d aftar isi WARTA KENCANA Media Advokasi Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Jawa Barat diterbitkan BKKBN Jawa Barat untuk keperluan penyebarluasan informasi dan kajian kependudukan dan keluarga berencana di Jawa Barat. Warta Kencana hadir setiap dua bulan. Redaksi menerima kiriman artikel, liputan kegiatan, dan foto kegiatan kependudukan atau keluarga berencana. Redaksi akan memprioritaskan kiriman dari daerah. Setiap pemuatan akan mendapatkan bingkisan menarik dari redaksi. Penasehat Kepala BKKBN Jawa Barat Ir. Siti Fathonah, MPH.
Media Gathering IPKB Jawa Barat
Dewan Redaksi Drs. H. Saprudin Hidayat Drs. Eli Kusnaeli, M.Pd. Dra. Ida Indrawati Dra. Tetty Sabarniati Drs. H. Yudi Suryadi Drs. S. Teguh Santoso Drs. Soeroso Dasar, MBA
Menu Edisi Ini Laporan Utama
Pemimpin Redaksi Drs. S. Teguh Santoso Wakil Pemimpin Redaksi Drs. Syarifudin Tim Redaksi Arif R. Zaidan, S.Sos. Bambang Dwi Nugroho, S.Ds. Toni Patoni Dodo Supriatna
Dari Surak Ibra Hingga Asep Sunandar Saatnya Mencintai Produk dalam Negeri Malam Kader Jadi Seger, Pagaweanna Singer, Otakna Makin Pinter Kepala Daerah Sebaiknya Tidak Poligami Keluarga Pewaris Kebudayaan Fokus Pada Kualitas Penduduk
Lensa
Semarak Hari Keluarga XVIII
4 5 6 7 10 11 8
Wacana
Jawa Baratku, Lumbung Padi yang Menjadi Lumbung Manusia
12
Warta Kencana I EDISI 5 TAHUN II HARI KELUARGA 2011
Managing Editor Najip Hendra SP Fotografer Chaerul Saleh Humas BKKBN Jabar Tata Letak Litera Media Grafika Kontributor Anggota IPKB Jawa Barat Humas BKKBN Jawa Barat Sirkulasi Humas BKKBN Jawa Barat Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 720 7085 Fax : (022) 727 3805 Email: kencanajabar@gmail.com Percetakan Litera Media - 081320646821
3
l aporan utama
Dari Surak Ibra Hingga Asep Sunandar Pesta Budaya Jawa Barat
T
AK berlebihan bila menyebut peringatan Hari Keluarga ke-18 layaknya pesta rakyat. Bagaimana tidak, ribuan warga berbondong-bondong menghadiri acara yang dihelat di kawasan Lembang dan Kota Baru Parahyangan ini. Suasana kolosal ini kian terasa saat digelarnya kegiatan seni budaya. Sejumlah kesenian khas daerah Jawa Barat ikut meramaikan hajat keluarga Indonesia ini. Tengoklah kesenian Gembyung, Sisingaan, dan Enggrang dari Kabupaten Subang yang sukses memadukan 92 personel dalam sebuah irama gending. Surak Ibra dari Garut tak kalah meriah. Dalam tempo 15 menit, tarian khas Kota Dodol yang melibatkan 40 penari dan pemain musik ini sukses membawa penonton ke suasana permainan urang lembur yang kini mulai ditinggalkan. Kaulinan barudak dari 500 anak asal KBB makin menambah suasana Parahyangan di Kota Baru Parahyangan. Potret Pasundan kian nyata saat 34 seniman Kota Cimahi unjuk gigi berupa Rampak Kendang dan Jaipongan. Yang istimewa, seluruh penari Jaipong merupakan anak-anak. Angklung yang begitu melekat sebagai ikon Jawa Barat pun tak ketinggalan. Saung Angklung Udjo maupun Lingkung Seni Sunda SMAN 3 Bandung sukses menyajikan sejumlah lagu daerah dan nasional dengan aransemen alat musik bambu tersebut. Ada lagi Dogdog Lojor dari Sukabumi yang hadir dengan instrumen utama berupa dogdog kayu berukuran besar. Penampilan tak kalah menarik datang dari Kabupaten Cirebon yang sukses membawakan Topeng Cirebonan. Kota Bekasi lain lagi, daerah
4
komuter ibu kota ini mengajak penonton mengenal lebih dekat tradisi Palang Pintu dalam upacara lamaran perkawinan adat Betawi. Sementara Kota Bandung menampilkan grup vokal Swara Kania Bermartabat, paduan suara Dharma Wanita Kota Bandung. Suguhan spektakuler tersaji saat tim kesenian Katumbiri, SMKN 10 Bandung, PIK-KRR dari KBB berkolaborasi dalam tarian kolosal yang di dalamnya melibatkan tidak kurang dari 200 orang. Tarian dengan tema besar “Semuanya Demi Keluarga Indonesia” ini mengundang decak kagum Wakil Presiden yang memimpin puncak peringatan Hari Keluarga XVIII di Kota Baru Parahyangan. Tentu, gong seni budaya terjadi di lapangan Gunung Sari Lembang. Ribuan orang berbondongbondong mendatangi lapangan untuk menyaksikan pertunjukkan wayang golek Giri Harja III pimpinan Asep Sunandar Sunarya. Dalang legendaris Tatar Pasundan ini membawakan lakon “Prabu Jaya Maruta” sepanjang malam. Sayang, terbatasnya waktu tidak memungkinkan seluruh kontingen bisa unjuk gigi di arena puncak peringatan Hari Keluarga tersebut. “Even ini sekaligus menjadi kesempatan bagi Jawa Barat untuk menunjukkan keunggulan dan potensi-potensi daerah. Salah satu potensi yang perlu ditampilkan adalah potensi kesenian unggulan dari Jawa Barat. Kesenian menjadi potensi penting dari suatu daerah karena mampu memberikan kebanggaan dan ciri khas yang membedakan satu daerah dari daerah lainnya,” ungkap Rukman Heryana, Kepala BKKBN Jawa Barat yang per 1 Agustus lalu memasuki masa pensiun.(NJP)
Warta Kencana I EDISI 5 TAHUN II HARI KELUARGA 2011
l aporan utama
Saatnya Mencintai Produk Dalam Negeri
P
ERINGATAN Hari Keluarga ke-18 tahun ini tidak melulu menggeluti tema keluarga. Bagi Ny. Herawati Boediono, Hari Keluarga yang dipusatkan di Kabupaten Bandung Barat (KBB) tersebut merupakan momentum untuk kembali mencintai produk dalam negeri. Penegasan itu disampaikan Herawati saat membuka pameran dan gelar dagang sekaligus membuka rang kaian peringatan Hari Keluarga di Lembang, KBB, akhir Juni 2011 lalu. Pameran yang berlangsung selama tiga hari di Anadi Hash House Harriers, tepat di depan Grand Hotel Lembang, Jalan Raya Lembang, ini menyajikan produk dalam negeri dari 33 provinsi di Indonesia. Herawati mengaku bangga pameran bisa menghadirkan lebih dari 300 usaha binaan, seperti usaha sandang, pangan, kerajinan, aksesori, dan sebagainya. “Ini akan menggairahkan industri dan usaha dalam negeri,” ujarnya. Herawati menambahkan, jumlah penduduk Indonesia bisa mencapai 450 juta jiwa pada 2050. Bila setiap keluarga mampu menciptakan produk usaha, maka akan terbangun kemandirian ekonomi. Bahkan diharapkan produk usaha keluarga Indonesia bisa berdaya saing dengan produk luar negeri. Jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa, tambah Herawati, memiliki potensi ekonomi besar. “Penduduk Indonesia berada di urutan empat dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika Serikat. Penduduk yang sedemikian besar menjadi potensi pasar ekonomi. Diperkirakan pada tahun 2050 atau 2060, jumlah penduduknya naik menjadi dua kali lipat,” kata Herawati.
Pameran Industri Kreatif
Di bagian lain, Herawati mengungkapkan, Hari Keluarga menjadi momentum untuk dapat membuka nurani keluarga dan masyarakat, untuk lebih memberikan perhatian terhadap peran dan fungsinya. Menurutnya, keluarga ideal merupakan cermin kekuatan masyarakat, bangsa, dan negara yang utuh dan bersatu. Keluarga yang sejahtera menjadikan keluarga damai dalam kehidupan yang saling menghormati, saling menghargai, baik sesama anggota keluarga itu sendiri maupun anggota keluarga yang lain. “Kenyataan yang sering ditemukan adalah adanya ber bagai permasalahan sosial saat ini, terutama kemiskinan, kerukunan, dan keharmonisan antarwarga. Kondisi seperti itu tidak lepas dari akar permasalahan kependudukan, yang apabila ditangani dengan serius dan dikelola dengan baik akan memengaruhi ketahanan bangsa Indonesia,” tandas Herawati. Di tempat yang sama, Ketua
Warta Kencana I EDISI 5 TAHUN II HARI KELUARGA 2011
Panitia Peringatan Hari Keluarga XVIII Tingkat Nasional 2011 Vita Gamawan Fauzi menambahkan, upaya mengangkat kesejahteraan keluarga membutuhkan terobosan fisik maupun nonfisik. Sebagai cermin sebuah bangsa, kondisi sebuah keluarga akan berdampak baik bagi jalannya pembangunan. “Kita berharap para kepala rumah tangga atau pemimpin keluarga bisa meningkatkan tingkat ekonominya,” harap Vita. Sementara itu, Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf turut mengacungi jempol pada usaha kecil menengah yang mampu menjadi penyangga perekonomian Indonesia. “Pameran bermaksud meningkatkan kemandirian sektoral ekonomi keluarga. Proses kultural Indonesia yang beragam dari Sabang sampai Merauke, hadir di sini. Produk usaha kecil menengah harus ditingkatkan kraena sudah terbukti melewati krisis ekonomi, seperti moneter 1997 dulu,” kata Dede.(NJP)
5
l aporan utama
Malam Kader Jadi Seger
Pagaweanna Singer, Otakna Makin Pinter Garut Jawara Siloka Kencana
Berlomba Jadi yang Terbaik
B
AGI kalangan kader keluarga berencana (KB) di Jawa Barat, peringatan Hari Keluarga ke-18 tahun ini menjadi sangat istimewa. Hajat tahunan tersebut menjadi ajang unjuk gigi pengetahuan mereka tentang KB. Setiap tim perwakilan kabupaten dan kota di Jawa Barat berlomba menjadi yang terbaik dalam lomba cerdas cermat bertajuk Silaturahmi dan Lomba Kader Keluarga Berencana (Siloka Kencana). Lomba asah otak yang ini diikuti 26 tim kabupaten dan kota ini digelar di arena pameran dan gelar dagang di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, pada Selasa, 28 Juni 2011. Semula, panitia berencana membagi ke-26 tim ke dalam dua pool, namun rencana diubah menjadi satu pool dengan menggunakan sistem gugur. Dalam setiap babak, peserta mendapat 10 pertanyaan wajib, 10 pertanyaan rebutan, dan praktik keterampilan. Materi soal seputar program keluarga berencana (KB), kesehatan, PKK, pencatatan dan pelaporan, serta pengetahuan umum. Sesaat sebelum tampil, setiap tim diharuskan menyampaikan yel masing-masing. Sesuai tema yang diusung, “Malam Kader Jadi Seger, Pagaweanna Singer, Otakna Makin Pinter”, suasana lomba berlangsung hangat dan penuh antusias. Gerimis sepanjang pelaksanaan lomba tak mengurangi antusiasme peserta dalam menjawab soal-soal yang diberikan panitia. Sorak-sorai penonton semakin membuat suasana Lembang yang dikenal sejuk tampak menghangat. Setelah melalui enam putaran, panitia akhirnya berhasil menjaring empat semifinalis. Keempatnya menempati
6
berturut-turut juara pertama, kedua, ketiga, dan juara harapan adalah Kabupaten Garut, tuan rumah Kabupatan Bandung Barat, Kabupaten Ciamis, dah Kabupaten Purwakarta. Penyerahan penghargaan dilakukan saat berlangsungnya penutupan gelar dagang dan pameran produk. Ditemui di sela kegiatan, Koordinator Siloka Kencana Lenny Usyani menjelaskan, Siloka Kencana digelar mulai dari tingkat kecamatan, tingkat kabupaten, sampai tingkat provinsi. Kegiatan ini merupakan wahana peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader. Peserta merupakan kader dari satu desa yang sebelumnya sudah memenangkan lomba di setiap tingkatan. Di bagian lain, Kepala BKKBN Perwakilan Provinsi Jawa Barat Rukman Heryana mengungkapkan, Siloka Kencana setidaknya menghasilkan tiga output yang mendukung program KB. Pertama, adalah gebyar program KB mulai tingkat kecamatan hingga provinsi. Ini menunjukkan eksistensi kader KB di lini lapangan. “Kedua, Siloka Kencana menjadi sarana edukasi. Proses edukasi bukan hanya untuk kader, namun juga untuk panitia, khususnya team pembuat soal. Untuk membuat 140 soal di babak penyisihan, 90 soal di babak semifinal, 50 soal di babak final, para widyaiswara harus bekerja keras,” ujar Rukman. Lebih dari dua hal tadi, Siloka Kencana menjadi sarana untuk memberikan apresiasi kepada kader berprestasi. “Mereka akan merasa bangga bisa tampil mewakili kabupaten, terlebih apabila memenangi perlombaan dan mendapatkan hadiah,” pungkas Rukman.(NJP)
Warta Kencana I EDISI 5 TAHUN II HARI KELUARGA 2011
l aporan utama
Kepala BKKBN Sugiri Syarief
Kepala Daerah Sebaiknya
TIDAK POLIGAMI
P
rogram KB tak selamanya berjalan mulus. Salah satu hambatannya antara lain rendahnya komitmen kepala daerah seperti wali kota dan bupati terhadap program yang sukses melambungkan nama Indonesia di pentas internasional tersebut. Bagi Kepala BKKBN Sugiri Syarief, poligami yang dilakukan sejumlah kepala daerah menunjukkan rendahnya komitmen tersebut. “Dari sisi fertilitas, menambah istri itu kan jelas menambah peluang menambah anak. Apalagi, para istri muda tersebut biasanya masih pada rentang usia subur. Karena itu, apabila benar berkomitmen terhadap program KB, maka sebaiknya para bupati dan wali kota jangan nambah istri,” kata Sugiri saat ditemui usai bertemua stake holders pengelola program KB di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, beberapa waktu lalu.
Dalam kondisi tersebut, BKKBN sulit untuk melakukan tindakan. Selain menyangkut hak asasi manusia, kota dan kabupaten bukan lembaga subordinasi BKKBN. Yang bisa dilakukan hanya sebatas memberikan imbauan atau paling banter berupa imbauan keras. Satu-satunya cara, imbuh Sugiri, adalah membangun komitmen di kalangan kepala daerah itu sendiri. “BKKBN tak bisa memaksakan apapun terhadap wali kota dan bupati yang melakukan poligami. Mereka itu tidak di bawah BKKBN. Masalah berikutnya, undangundang perkawinan di Indonesia memperbolehkan hal itu. Itu kan hak individu,” Sugiri menyesalkan. Lebih jauh lagi, sambung dia, perilaku bupati atau wali kota tadi menjadi acuan bagi masyarakat. Artinya, bila bupati atau wali kota poligami, maka masyarakat akan sangat permisif terhadap poligami.
Warta Kencana I EDISI 5 TAHUN II HARI KELUARGA 2011
Sugiri mengakui belum ada penelitian khusus mengenai jumlah kepala daerah yang melakukan poligami maupun tambahan anak setelah bupati atau wali kota melakukan poligami. Cuma saja, dari rentang usia sudah bisa dilihat peluang fertilitas setiap pasangan yang menikah. “Kalau (istri) masih muda, sudah pasti akan bertambah (anak). Jika umur bupati atau wali kota misalnya di bawah 60 tahun pasti tok cer kan? Kemudian bila istri barunya di bawah 35 tahun, itu lebih tok cer lagi sehingga kemungkinan menambah anak hampir pasti ada. Itu jelas tidak mendukung KB,” tegas Sugiri. Sugiri lantas mencontohkan Tunisia. Undang-undang negara Afrika Utara tersebut melarang poligami secara tegas. “Kan yang namanya undang-undang harus dipatuhi, jadi ya masyarakatnya harus mematuhi,” tambah Sugiri. (kencanajabar@gmail.com)
7
l ensa
Menghibur Kader
Pesta Budaya
Pesta Budaya
8
Semarak Hari Keluarga
Duta Remaja
Ketua TP PKK Pusat
Gubernur Jawa Barat
Warta Kencana I EDISI 5 TAHUN II HARI KELUARGA 2011
l ensa
Roadshow Hari Keluarga
Pameran Kerajinan
Seminar Kependudukan
Talkshow Radio
Simpul Budaya Nusantara
Menikmati Wayang Golek
Warta Kencana I EDISI 5 TAHUN II HARI KELUARGA 2011
9
l aporan utama
Wapres Memberikan Penghargaan
Keluarga Pewaris Kebudayaan Wapres Pimpin Puncak Peringatan Hari Keluarga XVIII
K
ELUARGA memiliki peran strategis dalam sejarah perjalanan sebuah bangsa. Wakil Presiden RI Boediono meyakini keluarga merupakan wadah utama untuk mewariskan peradaban dan budaya. Wapres menegaskan hal itu saat memberikan sambutan pada puncak peringatan Hari Keluarga ke-18 di Kota Baru Barahyangan, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Kamis 30 Juni 2011 lalu. “Keluarga adalah juga wahana utama bagi pewarisan peradaban dan budaya. Dalam keluargalah dibentuk dan dipraktikkan nilai-nilai dasar hubungan antarmanusia. Keluarga juga membentuk dan mempraktikkan pengertian mengenai hak dan kewajiban manusia sebagai anggota dari kelompoknya,” ujar Boediono. Guru besar ekonomi yang akrab dispa Pak Boed ini tidak memungkiri terkadang karena kesibukan seharihari, kita melupakan hakikat dan makna keluarga bagi hidup masing-masing sebagai perorangan dan makna keluarga bagi kehidupan bangsa. Pak Boed mengajak
10
sekitar 25 ribu peserta upacara Hari Keluarga untuk sejenak mengingat kembali makna dan peran keluarga. “Bangsa-bangsa lain, termasuk bangsa-bangsa yang sekarang maju, juga menempatkan keluarga pada posisi sentral dalam kehidupan masyarakatnya. Benarlah apa yang dikatakan para ahli bahwa keluarga sebenarnya adalah inti dan asal usul dari peradaban manusia yang kita kenal sekarang ini,” ungkapnya seperti disampaikan dalam laman resmi portal Wakil Presiden. Begitu strategisnya peran keluarga itu, sehingga menginginkan bangsa Indonesia maju dan sejahtera maka mutu kehidupan keluarga Indonesia juga harus ditingkatkan. “Dengan mutu keluarga yang baik, keluarga dapat melaksanakan peran strategisnya, sebagai tempat persemaian bagi warga negara yang bertanggung jawab dan bagi generasi muda yang andal dan akhirnya bagi bangsa yang maju dan sejahtera,” katanya. Boediono menambahkan, pemerintah menggulirkan berbagai program ekonomi dan kesejahteraan
Warta Kencana I EDISI 5 TAHUN II HARI KELUARGA 2011
l aporan utama rakyat dengan berorientasi pada keluarga. Program tersbut akan terus dievaluasi untuk kemudian dipertajam sesuai sasaran program. Untuk kepentingan tersebut, saat ini pemerintah melakukan survei besar untuk mengumpulkan informasi mutakhir dan terinci mengenai keluarga di tanah air, terutama keluarga-keluarga yang termasuk dalam 40 persen keluarga dengan indikator kesejahteraannya yang masih rendah. “Data ini akan menjadi dasar dalam penentuan sasaran program. Mulai tahun depan semua program yang bersasaran keluarga akan menggunakan data survei mutakhir ini,” pungkasnya. Sesaat sebelumnya, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief menyampaikan, kesejahteraan keluarga akan lebih mudah diwujudkan jika mayoritas keluarga inti di Indonesia memiliki dua anak. Selain jumlah anak, semua keluarga seyogyanya juga mengatur jarak kelahiran. Dengan demikian, orang tua lebih mudah memberikan perhatian, kasih sayang, pemenuhan gizi, pemberian kesehatan, serta memberikan pendidikan setinggi-tingginya dan sebaikbaiknya. Sugiri menambahkan, mulai tahun ini Hari Keluarga Nasional atau yang biasa disingkat Harganas telah berganti menjadi Hari Keluarga. “Penggantian sebutan ini tidak mengubah esensi dan makna serta arti Hari Keluarga untuk seluruh keluarga Indonesia,” kata Sugiri. Selain Wapres, puncak peri ngatan juga dihadiri Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Mustafa Abubakar, Menteri Agama Suryadharma Ali, beberapa anggota DPR dan DPD, Ketua Umum Panitia Hari Keluarga XVIII Tingkat Nasional 2011 Vita Gamawan Fauzi, Ketua DPRD Jawa Barat Irfan Suryanagara, Bupati Bandung Barat Abubakar, Kepala BKKBN Provinsi dari seluruh Indonesia, serta beberapa gubernur, serta bupati dan wali kota.(kencanajabar@gmail.com)
Gubernur Jawa Barat H. Ahmad Heryawan
Fokus Pada Kualitas Penduduk
K
eluarga berencana atau KB memang memiliki tugas pokok pada pengendalian jumlah atau kuantitas penduduk. Namun begitu, kini sudah saatnya dibangun pemahaman bahwa penduduk lebih dari sekadar kuantitas, melainkan harus pula memiliki kualitas yang bagus. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengungkapkanj hal itu saat bertemu Warta Kencana beberapa waktu lalu. “Seiring berjalannya waktu, fokus KB yang awalnya pada kuantitas anak, kini juga berfokus pada kualitas. Karena itu, KB di samping memberi tugas untuk menjalani kependudukan, pada saat bersamaan BKKBN juga berupaya meningkatkan kualitas masyarakat, khususnya masya rakat Jawa Barat. Jadi, dengan jumlah penduduk yang terkendali, maka kualitas juga terjaga,” kata Heryawan. Secara kuantitas, imbuh Heryawan, BKKBN harus bekerja sama dengan segenap stake
Warta Kencana I EDISI 5 TAHUN II HARI KELUARGA 2011
holders di Jawa Barat untuk menekan rata-rata punya anak atau total fertility rate (TFR) dari 2,3 menjadi 2,0. Artinya, setiap keluarga hanya memiliki dua anak. Dengan begitu, dua anak tersebut juga lebih bisa mendapat perhatian dari sisi kualitas dibanding jumlah anak lebih banyak. “Itu menjadi tugas kita bersama, terutama para PLKB untuk bekerja lebih keras memberikan pemahaman kepada masyarakat. Mereka adalah ujung tombak yang bertugas untuk memberikan awareness atau pencerahan kepada masyarakat,” kata Gubernur. Untuk mendongkrak daya ungkit efektivitas kinerja PLKB, Heryawan berjanji terus melanjutkan program tenaga penggerak desa (TPD) untuk membantu PLKB yang jumlahnya sangat terbatas. Idealnya, lanjut Heryawan, setiap PLKB atau TPD menangani satu desa. Sementara saat ini PLKB masih menangani dua hingga tiga desa. (kencanajabar@ gmail.com)
11
w acana
Jawa Baratku, Lumbung Padi yang Menjadi Lumbung Manusia �Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali bisa menyebabkan kepunahan umat manusia karena akan terjadi ecological suicide yaitu bunuh diri dengan merusak lingkungan� (Jared Diamond)
Oleh:
Helin Garlinia Yudawisastra
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran
12
I
ndonesia Pusaka dan Rayuan pulau kelapa merupakan salah satu lagu nasional yang selalu ada dalam upacara bendera anak-anak sekolah saat ini. Lagu yang sangat menentramkan hati dan lirik yang membuai mimpi. Namun takala mereka pulang, sepanjang jalan tidak ditemukan oleh mereka suatu tempat untuk berlindung di hari tua serta tanah air yang aman dan makmur. Kenyataan yang berada di depan mata hanya macetnya jalanan, gerombolan pengamen dan pengemis serta anakanak jalanan yang diberdayakan oleh mereka yang mengaku �orang tua�. Tentu saja hal ini dapat dikatakan suatu masalah besar yang akan menjadi bola salju jika pemerintah yang notabene disini adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap warga negaranya. Hal ini sesuai dengan salah satu syarat berdirinya suatu negara adalah adanya warga negara. Idealnya semakin banyak warga dalam satu negara maka semakin kaya negara tersebut. Dasar asumsi ini karena jika semakin banyak warga negara maka produksi semakin tinggi dan pendapatan per kapita semakin tinggi. Namun jika dalam suatu negara, sebut
saja Indonesia, dengan potensi sumber daya manusia yang tinggi ternyata masih banyak rakyatnya yang merasa hidup tidak makmur, pasti ada yang salah dengan sistem yang ada. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2009 sebanyak 230 juta jiwa dengan pendapatan perkapita US$ 2349,6 atau setara dengan Rp. 23 juta (diukur dengan dollar saat itu)1. Angka yang sangat fantastis. Bilamana kita memasukan angka ini pada suatu mesin yang bernama mesin pengukur tingkat kemakmuran penduduk, pastinya jarum penunjuk akan berada pada posisi bawah. Masyarakat yang makmur berarti masyarakat yang tidak miskin. Definisi miskin menurut bank dunia adalah jika pendapatan seseorang kurang dari US$1 perhari. Berarti sebut saja sesorang dengan pendapatan Rp. 9000 per hari, jika dikalikan 30 hari saja baru Rp.270.000. Angka yang sangat jauh berada di bawah UMR. Selain masalah kemakmuran masyarakat, pemerintah dihadapkan pada masalah ledakan penduduk yang berada dalam ambang batas siaga. Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat
Warta Kencana I EDISI 5 TAHUN II HARI KELUARGA 2011
w acana dalam sehari lahir 10.000 bayi di Indonesia atau mencapai sekitar empat juta bayi setiap tahunnya. Tingginya angka ibu melahirkan, sementara sumber daya manusia berkualitas masih rendah, dimana hal ini memiliki hubungan yang berkesinambungan dalam rantai kemiskinan Selain lumbung padi, Jawa barat adalah lumbung Manusia. Penduduk Jawa Barat menyumbang 20% dari total penduduk Indonesia. Tahun 2010 penduduk Jawa Barat sebanyak 43.053.7322 dengan kepadatan penduduk 1235,7/ km2. Bayangkan, betapa sempitnya ruang gerak kita di tanah air tercinta ini. Rata-rata Upah Minimum Regional (UMR) Jawa Barat adalah Rp. 1,4 jt.. Nilai yang sangat minim jika kita bandingkan dengan harga bahan pokok yang selalu mengalami inflasi. Teringat dengan masyarakat Majalengka yang hanya makan nasi aking, teringat dengan keluarga di Indramayu yang tinggal di kandang domba dan teringat dengan penjaja goreng pisang di kampus yang habis melahirkan anak ke 4 diusia 45 tahun namun hanya “cuti� 3 hari karena harus berjualan kembali, itupun karena harus dirawat di rumah sakit sebab plasenta bayi masih tertinggal di dalam. Jika kita membayangkan kemakmuran berbanding lurus dengan kekayaan, tentu kemakmuran dikatakan belum bisa menyelimuti masyarakat Jawa Barat. Indikator makmur, selain merujuk pada definisi kemiskinan, dapat juga dijadikan konsep kenyamanan berkehidupan. Masalah utama disini, bisakah kita mencapai kemakmuran jika kita harus bersaing dengan 43 juta minus satu penduduk Jawa Barat? Bila kita bicara secara dengan gaya bicara sarkasme, untuk bernafas saja sulit, bagaikan ikan di aquarium yang termagap-magap kekurangan oksigen. Namun kenyataan itu benar adanya. Semakin banyak penduduk di suatu daerah, maka competitiveness di segala lini kehidupan akan tinggi juga. Sebut saja mayoritas sekitar 30% penduduk Jawa Barat adalah petani. Tentu saja untuk menjadi seorang petani butuh ladang dan sawah. Bagaimana mungkin, jika terjadi pertumbuhan penduduk yang sporadis, tanah, ladang dan sawah akan tetap ada. Tentu saja akan beralih fungsi menjadi pabrik yang dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak. Bahkan bukan hal yang tidak mungkin lahan dan sawah para petani kita akan jadi pemukiman padat penduduk. Dari sisi pengangguran, ledakan penduduk pastinya akan berpengaruh signifikan terhadap peningkatan jumlah pengangguran. Data tahun 2006 saja, jumlah pengangguran di Jawa Barat sebanyak 3.9 juta jiwa. Tentunya, jika diasumsikan ceteris paribus, akan berbanding lurus dengan peningkatan jumlah penduduk yang ada. Pada periode 2008 sampai dengan 2010. pemerintah propinsi Jawa Barat , melakukan penyerapan tenaga kerja sebanyak 1 juta penduduk. Tentu saja hal ini dianggap memiliki kontribusi yang sangat kecil bagi pengendalian tingkat pengangguran. Namun, meskipun kecil diharapkan dari penyerapan 1 juta penduduk ini dapat menciptakan efek ganda (multiplier efect) bagi masyarakat sekitar pada khususnya dan masyarakat Jawa barat pada umumnya.
Pengangguran adalah dampak dari ledakan penduduk, Bonusnya, kriminalitas adalah ancaman dari ledakan penduduk. Meskipun tindakan ini salah, namun mencopet untuk membiayai istri yang akan melahirkan dianggap sahsah saja. Mencuri ayam tetangga karena anak dan istrinya belum makan 2 hari dimaklumi saja. Dunia yang sungguh permisif dan mengerikan. Mengapa hal itu bisa terjadi. Apalagi jawabannya selain shortage jobless, jika kata-kata pengangguran tidak ingin digunakan karena gengsi. Jika mengunakan hukum sebab akibat, pertanyaan mengapa seseorang bisa menganggur karena competitiveness seseorang yang rendah. Mengapa bisa seperti itu? Karena terlalu banyak saingan di Jawa Barat ini. Satu job seeker harus bersaing dengan 4 job seekers yang lain. Berarti hanya 25% kemungkinan job seeker tersebut diterima bekerja dan dapat menghasilkan upah. Tentu saja upah ini yang dapat memenuhi kesejahteraan keluarganya. Selain masalah pengangguran, dampak yang timbuk dari ledakan penduduk adalah tingkat sanitasi yang buruk karena banyak slum atau daerah padat penduduk sehingga penyakit dengan mudahnya menyebar dari satu individu ke individu lain. Sebut saja pnenomococus atau radang paruparu. Hanya dengan batuk selama 2 detik, tapi bakteri ini dapat menyebar dari satu individu ke individu lain. Belum lagi masalah kemacetan yang terjadi. Apapun solusi yang dilakukan dinas perhubungan yang notabene adalah pemerintah agar jalanan lancar tidak akan berhasil selama kuantitas manusia Jawa Barat terus tumbuh. Belum lagi masalah kemacetan yang terjadi. Apapun solusi yang dilakukan dinas perhubungan yang notabene adalah pemerintah agar jalanan lancar tidak akan berhasil selama kuantitas manusia Jawa Barat terus tumbuh. Selain masalah fisik yang terlihat, salah satu indikator sosial demografi yang penting adalah umur perkawinan. Umur perkawinan pertama berkaitan dengan permulaan aktifitas seksual yang memungkinkan wanita beresiko untuk hamil. Umumnya wanita yang menikah pada usia muda, mempunyai waktu yang lebih lama untuk hamil. Oleh karena itu pada masyarakat yang kebanyakan wanita melakukan perkawinan pada umur muda, angka kelahiran akan lebih tinggi dibanding dengan masyarakat yang melakukan aktifitas seksual pada usia yang lebih tua. Dalam budaya kita, perkawinan memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan fertilitas. Di Jawa Barat, rata-rata usia kawin pertama adalah 18,6 tahun untuk perempuan dan 21 tahun untuk laki-laki-laki.3 Masalah ini menjadi lebih rumit ketika para generasi muda yang notabene adalah remaja usia sekolah dan mahasiswa tidak mengetahui dan menyadari akan pentingnya masalah kependudukan. Masalah kependudukan yang dihadapi ini bukan hanya kuantitas penduduk yang semakin bertambah tetapi juga masalah kualitasnya. Sebut saja salah satu masalah yang terjadi bila para remaja tidak mengetahui usia perkawinan yang sehat. Meskipun undang-undang perkawinan mencatat wanita dapat menikah usia 16 tahun dan laki-laki dapat menikah pada 18 tahun tetapi sebaiknya perkawinan ini dapat ditunda hingga mereka menginjak
Warta Kencana I EDISI 5 TAHUN II HARI KELUARGA 2011
13
Lautan Manusia
usai 20 tahun. Alasannya organ reproduksi sudah matang dan siap dan juga diharapkan secara lahir batin dapat menjalani biduk kehidupan perkawinan. Sosialisasi program keluarga berencana dan kependudukan pada remaja khususnya mahasiswa dirasakan sangat perlu Karena mahasiswa adalah sasaran potensial dalam karena usia mereka yang produktif secara seksual dan dapat melakukan multiplier efek pada lingkungan sekitarnya dengan kemampuan intelektual mereka. Berdasarkan hasil mini survey4 yang dilakukan penulis ternyata dapat diketahui bahwa pandangan mahasiswa mengenai program KB cukup mengembirakan. Mengapa mengembirakan? Karena tampaknya program, KB bagi mahasiswa masih cukup mempesona. Lebih dari 90% mahasiswa mengenal program KB. Asumsi penulis para mahasiswa mengetahui program KB karena ada sekitar 77% dari mahasiswa dimana keluarga mereka adalah akseptor KB. Hal ini dapat dijadikan gambaran dimasa yang akan datang, bahwa mereka akan menjadi akseptor KB yang memang didominasi oleh kaum hawa.5 Image bahwa KB adalah urusan perempuan sangatlah menonjol. Temuan ini juga didukung oleh data menyebutkan bahwa mahasiswa berjenis kelamin wanita lebih mengetahui mengenai alat kontrasepsidari pada mahasiswa berjenis kelamin laki-laki. Alat kontrasepsi yang diketahui antara mahasiswa lakilaki dan mahasiswa perempuan berbeda jika dilihat dari nilai batas atas persentasenya. Mahasiswa laki-laki lebih mengetahui kondom dengan persentasi sebesar 30% dan mahasiswa perempuan lebih mengetahui pil KB sebesar 27% sebagai alat kontrasepsi. Mayoritas mahasiswa laki-laki sebanyak 88,29% merencanakan untuk menikah pada rentang usia 25-30 tahun. Namun untuk mahasiswa perempuan rentang usia bagi mereka merencanakan pernikahan cukup bervariatif. Rentang usia 25-30 tahun masih cukup mendominasi pilihan
14
mereka sebanyak 61,76%. KB sebagai ilmu pengetahuan sudah diketahui oleh para mahasiswa. Bahkan tidak sedikit mereka mulai mengetahuinya sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Namun apakah kedepan tatkala mereka memasuki gerbang keluarga akan mengikuti program KB, itu masalah lain. Sekalipun dibangku kuliah mereka menemukan juga materi tentang KB sebagian, namun ada benang terputus tatkala mereka menikah nanti. Terdapat perbedaan paradigma bagi mahasiswa laki-laki dan perempuan dalam rencana memiliki anak setelah menikah. Hasil survey menunjukan bahwa mahasiswa laki-laki sebanyak 50% dari total mahasiswa menginginkan memiliki anak lebih dari 2. Bagi mahasiswa perempuan ternyata memiliki anak 2 saja menjadi pilihan mereka. Dari hasil tersebut, dapat diperoleh sedikit gambaran di masa yang akan datang bahwa ledakan penduduk di Jawa barat pasti akan terjadi. Dan sudah seharusnya kita warga Jawa Barat dapat mengantisipasi ledakan penduduk ini dengan cara menyiarkan pesan bahwa dua anak lebih baik. Aksi nyata yang dapat dilakukan adalah menjadi akseptor Keluarga Berencana bagi pasangan yang sudah menikah dan membekali pengenalan dini bagi calon aksptor KB di Jawa Barat. Jangan sampai Jawa Barat ku tercinta ini beralih fungsi dari menjadi lumbung penduduk yang siap meledak karena tidak sanggup menahan desakannya. . Bandung, Juni 2011 (Artikel ini merupakan Juara I Lomba Penulisan Kependudukan menyambut Hari Keluarga XVIII yang digelar BKKBN Jawa Barat) United Nation, World Population Prospect Sensus Penduduk 2010 3 Data tahun 2010 4 PT di Kota bandung dan sekitarnya 5 Survey dilakukan pada mahasiswa yang belum menikah 1 2
Warta Kencana I EDISI 5 TAHUN II HARI KELUARGA 2011
WARTA KENCANA
Alamat Redaksi Kantor BKKBN Provinsi Jawa Barat - Jalan Surapati No. 122 Bandung - Jawa Barat Telp : (022) 7207085 - Fax : (022) 7273605 - Email : kencanajabar@gmail.com