4
WARTA UTAMA
TARGET MODERAT DEMI PELAYANAN BERKUALITAS
8 Warta Utama 10 Warta Utama
FOKUS HADAPI SDKI 2017
20 Warta Jabar
SAATNYA MEMPERTAJAM SASARAN UNMETNEED
23 Warta Jabar
12 Warta Utama
CIDAUN TITIK NOL PELAYANAN 2016
15 Warta Utama
Pulau Manuk di Kabupaten Tasikmaaya merupakan daerah terluar Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia. Penguatan lini lapangan untuk menyasar daerah pinggiran sekaligus memfokuskan sasaran menghadapi SDKI 2017.
GENRE JABAR RAMBAH KAMPUNG HINGGA DISKOTIK
33 Warta Daerah 34 Warta Daerah
PARA SUAMI DI BEKASI ENGGAN IKUT KB
KELUARGA KUAT, BANGSA HEBAT
Cover Story
MEMPERKUAT LAGI KIE LINI LAPANGAN
72 PERSEN PUS DI KOTA SUKABUMI IKUT KB
Penasehat KEPALA BKKBN JAWA BARAT Dewan Redaksi SUGILAR, IDA INDRAWATI, TETTY SABARNIYATI, YUDI SURYADHI, RUDY BUDIMAN, RAKHMAT MULKAN, PINTAULI R. SIREGAR Pemimpin Redaksi RUDY BUDIMAN Wakil Pemimpin Redaksi ELMA TRIYULIANTI Managing Editor NAJIP HENDRA SP Tim Redaksi ARIF R. ZAIDAN, CHAERUL SALEH, AGUNG RUSMANTO, DODO SUPRIATNA, HENDRA KURNIAWAN, Kontributor ACHMAD SYAFARIEL (JABOTABEK), AKIM GARIS (CIREBON), AA MAMAY (PRIANGAN TIMUR), YAN HENDRAYANA (PURWASUKA), ANGGOTA IPKB JAWA BARAT, RUDINI Tata Letak LITERA MEDIA Sirkulasi IDA PARIDA Penerbit Perwakilan BKKBN Jawa Barat Percetakan Litera Media - 022 87801235 www.literamedia.com Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 7207085 Fax : (022) 7273805 Email: kencanajabar@gmail.com Website: www.duaanak.com
WARTA KENCANA • NOMOR 26 • TAHUN VI • EDISI KHUSUS AKHIR TAHUN 2015
3
WARTA UTAMA
ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN, KELUARGA BERENCANA, DAN PEMBANGUNAN KELUARGA (KKBPK) DI JAWA BARAT SEPANJANG 2016 TERCERMIN DALAM KONTRAK KINERJA PROVINSI (KKP) YANG DITETAPKAN AWAL TAHUN INI. KKP MENYAJIKAN SEJUMLAH INDIKATOR UTAMA PEMBANGUNAN KKBPK, MULAI ANGKA KESERTAAN KONTRASEPSI ATAU CONTRACEPTIVE PREVALENCY RATE (CPR) HINGGA PEMETAAN URUSAN BIDANG PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA DALAM PENGUATAN PROGRAM KKBPK DI DAERAH.
PEMBEKALAN PETUGAS LINI LAPANGAN OLEH KEPALA PERWAKILAN BKKBN JAWA BARAT
TARGET MODERAT DEMI PELAYANAN BERKUALITAS
PESERTA AKTIF 5,8 JUTA, PREVALENSI 63 PERSEN 4
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII VI • EDISI I TAHUN 2016
WARTA UTAMA
I
ndikator lain KKP berturutturut adalah sebagai berikut: persentase kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmetneed), jumlah peserta KB baru, jumlah peserta KB aktif, persentase peserta KB menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP), peserta KB aktif pria, persentase pasangan usia subur (PUS) yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang semua
jenis kontrasepsi modern, dan persentase PUS anggota kelompok kegiatan bina keluarga balita (BKB), bina keluarga rema ja (BKR), bina keluarga lansia (BKL), dan kelompok usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera (UPPKS). Berikutnya adalah indeks pengetahuan rema ja tentang kesehatan reproduksi rema ja (KRR), persentase sasaran yang mendapatkan promosi dan konseling kesehatan
reproduksi, angka kelahiran pada rema ja usia 15-19 tahun (ASFR 15-19), dan persentase masyarakat yang mengetahui isu kependudukan. Kemudian, persentase provinsi, kabupaten, dan kota yang memasukan isu kependudukan ke dalam dokumen musyarawah perencanaan pembangunan (Musrenbang) dan persentase laporan realisasi triwulanan kabupaten dan kota penerima dana alokasi khusus (DAK). Terkait dengan data dan
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
5
WARTA UTAMA
Target yang dipatok Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Barat menunjukkan adanya kehati-hatian dalam menentukan capaian. Hal ini tampak dari kecilnya target capaian dibandingkan dengan raihan kinerja 2015 lalu. Hal ini semata-mata dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan program KKBPK itu sendiri. Untuk CPR misalnya, meski pada 2015 lalu mencapai 74,56 persen, tahun ini hanya mematok angka 63 persen. Angka ini lebih dari target capaian kinerja pada 2015 lalu. Di sisi lain, persentase unmetneed terus ditekan dari 13,03 persen pada akhir 2015 menjadi 8,5 persen. Target prevalensi KB di atas diharapkan dapat ditopang melalui capaian 1239.380 peserta KB baru (PB). Dari jumlah tersebut, 24,8 persen di antaranya dibidik sebagai peserta KB baru MKJP. Terdiri atas 106.520 IUD alias kontrasepsi dalam rahim, 10.720 metode operasi wanita (MOW) atau tubektomi, 780 metode operasi pria (MOP) atau vasektomi, dan 180.040 implant alias susuk KB. Tambahan PB tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas peserta
6
KB aktif (PA) yang tahun ini dipatok 5.820.220 orang. Secara keseluruhan, persentase MKJP pada akhir 2016 mendatang ditarget mencapai 17,38 persen. Kesertaan KB pria, meliputi MOP dan kondom, diharapkan mampu memenuhi angka 2,5 persen dari total peserta KB aktif.
“
Target yang dipatok Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat menunjukkan adanya kehati-hatian dalam menentukan capaian. Hal ini tampak dari kecilnya target capaian dibandingkan dengan raihan kinerja 2015 lalu. Hal ini sematamata dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan program KKBPK itu sendiri.
“
informasi program KKBPK, KKP mendapat tambahan indikator berupa persentase jumlah ketersediaan data dan informasi yang akurat dan tepat waktu. Indikator ini dilengkapi dengan tiga indikator lagi: laporan keuangan dan pengelolaan barang milik negara (BMN), persentase temuan eksternal dan internal yang selesai ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan, dan jumlah mitra kerja dan tenaga lini lapangan yang dilatih.
Program-program ketahanan keluarga juga diharapkan turut mendongkrak kesertaan KB di Jawa Barat. Perwakilan BKKBN Jawa Barat membidik sedikitnya 77,7 persen PUS
anggota BKB menjadi peserta KB. Demikian pula dengan 73,3 persen PUS anggota BKR, 64,9 persen PUS anggota BKL, dan 57,1 persen PUS anggota kelompok UPPKS diharapkan menjadi peserta KB. Aspek pengetahuan masyarakat terhadap program KKBPK turut menjadi perhatian. Hal ini ditunjukkan dengan adanya empat indikator KKP, meliputi pengetahuan dan pemahaman PUS terhadap semua jenis kontrasepsi modern sebanyak 19 persen, indeks pengetahuan rema ja tentang KRR sebesar 47,9, dan persentase masyarakat yang mengetahui isu kependudukan sebesar 43 persen. Lebih khusus lagi, target persentase sasaran yang mendapatkan promosi dan konseling kesehatan reproduksi sebanyak 10 persen.
Melesat Melampaui Target Dapur pacu program KKBPK Jawa Barat langsung panas sejak awal tahun. Dalam dua bulan pertama misalnya, peserta KB aktif atau PA sudah jauh melampaui target yang ditetapkan. Dari target 5.820.220 PA hingga akhir tahun mendatang, pada Februari sa ja sukses mencatatkan angka 7.446.828 peserta atau mencapai 127,95 persen dibandingkan dengan perkiraan permintaan masyarakat (PPM) pada 2016. Capaian tersebut dengan sendirinya turut mengatrol angka prevalensi kesertaan KB atau CPR. Dibandingkan dengan jumlah PUS pada bulan berjalan, Februari 2016, sebanyak 10.287.080 pasangan, berarti CPR Jawa Barat mencapai 72,39 persen. Pencapaian ini melampaui target yang sudah terlebih
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
WARTA UTAMA dahulu ditentukan sebanyak 63,5 persen. Prevalensi dan capaian jumlah peserta KB aktif ini merata nyaris di semua kabupaten dan kota di Jawa Barat. Sampai Februari 2016, tercatat hanya Kabupaten Indramayu dan Kota Cirebon yang capaian target PA-nya di bawah 100 persen. Rinciannya, Kabupaten Indramayu sebesar 95,91 persen dan Kota Cirebon sebesar 99,73 persen. Sementara sisanya sebanyak 25 kabupaten dan kota sukses mencatatkan capaian di atas 100 persen.
NO
Dari seluruh daerah di Jawa Barat, capaian Kabupaten Cirebon terbilang fantastis. Dari target semula “hanya” 280.244 PA, per Februari 2016 berhasil mencatatkan PA sebanyak 909.876 orang atau mencapai 324,67 persen terhadap target. Dengan capaian tersebut, Kabupaten Cirebon berhasil menjaga trend positif capaian PA karena pada Desember 2015 lalu juga membukukan 118,90 persen. Di luar Kabupaten Cirebon, persentase capaian PA berkisar antara 100-130 persen. Jumlah absolut peserta KB aktif di Jawa Barat berbanding lurus
dengan persentase capaian di atas. Dengan demikian, daerah-daerah yang secara tradisional memiliki jumlah penduduk banyak mencatatkan jumlah peserta KB aktif yang juga banyak. Di luar Kabupaten Cirebon, lima besar capaian tertinggi PA dihuni berturutturut oleh Kabupaten Bogor (772.060 orang), Kabupaten Bandung (565.573 orang), Kabupaten Bekasi (525.890 orang), dan Kota Bekasi (405.293 orang). Adapun jumlah PUS penghuni lima besar PA di atas pada Februari 2016 berturut-turut
INDIKATOR KONTRAK KINERJA PROVINSI
SASARAN 2016
A. SASARAN STRATEGIS 1
Angka Prevalensi Penggunaan Kontrasepsi (CPR)
2
Persentase Kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (Unmet Need)
63,0 8,5
3
Angka kelahiran pada rema ja usia 15-19 tahun (ASFR 15-19 tahun)
4
Persentase Peserta KB Baru MKJP
24,8
48
5
Persentase Peserta KB Aktif MKJP
17,4
B. SASARAN PROGRAM 1
Jumlah Peserta KB Baru PB
1.239.380
2
Jumlah Peserta KB Aktif PA
5.820.220
3
Persentase Kesertaan KB Pria (PA) (MOP+KONDOM)
2,5
4
Persentase PUS yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang semua jenis kontrasepsi modern
19
5
Persentase PUS anggota Poktan BKB, BKR, BKL, UPPKS yang ber-KB: a. Persentase PUS anggota BKB yang ber-KB
77,7
b. Persentase PUS anggota BKR yang ber-KB
73,3
c. Persentase PUS anggota BKL yang ber-KB
64,9
d. Persentase PUS anggota UPPKS yang ber-KB
57,1
6
Indeks Pengetahuan rema ja tentang Kesehatan Reproduksi Rema ja (KRR)
47,9
7
Persentase Sasaran yang mendapatkan promosi dan Konseling Kesehatan Reproduksi
10,0
8
Persentase masyarakat yang mengetahui isu kependudukan
43,0
9
Persentase Provinsi yang memasukan program KKBPK dalam Musrenbang
100,0
10
Persentase Kab/Kota yang memasukan program KKBPK dalam Musrenbang
40,0
11
Laporan Realisasi Triwulanan Kabupaten dan Kota penerima DAK tahun 2016
100,0
12
Jumlah ketersediaan data dan informasi yang akurat dan tepat waktu
100,0
13
Laporan Keuangan dan Pengelolaan BMN yang dapat diselesaikan tepat waktu, akuntabel, kredibel dan memenuhi standar kepatutan
100,0
14
Persentase temuan eksternal dan internal yang selesai ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan
100,0
15
Pemetaan Urusan Bidang Pengendalian Penduduk dan KB di Kab/Kota dalam penguatan program KKBPK
100,0
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
7
WARTA UTAMA sebagai berikut: Kabupaten Cirebon (1.033.227 PUS), Kabupaten Bogor (1.035.397 PUS), Kabupaten Bandung (693.306 PUS), Kabupaten Bekasi (727.511 PUS), dan Kota Bekasi (498.614 PUS). Di samping itu, terdapat sejumlah daerah memiliki PUS di atas 500 ribu, yakni Kabupaten Karawang (540.732 PUS), Kabupaten Cianjur (572.815 PUS), dan Kabupaten Garut (502.124 PUS). Sebaliknya, daerah-daerah yang secara alamian memiliki jumlah penduduk dan PUS sedikit mencatatkan jumlah PA relatif sedikit, di bawah 100 ribu. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut: Kota Banjar (27.148 PA), Kota Cirebon (28.242 PA), Kota Sukabumi (38.855 PA), Kabupaten Pangandaran (56.232), Kota Cimahi (70.650 PA), dan Kota Tasikmalaya (86.016 PA). Dibandingkan dengan capaian akhir tahun 2015, terdapat kenaikkan jumlah PA sebanyak 332.572 orang, dari 7.114.256 orang menjadi 7.446.828 orang pada Februari 2016. Penambahan ini erat kaitannya dengan bertambahnya jumlah PUS dari 9.541.148 pasangan pada Desember 2015 menjadi 10.287.080 pasangan. Dengan demikian, dalam dua bulan jumlah PUS di Jawa Barat bertambah 745.932 pasangan. Kenaikkan jumlah peserta KB aktif di Jawa Barat turut ditopang jumlah peserta KB baru yang dihasilkan melalui sejumlah kegiatan momentum. Bahkan, pelayanan KB sudah berlangsung melalui momentum Safari Jabar Selatan bersama Gubernur Jawa Barat di Puskesmas Cidaun, bagian paling selatan dari Kabupaten Cianjur, pada 3 Januari 2016. (*)
8
FO KUS HADAPI SDKI 2017 Hasil Supas 2015 membuat pengelola program KKBPK se-tanah air bungah. Pasalnya, angka fertilitas total atau TFR menunjukkan penurunan signifikan dari 2,6 berdasarkan SDKI 2012 menjadi 2,28 pada Supas 2015. hebat bukan?!
T
entu sa ja jawabannya hebat, mengingat dalam 10 tahun terakhir TFR stagnan pada angka 2,6. Namun begitu, Deputi Bidang Pengendalian Penduduk Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional (BKKBN) Wendy Hartanto mewantiwanti agar jangan sampai pengelola program KKBPK terbuai. Alasannya, ada perbedaan metode maupun pemilihan sampel antara Survei Penduduk Antarsensus (Supas) dengan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Karena itu, membandingkan Supas dengan SDKI tidaklah sebanding alias apple to apple. “Ujian sesungguhnya adalah SDKI 2017 nanti. Pada saat itulah kinerja BKKBN dan seluruh pengelola program KKBPK di Indonesia bakal diuji. Kita jangan terbuai dengan hasil Supas 2015,” kata Wendy saat memberikan pengarahan pada Rapat Koordinasi
Teknis (Rakornis) Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) Jawa Barat beberapa waktu lalu. Mengacu kepada hasil Supas 2015, TFR mengalami penurunan signifikan di semua provinsi. Pun dengan Jawa Barat yang berhasil membukukan TFR pada angka 2,12. Sementara berdasarkan SDKI 2012 lalu, Jawa Barat memiliki TFR 2,5. Pada Supas 2015, TFR tertinggi Indonesia “hanya” 2,82 di Nusa Tenggara Timur. Padahal, pada SDKI 2012 lalu TFR tertinggi ada di Papua Barat yang mencapai 3,7. Adapun yang terendah masih milik Daerah Istimewa Yogyakarta, baik SDKI 2012 maupun Supas 2015. Daerah monarki ini membukukan angka 22,1 pada SKI 2012 dan 1,73 pada Supas 2015. Di antara tiga provinsi besar di Pulau Jawa, Jawa Barat tercatat memiliki TFR paling tinggi. Adapun Jawa Tengah
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
WARTA UTAMA
DEPUTI DALDUK BKKBN MENYERAHKAN PRANGKO EDISI KHUSUS PROGRAM KKBPK
dan Jawa Timur memiliki TFR masing-masing 2,06 dan 1,79. Pada SDKI 2012 lalu, Jabar dan Jateng memiliki TFR yang sama, 2,5. Adapun TFR Jatim adalah 2,3. Yang menarik, meski sukses menurunkan TFR besarbesaran, ternyata angka kesertaan ber-KB atau contraceptive prevalency rate (CPR) di tiga provinsi jumbo tersebut sama-sama mengalami penurunan. Jabar yang pada SDKI 2012 tercatat memiliki CPR 62,2 persen, pada Supas 2015 turun menjadi 61,6 persen. Jateng turun dari 65,2 persen menjadi 60,2 persen. Adapun Jatim turun dari 65,3 persen menjadi 61,7 persen. Bedanya, dua provinsi tersebut memiliki angka migrasi minus, sementara Jabar positif. Artinya, lebih banyak penduduk yang keluar daripada yang masuk ke Jateng dan Jatim, sementara di jabar sebaliknya. Langkah bijak menghubungkan Supas dengan SDKI, menurut
Wendy, adalah dengan menjadikan hasil Supas 2015 sebagai pijakan atau acuan untuk mengefektifkan kinerja menjelang SDKI 2017. Angkaangka dalam Supas menjadi tantangan untuk kemudian diuji dan dibuktikan agar pada 2017 kelak tidak jauh berbeda atau malah sama dengan hasil SDKI. Wendy menilai hal itu merupakan sebuah pekerjaan berat mengingat betapa sulitnya menurunkan TFR di Indonesia. Karena itu, Wendy meminta para pengelola program KKBPK untuk memanfaatkan hasil Pendataan Keluarga 2015 untuk mena jamkan sasaran program pada 2016 ini. Alasanya, indikator pendataan keluarga sudah sangat jelas memandu petugas untuk menentukan intervensi apa yang bisa dilakukan kepada kelompok sasaran berdasarkan hasil pendataan tersebut. Di tempat yang sama, Kepala Biro Keuangan dan Pengolahan
Barang Milik Negara Darlis Darwis mengibaratkan penggarapan program KKBPK atau KB sa ja sebagai permainan sepakbola. Darlis menginginkan filosofi bermain efektif yang digunakan sejumlah pelatih di sejumlah kompetisi bergengsi di Eropa. Filosofi tersebut menekankan pada efektivitas permainan dengan target utama adalah kemenangan. Dengan filosofi ini, sebuah tim tak peduli bermain cantik atau jelek, yang penting menang. “Era tiki-taka yang terlihat cantik dan atraktif di lapangan sudah berakhir. Sekarang sudah bukan waktunya lagi. Sekarang waktunya bermain untuk menang. SDKI 2017 sudah di depan mata, tak perlu lagi mencoba-coba atau memilihmilih model penggarapan program KB. Langsung sa ja fokus ke kelompok sasaran, menjadikan mereka peserta KB untuk menurunkan TFR,” tegas Darlis.(*)
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
9
WARTA UTAMA
SAATNYA MEMPERTAJAM SASARAN UNMETNEED
Dibanding pemerintah pusat, pengelola program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) di Jawa Barat tampaknya lebih greget. Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat menilai tak perlu menunggu aba-aba Jakarta untuk segera memutar roda program. Roda itu secara resmi mulai berputar dalam dua hari ini pada Februari 2016 lalu. PELAYANAN KB IMPLANT DI KOTA BANDUNG
10
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII VI • EDISI I TAHUN 2016
WARTA UTAMA “Kami menyebutnya Rakornis atau rapat koordinasi teknis pengelola program KKBPK di Jawa Barat. Acara ini diikuti para kepala dan para kepala bidang setiap SKPD yang membidangi program KKBPK di kabupaten dan kota di Jawa Barat. Kami ingin memperta jam sasaran program yang akan dilaksanakan pada 2016 ini,” papar Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar di sela Rakornis. Sugilar tidak memungkiri Rakornis seolah-olah mendahului pemerintah pusat. Sejauh ini, BKKBN belum memastikan kapan rapat koordinasi nasional (Rakornas) program KKBPK bakal dilaksanakan. Praktis, selama belum digelarnya Rakornas, maka Jabar belum bisa melaksanakan rapat koordinasi daerah (Rakorda). Rakornas dan Rakerda ini sebelumnya memakai nama rapat kerja nasional (Rakernas) dan rapat kerja daerah (Rakerda). Rakor atau rapat koordinasi mulai digunakan tahun ini. “Sebelum kami berkonsultasi kepada BKKBN pusat untuk menyelenggarakan Rakorda duluan. Keinginan tersebut tidak dikabulkan dengan alasan program di tingkat provinsi dan kabupaten atau kota harus mengacu atau menyesuaikan dengan program nasional. Kalau begitu kami pakai istilah rakornis sa ja. Ini lebih teknis membahas program, baik evaluasi maupun pena jaman sasaran-sasaran ke depan,” kata Sugilar lagi. Lebih dari itu, sambung dia, Rakornis merupakan a jang penguatan komitmen pengelola program KKBPK di daerah. Ikhtiar itu tertuang jelas dalam tema Rakornis perdana ini, “Penguatan Komitmen dan Kinerja Penggarakan Progam
KKBPK dalam Membangun Jawa Barat dari Pinggiran.” Melalui tema ini, BKKBN seakan menegaskan bahwa kabupaten dan kota, terutama para petugas lini lapangan merupakan ujung tombak pembangunan KKBPK di Jawa Barat. Selain dihadiri kepala SKPD KB dan para kepala bidang di dalamnya, Rakornis juga menghadirkan Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Wendy Hartanto dan Kepala Biro Keuangan dan Pengolahan Barang Milik Negara Darlis Darwis. Di luar jabatan struktural tersebut, keduanya merupakan pembina wilayah untuk Provinsi Jawa Barat. Sementara di tingkat provinsi, Rakornis dihadiri seluruh pejabat struktural di lingkungan Perwakilan BKKBN Jawa Barat. Sugilar menjelaskan, salah satu topik bahasan Rakornis adalah pena jaman sasaran pasangan usia subur (PUS) yang tidak terlayani KB (unmetneed). Hal ini menjadi penting mengingat sulitnya menurunkan angka unmetneed selama bertahuntahun. Padahal, peserta KB baru terus bertambah setiap tahun. Angka kesertaan ber-KB atau contraceptive prevalency rate (CPR) juga menunjukkan angka menggembirakan, di atas 70 persen. Dalam lima tahun terakhir, unmetneed di Jabar sulit beranjak dari angka 13 persen. Pada 2011, unmetneed berada pada angka 13,49 persen. Jumlahnya melonjak naik menjadi 14,79 persen pada Desember 2012 untuk kemudian perlahan menurun menjadi 13,68 persen pada Desember 2013. Satu tahun kemudian, Desember 2014, unmetneed kembali naik menjadi 13,95 persen. Angka unmetneed barulah turun hampir satu
digit menjadi 13,03 pada akhir Desember 2015. Penurunan terakhir ini cukup menarik karena pada tahun yang sama terjadi keterlambatan alat dan obat kontrasepsi. Nah, salah satu upaya pena jaman tersebut dengan memanfaatkan hasil Pendataan Keluarga 2015 (PK 2015) yang tahapannya sampai saat ini masih berlangsung. Menyimak formulir PK 2015, maka bisa dengan mudah ditemukan siapa sa ja PUS yang masuk kategori unmetneed. Data itulah yang akan menjadi pijakan untuk menentukan sasaran penggarapan program KKBPK. “Pendataan keluarga ini akan menghasilkan angka unmetneed yang Insya Allah valid. Kartu Keluarga Indonesia sebagai hasil akhir dari pendataan akan menunjukkan by name by address siapa saja yang masuk kategori unmetneed. Itulah sasaran kita selama 2016 ini,” tegas Sugilar.(*)
Jawa Barat Permintaan KB yang Terpenuhi
81,01%
Total Permintaan ber-KB
79,41%
Total Unmetneed
15,08
Prevalensi Kesertaan KB
64,33%
Indonesia Permintaan KB yang Terpenuhi
76,29%
Total Permintaan ber-KB
77,32%
Total Unmetneed
18,33%
Prevalensi Kesertaan KB
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
58,99%
11
WARTA UTAMA
Cidaun
Titik Nol Pelayanan 2016 MEMBANGUN DARI PINGGIRAN BUKAN SEKADAR JARGON. FILOSOFI ITU BENAR-BENAR DIAKTUALISASIKAN DI JAWA BARAT. TAHUN INI, PELAYANAN KB DIMULAI DARI SISI PALING PINGGIR DI JAWA BARAT, TEPATNYA DI PESISIR SELATAN CIDAUN, KABUPATEN CIANJUR. CIDAUN MENJADI TITIK NOL PELAYANAN KB JAWA BARAT. 12
Malam pergantian tahun belum lama berlalu. Hari kerja belumlah datang. Semua masih dalam suasana liburan tahun baru 2016. Namun begitu, jauh di ujung selatan Jawa Barat sudah berlangsung pelayanan kontrasepsi. Tidak kurang dari 50 peserta KB baru dan ganti cara mengikuti pelayanan perdana di Puskesmas Cidaun, bagian paling selatan dari Kabupaten Cianjur, pada Minggu pagi 3 Januari 2016. “Total ada 53 orang yang kami layani pada hari ini. Tiga di antaranya dipasang IUD, sisanya implant,” kata Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Kabupaten Cianjur Esih Sukaesih Karo-karo saat ditemui di sela pelayanan.
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
WARTA UTAMA “Ada yang diangkut menggunakan sepeda motor milik PLKB, ada juga yang diangkut menggunakan kendaraan bak terbuka. Bagi kami, yang penting calon peserta KB bisa terlayani dengan baik,” kata Esih. Upaya jemput bola ini pun langsung mendapat acungan jempol Asisten III Sekretariat Daerah Kabupaten Cianjur Teddy Artiawan yang pagi itu turut memantau jalannya pelayanan di Puskesmas Cidaun. Bagi Teddy, pelayanan KB hari itu menunjukkan paradigma baru pelayanan publik. “Bila sebelumnya petugas hanya menunggu masyarakat yang datang ke tempat pelayanan, (pelayanan) KB ini luar biasa. Para petugas sendiri yang datang menjemput dan mengantarkan kembali peserta KB. Ini pelayanan publik yang sangat prima. Terima kasih kepada BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) Jawa Barat yang telah memfasilitasi pelayanan ini,” kata Teddy.
MENTARI PAGI DI PANTAI CIDAUN KABUPATEN CIANJUR
Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar yang duduk berdampingan dengan Teddy
hanya tersenyum mendapat pujian tersebut. Bagi Sugilar, pelayanan ala BKKBN tersebut merupakan tradisi yang telah lama dibangun. Terlebih untuk daerah-daerah yang masih kesulitan terhadap akses pelayanan KB. Pelayanan di daerah tertinggal, terpencil, dan perbatasan menjadi salah satu concern BKKBN dalam beberapa tahun terakhir. Untuk mendukung pelayanan tesebut, sambung Sugilar, pihaknya mengerahkan armada pelayanan mobile yang siap menjangkau daerahdaerah galciltas di Jawa Barat. Sampai saat ini, BKKBN telah menyerahkan sejumlah mobil unit pelayanan (Muyan) KB ke kabupaten dan kota di Jawa Barat. Selain itu, beberapa kabupaten dan kota mendapat dana alokasi khusus (DAK) untuk pengadaan alat transportasi peserta KB. “Semua cara kami lakukan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kami menyiagakan armada pelayanan mobile di provinsi maupun kabupaten dan kota. Di samping itu, kami memberikan pelatihan-pelatihan kepada dokter dan bidan untuk memberikan pelayanan KB di
Esih menjelaskan, selain dari Kecamatan Cidaun, peserta KB anyar tersebut berasal dari Kecamatan Sindangbarang. Dua kecamatan ini termasuk daerah terluar di Jawa Barat yang sebelumnya terisolasi akibat buruknya kondisi jalan menuju ke daerah tersebut. Untuk memobilisasi calon peserta KB, pihaknya menjemput langsung ke rumahrumah warga menggunakan sejumlah kendaraan operasional KB maupun menyewa secara khusus angkutan umum.
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
13
WARTA UTAMA klinik dan puskesmas. Sudah ribuan dokter dan bidan yang kami latih di Jawa Barat ini,” kata Sugilar. Pehobi fotografi ini menjelaskan secara khusus, tahun ini pihak bakal terus menggenjot pelayanan KB maupun program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) di desadesa dan kampung-kampung. Strategi ini sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk menggulirkan pembangunan dari pinggiran. “Pak Gubernur (Jawa Barat) benar-benar melaksanakan konsep membangun dari pinggiran ini. Roadshow Jabar Selatan selama tiga hari ini menjadi a jang Pak Gubernur untuk berdialog dengan masyarakat untuk kemudian mencari solusi bersama masyarakat. Inilah model pembangunan dari desa menuju kota, membangun dari pinggiran,” papar Sugilar yang sejak dua hari sebelumnya turut mendampingi Gubernur Ahmad Heryawan melakukan safari di Jabar Selatan.
Kukurusukan Gubernur Aher ke Jabar Selatan
tersebut terdiri atas Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Sukabumi. “Agar libur bermakna, saya a jak pimpinan dinas terkait beserta keluarganya diawali dari Pangandaran dan berakhir di Pelabuhan Ratu. Kita ingin melihat pemandangan indah Jabar Selatan, sehingga pikiran nanti lebih segar,” kata Aher sebelum meluncur ke Pangandaran. Rute yang ditempuh diawali ke lokasi penataan lahan parkir dan lahan rumah sakit RSUD Pangandaran yang dibangun dari Bantuan Keuangan Pemprov Jabar. Esok harinya, 2 Januari 2016, menuju ke Green Canyon, lalu ke obyek wisata terluar di Pangandaran yakni Nusa Manuk dan lokasi pencetakan sawah terbaru di Cikalong, Kabupaten Pangandaran. Rombongan kemudian beranjak ke Pantai Cipatujah di Kabupaten Tasikmalaya, lalu ke Pantai Karang Paranje, Kabupaten Garut. Setelah itu, meninjau calon masjid di Desa Karangwangi, Mekar Mukti, Kabupaten Garut dan
bermalam di Rancabuaya, Kabupaten Garut. Pada hari terakhir, rombongan Gubernur menuju Cidaun di Kabupaten Cianjur untuk kemudian meninjau masyarakat dan petugas sekitar hutan di Cisujen, Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi. Dari Sukabumi, rombongan kembali ke Bandung. Menurut Aher, pihaknya ingin menerima masukan rakyat sekaligus memastikan kondisi pembangunan di Jabar Selatan yang relatif tertinggal dibandingkan Jabar Tengah dan Jabar Utara. “Pada tahun 2010, di kawasan tersebut, kita memang betulan ke jalur offroad. Masih ada jalan harus masuk sungai lalu masuk jalan lagi. Tahun 2011 kami bangun lima jembatan, akses jadi lebih lancar,” katanya. Saat ini, selain akses lancar, kondisi jalan provinsi sepanjang 130 km pun sudah termasuk kategori mantap tingkat tinggi. “Jalannya sudah ada yang beton, beberapa hotmix kategori bagus. Maka kami ingin nikmati jalan itu sekaligus ingin memantau perkembangan perawatannya,” paparnya.(*)
Sugilar menjelaskan, pelayanan KB di Kecamatan Cidaun merupakan salah satu rangkaian kegiatan safari kunjungan kerja Gubernur Ahmad Heryawan yang dikemas dalam bentuk kukurusukan alias blusukan. Tradisi yang dimulai pada tahun lalu tersebut berlangsung selama tiga hari, 1-3 Januari 2016. Aher, sapaan akrab Ahmad Heryawan, mengku ingin memanfaatkan waktu libur akhir pekan awal tahun baru secara bermakna ke lima kabupaten di pesisir selatan Jawa Barat. Kelima daerah
14
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
GUBERNUR JAWA BARAT SAAT KUKURUSUKAN
WARTA UTAMA
KELUARGA KUAT, BANGSA HEBAT
Presiden Resmikan Kampung KB Pertama
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII VI • EDISI I TAHUN 2016
15
WARTA UTAMA
PERESMIAN KAMPUNG KB NYARIS BATAL KALAU SAJA PRESIDEN JOKO WIDODO TAK MENARUH PERHATIAN TINGGI PADA PEMBANGUNAN KELUARGA. BEBERAPA SAAT SEBELUM PENCANANGAN KAMPUNG KB PERDANA DI TANAH AIR TERSEBUT TERJADI LEDAKAN BOM DI IBU KOTA. JOKOWI MEYAKINI KELUARGA SANGAT PENTING SEBAGAI PILAR PEMBANGUNAN BANGSA.
P
residen Joko Widodo atau beken dengan sebutan Jokowi menepati janjinya untuk meresmikan secara langsung Kampung Keluarga Berencana (KB) di Desa Mertasinga, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon. Rencana ini nyaris berantakan saat kabar buruk datang ketika Presiden tengah meninjau Rumah Kerang di Kecamatan Tengahtani, sesaat sebelum peresmian Kampung KB. Meski hanya sesaat, namun warga merasa puas dan bangga atas kehadiran Jokowi. Bagi warga, kehadiran orang nomor satu di negeri ini sangat berarti. “Saya mewakili warga disini sangat berterima kasih pada Pak Presiden. Meski dalam situasi yang sangat sulit, beliau masih bisa menyempatkan datang ke sini,” ujar Kuwu Mertasinga Alamsyah usai peresmian Kampung KB pada 14 Januari 2016 lalu.
16
Dalam sambutannya, Jokowi menegaskan bahwa pemerintah melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sedang gencar menggalakkan lagi program KB. Ini karena la ju pertumbuhan penduduk di Indonesia sangat besar, yaitu 1,3 persen. Dibandingkan dengan jumlah penduduk saat ini, maka setiap tahunnya terdapat tambahan tiga juta orang. Dengan tambahan ini, mana setiap tahun harus membuka lapangan pekerjaan. “KB kita galakkan lagi, karena sekarang juga persaingan antarnegara itu sangat ketat sekali. Semuanya ingin mensejahterakan rakyatnya, tidak hanya di Indonesia, negara-negara lain inginnya rakyatnya juga sejahtera. Semuanya ini bersaing,” kata Presiden Jokowi yang siang itu meresmikan Kampung KB di Tempat Pelelangan Ikan.
Presiden menyebutkan, rata-rata tingkat kelahiran perempuan per ibu, 2010-2015 sebanyak 2,4 anak. Artinya per perempuan itu memiliki 2-3 anak. Lebih kurang tahun 2020-2030, yaitu 5-15 tahun yang akan datang, Indonesia mempunyai penduduk dengan umur produktif yang sangat besar sekali. Artinya, lanjut Presiden, kita harus menyiapkan lapangan pekerjaan yang sangat banyak pada 2020-2030. Jookwi menjelaskan, besarnya la ju pertumbuhan penduduk memunculkan ada tiga masalah. Yakni, masalah pangan, sandang, dan kesehatan. “Jadi yang namanya keluarga itu harus direncanakan, diatur. Oh, saya ingin anak saya satu, anak saya dua. Karena saya ingin anak saya ini dua-duanya sekolah sampai perguruan tinggi, entah
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
WARTA UTAMA dan lingkungan hidup. “Jadi pembangunan nasional itu benar-benar diarahkan untuk masyarakat desa, makanya hari ini mencanangkan Kampung KB di Cirebon ini yang dilakukan oleh Presiden agar di daerah lain mencontoh untuk membangun Kampung KB,” ujarnya. Ihwal pemilihan Kabupaten Cirebon, Surya beralasan Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk paling padat. Di sisi lain, kampung nelayan memiliki kesadaran rendah untuk ber-KB.
PRESIDEN DAN MENKO PMK MENINJAU KAMPUNG KB bagaimana caranya saya akan lakukan. Dihitung, kalau masuk perguruan tinggi itu butuh uang, katakanlah Rp 3 juta. Berarti saya harus siapkan kalau dua orang Rp 6 juta. Menyiapkannya dari mana,” tutur Presiden. Jokowi meyakini bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang kuat jika keluargakeluarga di Indonesia juga kuat dan sejahtera. Untuk itu, Presiden menga jak semua harus bergerak, sama-sama bergotong-royong membangun keluarga Indonesia berkualitas. Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi menyempatkan untuk berdialog dan membagikan sepeda kepada warga Desa Mertasinga. Acara berakhir dengan pelepasan konvoi 300 perahu nelayan, sementara Presiden segera bertolak ke Jakarta menggunakan helikopter Super Puma.
Gerakan Masyarakat Ditemui di sela pencanangan, Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty menjelaskan, Kampung KB merupakan program pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan sekaligus menekan la ju pertumbuhan penduduk di Indonesia. “Kampung KB ini merupakan program Pemerintahan Pusat, yaitu dicanangkan melalui Gubernur, Bupati atau Walikota, minimal satu Kampung KB di kota maupun kabupaten. Jadi, total se-Indonesia adalah 524 Kampung KB,” kata Surya. Surya menjelaskan, Kampung KB bertujuan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk melaksanakan program kependudukan keluarga berencana dan akan dibantu dengan sektor lainnya seperti kesehatan, pendidikan, perumahan rakyat
“Di kampung ini, tepatnya di kampung nelayan ini, kesadaran untuk ber-KB sangatlah kurang. Maka dari itu, kami canangkan Kampung KB di sini. Tujuannya supaya warga masyarakat di sini melaksanakan KB dan mudahmudahan dengan adanya Kampung KB kesejahteraan masayarakarnya juga ikut meningkat,” katanya. Meningkat dalam artian, jelas Surya, di dalam Kampung KB ini selain untuk menga jak masyarakat ber-KB juga di dalamnya ada program lainnya seperti, diperkenalkan bagaimana cara hidup sehat, bagaimana cara meningkatkan nilai ekonomi rumah tangga, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan yang ada di dalam Kampung KB antara lain optimalisasi pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembanh anak sejak di kandungan sampai seribu hari pertama kehidupan; perencanaan kehamilan yang baik sejak pranikah dan selama mengandung; menurunkan angka fertilitas melalui pelayanan KB yang bermutu, merata, dan dapat diakses oleh seluruh keluarga; mengembangkan kualitas keluarga melalui BKB Holistik Integratif, BKR Generasi Berencana, dan BKL; serta merevitalisasi Posyandu.(*)
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
17
WARTA JABAR
MEMPERKUAT LAGI KIE LINI LAPANGAN
ADA ALASAN MENDASAR DI BALIK PILIHAN KOMUNIKASI, EDUKASI, DAN INFORMASI PROGRAM KB MENJADI BELOW THE LINE ALIAS LINI LAPANGAN. KAMPANYE GENCAR DI TELEVISI RUPANYA TAK SANGGUP MENGGERAKKAN SECARA AKTIF MASYARAKAT UNTUK BER-KB. BUTUH UJUNG TOMBAK YANG LEBIH MENGAKAR DAN MEMBUMI.
SEORANG PLKB MEMBETULKAN PESAN PROGRAM YANG TERTANCAM DI POHON
20
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII VI • EDISI I TAHUN 2016
WARTA JABAR
P
erwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat bakal terus memperkuat komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) lini lapangan (below the line) untuk menggelorakan program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) di Jawa Barat. Upaya tersebut diawali dengan pengembangan kapasitas para pengelola program KKBPK lini lapangan kabupaten dan kota se-Jawa Barat melalui Workshop KIE Below the Line selama dua hari pada awal Maret lalu. Hadir menjadi peserta aktif workshop antara lain para kepala sub bidang pada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) kabupaten dan kota yang membidangi kegiatan advokasi dan KIE KKBPK, petugas lapangan KB (PLKB) terpilih tingkat Jabar, dan sejumlah mitra kerja BKKBN Jabar. Tampak hadir perwakilan Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Jawa Barat, perwakilan Universitas Padjadjaran (Unpad), Pos KB Jabar, Ikatan Penyuluh KB (IPeKB), Ikatan Penulis KB (IPKB), Ikatan Bidang Indonesia (IBI), widyaiswara Balai Diklat KB Nasional, Forum TPD/TPK Jabar, dan pengelola kegiatan advokasi dan KIE berbasis seni budaya. Workshop dipandu tim Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Unpad. Selama dua hari tersebut, peserta dia jak terlibat aktif dalam sejumlah materi pelatihan. Berikut materimateri tersebut: 1) Membangun Konsep Diri sebagai Komunikator Andal; 2) Types of Media: Mass vs Interpersonal -
Above, Below, Through the Line; 3) Audience Mapping; 4) Media Mapping; 5) Communication Strategy Planning: Effective, Efficient. Di samping itu, peserta juga mendapat pengayaan mengenai Arah dan Kebijakan Advokasi dan KIE BKKBN dari Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar, Kepala Sub Direktorat Advokasi dan Pencitraan BKKBN Uung Kusmana, Kepala Bidang Advokasi Penggerakkan dan Informasi (Adpin) BKKBN Jabar Rudi Budiman, dan Kepala Sub Bidang Advokasi dan KIE BKKBN Jawa Barat Elma Triyulianti. Sugilar menjelaskan, penguatan KIE below the line sejalan dengan kebijakan BKKBN Jabar untuk memperkuat peran petugas lini lapangan sebagai ujung tombak pembangunan KKBPK. Dia berharap pelatihan dengan menghadirkan akademisi sebagai narasumber tersebut mampu memberikan sudut pandang baru dalam advokasi dan KIE program KKBPK. Dengan begitu, para petugas lini lapangan bisa mengembangkan teknik-teknik baru KIE yang lebih kontekstual
sekaligus mengakar di masyarakat. “Jangan sampai nanti umbulumbul lagi atau baligo lagi. Harus ada cara baru dalam melakukan KIE kepada masyarakat,” kata Sugilar saat memberikan arahan kepada peserta. Gilar, sapaan akrab Sugilar, juga menyempatkan diri untuk mengikuti salah satu materi yang dibawakan tim Fikom Unpad tersebut. Gilar menjelaskan, keberhasilan kegiatan advokasi dan KIE program KKBPK ditentukan dengan tiga indikator. Pertama, persentase pasangan usia subur (PUS) yang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang semua jenis kontrasepsi modern dari 10,5 persen berdasarkan Survei Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2013 menjadi 20,5 persen pada 2016 dan terus beranjak naik menjadi 70 persen pada 2019. Kedua, persentase keluarga yang memiliki pemahaman dan kesadaran tentang fungsi keluarga dari hanya 5 persen pada Survei RPJMN 2013
PELATIHAN KIE BELOW THE LINE
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
21
WARTA JABAR menjadi 20 persen pada 2016 dan naik menjadi 50 persen pada 2019. Ketiga, persentase masyarakat yang mengetahui tentang isu kependudukan dari 34 persen pada Survei RPJMN 2013 menjadi 42 persen pada 2016 hingga 50 persen pada 2019. “Guna mengintensifkan garapan, kami kembali memanfaatkan hasil analisis kuadran yang fokus pada dua kuadran utama. Kuadran II ditandai dengan tingkat kesertaan KB atau prevalensi rendah dan angka fertilitas total (TFR) tinggi. Kuadran I ditandai degan prevalensi tinggi tetapi memiliki TFR juga tinggi,” papar Gilar.
kurang populer. Laporan SDKI menunjukkan hanya 37,7 persen responden yang mengetahui tentang vasektomi atau metode operasi pria (MOP),” papar Uung. Di sisi lain, sebagian besar responden mengaku mengetahui KB atau alat kontrasepsi melalui media televisi. Sebuah penelitian yang dilakukan BKKBN dengan sebuat perguruan tinggi di Jawa Barat menunjukkan, 94,8 persen responden melihat iklan program KB di televisi. Hanya 19,3 persen responden yang mengaku mendapatkan informasi KB melalui media luar ruang.
Meredup Ditemui terpisah, Uung Kusmana menjelaskan, pada dasarnya masyarakat sudah mengetahui tentang program KB. Bila masyarakat ditanya apakah mengetahui KB atau KB itu apa, maka nyaris semua menjawab tahu. Mereka yang menjawab tahu tersebut mengasosiasikan KB memiliki padanan dengan semboyan Dua Anak Cukup! Hal ini tercermin daari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) terakhir yang dilaksanakan pada 2012 lalu. “Masyarakat tahu KB. Bahkan, sangat tahu kalau hanya KB itu berarti Dua Anak Cukup. SDKI 2012 menunjukkan 99 persen masyarakat pernah mendengar suatu metode atau cara kontrasepsi. Namun bila diminta menyebutkan kontrasepsi apa sa ja, tidak semua tahu. Sebagian besar hanya mengenal pil dan suntik KB, sekitar 97 dan 98 persen. Sementara pengetahun terhadap kontrtasepsi lain masih rendah, terlebih kontrasepsi pria yang memang
22
UUNG KUSMANA Jumlah ini tampaknya berbanding lurus dengan prioritas responden dalam memilih media informasi. Sebanyak 65,4 persen responden menjadikan televisi sebagai prioritas media informasi. Sementara 29,4 persen memilih media online. Sisanya tersebar dalam dalam bentuk radio, koran, ma jalah, buku, dan lain-lain. Temuan ini menarik karena menunjukkan adanya tren pergeseran penggunaan media internet yang lambat laun menggeser media tradisional. “Dari sekian banyak sumber informasi tadi, sedikit sekali
yang mendapatkan informasi dari petugas KB. Kalaupun ada, sangat rendah. Ini menunjukkan bahwa KIE yang dilakukan petugas sangat kurang. Karena itu, sejak dua tahun terakhir BKKBN mengubah strategi dari above the line melalui televisi dan media massa menjadi below the line atau lini lapangan,” ungkap Uung. Pria asal Bandung ini mengakui saat ini sangat sulit menemukan informasi program KKBPK melalui media yang sehari-hari dekat dengan masyarakat. Padahal, sebelumnya tulisan KB atau Dua Anak Cukup menyebar di masyarakat dalam beragam bentuk, mulai tulisan di atas genting, gerbang-gerbang perkampungan, papan-papan penunjuk jalan, dan lain-lain. Malah, dia menemukan adanya leaflet yang di dalamnya tidak memuat dengan lengkap jenisjenis kontrasepsi. “Bagaimana masyarakat mau tahu KB atau pilihan kontrasepsi kalau pengelola tidak memberikan secara lengkap informasi itu. Karena itu, BKKBN terus berupaya untuk mendekatkan informasi KB kepada masyarakat melalui media lini lapangan ini. Kami berharap informasi KB bisa hadir misalnya di gerobak bakso, tudung perahu, dan lain-lain yang memungkinkan masyarakat memiliki akses luas. Kalau petugas kreatif, di gerobak tadi misalnya disediakan leaflet tentang pelayanan, jenis kontrasepsi, dan lain-lain. Kalau informasi dalam bahasa Indonesia terlalu umum atau kurang dipahami, buatlah leaflet tadi dalam bahasa daerah. Pokoknya semua upaya dilakukan agar masyarakat semakin terpapar informasi program KKBPK,” ungkap Uung panjang lebar.(*)
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
WARTA JABAR
SOSIALISASI GENRE DI SALAH SATU PESANTREN MELALUI RADIO KOMUNITAS
Genre Jabar Rambah Kampung Hingga Diskotik
REMAJA ADA DI MANA-MANA, DARI KOTA HINGGA PELOSOK PERKAMPUNGAN JAWA BARAT. SADAR AKAN POTENSI ITU, BKKBN JABAR KINI MELEBARKAN SAYAP GUNA MENYASAR GENERASI MUDA POTENSIAL TERSEBUT. KALAU DI SEKOLAH SUDAH BIASA, GENRE JABAR KINI MERAMBAH PERKAMPUNGAN HINGGA GEMERLAP DUNIA MALAM.
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII VI • EDISI I TAHUN 2016
23
WARTA JABAR Ada yang membuat gundah Kepala Sub Bidang Bina Ketahanan Rema ja Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Linda Herliany. Sekolah yang selama ini menjadi tumpuan program Generasi Berencana (Genre) menyisakan sejumlah masalah. Yakni, menyangkut kesinambungan program. Boleh dibilang, program dijamin berlangsung setidaknya dua tahun ketika pendidik sebaya dan konselor sebaya duduk di kelas satu dan kelas dua. “Kita punya (kader) PIK hanya bertahan dua tahun karena pada tahun ketiga semua kegiatan ekstrakurikuler berhenti. Terpaksa harus dari nol lagi. Karena itu, kami berusaha memperluas program dengan menyasar langsung rema ja di masyarakat,” terang Linda saat ditemui di sela sosialisasi pendewasaan usia perkawinan (PUP) di kampus Universitas Islam Negeri UIN Sunan Gunung Djati (UIN SGD) beberapa waktu lalu. Mulai tahun lalu, BKKBN Jabar aktif menggalang kerjasama dengan kalangan pesantren melalui jaringan sebuah organisasi masyarakat keagamaan. Hasilnya, BKKBN berhasil memprakarsai Pusat Informasi dan Konseling Rema ja (PIKR) berbasis pesantren. Pesantren juga menjadi salah satu sentra pengembangan kepanduan yang fokus pada program kependudukan keluarga berencana dan pembangunan keluarga (KKBPK) melalui pembentukan Satuan Karya Pramuka Kencana atau Saka Kencana. Upaya memperluas jejaring juga terus dilakukan dengan menggandeng sejumlah pihak yang concern pada masalahmasalah kependudukan, KB, dan keluarga. Salah
24
SOSIALISASI GENRE DI KAMPUS UIN BANDUNG satunya Perkumpulan Studi Aksi Kependudukan (PSAK). Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang lahir di Bandung pada 1974 ini mempunyai visi tercapainya keseimbangan antara jumlah penduduk dengan ketersediaan dan terdistribusinya sumber daya untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam rangka tercapai hidup bahagia sejahtera, merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu.
“Kami merasa penting untuk terus melebarkan sayap penggarapan program Genre karena usia kawin pertama (UKP) Jawa Barat masih sangat rendah. Dari 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat, baru Kota Bekasi yang UKP-nya di atas 20 tahun, tepatnya 21 tahun. Sisanya masih di bawah 20 tahun. Rata-rata UKP Jawa Barat sendiri 18 tahun, masih jauh dari angka ideal,” Linda beralasan.
“PSAK ini lebih diarahkan untuk menyasar kalangan mahasiswa. Pada tahap awal kerjasama dengan PSAK berlangsung di UIN dan Stikes Ahmad Yani di Kota Cimahi. Dalam hal ini, PSAK menjadi narasumber dalam sosialisasi pengenai PUP dan program Genre di kampus bersangkutan,” papar Linda lagi.
Di antara deretan kreativitas dalam memasyarakatkan program Genre itu terselip sebuah kegiatan yang terbilang unik. Yakni, masuknya agenda sosialisasi program ke sebuah pub yang populer di kalangan muda. Beberapa waktu lalu, tim BKKBN Jabar senga ja menyambangi sebuah diskotik alias pub untuk mengenalkan aspek-aspek umum dunia rema ja. Pengenalan tersebut memanfaatkan seorang penyanyi dengan cara menyapa langsung tamu dan menyingggung beberapa bagian dari program Genre, terutama menyangkut profil rema ja sehat.
Selain menyasar perkotaan dan perguruan tinggi, BKKBN Jabar juga menggagas Genre gos to Village. Melalui program ini, BKKBN merupaya menyentuh masyarakat di perkampungan dan daerah-daerah pedalaman. Beberapa daerah menggulirkan program ini di lokasi Kampung KB. Sejumlah pemangku kepentingan pun dilibatkan untuk menyukseskan program rintisan ini.
Pada saat yang sama, tim BKKBN menyediakan sebuah meja di salah satu sudut
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
WARTA JABAR ruangan. Meja itulah yang kemudian difungsikan sebagai pojok informasi. Mereka yang penasaran bisa langsung bertanya kepada petugas dan mendapatkan lembar informasi program Genre. Hasilnya lumayan, beberapa rema ja tampak menghampiri meja dan mengambil lembaran-lembaran informasi tadi. “Terus terang di sini tidak bisa vulgar menyampaikan program. Kalau secara terbuka bicara program, mereka bisa resisten duluan. Apalagi sejumlah tamu datang sambil menenteng botol bir. Makanya kita mengemasnya sebagai profil remaja sehat yang secara substansi mengadaptasi program Genre itu sendiri. Hasilnya, alhamdulillah beberapa di antara mereka tertarik mengetahui lebih jauh mengenai program. Bahkan, kami sudah memiliki semacam kandidat untuk menjadi kader kita di dunia hiburan ini,” papar Linda. Terkait dengan dunia hiburan, Linda juga aktif memasuki dunia K-Pop alias dunia entertainment ala Korea. Caranya adalah dengan berpartisipasi dalam kegiatankegiatan lomba K-Pop tadi. Linda meyakini dunia K-Pop merupakan salah satu yang digandrungi rema ja Jawa Barat. Hal ini terlihat dari tingginya partisipasi rema ja dalam setiap event K-Pop.
cerdas, dan ceria serta sadar akan pentingnya perencanaan keluarga. Di sisi lain kami sangat berharap peran aktif pemerintah daerah dalam mendukung program Genre ini. Bagaimana pun keberhasilan program Genre di daerah sangat ditentukan dari sejauhaman komitmen pemerintah daerah. Sebagai lembaga vertikal, BKKBN tidak bisa terjun langsung dalam operasional di daerah. Ada OPD atau SKPD yang secara khusus membidangi program KKBPK di daerah,” Linda menambahkan.
Belum Sadar Ditemui terpisah, pentolan PSAK Saut PS Munthe menilai kesadaran rema ja terhadap perencanaan keluarga masih sangat rendah. Hal ini tampak dari rendahnya partisipasi calon pengantin dalam bimbingan calon pengantin di kantor urusan agama (KUA). Pada umumnya, calon pengantin lebih sibuk mempersiapkan pesta perkawinan dibanding mempersiapkan diri membangun keluarga. “Dari dulu bimbingan pranikah itu belum dianggap penting. Masyrakat kita lebih sudah membuat pesta yang megah ketimbang berkonsentrasi mempersiapkan diri menjalani kehidupan rumah tangga.
Kalau kita mulai sekarang, mungkin 20-30 ke depan fenomena ini akan berubah. Orang akan mulai sadar bahwa bimbingan pranikah itu penting. Mungkin seperti bimbingan bela jar sekarang, di mana orang mau bayar mahal atau bahkan sangat mahal untuk bimbingan bela jar,” ujar Saut. Karena itu, Saut menga jak mahasiswa yang siang itu hadir di Auditorium Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD untuk aktif melakukan advokasi pentingnya bimbingna pranikah. Caranya, dengan meminta kepala daerah untuk mengeluarkan kebijakan yang mengharuskan agar setiap calon pengantin harus memiliki sertifikat bimbingan pranikah sebelum pernikahan dimulai. Kalau perlu, petugas KUA tidak boleh menikahkan pasangan pengantin bila keduanya belum mengantongi sertifikat lulus bimbingan pranikah. “Kami juga meminta pemerintah menyediakan anggaran bagi masyarakat ekonomi lemah agar mereka bisa mengikuti bimbingan pranikah. Dalam bentuk lain berupa fasilitasi organisasi keagamaan yang memiliki jejaring hingga akar rumput untuk memberikan bimbingan pranikah,” tandas Saut.(*)
“Bukan berarti tidak melirik kesenian tradisional, melainkan karena faktanya rema ja kita menggandrungi Korea-koreaan tadi. Bandingkan misalnya dengan lomba jaipongan atau tari Sunda lainnya. Selain sedikit, pesertanya sebagian besar didominasi anak-anak usia SD. Dalam hal ini kita harus fair dalam memahami dunia rema ja,” ungkap Linda lagi. “Segala upaya kita lakukan agar rema ja Jawa Barat menjadi sosok yang sehat,
BIMBINGAN PRANIKAH UNTUK CALON PENGANTIN
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
25
WARTA JABAR
KENDALIKAN PENDUDUK, LESTARIKAN LINGKUNGAN HIDUP Gubernur Ingatkan Lagi Ledakan Penduduk Jabar
G
ubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan memberi pesan khusus kepada para bupati, wali kota, kepala organisasi perangkat daerah (OPD) provinsi dan kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) kabupaten/kota yang membidangi bidang lingkungan hidup di Jawa Barat. Pesan tersebut disampaikan saat memberikan sambutan pada Rapat Koordinasi Ka jian Lingkungan Hidup Strategis RPJMD Kabupaten/Kota seJawa Barat di gedung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jabar pada Februari lalu. “Kita harus menjaga keseimbangan alam, keseimbangan lingkungan hidup. Itulah hakikat pembangunan berkelanjutan
26
GUBERNUR JAWA BARAT AHMAD HERYAWAN
atau sutainable development. Ketika kita membangun lingkungan secara berkelanjutan, maka sama dengan menjamin masa depan generasi muda kita, masa depan anak cucu kita,” tegas Gubernur. Gubernur yang akrab disapa Aher tersebut mengingatkan pesatnya la ju pertumbuhan penduduk di Indonesia maupun dunia. Untuk menambah 1 miliar penduduk dunia, sambung Aher, hanya diperlukan waktu 3-4 tahun. Untuk Indonesia, jumlah penduduk bertambah sebanyak penduduk Singapura setiap tahunnya. Ada 4,5-5 juta bayi lahir di Indonesia setiap tahunnya. Penduduk Jawa Barat sendiri bertambah sekitar 800 ribu-1 juta orang setiap tahunnya.
“Pertambahan penduduk Jawa Barat setiap tahunnya sama dengan jumlah penduduk satu negara Kuwait,” imbuh Heryawan. Karena itu, Aher meminta agar pembangunan di Jawa Barat memperhatikan aspek kependudukan tersebut. Hal ini penting karena daya dukung lingkungan hidup memiliki keterbatasan. Tanpa mempertimbangkan kesinambungan, maka pembangunan hanya akan merugikan generasi yang akan datang. Padahal, penduduk yang banyak tersebut merupakan investasi pembangunan. Penduduk jangan sampai menjadi beban kemanusiaan atau beban bagi lingkungan maupun beban kehidupan secara keseluruhan.
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
WARTA JABAR Mengutip pernyataan bekas Perdana Inggris Tony Blair, Heryawan meyakini masyarakat maupun pemerintah sudah mengetahui masalah yang dihadapi sekaligus solusi yang harus diambilnya. “We know the problem, and we know the solution. Sustainablity development,” kata Aher mengutip Blair. “Tinggal political will, kemauan politik. Problematika kita tahu, solusi kita tahu. Solusinya adalah pembangunan berkelanjutan. Tinggal politcal will, mau atau tidak. Itu persoalannya,” Aher menandaskan. Menurutnya, kerusakan lingkungan hidup sudah pada fase merusak sumber kehidupan utama: udara dan air. Manusia seringkali tidak pernah menghitung nilai atau valuasi air dan udara. Padahal, air dan udara sangat mahal. Hanya karena dua sumber tersebut merupakan anugerah Allah yang diberikan secara gratis, maka manusia tidak pernah menghitung valuasi itu. “Ada yang kirim pesan ke saya melalui WA (WhatsApp, red). Harga oksigen di rumah sakit itu Rp 25 ribu per liter untuk end user atau konsumen akhir, dalam hal ini pasien. Setiap hari manusia menghirup 2.280 liter oksigen. Adapun harga nitrogen adalah Rp 10 ribu per liter. Kebutuhan manusia terhadap nitrogen adalah 11.376 per liter per hari. Jika dikalikan kebutuhan oksigen dan nitrogen tersebut dengan harga di atas, maka kalau divaluasikan atau dikuantifikasi kita memerlukan Rp 185 juta per hari. Berarti dalam sebulan kita membutuhkan Rp 5,5 miliar. Itulah harga oksigen dan nitrogen sa ja, belum harga air dan harga lain-lainnya. Itulah harga kehidupan,” papar Heryawan.
“Bayangkan kalau kita tidak mensyukuri oksigen dan nitrogen yang Allah berikan kepada kita. Nitrogen, air, dan sebagainya. Karena itu, tugas kita adalah memanfaatkannya sambil tidak melakukan perusakan. Itulah dimasksud dengan sustainable development. Yakni, melakukan sebuah tindakan pembangunan, kegiatan perekonomian, yang hasilnya dimanfaatkan untuk kehidupan kita, untuk kesejahteraan kita, tanpa ada kerusakan lingkungan. Itulah arti dari pembangunan berkelanjutan. Sederhana maknanya,” Aher menambahkan.
Supermarket Bencana Beberapa waktu lalu, pakar lingkungan Universitas Diponegoro (Undip) Sudharto P Hadi saat berbicara di Bandung menyodorkan fakta pilu pembangunan di Indonesia. Saking sering dan beragamnya bencana menimpa Indonesia, Sudharto menyebut negeri kaya sumber daya alam ini tak ubahnya “supermarket” bencana. Seperti halnya supermarket, bencana apapun ada di Indonesia. “Musim hujan datang banjir, sementara kalau musim kemarau kekeringan dan kebakaran hutan. Mau bencana apa sa ja ada. Tekanan ekologis kita sudah sangat berat,” ungkap Sudharto. Peraih gelar Master in Environmental Studies (MES) di Faculty of Environmental Studies, York University, Toronto, Kanada, pada 1989 ini menjelaskan, evolusi hubungan manusia dan alam telah memicu meroketnya bencana di dunia. Dahulu kala manusia menganut paham biosentrisme dan ekosentrisme yang menjadikan alam sebagai pusat kehidupan. Pada saat itu, manusia merasa
menjadi bagian dari alam. Dia mencontohkan, manusia Indonesia menciptakan aturan (pemali) agar hubungannya serasi dengan alam. “Di Maluku ada sistem Sasi di Maluku. Kemudian tradisi zoning suku Tabla di Papua. Karuhun bagi masyarakat Kampung Naga. Pasang masyarakat di Ka jang, Sulawesi Selatan. Ada lagi Awig-awig Subak dan Awig-awig desa adat di Bali. Masyarakat kita sudah menerapkan self managing, self regulating,” moderator debat calon presiden dan wakil presiden ini mencontohkan. Bertolak belakang dengan manusia lampau, relasi alam dan manusia kini tak lagi mesra atau harmonis. Manusia
SUDHARTO P HADI yang semula menjadi bagian dari alam, kini manusian menjadikan dirinya sebagai pusat kehidupan atau antroposentrisme. Dalam mayarakat industri, manusia melawan dan mengendalikan alam yang kemudian berdampak secara lokal, regional, dan global. “Harus diakui bahwa salah satu pemicu meningkatnya bencana akibat jumlah penduduk yang semakin meningkat, bahkan cenderung tak terkendali. Akibatnya, kebutuhan manusia meningkat dan makin beragam. Manusia bukan lagi memanfaatkan, tapi sudah melakukan eksploitasi. Manusia berkuasa atas alam,” papar Guru Besar Sosilogi Lingkungan Hidup ini. (*)
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
27
WARTA JABAR
LEBIH DARI SEKADAR RUTINITAS, ACARA TAHUNAN PEMILIHAN KADER LINI LAPANGAN TERBAIK MERUPAKAN SEBUAH PENGINGAT BAHWA PROGRAM KB SEJATINYA MERUPAKAN SEBUAH GERAKAN MASYARAKAT. SEBAGAI GERAKAN, MASYARAKAT TERLIBAT AKTIF DALAM PROGRAM. LEBIH DARI ITU, SEBUAH PROGRAM SENANTIASA MEMBUTUHKAN FAKTOR KETELADANAN.
LOMBA KADER LINI LAPANGAN DAN KB LESTARI JAWA BARAT
S
uasana Bandung Utara yang kental dengan udara dingin seolah sirna ketika memasuki sebuah ruangan besar di salah satu hotel di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, beberapa waktu lalu. Keceriaan dan keakraban seolah menyatu dengan kehangatan alam perdesaan berkat kehadiran ratusan petugas lapangan keluarga berencana (PLKB), tenaga penggerak desa (TPD), pos KB, dan pasangan akseptor KB lestari. Ya, boleh dibilang mereka datang dari desa. Urang lembur tersebut senga ja dihadirkan dalam rangka
28
Pemilihan PLKB/PKB, TPD, Pos KB Terbaik dan Pasangan Akseptor KB Lestari Teladan Kategori 10, 15, dan 20 Tahun Tingkat Provinsi Jawa Barat. Acara tersebut memang saban tahun digelar. Inilah ha jat bersama bagi para pengelola program kependudukan keluarga berencana dan pembagunan keluarga (KKBPK) se-Jawa Barat. Perwakilan Pengelelola memastikan pemenangnya selalu berubah. “Acara ini merupakan a jang silaturahim bagi teman-teman kader KB dari desa. Mereka inilah ujung tombak program KKBPK di masyarakat. Jadi,
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
WARTA JABAR
MENGEMBALIKAN KB SEBAGAI
GERAKAN MASYARAKAT bukan semata-mata mencari siapa juaranya. Sebagai leading sector program KKBPK yang diamanatkan undang-undang, kami ingin memberikan apresiasi kepada para pahlawan dari desa ini,” kata Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Sugilar saat ditemui usai pembukaan acara. Meski begitu, bukan berarti kualitas juara menjadi dinomorduakan. Para pemenang, kata Sugilar, merupakan yang terbaik dari terbaik di Jawa Barat. The best of the best ini akan menjadi
duta Jawa Barat yang dikirim untuk mengikuti lomba serupa di tingkat nasional. Gilar, sapaan akrab Sugilar, secara khusus berpesan kepada peserta lomba untuk terus berperan nyata dalam upaya penurunan angka kelahiran total di Jawa Barat. Ditemui di tempat yang sama, mantan Kepala BKKBN Jawa Barat Bunyamin mengungkapkan, program KB atau KKBPK sejak awal didesain sebagai gerakan masyarakat. Artinya, masyaraat berperan aktif dalam pengelolaan. Tentunya, harus ada jalinan kerjasama antara petugas
dengan unsur penggerak masyarakat dalam hal ini pos KB maupun dengan masyarakat itu sendiri. Bunyamin menilai filosofi program KB tersebut masih tetap relevan untuk diterapkan sampai saat ini. Selain filosofi program, kegiatan lomba tersebut bermanfaat bila ditinjau dari aspek operasional. Kedatangan para tenaga lini lapangan yang sehari-hari di desa merupakan sebuah penghargaan tersendiri. Menurutnya, diinap di hotel atau bertemu pejabat terkait merupakan sebuah kebanggaan bagi masyarakat
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
29
WARTA JABAR kampung masing-masing,” Bunyamin optimistis.
desa. Terlebih tidak semua kader atau petugas memiliki kesempatan untuk mengikuti lomba tahunan tersebut. “Tentu mereka ini bersaing, tidak serta-merta didatangkan ke sini. Ini menjadi pemicu bagi kader atau petugas lain untuk bisa datang mewakili kabupaten dan kota masingmasing untuk penyelenggaraan acara serupa berikutnya,” papar Bunyamin. Aspek lain yang tidak kalah penting dalam penyelenggaraan ha jat tahunan ini adalah keteladanan. Selain “hanya” sebagai pemenang KB Lestari 10-20 tahun, pemenang kategori ini dituntut menunjukkan keteladanan bagi masyarakat yang lain. Bunyamin menegaskan, sikap ketokohan dan keteladanan dalam program KB sangat kuat. “Kalau menyimak partisipasi masyarakat, saya sendiri melihat cukup bagus. Artinya, jiwa sukarela yang muncul dari para kader sangat bagus. Mereka bergerak tidak sematamata karena pertimbangan material, melainkan kesadaran yang benar-benar tumbuh untuk memberdayakan masyarakat di desa atau
Penegasan pentingnya KB sebagai gerakan masyarakat juga diungkapkan pakar kependudukan Universitas Padjadjaran (Unpad) Ganjar Kurnia. “Program KB harus menjadi sebuah gerakan, bukan lagi program pemerintah dari atas ke bawah” ujar Ganjar. Mantan diplomat di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Prancis tersebut beralasan ancaman ledakan penduduk demikian nyata di Jawa Barat. Membandingkan jumlah penduduk saat ini dengan angka la ju pertumbuhan penduduk, maka tidak sampai 50 tahun ke depan jumlah penduduk Jawa Barat diperkirakan mencapai 90-100 juta. Kalau sudah begitu, maka seluruh warga Jawa Barat yang akan terkena dampak. Ganjar meyakini dengan menjadi sebuah gerakan maka KB akan terasa milik semua, bukan hanya sebatas program pemerintah. “Semua bergerak, pemerintah, masyarakat, TNI Polri, guru, perguruan tinggi dan lain-lain. Dengan itu, maka KB akan menjadi concern bersama,” tegas Ganjar.(*)
PESERTA LOMBA KADER LINI LAPANGAN DAN KB LESTARI
30
Tahun Ini DAK Bidang KB Capai Rp 818,9 M
S
ejak 2008 pemerintah pusat telah mengucurkan dana alokasi khusus (DAK) bidang KB kepada kabupatendan kota untuk mendanai sarana dan prasarana program KKBPK. Tahun ini, DAK yang dikucurkan mencapai Rp 818,9 miliar, terdiri atas DAK fisik Rp 603 miliar dan DAK nonfisik dalam bentuk bantuan operasional keluarga berencana (BOKB) sebesar Rp 215,6 miliar. Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Wendy Hartanto mewanti-wanti bahwa bahwa DAK pada prinsipnya sebagai instrumen membantu berbagai kebutuhan sarana dan prasarana KB di kabupaten dan kota. “DAK sifatnya untuk membantu, bukan menggantikan fungsi APBD” kata Wendy saat membuka kegiatan Sosialisasi dan Konsultasi Pelaksanaan
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
WARTA JABAR
MUPEN MENJADI SALAH SATU DAK YANG DIMINATI DAERAH
Anggaran DAK Sub Bidang KB Tahun 2016 Regional II (Jawa, Bali dan Kalimantan) di Bandung pada Maret lalu. Wendy menjelaskan bahwa DAK pada hakikatnya untuk mendukung upaya pencapaian sasaran program prioritas yang telah ditetapkan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2016 dalam rangka pencapaian RPJMN tahun 2015-2019. Yakni, penurunan la ju pertumbuhan penduduk (LPP), penurunan angka kelahiran total (TFR), peningkatan pemakaian kontrasepsi (CPR), penurunan kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmetneed), penurunan angka kelahiran pada rema ja (ASFR 1519 tahun), dan penurunan kehamilan yang tidak diinginkan di kalangan wanita usia subur (15-49 tahun). Berbeda dari tahun sebelumnya di mana DAK hanya diberikan kepada kabupaten dan
kota dengan perimbangan keuangan relatif rendah, pada 2016 ini seluruh kabupaten/ kota berhak mendapatkannya. Perubahan ini tidak lepas dari adanya diberlakukannya mekanisme penganggaran berbasis proposal. Hal ini menurut Wendy dilakukan untuk melengkapi daerahdaerah yang selama ini belum mendapatkan DAK, termasuk di dalamnya menu yang dibelanjakan pada DAK setiap tahunnya juga berbeda-beda. “Namun demikian besaran tiap daerah bervariasi, karena ada indikator yang ditentukan bersama oleh Bappenas, Kemenkeu, dan BKKBN,” jelas Wendy. Dia menambahkan, perubahan lainnya adalah adanya penambahan menu baru untuk DAK nonfisik berupa BOKB guna mendukung kegiatan operasional balai penyuluhan dan penyaluran kontasepsi.
DAK bidang KB pertama kali diluncurkan pada 2008 dengan sebesar Rp 279 miliar untuk 279 kabupaten dan kota. Alokasi ini setiap tahunnya terus ditingkatkan, pada 2009 menjadi Rp 329 miliar untuk 373 kabupaten dan kota; tahun 2010 sebesar Rp 329 miliar untuk 398 kabupaten dan kota; tahun 2011 sebesar Rp 368 Milyar untuk 377 kabupaten dan kota; tahun 2012 sebesar Rp 392 miliar untuk 437 kabupaten dan kota; tahun 2013 sebesar Rp 442 miliar untuk 448 kabupaten dan kota; tahun 2014 sebesar Rp 462 miliar untuk 442 kabupaten/ kota; dan tahun 2015 sebesar Rp 569 miliar untuk 431 kabupaten dan kota. Adapun total anggara DAK untuk 27 kabupaten/kota di Jawa Barat pada 2016 ini sebesar Rp 64 miliar. Jumlah ini terdiri atas Rp 45,2 miliar DAK fisik dan Rp 18,8 miliar BOKB. (HK)
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
31
WARTA JABAR
Sejak 2010, Jabar Telah Rekrut 2.442 TPD
P
eran petugas lapangan KB (PLKB) dalam keberhasilan program KKBPK sangat besar. Mereka itulah ujung tombak dalam memberikan penyuluhan dan pembinaan kepada individu, keluarga, dan masyarakat di desadesa. Sayangnya jumlah terus merosot sejak era desentralisasi tiba. “PLKB dijelaskannya berperan strategis. Jumlah PLKB terus berkurang, baik karena pensiun atau dialihtugaskan ke instansi lain. Sehingga pada 2009 jumlah PKB/PLKB di Jawa Barat hanya tersisa 2.240 orang. Jumlah ini tidak sebanding denga 5.962 desa dan kelurahan di Jawa Barat,” kata Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar saat menerima kunjungan kerja DPRD Kabupaten Bandung di kantornya beberapa waktu lalu. Melihat jumlah petugas dan
desa tersebut, sambung Gilar, maka muncul rasio 1:3. Artinya, setiap PLKB atau penyuluh keluarga berencana (PKB) menangani tiga desa. Padahal. idealnya seorang PKB/PLKB hanya menggarap 1-2 desa. Dalam mengatasi hambatan dan tantangan pengelolaan program KKBPK tersebut, sejak 2010 Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah memberikan bantuan hibah anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk merekrut tenaga penggerak desa (TPD). Kala itu direkrut sebanyak 750 orang TPD dengan honor Rp 500 ribu per bulan. Dukungan APBD yang terus bertambah setiap tahun hingga saat ini jumlahnya sudah 2000 orang tenaga TPD dengan honor Rp 800 ribu per bulan. Tak hanya itu, beberapa Kabupaten kini malah turut memberikan dukungan tambahan operasional bagi
para TPD tersebut. Bahkan, ada yang turut merekrut tenaga TPD melalui dukungan APBD masing-masing. Sebut sa ja misalnya Kabupaten Bogor sebanyak 80 orang, Kabupaten Kerawang 78 orang, Kabupaten Ma jalengka 86 orang, dan Kabupaten Sukabumi 200 orang. “Jadi kini total jumlah TPD di Jawa Barat sebanyak 2.442 orang,” kata Sugilar. Sugilar menilai bahwa keberadaan TPD telah memberikan kontribusi positif bagi program KKBPK di Jawa Barat. Terutama dalam memenuhi target peserta KB. Salah satu dicontohkannya yakni di Kabupaten Bandung, yang pada 2009 hanya memiliki 133 orang tenaga PKB/PLKB dengan capaian peserta KB Baru sebesar 86,21 persen, namun pada 2010 setelah direkrutnya 31 orang TPD untuk mengisi kekurangan petugas lapangan KB, capaian peserta KB Baru melonjak menjadi 102,52 persen.(HK)
KIE PROGRAM KKBPK OLEH TPD
32
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
WARTA DAERAH
SEORANG PRIA MENJALANI MOP
Para Suami di Bekasi Enggan Ikut KB
P
ara suami di Kabupaten Bekasi sepertinya tidak memiliki minat untuk menjadi peserta KB pria. Dari 107.715 akseptor dengan berbagai alat kontrasepsi, peserta KB pria dengan vasektomi hanya sebanyak 0,6 persen. Padahal, berdasarkan pandangan Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB (BPPKB) Kabupaten Bekasi, KB pria sangat berpengaruh untuk menekan la ju pertumbuhan penduduk. Berdasarkan data, la ju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bekasi mencapai 4,7 persen, atau terbesar ketiga se-Jawa Barat. Kepala Bidang KB pada BPPKB Kabupaten Bekasi Panjta Lihestiningsih berpendapat, pemahaman yang minim
menjadi penyebab rendahnya peserta KB pria dengan vasektomi. Selama ini, stigma yang berkembang di masyarakat kalau KB hanya untuk para istri. “Pemahaman ini yang berkembang di masyarakat, KB pria seolah-olah hal yang tidak wa jar. Padahal ada efek yang baik juga bagi kesehatan. Kalau bicara seks justru tidak menjadi was-was karena takut bila berhubungan akan jadi (hamil),” tuturnya. Dijelaskan Panjta, KB pria merupakan prosedur yang sangat efektif untuk mencegah terjadinya kehamilan karena bersifat permanen. Pasalnya, setelah dilakukan vasektomi maka akan ada pencegahan transportasi sperma dari testis ke penis.
“Jadi bukan wanita sa ja yang harus KB pria juga perlu, dan di negara ma ju ini sudah banyak diterapkan,” katanya. Sejauh ini alat kontrasepsi yang paling favorit digunakan masyarakat Kabupaten Bekasi adalah dengan cara suntik, dengan jumlah 31,9 persen. Jumlah tersebut sebelumnya hampir sama dengan penggunaan pil KB. “Kalau pil biasanya suka lupa minumnya sehingga suka kelewat dan ini sering dialami oleh peserta KB. “Jadi KB sangat penting untuk menghasilkan keluarga yang sehat dan generasi yang kuat, karena sebelumnya sudah mempunyai pemahaman pentingnya KB,” sambungnya. (POJOKJABAR)
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
33
WARTA DAERAH
72 Persen PUS di Kota Sukabumi Ikut KB
S
ekitar 72 persen pasangan usia subur (PUS) di Kota Sukabumi telah ikut program keluarga berencana (KB). Sementara sisanya masih belum ikut KB dan diharapkan dapat mengikuti program tersebut. Data Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, dan Keluarga Berencana (BPMPKB) Kota Sukabumi menyebutkan, jumlah PUS di Kota Sukabumi mencapai sebanyak 42 ribu pasangan. “Sampai saat ini baru 72 persen pasangan yang ikut KB,” ujar Kepala Bidang KB BPMPKB Kota Sukabumi Rita Fitrianingsih sebagaimana dikutip REPUBLIKA. Sehingga jumlah PUS yang telah KB mencapai 30.240 pasangan. Sementara sisanya sebanyak 11.760 belum KB. Diterangkan Rita, kebanyakan
34
PUS di Sukabumi belum menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti IUD dan implan. Pasangan yang menggunakan MKJP baru 23,05 persen. Sementara pasangan yang menggunakan pil, suntik dan kondom mencapai sekitar 50 persen. Rita mengungkapkan angka total fertility rate (TFR) di Kota Sukabumi berkisar pada 2,06. TFR merupakan angka ratarata anak yang dilahirkan seorang wanita selama masa usia suburnya. Idealnya angka TFR berada di bawah 2. Menurut Rita, pasangan yang tidak ikut KB disebabkan sejumlah permasalahan. Di antaranya ada yang tengah hamil dan pasangan yang tidak ingin mempunyai anak namun tidak ikut KB.(REPUBLIKA)
SUASANA PELAYANAN KB DI DAERAH
P
emerintah Kabupaten (Pemkab) Tasikmalaya meyakini bahwa program keluarga berencana (KB) atau kependudukan keluaga berencana dna pembangunan keluarga (KKBPK) menjadi salah satu penentu keberhasilan pembangunan daerah. Hal ini tidak lepas dari keterkaitan antara faktor kesehatan dan ekonomi dengan indeks pembangunan manusia (IPM) di daerah. Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya Abdul Kodir mengungkapkan hal ini saat membuka Rapat Kerja Daerah Program KKBPK Kabupaten Tasikmalaya di Pendopo Baru Kabupaten Tasikmalaya awal Maret lalu. Menurutnya, masalah kependudukan memiliki implikasi yang sangat luas terhadap sektor pembangunan lainnya, dan menjadi salah satu indikator penting bagi IPM, yaitu
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
WARTA DAERAH
PEMKAB TASIKMALAYA ANGGAP KB INDIKATOR PENTING IPM bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Selama masalah kependudukan tidak dikendalikan, maka hasilnya tidak akan sesuai dengan yang diharapkan. IPM Kabupaten Tasikmalaya pada 2014 sebesar 73,48 dan 2015 mencapai 74,01. “Besarnya jumlah penduduk di Kabupaten Tasikmalaya dipengaruhi oleh la ju pertumbuhan penduduk (LPP). Bila pada 2014 LPP Kabupaten Tasikmalaya masih sebesar 0,5 persen maka pada tahun 2015 ada penurunan LPP menjadi 0,4 persen. Sementara itu, total fertility rate (TFR) mencapai 2,3. Untuk itu, seluruh stakeholders dituntut untuk terus bekerja keras secara sinergis, terarah, tepat sasaran serta berkesinambungan, terutama dengan lebih mengoptimalkan berbagai program KKBPK,” tandas Sekda. Lebih jauh Sekda menjelaskan, Pemkab Tasikmalaya terus
berupaya menurunkan LPP dan TFR. Caranya dengan membidik kelompok generasi muda, keluarga prasejahtera, serta kelompok masyarakat daerah tertinggal guna meningkatkan kesadaran ber-KB. Langkah ini diikuti dengan membuka akses serta meningkatkan keikutsertaan masyarakat khususnya, pasangan usia subur (UPUS), dalam program KB yang dilakukan melalui kemitraan bersama para pemangku kepentingan lainnya seperti TNI, polri, swasta, dan LSM. Sementara dalam program generasi berencana (Genre), Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya juga terus meningkatkan program edukasi dan advokasi kepada rema ja, usia sekolah dan perguruan tinggi. Dia berharap melaui program tersebut kelompok rema ja dapat memiliki penegetahuan, sikap, dan perilaku hidup sehat dan
berahlak untuk membangun keluarga bahagia sejahtera, sehingga dapat mencegah terjadinya pernikahan dini serta nmeningkatkan kedewasaan rata-rata usia kawin pertama. Mengingat program KKBPK menjadi urusan wajib pemerintah daerah, sambung Sekda, maka diperlukan adanya pendekatan kesehatan, kesejahteraan keluarga, dan kependudukan agar setiap keluarga muda dapat mengatur keluarganya, terutama kebutuhan ibu dan anak dalam menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian anak. Untuk mencapai target TFR penduduk di mana tumbuh seimbang yaitu rata-rata keluarga memilki dua anak, serta pencapaian penduduk tanpa pertumbuhan pada 2025, Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya mendukung upaya peningkatan jumlah cakupan peserta KB. (TASIKMALAYAKAB.GO.ID)
WARTA KENCANA • NOMOR 27 • TAHUN VII • EDISI I TAHUN 2016
35