampai-sampai harus ditempuh puluhan kilometer dan medan jalan pun berkelok dan terjal. Dengan begitu, 71 akseptor saja sudah cukup bagus,” tutur Acuy, seorang PLKB yang malam itu terjun langsung di tengah warga. Sebelumnya, Kepala BKKBN Jabar Rukman Heryana mengungkapkan, kaum pria dituntut berperan aktif dalam program KB sebagai bagian dari upaya menyejahterakan masyarakat. “Untuk mendukung program peme­ rin­ tah sekaligus sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masya­ rakat, diharapkan kaum pria juga turut andil menyukseskan program dengan mengikuti program KB melalui MOP,” ungkap Rukman saat membuka kegiatan tersebut di gedung olahraga Cisewu. Sejumlah persayaratan yang harus dipenuhi calon akseptor antara lain memiliki lebih dari dua anak, masuk kategori keluarga miskin, dan dapat persetujuan dari keluarga. Rukman menegaskan, KB pria dapat meringankan beban istri yang selama ini harus mengeluarkan biaya untuk ber-KB. (IWAN)

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010


w acana JURNAL

Akademisi TPD dan Jabar Bentuk Kepedulian Bekasi FSKPK terhadap KB

Sungguh picik andai ada yang mengatakan rumah tangga tak perlu menjadi akseptor KB. Apalagi, bila ada yang mengatakan KB itu haram. Yang lebih menyedihkan, penulis pernah mendengar ucapan seorang anggota DPRD Bekasi yang berkata tak perlu KB. Sebagai panutan masyarakat, yang bersangkutan tidak sepatutnya mengungkapkan hal itu.

K

ondisi di atas diperparah dengan kecenderungan Pemkab Bekasi yang seolah tak lagi mendukung programnya sendiri. Ini bisa dilihat dengan menurunnya anggaran program KB pada tahun anggaran 2010. Bila pada 2009 lalu Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB (BPPKB) Kabupaten Bekasi mendapat alokasi Rp 8 miliar, tahun ini hanya Rp 3,9 miliar. Padahal, saat ini Bidang KB BPPKB Kabupaten Bekasi memiliki sasaran 100 ribu akseptor dari pasangan usia subur (PUS). Target ini makin berat karena Bekasi hanya memiliki 52 PLKB. Mereka bertugas memberikan penyuluhan kepada masyarakat di 187 desa/kelurahan. Untungnya kini untuk mendukung program KB, pemerintah pusat melalui BKKBN Jawa Barat, telah mengalokasikan dukungan operasi penggerakkan program KB untuk tingkat desa. Program tenaga penggerak desa (TPD) tersebut didanai APBN tahun anggaran 2010 serta cukilan DIPA BKKBN 2010. Pemkab Bekasi sendiri mendapat alokasi RP 120 juta rupiah untuk 20 orang TPD. TPD merupakan tenaga lepas, bukan dari PNS, PTT, dan tenaga magang yang ada di Pemkab Bekasi. Yang

bersangkutan diharuskan membuat surat pernyataan tidak menuntut untuk diangkat menjadi PNS. Ke-20 TPD masing-masing mendapat honor Rp 500 ribu per bulan. Melihat hal tersebut, pemerintah pusat pada saat ini memang masih perduli dengan keberadaan BPPKB. Seharusnya Pemkab Bekasi peka dengan hal tersebut dan turut andil menambah jumlah TPD. Bukan sebaliknya, mengerucuti anggaran. Sejatinya Pemkab malu, bukan malah bangga mendapat kuncuran bantuan. Dalam pandangan penulis, bantuan tersebut mencerminkan penilaian pemerintah pusat bahwa Kabupaten Bekasi tidak memiliki PLKB. Lebih tragis lagi, Pemkab tidak mendukung program KB yang nyata-nyata bagian dari BPPKB Kabupaten Bekasi. KB sangatlah penting bagi Pemkab Bekasi untuk menekan liarnya laju jumlah penduduk. Pemkab Bekasi tidak seharusnya melulu memikirkan kesejahteraan masyarakat yang semakin terimpit kebutuhan hidup sehari-hari akibat lahan mereka untuk bercocok tanam telah beralih fungsi menjadi komplek perumahan.(*)

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010

Achmad Syafariel Ketua IPKB Kabupaten Bekasi

K

epedulian kalangan akademisi terhadap kependudukan dan keluarga berencana (KB) makin nyata. Terutama dengan kehadiran Forum Studi Kependudukan dan Pengembangan Keluarga (FSKPK) sejak awal 2010. Mitra baru BKKBN ini terdiri atas sejumlah dosen muda di berbagai perguruan tinggi di Jawa Barat. “FSKPK merupakan kelompok pemerhati masalah kependudukan yang baru bergabung dengan kelompok lainnya untuk mengawal kebijakan kependudukan dan KB di Jawa Barat. Anggotanya datang dari perguruan tinggi negeri maupun swasta baik negeri maupun swasta,” ungkap Soeroso Dasar, pemrakarsa FSKPK saat ditemui di kantor BKKBN Jawa Barat belum lama ini. Dosen dan peneliti Universitas Padjadjaran ini mengungkapkan, salah satu kegiatan FSKPK adalah pemetaan pan­ dangan mahasiswa tentang prog­ ram KB dan kependudukan di Jawa Barat. Hasilnya akan dirilis pada Oktober 2010 mendatang.(NAJIP)

NAJIP HENDRA SP

MITRA BARU: Dua anggota FSKPK, Helin Garlinia Yudawisastra SE MSi (Unpad) dan Rosleny Marliani MSi (UIN SGD)

17 17


w acana

Korelasi KB dengan Kemiskinan Soeroso Dasar Ketua IPKB, Ikatan Penulis dan Pemerhati KB Kependudukan Provinsi Jabar

SUNGGUH sangat ironis program kependudukan dan keluarga berencana (KB) di negeri tercinta. Betapa tidak, program yang pernah mengharumkan nama Indonesia di pentas dunia, dijadikan guru bagi negara sahabat, kini relatif tenggelam. Kampus yang dulu sarat dengan riset tentang kependudukan, sekarang mati suri. Bahkan, sulit mencari literatur atau skripsi maupun tesis tentang kependudukan di fakultas fakultas ilmu sosial. Kurikulum sekolah pun tidak ada lagi muatan kependudukan, raib entah ke mana. Anggaran pemerintah untuk mengatasi pertumbuhan penduduk menjadi minim, hanya sekadar memenuhi persyaratan. Tidak greget seperti dulu.

18 18

B

icara tentang KB seperti bicara yang tidak berguna, tidak didengarkan orang. Ada sekelompok orang berte足 riak tentang program, tapi seperti berteriak di tengah padang pasir. Relatif tidak ada yang mendengarkan dan memperdulikan. Menteri bidang kependudukan pun sudah tidak ada, hanya digantikan Kepala Badan. No足 men足 klatur di Kabupaten/Kota macammacam, untung KB tidak disatukan dengan dinas pemakaman sehingga menjadi Dinas Pemakaman KB. Begitu tragis dan ironisnya program ini di Republik tercinta. BKKBN tunggang langgang mempertahankan program dengan biaya minim dan SDM terbatas serta organisasi yang carut marut. Dampaknya? Secara nasional pada lima tahun terakhir program KB tidak bergerak alias jalan di tempat. Ancaman ledakan penduduk (population bomb) jilid kedua sudah di ambang mata. Kalau benar itu terjadi, betapa sengsaranya anak cucu kita nanti. Dengan penduduk saat ini berjumlah sekitar 230 juta jiwa saja, berbagai masalah sosial menerkam. Jalanan macet, polusi, pengangguran, banjir, longsor, kemiskinan, lapar tanah, dan lainnya. Bagaimana kalau prediksi tahun 2050 penduduk berjumlah sekitar 384 juta

jiwa? Ke mana peradaban manusia Indonesia akan dituju? Bagaimana standar hidup masyarakat yang lebih beradab bisa diraih? Siapa yang mampu memprediksi secara tepat, berapa sebenarnya kapasitas manusia yang layak hidup di negeri ini, di Jawa Barat, atau di Bandung. Tetapi yang pasti, ada batas maksimal dari daya dukung alam yang kita huni saat ini. Itulah yang harus kita pertimbangkan dan melakukan ikhtiar semaksimal mungkin. Sehingga kehadiran kita menjadi rahmat bagi semuanya, bukan merusak dan serakah, serta membinasakan. Sebagai makhluk sosial, kita harus bertanggungjawabterhadaplingkungan kita. Mengangkat peradaban manusia kepada kelas yang lebih tinggi. Penulis sangat sependapat apa yang ditulis oleh Barbara Ward dan Rene Dubes dalam bukunya Only One Earth. Investasi menutup dan mempertahankan jumlah mulut manusia jauh lebih efektif dari pada investasi membuat jalan dan perumahan. Ada dasar ekonomi yang kuat untuk dikemukakan. Apabila modal itu ditanamkan secara efektif kepada kebijakan kependudukan, dengan upaya mengurangi kecepatan pertumbuhan penduduk, hasilnya akan memberikan keuntungan bersih

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010


w acana yang lebih besar dan cepat, dari pada ditanamkan ke tempat lain (fisik). Karena modal adalah bentuk tabungan, bukan konsumsi. Menekan pertumbuhan penduduk, akan meningkatkan produktivitas. Kelebihan disimpan, dan pengurangan konsumsi. Berbeda dengan investasi yang tidak segera meningkatkan produktivitas dan kekayaan negara, seperti investasi dalam bentuk fisik yakni jalan raya, kereta api, bendungan, dan pusat pembangkit tenaga listrik. Semuanya memerlukan modal besar sekaligus. Sebaliknya, jika konsumsi bisa ditekan melalui upaya menahan jumlah mulut yang harus diberi makan, permintaan secara otomatis akan berkurang. Banyak negara mengkhayal dengan investasi sarana dan prasarana fisik akan menghantarkan secara cepat peningkatan peradaban manusia. Padahal tidak, karena jalan pintasnya adalah dengan menekan laju konsumsi atau dengan kata lain menekan pertumbuhan penduduk, peradaban yang lebih baik siap menanti. Berbagai penelitian menunjukkan bagaimana cost-benefit program KB telah menghasilkan efesiensi anggaran pemerintah yang sangat luar biasa. Kalau merujuk penelitian Prof Ascobat Gani (Universitas Indonesia), dengan mengasumsikan penghematan DKI Jakarta, maka selama 10 tahun saja Jabar sudah mampu menghemat sekitar hampir Rp 50 triliun karena tertundanya kelahiran. Itu hanya untuk penghematan biaya kesehatan dasar dan pendidikan dasar. Jumlah tadi juga sudah dipotong dana operasional program KB. Belum lagi bila dilihat dari penghematan aspek lainnya. Bahkan dari aspek dukungan alam yang tidak tergantikan. Bukankah ini sebuah mahakarya manusia yang sangat luar biasa? Lantas mengapa kita masih menup mata tentang betapa dahsyatnya program KB terhadap efisiensi angaran? Di zaman yang sulit begini, persoalan skala prioritas hendaknya menjadi pilihan utama. Jawabannya sederhana saja, KB tidak secara langsung terlihat hasilnya. Berbeda dengan jalan yang licin, jembatan, atau infrastruktur lainnya. Pejabat lebih silau dengan

pembangunan jangka pendek yang bisa dinilai sebagai prestasi, dari pada membuat dan melaksanakan konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Pejabat yang berhasil dilihat hanya dari permukaan, tidak dilihat bagaimana ia mampu memecahkan akar permasalahan. Maka itulah, negeri ini tidak pernah mampu mengantarkan rakyatnya pada peradaban yang lebih baik. Sejarah perjalanan planit ini memang membuktikan, tidak ada suatu negara pun yang mampu me足 ngangkat pembangunan dan pera足 daban manusianya tanpa melakukan pelambatan pertumbuhan penduduk. Terutama bagi negara yang berpen足 duduk besar, kebijakan ini sangat kental. Contohnya China yang saat ini menduduki peringkat satu penduduk terbanyak, namun dengan kebijakannya dalam waktu dekat akan menjadi peringkat dua, sementara India menjadi peringkat pertama. Kita tidak mau belajar dari itu semuanya, karena kita sibuk mengurus masalah hilir (pertanian, perdagangan, industri, tenaga kerja, dan lainnya). Padahal, inti masalahnya yakni masalah hulu yakni masalah penduduk yang terabaikan. Beberapa data yang pernah dipublikasikan di Jawa Barat selama ini, penulis berhasil menarik kesimpulan bahwa ada signifikansi antara keberhasilan program KB di Jabar dengan tingkat kemiskinan. Artinya, semakin baik program KB di kabupaten/ kota tertentu, semakin rendah tingkat kemiskinannya. Sebaliknya, semakin buruk program KB di satu daerah, semakin tinggi tingkat kemiskinannya. Walaupun ada sekitar tiga kabupaten yang menolak hipotesis tadi, karena diduga distribution of regional income yang timpang. Lantas, untuk apa susah payah megusahakan peningkatkan IPM Jabar karena dengan KB saja selesai? Persoalannya adalah, ketika awal reformasi KB begitu abai oleh pemerintah. Sekarang agak sedikit maju. Tapi anak yang sudah lahir kan tidak mungkin dimasukkan kembali ke rahim ibunya. Ayo kita genjot program KB. Gitu aja kok repot!

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010

Arah dan Strategi Kebijakan Kependudukan dan KB A. Revitalisasi Program KB

1. Pengembangan dan sosialisasi kebijakan pengendalian pendudukan yang responsif gender; 2. Pembinaan dan peningkatan kemandirian KB; 3. Promosi dan penggerakan masyarakat; 4. Peningkatan dan pemanfaatan sistem informasi manajemen (SIM) berbasis teknologi informasi; 5. Pelatihan, penelitian, dan pengembangan program kependudukan dan KB; 6. Peningkatan kualitas manajemen program;

B. Penyerasian Kebijakann Pengenalian Penduduk

1. Penyusunan peraturan perundangan pengendalian penduduk; 2. Perumusan kebijakan kependudukan yang sinergis antara aspek kuantitas, kualitas, dan mobilitas; 3. Penyediaan sasaran paramater kependudukan yang disepakati semua sektor terkait;

C. Peningkatan Ketersediaan dan Kualitas Data dan Informasi Kependudukan yang Memadai, Akurat, dan Tepat Waktu 1. Penyediaan data kependudukan yang akurat dan tepat waktu bersumber pada sensus penduduk dan survei kependudukan; 2. Penyediaan hasil kajian kependudukan.

(RPJMN 2010-2014 Program Kependudukan)

19 19


w acana

Kebijakan Eceng Gondok dan PLKB Sulhan Syafii Sekretaris Eksekutif Forum Parlemen Pembangunan dan Kependudukan Jawa Barat, sebuah projek UNFPA

Ingin menyejahterakan masyarakat miskin, salah satu jawabannya adalah memaksimalkan kerja penyuluh lapangan keluarga berencana (PLKB). Petugas lapangan ini langsung menyentuh masyarakat bukan sakadar kampanye KB, tapi bisa meningkatkan ekonomi keluarga.

P

emprov Jawa Barat pada 2010 ini mengalokasikan dana khusus untuk PLKB. Dana yang disiapkan untuk honor Rp 500 ribu per PLKB per bulan untuk 500 orang. Ada juga dana pendamping dari pemerintah pusat - dengan honor sama untuk 250 PLKB lainnya. Totalnya ada 750 tenaga honorer PLKB baru pada 2010 ini. Langkah pemerintah Jawa Barat dan pusat ini patut dihargai. PLKB berdampak luas, bukan saja untuk program KB, tapi juga peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM) Jawa Barat. Kalkulasinya, keberadaan PLKB jelas-jelas bakal mengampanyekan program KB. Ujungnya adalah pengaturan kelahiran. Dan seperti kita ketahui, pengaturan kelahiran, atau penjarangan kelahiran, atau pembatasan kelahiran berujung pada angka pembagi pertumbuhan ekonomi. Makin sedikit kelahiran, makin cepat IPM bisa didongkrak. Tentu saja pertumbuhan tetap harus digenjot juga.

Tiap tahun mereka harus melakukan pendataan. Pendataan ini akan mencakup keberadaan seluruh keluarga di desa tersebut. Dengan sistem kader di tingkat rukun warga (RW) dan bahkan kader di tingkat rukun tetangga (RT), pendataan ini akan menjadi cepat dan akurat. Pendataan ini berindikasi pada seluruh aspek. Baik unsur sosial, ekonomi, serta kesehatan. PLKB yang dibantu kader kader di RT dan RW akan mendata tingkat kesejahteraan keluarga. Datanya terbagi atas keluarga prasejahtera hingga keluarga sejahtera tiga atau KS3, dan KS3 plus. Pendataan tiap tahun ini berakhir pada Juni. Lalu pada Juli dilakukan lelang kepedulian. PLKB serta para kader dan aparat desa melakukan lelang kepedulian. Di sini biasanya diumumkan struktur sosial dan ekonomi desa. PLKB akan mengumumkan jumlah orang miskin atau prasejahtera. Mereka sampai mengeluarkan data indikator fisik bagunan rumah prasejahtera segala.

Data Base Desa

Lelang Kepedulian

Nah, ternyata PLKB juga berfungsi lain, yakni sebagai motor penggerak peningkatan IPM di tingkat desa. PLKB bukan saja mengampanyekan KB. Mereka juga bertugas mengentaskan kemiskinan.

20 20

Lelang ini adalah wujud dari kesalehan sosial sesamawargadesa.Pengumuman menyangkut struktur ekonomi keluarga di desa. Di situ diumumkan jumlah keluarga prasejahtera dengan semua data pendukungnya. Kasarnya mereka

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010


w acana

DOK BKKBN JABAR

SUARA KB: Sejumlah kader menyanyikan Mars Keluarga Berencana menyambut kunjungan kerja Wakil Presiden Boediono di Bekasi beberapa waktu lalu.

membuka data siapa saja warga yang miskin dan perlu dibantu. PLKB selanjutnya menawarkan kepada keluarga lebih mampu untuk membantu warga desa mereka yang miskin. Misalnya bila masih ada rumah yang belum dilantai, aparat desa dibantu PLKB akan menawarkan kepada warga desa untuk membantu yang miskin. Di lelang kepedulian inilah para orang kaya di desa bisa membantu warga desa mereka yang miskin. Bila ada yang putus sekolah, juga ditawarkan kepada para orang kaya desa untuk membantu uang sekolah, buku atau untuk membelikan seragam bagi mereka yang miskin tadi. Banyak lagi yang perlu dilelang. Warga desa akan merasa keberadaaan PLKB sangat berarti. Karena bagi si miskin, mereka akan terbantu. Dan bagi si kaya, mereka akan lebih diakui dari sisi sosial karena bisa membantu sesama warga desa. Di data base BKKBN, KS3 adalah posisi keluarga sejahtera yang peduli pada lingkungannya. Caranya ya itu tadi, membantu keluarga prasejahtera atau miskin. Sebenarnya cara kerja seperti ini merupakan dasar dari pendirian negara ini, gotong royong. Warga saling bantu membantu dalam memperjuangkan harkat hidup sebagai sesama manusia.

Ditinjau dari sudut agama, agama mana pun, pasti menganjurkan cara semacam ini. Saling membantu untuk mencapai tingkat kesejahteraan lebih tinggi. Cara ini sebenarnya sudah ada sejak zaman baheula. Lalu, oleh institusi yang namanya BKKBN diterjemahkan lebih modern. Dengan metode yang baku, lelang kepedulian. Mereka menggerakkan ini melalui petugas yang bernama PLKB. Sosok PLKB bukan sekadar mengampanyekan program KB, namun juga kesejahteraan bagi keluarga dan warga satu desa tempat ia bertugas. Dalam lelang kepedulian inilah gotong royong yang merupakan landasan kehidupan bangsa ini bisa ditumbuhkan kembali. Dengan lelang kepedulian ini pula mungkin warga yang kekurangan pangan akan terhindari. PLKB akan membuka data siapa saja di desa itu yang hanya bisa makan sehari sekali, atau sehari dua kali dan dengan lauk apa mereka makan. Begitu lengkapnya data sektoral BKKBN.

Jabar Kekurangan PLKB

Kondisi di lapangan saat ini, PLKB hanya sekitar 2.240 orang. Keberadaan mereka banyak yang beralih fungsi. Setelah BKKBN di kota kabupaten disatukan menjadi institusi daerah, keberadaan mereka terpecah. Ada

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010

yang menjalani tugas di dinas lain dan terlepas sebagai PLKB. PLKB bertugas di skala desa. Satu orang PLKB idealnya bertugas untuk satu desa. Ia bertanggungjawab atas data serta keberlangsungnan keikutsertaan warga dalam program ini. Di Jawa Barat tercatat 5.880 desa/ kelurahan. Tapi kini hanya tersisa 2.240 PLKB. Artinya, ada kekurangan sekitar 2.500 PLKB bila perbandingan ideal satu PLKB untuk satu desa/ keluaraan.Jumlah ini akan ditambal dengan program perekrutan tenaga honorer pada tahun ini, 750 orang tadi. Jumlahnya tetap kurang. Bila seluruh PLKB ini bergerak dan membantu warga desa, penulis yakin IPM Jawa Barat akan naik. Asalkan program KB-nya tetap terjaga dan terus meningkat. Artinya jumlah kelahiran menurun. Ada juga hasil yang sangat bermanfaat dari PLKB, yakni terjaganya data base kependudukan Jawa Barat. Data sektoral penduduk versi BKKBN ini dijamin akurat karena pendataan dilakukan PLKB dibantu 7.722 Petugas Pos KB Desa (PPKBD). Di tingkat RW ada juga sub PPKBD sebanyak 58.335 orang yang tersebar di seluruh Jawa Barat. Mereka ini juga dibantu kader yang mencakup dasa wisma atau kader yang membawahi 10 rumah. Jadi dijamin datanya akurat, karena pendataan oleh kader yang mengetahui dan kenal dengan warganya. Tentu mereka mengenal siapa siapa saja warga di desanya beserta pekerjaan dan status sosial, ekonominya. Cara ini mengurangi bias data. Dengan data yang terus di-up date dan akurasi tinggi – bila digunakan untuk mengambil kebijakan pemba­ ngu­ nan– sepertinyalangkahpeme­ rin­ tah tak seperti eceng gondok. Terba­ wa arus politik, sesuai kepentingan dan tak mengakar ke bawah karena tak berdasarkan data base akurat. Mengambil kebijakan tidak dengan ilmu kira-kira. Tapi dengan data.(*)

21 21


k ontrasepsi

Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Materi Pelatihan Teknologi Kontrasepsi Terkini BKKBN Jabar Hotel Gumilang Sari Bandung - 4 Juni 2010

Hingga saat ini terdapat sekitar 100 juta akseptor IUD di seluruh dunia Jenis-Jenis AKDR Penguat Kontrasepsi Copper-releasing - Copper T 380A - Nova T - Multiload 375 Progestin-releasing - Progestasert - LevoNova (LNG-20) - Mirena

Cara Kerja IUD Tembaga

IUD: Keuntungan Kontraseptif

IUD: Keuntungan Kontraseptif

- Efektivitasnya tinggi: 0,6-0,81 kehamilan per 100 wanita dalam tahun pertama penggunaan (Tembaga T 380A) - Segera efektif dan efek sampingnya sedikit - Metode jangka-panjang (perlindungan sampai 10 tahun jika menggunakan Tembaga T 380A) - Tidak mengganggu proses sanggama

- Kesuburan cepat pulih setelah AKDR dilepas - Tidak mengganggu produksi ASI - Bila tak ada masalah setelah kunjungan ulang awaln, tidak perlu kembali ke klinik jika tak ada masalah - Dapat disediakan oleh petugas kesehatan terlatih - Tidak mahal (CuT380A)

22

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010


k ontrasepsi

Keuntungan Nonkontraseptif - Mengurangi kram akibat menstruasi (hanya yang mengandung progestin) - Mengurangi darah menstruasi (hanya yang mengandung progestin) - Mengurangi insidensi kehamilan ektopik (kecuali Progestasert)

Keterbatasan - Perlu pemeriksaan ginekologi dan penapisan penyakit menular seksual (PMS) sebelum menggunakan AKDR - Membutuhkan petugas terlatih untuk memasukkan dan mengeluarkan AKDR - Perlu deteksi benang AKDR (setelah menstruasi) jika terjadi kram, perdarahan bercak atau nyeri - Tidak dapat dihentikan sendiri (harus dilepas petugas)

Keterbatasan

Sesuai untuk Wanita yang:

- Meningkatkan jumlah perdarahan dan kram menstruasi dalam beberapa bulan pertama (hanya pelepas tembaga) - Kemungkinan terjadi ekspulsi spontan - Walaupun jarang (< 1/1000 kasus), dapat terjadi perforasi saat insersi AKDR - Tidak mencegah semua kehamilan ektopik (khususnya Progestasert) - Dapat meningkatkan risiko PRP/PID dan berlanjut dengan infertilitas bagi pasangannya risiko tinggi PMS

- Ingin kontrasepsi dengan efektifitas tinggi dan jangka panjang - Sedang memberikan ASI - Pascapersalinan dan tidak memberikan ASI - Pascakeguguran - Risiko rendah terhadap PMS - Pelupa atau sulit mengingat untuk minum pil setiap hari - Tidak suka atau tidak sesuai atau tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal - Membutuhkan kontrasepsi darurat

Tidak Sesuai untuk Wanita yang: - Hamil (diketahui atau dicurigai) - Dengan perdarahan per vaginam yang sebabnya belum diketahui atau diduga mempunyai masalah ginekologis yang serius - Mengidap PID (riwayat atau sedang) - Mengeluarkan cairan seperti pus (nanah) dan akut - Mengalami gangguan bentuk atau anomali kavum uteri - Mengidap penyakit trophoblast yang berbahaya - Mengidap Tuberkulosis Pelvik - Mengidap kanker ginekologik - Dengan infeksi saluran genital yang aktif (mis: vaginitis, servisitis)

Kondisi yang Perlu Dipertimbangkan: Kondisi (WHO Kelas 3) yang Perlu Dipertimbangkan AKDR tidak direkomendasikan pada wanita dengan kondisi dibawah ini, kecuali jika tak tersedia atau tidak sesuai dengan metode lain : - Penyakit trofoblas yang tidak berbahaya - Mempunyai pasangan seksual lebih dari satu - Pasangannya risiko tinggi PMS atau punya pasangan seksual lainnya

Informasi Penting Konseling

Waktu Pemasangan

- - - - -

- Setiap saat selama 7 hari pertama menstruasi atau dalam siklus berjalan bila diyakini klien tidak hamil - Pascapersalinan (segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 sampai 6 minggu atau setelah 6 bulan menggunakan MLA) - Pascakeguguran (segera atau selama 7 hari pertama) selama tidak ada komplikasi infeksi/radang panggul

Perlu penjelasan tambahan bagi wanita dengan: Stenosis Servikalis Anemia (hemoglobin < 9 g/dl atau hematokrit < 27) Nyeri haid Infeksi ringan pada vagina (kandidiasis atau bakterial vaginosis) tanpa servisitis - Gejala penyakit katup jantung katup

Pencegahan Infeksi Sebelum memasukkan: - Cuci tangan sebelum memeriksa pasien. - Cuci area genitalia sebelum periksa atau pemasangan Pada saat insersi: - Pakai sarung tangan baru atau DTT - Keluarkan AKDR dari kemasan steril. - Usapkan antiseptik (2 kali) pada serviks (dan vagina) - Gunakan teknik “tanpa sentuh� saat insersi

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010

Waktu Pemasangan Pasca-insersi: - Dekontaminasi semua bahan/peralatan bekas pakai - Buanglah bahan/limbah yang terkontaminasi dengan aman. - Cucilah tangan setelah melepaskan sarung tangan. Keterangan Materi di atas hanya sebagian dari sajian keseluruhan. Pembaca yang menginginkan materi lengkap, silakan mengirimkan email ke kencanajabar@gmail.com. Redaksi dengan senang hati akan mengirimkan materi lengkapnya.

23 EDISI EDISIAPRIL JUNI 2009 2009 II Dadali


24 24

WARTA KENCANA I EDISI JULI 2010


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.