24 WARTA UTAMA
BERSATU MELAWAN STUNTING
UTAMA 4 WARTA Bersatu Melawan Stunting
UTAMA 14 WARTA Jabar Butuh Kebijakan Responsif Kependudukan
20 WARTA UTAMA Kampung KB : Simpul Utama Pembangunan Desa
24 WARTA JABAR
Bekerja Mengentaskan Kemiskinan Petani Cover Story Terpenuhinya kebutuhan gizi mempengaruhi kualitas generasi bangsa. Inilah yang kemudian menjadi alasan utama pentingnya memerangi risiko kekurangan gizi kronis yang memicu munculnya stunting. BKKBN memastikan diri mengambil peran dalam perang melawan stunting. Edisi kali ini secara khusus membahas keterlibatan BKKBN dalam memerangi stunting.
32 WARTA JABAR
Penanganan Kasus Stunting di Kampung KB
38 WARTA JABAR
Aher : Menyemai Keluarga Bahagia Dunia - Akhirat
45 WARTA DAERAH
Kampung KB Generasi III, Embrio Daerah Layak Anak
47 WARTA DAERAH
SDKI Kabupaten Bandung Tahun 2017 Capai TFR 2,4
Penasehat KEPALA BKKBN JAWA BARAT Dewan Redaksi SUKARYO TEGUH SANTOSO, WAWAN RIDWAN, RAKHMAT MULKAN, PINTAULI R. SIREGAR Pemimpin Redaksi ELMA TRIYULIANTI Wakil Pemimpin Redaksi ARIF R. ZAIDAN Managing Editor NAJIP HENDRA SP Tim Redaksi ARIF R. ZAIDAN, CHAERUL SALEH, DODO SUPRIATNA, HENDRA KURNIAWAN, IRFAN HQ Kontributor ACHMAD SYAFARIEL (JABOTABEK), AKIM GARIS (CIREBON), AA MAMAY (PRIANGAN TIMUR), YAN HENDRAYANA (PURWASUKA), ANGGOTA IPKB JAWA BARAT, HIKMAT SYAHRULLOH Tata Letak LITERA MEDIA Sirkulasi IDA PARIDA Penerbit Perwakilan BKKBN Jawa Barat Percetakan Litera Media - 022 87801235 www.literamedia.com Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 7207085 Fax : (022) 7273805 Email: kencanajabar@gmail.com Website: www.duaanak.com
WARTA KENCANA • NOMOR 34 • TAHUN IX • 2018
WARTA
UTAMA
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
Bersatu Melawan Stunting BKKBN Terus Perkuat Integrasi Kampung KB
Dari sejumlah faktor fundamental kesehatan di Indonesia, gizi menjadi salah satu fokus utama. Pemerintah meyakini investasi gizi merupakan pondasi untuk pembangunan manusia Indonesia. Terpenuhinya kebutuhan gizi mempengaruhi kualitas generasi bangsa. Inilah yang kemudian menjadi alasan utama pentingnya memerangi risiko kekurangan gizi kronis yang memicu munculnya stunting. BKKBN memastikan diri mengambil peran dalam perang melawan stunting.
4
Warta Kencana
K
ampung KB atau Kampung Keluarga Berencana menjadi tema sentral Rapat Koordinasi Daerah (rakorda) Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) Provinsi Jawa Barat di Hotel Grand Aquila beberapa waktu lalu. Namun demikian, ada satu narasi besar yang disampaikan pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sigit Priohutomo di hadapan pemangku kepentingan program KKBPK se-Jawa Barat tersebut. Stunting, ya stunting. Sigit menjelaskan, saat ini angka stunting di Indonesia masih cukup tinggi. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dan melibatkan banyak sektor untuk menekan angka stunting. Pemahaman umum dalam mengentaskan stunting adalah memfokuskan pada upaya kesehatan yang merupakan faktor risiko. “Sering kali upaya lainnya yang menjadi factor protective dianggap kurang berperan dan tidak dilakukan. Padahal faktor resiko (termasuk di antaranya kondisi kesehatan anak, gizi pada saat hamil) sangat dipengaruhi oleh faktor pelindung, di antaranya adalah pola asuh orangtua dan keluarga. Segala sesuatu yang terjadi pada masa 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) menjadi faktor penentu kualitas kehidupan anak kelak,” ungkap Sigit. Mengutip pernyataan Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek yang disampaikan sebelumnya pada saat Rakornas di Jakarta, Sigit menekankan pentingnya kerja keras untuk mendapatkan generasi berkualitas. Pemenuhan gizi pada 1000
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
hari pertama kehidupannya merupakan daya ungkit yang utama. Sigit mengatakan bahwa pemenuhan gizi menghindarkan anak dari risiko stunting. Stunting merupakan kekurangan gizi kronis yang menyebabkan tinggi badan anak menjadi terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi tidak hanya terjadi sejak bayi, lebih jauh sebelumnya perempuan harus memperhatikan kecukupan nutrisi sejak janin masih berada di dalam kandungan. Terlebih, saat ini hampir di semua provinsi masih dilaporkan permasalahan balita dengan gizi kurang. “‘Kegagalan saat tumbuh, menyebabkan gagal berkembang, maka dikhawatirkan kegagalan metabolisme sehingga mendekatkan anak pada risiko terkena penyakit tidak menular,” imbuh Sigit. Sebelumnya, Menkes berpesan kepada para peserta Rakornas KKBPK agar pemenuhan gizi anak perlu menitikberatkan kepada dua faktor, antara lain pendidikan bagi perempuan dan pola asuh. Karena menurut Menkes, perempuan harus sehat dan berpengetahuan, mendidik dan memberi makanan yang tepat bagi anaknya. “Perempuan harus berpengetahuan. Bagaimana mereka mendidik dan memberi makanan yang tepat bagi anaknya. Perempuan boleh berkarya tapi harus tetap mengutamakan kesehatan diri dan keluarganya,” tandas Menkes.
WARTA
UTAMA
Integrasi Kampung KB Terkait keberadaan Kampung KB, Sigit menjelaskan kampung KB merupakan lokus upaya untuk membangun keluarga kecil sejahtera yang membutuhkan integrasi program lintas sektor. Menurutnya, keluarga berencana tidak hanya dimaknai sebagai upaya pengendalian kelahiran semata, akan tetapi juga membangun kesadaran setiap keluarga agar memiliki dukungan sosial budaya, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang memadai agar kehidupan keluarga menjadi sejahtera. “Keluarga yang sejahtera tidak hanya berkaitan dengan pengendalian kelahiran anak saja, akan tetapi berkaitan dengan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi keluarga,” tutur Sigit. Untuk mewujudkan hal itu, BKKBN memiliki petugas lapangan KB dan pendamping kader memiliki potensi di dalam mengawal pembinaan keluarga Indonesia. Pendamping dan petugas lapangan BKKBN diharapkan mampu memastikan bahwa keluarga-keluarga yang didampinginya mampu mengakses layanan-layanan yang telah disediakan. “Melalui pendamping lapangan, keluarga diharapkan dapat dioptimalkan dalam mengakses layanan kesehatan, layanan pendidikan, pemberdayaan ibu, pemberdayaan ekonomi, serta pembinaan perilaku hidup sehat dan pola gizi yang baik,” imbuh Sigit. Lebih jauh Sigit menjelaskan, Kampung KB merupakan inovasi strategis untuk
Warta Kencana
5
WARTA
UTAMA
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
mengimplementasikan kegiatan-kegiatan prioritas program KKBPK secara utuh di lini lapangan. Kampung KB sebagai model miniatur pelaksanaan total Program KKBPK secara utuh yang melibatkan dan bersinergi dengan kementerian/lembaga, mitra kerja, stake holders instansi terkait sesuai dengan kebutuhan dan kondisi wilayah, serta dilaksanakan di tingkatan pemerintahan terendah. “Melalui Kampung KB, pemerintah berupaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan menggabungkan program kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga serta pembangunan sektor terkait seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, budaya dan sektor lainnya dalam rangka mewujudkan keluarga kecil berkualitas,” jelas Sigit. Kampung KB, sambung Sigit, merupakan wujud dari pelaksanaan agenda prioritas pembangunan Nawacita ke 3, 5, dan 8. Nawacita ketiga yaitu yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Nawacita kelima yaitu meningkatkan kualitas hidup masyarakat serta Nawacita kedelapan yaitu melakukan revolusi karakter bangsa. Secara administratif, Kampung KB adalah satuan wilayah setingkat RW, dusun atau yang setara, yang memiliki kriteria tertentu dalam hal kriteria utama, sebuah kampung harus memiliki syarat-syarat seperti jumlah keluarga miskin diatas rata-rata tingkat desa dimana Kampung/RW tersebut berada. Bagi yang membentuk setara Desa, jumlah keluarga miskin di Desa tersebut harus diatas rata-rata Kecamatan dimana
6
Warta Kencana
Desa itu berada. Selain itu, syarat utama lainnya adalah pencapaian KB di desa tersebut sangat rendah. Dalam hal kriteria wilayah, setiap kampung KB harus memenuhi unsur seperti berada di wilayah kumuh, kampung pesisir atau nelayan, berada di Daerah Aliran Sungai (DAS), di daerah bantaran Kereta Api, Kawasan Miskin (termasuk miskin perkotan), Terpencil, Wilayah Perbatasan, Kawasan Industri, Kawasan Wisata, Tingkat Kepadatan Penduduk Tinggi. “Pembentukan Kampung KB perlu mendapatkan dukungan dari semua pihak, baik secara politis, teknis dan operasional. Melalui pembentukan Kampung KB, kami berharap Kampung KB tidak hanya berhenti pada sebatas seremonial pembentukan saja namun ada keberlanjutan melalui sinergi berbagai sektor pemerintah
bahkan swasta, Kampung KB bukan program BKKBN saja namun perlu dukungan banyak pihak,” tegas salah satu pejabat tama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan tersebut. Hal senada diungkapkan Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sukaryo Teguh Santoso. Pria yang akrab disapa Teguh ini menjelaskan, di dalam Kampung KB terdapat keterpaduan antara program KKBPK dengan programprogram sektor lainnya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan masyarakat di wilayah tersebut. Karena itu, keberhasilan Kampung KB sangat ditentukan oleh komitmen dan dukungan lintas sektor. “Sebagai tindak Ianjut telah dicanangkannya Kampung KB oleh Bapak Presiden pada 14 Januari 2016, Bapak Gubernur telah mengeluarkan surat tentang penguatan keberadaan Kampung KB di kabupaten dan kota se-Jawa Barat,” kata Teguh. Teguh mengatakan saat ini
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
jumlah Kampung KB yang sudah terbentuk 1.326 kampung yang tersebar di 27 kabupaten atau kota di Jawa Barat. Sebanyak 625 Kampung KB didirikan bersumber dari APBN dan 700 Kampung KB bersumber dari APBD kabupaten serta kota. Di tempat yang sama, Ketua Pembina Tim Penggerak PKK Jawa Barat Netty Prasetiyani Heryawan, mengatakan pengembangan Kampung KB tinggal mempergunakan program atau fasilitas yang selama ini ada untuk peningkatan kesehatan, pendidikan, dan sektor lainnya. “Tidak harus semua baru, tinggal kuatkan substansi dan konten yang ada di posyandu untuk kesehatan dan PAUD untuk pendidikan. Jangan lupa juga monitoring yang baik untuk program Kampung KB ini,” kata Netty. Netty mengajak membangun Kampung KB dilandaskan pada penguatan ketahanan keluarga. Jalan untuk mengatasi berbagai masalah sumber daya alam selama ini, katanya, di antaranya mencegah pernikahan di bawah umur dan pernikahan tanpa misi.
KKBPK Jabar Kini Sementara itu, dalam paparannya di hadapan para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang membidangi program KKBPK se-Jawa Barat, Teguh mengaku bangga kinerja KKBPK Jabar menunjukkan hasil menggembirakan. Ini terlihat dari laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 yang mencatat adanya penurunan pada total fetility rate (TFR) meskipun belum mencapai target yang dikehendaki. Penurunan terjadi dari 2,6 anak per wanita subur menjadi 2,4 anak per wanita subur. Meski begitu, angka tersebut masih harus diturunkan lagi menjadi 2,1, sebagai syarat penduduk tumbuh seimbang. Pada presentase pemakaian kontrasepsi modern, Jawa Barat menargetkan dapat mencapai 65,60 persen. Namun capaian per Desember 2017, data CPR hanya berhasil menyentuh angka 74,91 persen. Sedangkan, untuk presentase unmet need kali ini masih terlampau tinggi. Jawa Barat masih memiliki angka kebutuhan KB yang tidak terpenuhi itu sebesar 12,76 persen dari sasaran
WARTA
UTAMA
di awal tahun 8,36 persen. Presentase penurunan angka ketidakberlangsungan pemakaian (tingkat putus pakai) kontrasepsi mencapai -16,75 persen dari sasaran awal 25,30 persen. Serta peserta KB aktif tambahan mencapai 199,051 akseptor, dari sasaran awal tahun 241,662 akseptor. Pada peserta KB baru, kali ini Jawa Barat mampu menggaet 1.195.474 Peserta KB Baru. Jumlah ini dapat dikatakan pencapaian yang “moncer” karena melampaui target atau Perkiraan Permintaan Masyarakat (PPM)nya yaitu dengan capaian angka 104,32 persen. Dari jumlah tersebut, seluruhnya telah menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) dengan capaian angka Peserta KB Baru MKJP menyentuh 103,87 persen dari seluruh Peserta KB Baru. Namun, pada tren pencapaian Peserta KB Baru Pria masih terlampau jauh dari target. Hasil pembukuan mencatat, tren Peserta KB Baru Pria baru mendulang angka 69,15 persen dari seluruh Peserta KB Baru. Angka ini masih terlampau jauh dari target PPM, yaitu 100 persen. Sementara, untuk metode kontrasepsi yang digunakan dilaporkan ada beberapa metode kontrasepsi yang banyak diminati Peserta KB Baru. Hal ini terlihat dari capaian jumlah metode kontrasepsi yang mampu melebihi nilai PPMnya. Diantara jumlah dan nilai metode kontrasepsi yang diminati adalah Metode IUD 83.432 akseptor atau senilai 96,25 persen, Metode Implan dengan jumlah 82.417 akseptor atau 113,84 persen, Metode MOW 15.692 akseptor atau senilai 102,14 persen, Metode MOP 1.106 akseptor atau 79,30 persen, Metode Kondom 26.797 akseptor atau senilai
Warta Kencana
7
WARTA
UTAMA
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
68,79 persen, lalu Metode Suntik 644,319 akseptor atau senilai 113,81 persen, dan Metode PIL 341.711 atau senilai 93,62 persen. Total perkembangan Komplikasi di Jawa Barat selama tahun 2017 tercatat berjumlah 347 kasus. Komplikasi per Mix Kontrasepsi tertinggi ada pada penggunaan metode kontrasepsi IUD yang menyentuh angka 178 kasus atau 51,30 persen dari total keseluruhan. Sedangkan untuk jumlah Kegagalan sepanjang tahun 2017 berjumlah 444 kasus. Kegagalan per mix Kontrasepsi tertinggi ada pada kasus penggunaan metode kontrasepsi Implant yaitu sebesar 309 kasus atau 69,59 persen.
Pencapaian Peserta KB aktif Adapun jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) per Desember 2017 lalu tercatat berjumlah 9.252.815 pasang. Jumlah Peserta KB nya terhitung berjumlah 74,91 persen dari keseluruhan Pasangan Usia Subur. Bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, perkembangan Peserta KB Aktif kali ini memiliki angka perkembangan Peserta KB Aktif terendah. Perkembangan Peserta KB Aktif per Desember selama lima tahun terakhir yaitu, 7,07 juta (2013), 7,00 juta (2014), 7,11 juta (2015), 7,13 juta (2016), dan 6,93 juta (2017). Perkembangan Peserta KB Aktif di sepanjang tahun 2017 ini memang cukup fluktuatif. Di awal tahun, Peserta KB Aktif dicatat sebesar 6,85 juta peserta. Setelah 3 Bulan berselang, pada Bulan April tercatat Peserta KB Aktif menunjukkan penurunan hingga menyentuh angka 6,68 juta. Angka ini menjadi capaian terendah pada perkembangan Peserta KB Aktif
8
Warta Kencana
pada tahun 2017. Di bulanbulan selanjutnya, Peserta KB Aktif kembali menunjukkan peningkatan. Hingga pada penghujung tahun, pada bulan Desember 2017 Peserta KB Aktif berjumlah 6,93 juta peserta. Sementara itu, data Kontrak Kinerja Provinsi Jawa Barat Tahun 2017 pada poin sasaran program mencatat angka kelahiran remaja (ASFR) mencapai 32 per 1000. Jumlah ini tentu masih diluar harapan, karena capaian tahun 2017 itu nilainya 45.50 per 1000. Lalu, presentase kehamilan yang tidak diinginkan dari PUS pun nilainya masih cukup tinggi, yaitu 4,6 persen dari sasaran awal 6,90 persen. Di sisi lain, ada hal yang cukup melegakan. Median usia kawin pertama wanita di Jawa Barat pada tahun 2017 nilainya sudah cukup mendekati target yang diharapkan, yaitu senilai 20 tahun. Kemudian presentase pengetahuan keluarga tentang isu kependudukan pun sampai Desember lalu mampu melebihi sasaran awal dengan jumlah 48,5 persen (dar sasaran awal 47,30 persen). Serta, tingkat pengetahuan PUS tentang metoda kontrasepsi tahun ini mampu menyentuh nilai 21,5 persen (dari sasaran awal 21,40 persen). Hal yang lainnya, pada capaian kinerja pelaksanaan anggaran nilainya mencapai 85,70 persen dari sasaran awal >90 persen dan presentase capaian output tidak tercapai sama sekali dari sasaran awal >95 persen.
KKBPK Harus Sampai ke Akar Rumput Teguh menambahkan, pada 2018 ini Jawa Barat masih dihadapkan pada tiga persoalan krusial tentang kependudukan, di antaranya
yaitu penduduk usia produktif, remaja, dan penduduk lansia. Semua segmen ini populasinya terus meningkat setiap tahun. Kemudian jika semua ini, terutama pasangan usia subur tak terproteksi dengan baik, atau terpaparkan pelayanan KB yang berkualitas, maka bisa jadi “pengaturan” kelahiran dapat mengalami kegagalan. “Kalau jumlah PUS di Jawa barat ini tidak terproteksi, atau tidak terpapar pelayanan KB yang berkualitas, maka bisa jadi pengaturan kelahiran kita gagal. Kehamilan akan bertambah banyak. Ini tantangan kami. Nah belum lagi berbicara tentang kesertaan ber-KB, unmet need, drop out penggunaan MKJP yang belum tercapai ini menjadi tantangan kami tersendiri,” papar Teguh. Menyinggung kebijakan 2018, Teguh menuturkan bahwa 2018 secara umum kebijakan perwakilan BKKBN Jawa Barat tetap melanjutkan apa yang sudah diterapkan di Renstra sampai tahun 2019. Seluruh strategi pelaksanaan program menurutnya diarahkan agar bisa meningkatkan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang lebih merata. Kemudian, peningkatan advokasi dan KIE yang lebih gencar, serta strategi komunikasi program KKBPK yang ditekankan agar sampai ke akar rumput. “Tidak hanya yang bersifat lini atas tetapi juga sampai ke lini bawah, menyentuh sasaran utama kita di lapangan,” tegasnya.(*)
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
WARTA WARTA
UTAMA
Warta Kencana
9
WARTA
UTAMA
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
Remaja Harus Paham
STUNTING Maraknya kasus stunting di Indonesia, atau gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan gizi menjadi perhatian serius, termasuk bagi provinsi Jawa Barat. Salah satu proyek prioritas nasional BKKBN yaitu program pencegahan stunting melalui penyiapan kehidupan berkeluarga pada remaja.
S
tunting sendiri akibat kekurangan gizi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal kelahiran, tetapi biasanya baru ketahuan setelah bayi berusia dua tahun. Masa ini kemudian dikenal dengan 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
10
Warta Kencana
Terkait masalah stunting, Kepala Bidang Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga Perwakilan BKKBN Jabar Pintauli Siregar saat membuka kegiatan Temu Kerja Forum Genre Jawa Barat dan penguatan kualitas pengelola Bina Keluarga Remaja (BKR), selasa (17/4) di hotel Max One Sukabumi mengatakan bahwa sosialisasi pencegahan stunting juga harus menyasar pada kelompok usia remaja yang dicakup melalui program Genre (generasi berencana). Remaja, terutama remaja putri jelasnya adalah calon ibu yang akan hamil dan menyusui, dimana saat tersebut merupakan masa-masa krusial yang akan menentukan seorang bayi menjadi stunting atau tidak.
“Sebagai calon ibu, remaja putri harus memiliki pengetahuan sehingga pada saatnya berkeluarga dapat merencanakan kehamilan dengan baik dan sehat, dan tercegah dari kelahiran bayi stunting,� tutur Pinta. Pengetahuan tersebut diantaranya tentang kesadaran pentingnya 1.000 HPK, bahwa bayi sejak dalam kandungan sebenarnya sedang dalam puncak pertumbuhan potensial, terutama pertumbuhan otaknya, sehingga butuh supply gizi dari makanan yang dikonsumsi ibu. Sedangkan setelah kelahiran sampai berusia dua tahun, bayi dalam masa pertumbuhannya optimalnya, sehingga membutuhkan gizi baik, terutama melalui air susi ibu (ASI).
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
Jika pada periode ini kekurangan gizi, maka akan menghambat pertumbuhan fisik dan intelegensinya. Bukan hanya berpotensi tumbuh kerdil, tapi juga kecerdasan yang kurang, ditambah daya tahan fisik yang lemah dan mudah sakit-sakitan. Bila demikian, maka pada saat dewasanya tidak memiliki daya saing sehingga sulit berkompetisi. Populasi remaja di Indonesia saat ini berjumlah 66,6 juta, dimana tantangan terbesarnya adalah masih tingginya pernikahan pada usia muda. Usia kawin pertama (UKP) perempuan Indonesia saat ini masih diusia 20,5 tahun. Sementara itu Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Jabar 2017, penduduk Jabar berjumlah 48,03 juta jiwa, yang terdiri atas 24,33 juta jiwa laki-laki dan 23,7 juta jiwa
perempuan dengan UKP 19,89 tahun. Seperti yang dilansir dari pikiran-rakyat.com Kepala BKKBN Jabar Sukaryo Teguh Santoso menuturkan pernikahan anak menjadi salah satu fakfor yang menentukan angka fertilitas atau kemampuan untuk melahirkan keturunan. Pola perkawinan yang terlalu muda, kata Teguh, membuat peluang kelahiran anak yang lebih banyak, karena masa reproduksi yang lebih panjang. Selain itu tingkat kelahiran juga dipengaruhi oleh kawin cerai, karena orang yang menikah lagi setelah bercerai umumnya berhasrat memiliki keturunan dari pasangannya yang baru. Maka dari itu, perwakilan BKKBN Jawa Barat pun terus bertekad dan berupaya mendorong pendewasaan usia perkawinan minimal menjadi 21 tahun. “Yang menikah muda
WARTA
UTAMA
itu biasanya belum siap lahir dan batin, sehingga ketahanan keluarga bisa terganggu. Dampaknya, kawin cerai,� tandas Teguh. Di sisi lain,pernikahan dini kerap juga dihubungkan sebagai penyebab kelahiran bayi stunting karena organ reproduksinya yang belum matang dan belum siap menerima kehamilan. Selain itu banyak kasus anemia pada ibu hamil terutama mereka yang masih di bawah umur juga kerap dihubungkan sebagai penyebab kelahiran bayi stunting. Pada ibu hamil dengan anemia maka suplai zat besi dari ibu kepada janinnya akan berkurang, sehingga pertumbuhan janin tidak maksimal dan kemudian berakibat berat badan saat lahir rendah atau dibawah 2 kg dengan panjang badan kurang dari 47 sentimeter.(*)
Modal Cinta tak Bikin Bahagia
Warta Kencana
11
WARTA
UTAMA
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
Sinergi Pembangunan dalam Kampung KB Rumusan Rapat Koordinasi Daerah Program KKBPK Tahun 2018 Kampung Keluarga Berencana atau Kampung KB menjadi tema sentral Rapat Koordinasi Daerah Program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga Tahun 2018 yang dihelat di Hotel Grand Aquila Bandung beberapa waktu lalu. Ini tercermin dalam tema yang diusung, yakni “Penguatan Program Integrasi Kampung KB dalam Mempercepat Terwujudnya Kualitas Sumber Daya Manusia Jawa Barat yang Maju dan Sejahtera�.
12
Warta Kencana
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
R
akorda KKBPK diikuti para kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang membidangi KKBPK, kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) Kabupaten/Kota, Pengurus Daerah Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kabupaten/Kota, Tim Penggerak PKK, Aisyiah, TNI, dan mitra kerja terkait tingkat provinsi. Turut menyampaikan paparan di hadapan peserta antara lain Pelaksana Tugas Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat, Kepala Bappeda Jawa Barat, dan Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Barat. Setelah mendengarkan arahan Asisten I Bidang, Pemerintahan, Hukum, dan Kesejahteraan Sosial Jawa Barat dan Sambutan Plt. Kepala BKKBN serta dilanjutkan panel diskusi beberapa materi. Materi tersebt meliputi “Isu Kependudukan, KB dan Kesehatan Berdasarkan Hasil Susenas 2016” (Kepala BPS); “Penguatan Kampung KB sebagai Upaya Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di Jawa Barat (Kepala Bappeda); “Penguatan Kampung KB dalam Rangka Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat di Jawa Barat” (Kepala Dinas Kesehatan); “Penguatan Kampung KB dalam rangka Peningkatan Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga di Jawa Barat” (Ketua TP PKK Provinsi Jawa Barat). Itulah yang kemudian menjadi rujukan utama Rumusan Rakorda Program KKBPK Jawa Barat 2018. Hasil itu kemudian dituangkan menjadi rumusan pokok dan rekomendasi seperti di bawah ini:
Rumusan
Melalui Rakerda 2018 ini, ada beberapa isu utama operasional 2018 yang menuntut partisipasi dan peran aktif berbagai pihak dan tingkatan dalam memberikan kontribusi positif terhadap Program Pembangunan Jawa Barat.
A. Kampung KB menjadi miniatur atau
gambaran dari sebuah desa yang di dalamnya terdapat keterpaduan dari program pembangunan KKBPK yang dilaksanakan secara sistemik dan sistematis. Karena itu, Kampung KB tidak hanya memfokuskan hanya pada masalah pengendalian penduduk, namun juga pada masalah pembangunan keluarga yang disinergikan dengan program pembangunan sektor-sektor terkait.
B. Kampung KB bertujuan untuk membangun
keluarga kecil bahagia sejahtera dengan melaksanakan delapan fungsi keluarga dengan tujuan untuk membantu keluarga lebih bahagia dan
WARTA
UTAMA
sejahtera, terbebas dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan, sehingga menciptakan Sumber Daya Manusia yang Mandiri dan Berkarakter.
C. Berbagai masalah kependudukan dan kerentanan keluarga diakibatkan pernikahan tidak visioner/tidak direncanakan. Hal ini membutuhkan perhatian bersama antara semua sektor terkait, karena pentingnya pembangunan SDM sebagai investasi jangka panjang melalui pembangunan ketahanan keluarga. D. Koordinasi dan kemitraan lintas sektor
menjadi kata kunci keberhasilan pembangunan KKBPK dengan mensinergikan program prioritas nasional 2018 salah satunya mengenai isu stunting dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
E. Tantangan pembangunan SDM provinsi
Jawa Barat dengan adanya tingkat morbiditas yang berada di atas angka nasional (29,26 Persen), serta masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk ber KB MKJP perlu mendapat prioritas penggarapan program Kampung KB di seluruh wilayah Provinsi Jawa Barat.
Rekomendasi
A. Percontohan Kampung KB (prototype) segera dilaksanakan melalui kegiatan:
1. Meningkatkan peran lintas sektor dalam upaya menurunkan tingkat kemiskinan melalui pembangunan kemandirian ekonomi di tingkat desa. 2. Aktivasi masyarakat di Kampung KB melalui upaya meningkatkan ketahanan keluarga dengan membentuk shelter/kelompok yang dapat meredam permasalahan di keluarga/masyarakat 3. Mewujudkan konsep Desa Membangun dengan memperhatikan karakteristik daerah dengan mempertimbangkan Tri Bina (Pembangunan Ekonomi, Sosial dan Lingkungan) 4. Meningkatkan sinergitas program
KKBPK untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pemenuhan 12 indikator Keluarga Sehat.
B. Meningkatkan peran Poktan (BKB, BKR, PIK Remaja, PPKS) dalam upaya mengurangi terjadinya kerentanan dalam keluarga. C. Pendayagunaan tenaga lini lapangan
dalam melalui KIE Konseling MKJP sebagai salah satu upaya membangun keluarga yang visioner (Keluarga Terencana).(*)
Warta Kencana
13
WARTA
UTAMA
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
Jabar Butuh Kebijakan Responsif Kependudukan Penduduk Usia Tua Meningkat Pentingnya penduduk dalam pembangunan sudah sangat terang-benderang. Kependudukan merupakan titik sentral pembangunan. Demikian tertuang dalam Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Amanat undang-undang tersebut makin aktual manakala menyimak isu-isu kependudukan Jawa Barat saat ini.
B
esarnya jumlah penduduk, laju pertumbungan penduduk (LPP) tinggi, bonus demografi, dan membengkaknya penduduk usia tua (ageing population) merupakan empat isu kependudukan yang kini tengah dihadapi Jawa Barat. Setidaknya itulah yang dikemukan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat Dody Herlando saat menyampaikan paparan bertajuk “Isu
14
Warta Kencana
Kependudukan, KB, dan Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2017� pada acara Rapat Kordinasi Daerah (Rakorda) Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) Provinsi Jawa Barat 2018 lalu. Dody menjelaskan, per 2017 lalu jumlah penduduk Jawa Barat berjumlah sekitar 48,03 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, penduduk laki-laki 24,33 juta
jiwa dan perempuan 23,70 juta jiwa. Dari jumlah tersebut dapat diketahui sex ratio penduduk Jawa Barat sebesar 102,67. Artinya, jumlah penduduk laki-laki lebih banyak 2,67 persen dibanding penduduk perempuan. Dengan kata lain, dari setiap 100 penduduk perempuan di Jawa Barat, terdapat 2-3 penduduk laki-laki. Jumlah 48,03 juta jiwa menempatkan Jawa Barat sebagai provinsi dengan jumlah
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
penduduk paling gemuk di tanah air. Dibanding jumlah penduduk nasional pada tahun yang sama pada kisaran 258 juta jiwa, presentasenya mencapai 18,34 persen. Dengan proporsi tersebut, penduduk Jawa Barat nyaris mendekati angka 20 persen atau seperlima dari penduduk Indonesia. Artinya, satu dari lima penduduk Indonesia merupakan warga Jawa Barat. Wow! Perbedaan jumlah penduduk Jawa Barat dengan provinsi lain terbilang jomplang. Dibanding Jawa Timur misalnya, perbedaan jumlah penduduk kedua provinsi ini mendekati angka 10 juta. BPS mencatat, jumlah penduduk Jawa Timur pada 2017 sebanyak 39,2 juta jiwa. Berikutnya Jawa Tengah dengan 34,25 juta jiwa dan Sumatera Utara sebanyak 14,26 juta jiwa. Proporsi ini tampaknya belum akan berubah banyak mengingat tinginya LPP Jawa Barat dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2017 misalnya, LPP Jawa Barat berada pada kisaran 1,39 persen, lebih tinggi dari LPP nasional sebesar 1,23 persen. Ihwal isu kependudukan ini, Dody juga mengingatkan bahwa Jawa Barat sedang menghadapi bonus demografi. Mengutip pendapat Woongboonsin dalam policy brief BKKBN berjudul Bonus Demografi dan Pembangunan Kependudukan Provinsi Jawa Barat, bonus demografi diartikan sebagai keuntungan ekonomi berupa akselerasi pertumbuhan ekonomi yang terjadi akibat perubahan struktur penduduk sebagai hasil penurunan fertilitas dan mortalitas dalam jangka panjang, yang ditandai dengan menurunnya proporsi penduduk muda dan meningkatnya penduduk usia kerja. Kondisi bonus demografi ditunjukkan
dengan rasio ketergantungan yang menurun secara berkelanjutan dan memiliki implikasi meledaknya penduduk usia kerja. Dalam perhitungannya, rasio ketergantungan Jawa Barat mengindikasikan hal tersebut. Rasio ketergantungan Jawa Barat berkisar pada nilai di bawah 50 sejak tahun 2010. Proyeksi perhitungan nilai rasio ketergantungannya yaitu 49,98 (2010), 47,02 (2017), 46,1 (2028-2029), dan 46,81 (2035). Diperkirakan, puncak Bonus Demografi atau windows opportunity akan terjadi pada tahun 2028-2029.
Dody Herlando
“Hal yang tak kalah menarik lainnya adalah populasi penduduk lansia atau penduduk dengan usia 60 tahun ke atas. Sampai 2017, penduduk lansia berjumlah 4,16 juta atau 8,67 persen dari total seluruh penduduk Jawa Barat. Presentase populasi penduduk lansia (ageing population) ini diperkirakan akan terus meningkat hingga 2021. Jumlahnya akan mencapai 10,04 persen dari total penduduk. Ini menunjukkan adanya penuaan penduduk,� papar Dody.
WARTA
UTAMA
Ageing Population dan Bonus Demografi Trend peningkatan jumlah penduduk lansia dan bonus demografi ini menarik untuk dicermati lebih jauh. Butuh kebijakan pembangunan yang secara spesifik merespons situasi kependudukan mutakhir tersebut. Nah, relasi dua isu strategis tersebut pernah dikaji cukup mendalam oleh Heryanah, seorang ahli statistik BPS Kota Sukabumi, dalam jurnal Populasi yang diterbitkan Universitas Gajah Mada (UGM) pada 2015 lalu dengan judul “Ageing Population dan Bonus Demografi Kedua di Indonesia.� Heryanah mengungapkan, konsekuensi dari semakin membaiknya angka harapan hidup penduduk Indonesia adalah akan semakin banyaknya jumlah penduduk yang dikategorikan lanjut usia atau lansia. Jumlah penduduk Indonesia yang termasuk kategori usia 65 tahun ke atas berdasarkan Sensus Penduduk (SP) 2010 sebesar 11,8 juta jiwa atau sekitar 5 persen dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 238,5 juta jiwa. Jika menggunakan ukuran usia lanjut dari mulai usia 60 tahun ke atas, maka jumlah lansia di Indonesia tahun 2010 mencapai 18,1 juta atau sebesar 7,56 persen. Jumlah sebesar itu menjadikan Indonesia sebagai urutan kelima dengan jumlah lansia terbanyak di dunia. Dikaitkan dengan bonus demografi, hasil SP 2010 menunjukkan selain terjadi penurunan rasio ketergantungan secara total di Indonesia, rasio ketergantungan muda juga menurun secara signifikan dari 43 persen tahun 2010 menjadi 38,5 persen tahun 2020 dan terus mengalami penurunan sehingga mencapai 31,7 pada 2035. Di sisi lain, rasio
Warta Kencana
15
WARTA
UTAMA
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
ketergantungan tua mengalami kenaikan yang berarti, dari sebesar 7,5 persen tahun 2010 menjadi 9,2 persen tahun 2020. Angka ini diprediksikan akan mencapai 10 persen tahun 2023 dan akan mencapai 15 persen pada 2035. Untuk beberapa tahun ke depan, dapat dilihat bahwa mereka yang sekarang pada posisi usia produktif akan memasuki usia tua dan pensiun. “Hasil SP 2010 menginformasikan proporsi penduduk berusia 65 tahun ke atas terus mengalami peningkatan. Tahun 2010 proporsi penduduk ini baru mencapai 5 persen dari total penduduk Indonesia dan tahun 2020 diperkirakan proporsi
16
Warta Kencana
mereka meningkat menjadi 6,2 persen. Tahun 2023 proporsi penduduk Indonesia yang berusia 65 tahun ke atas telah mencapai di atas 7 persen dari total penduduk Indonesia. Jika melihat data proporsi dan rasio ketergantungan penduduk tua, tahun 2023-2023 Indonesia telah memasuki tahap penuaan penduduk. Indonesia mulai tahun tersebut akan mengalami apa yang dialami lebih dulu oleh Jepang dan Eropa sekarang,� ungkap Heryanah. Walaupun bukanlah masalah mendesak, Heryanah menilai pemerintah harus mempersiapkan diri menghadapi permasalahan penuaan penduduk. Karena
saat hal tersebut terjadi, berarti beban yang ditanggung para usia produktif akan sangat berat. Pemerintah harus menyiapkan programprogram yang mendukung kondisi kependudukan dengan karakteristik tersebut, seperti penyediaan jaminan sosial, pendidikan, dan perawatan kesehatan. Pemerintah perlu merancang desain kebijakan kependudukan yang bersifat population responsive sejak dini. Dia mencatat, negara-negara maju yang telah lebih dulu mengalami ageing population mempersiapkan programprogram pembangunannya jauh sebelum kondisi itu terjadi. Dengan demikian,
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
ketika mereka telah berada pada kondisi penuaan penduduk, perekonomian mereka justru mendapatkan keuntungan karena penduduk yang berusia lanjut ini masih sehat, produktif, dan masih memberikan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi. Program-program pembangunan yang terbukti telah menjadikan mereka yang dikategorikan sebagai penduduk usia tuanya dapat beraktivitas secara ekonomi lebih lama dan bukan menjadi bahan tanggungan bagi keluarga dan negara. “Pemerintah Indonesia harus bersiap diri sehingga penuaan penduduk di masa mendatang. Ini menjadi apa yang disebut dengan ‘bonus demografi kedua’. Bonus demografi kedua berarti proporsi penduduk yang berusia tua di suatu negara cukup banyak. Penduduk tua ini pun memiliki kesehatan dan pendidikan yang memadai, sehingga masih produktif dalam perekonomian dan memberikan kontribusi dalam pembangunan. Indonesia berpotensi mendapatkan bonus kedua dari keadaan struktur masyarakatnya, jika para lansia masih produktif dan menyumbang pertumbuhan ekonomi,” papar Heryanah. Heryanah menegaskan, dalam perencanaan pembangunan di suatu wilayah, pemahaman mengenai kondisi penduduk memegang peranan sangat penting. Ketersediaan data kependudukan yang terpercaya akan memudahkan para perumus pembangunan menentukan rencana-rencana strategis mereka. Sebut saja misalnya perencanaan dalam penyediaan fasilitas kesehatan, pendidikan, permukiman, dan lingkungan. Pemahaman yang baik mengenai
kependudukan, seperti struktur, laju pertumbuhan penduduk, dan rasio jenis kelamin dapat digunakan untuk sebagai dasar rencana pembangunan di suatu wilayah ke depannya. Di negara-negara maju, sambung dia, topik mengenai penuaan penduduk telah mulai ramai dibahas sejak awal abad ke-21. Jepang dan Korea merupakan dua negara yang perkembangan penduduk tuanya paling pesat dibandingkan dengan negaranegara di Asia lainnya. Di kedua negara tersebut, kebijakan dan pogram-program yang berkenaan dengan penuaan penduduk dan penduduk usia tua telah aktif dilaksanakan sejak lama. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah Indonsia telah siap menghadapi masa tersebut? Bandingkan dengan Singapura yang telah memasuki penuaan penduduk terlebih dulu. Dengan pendapatan per kapita penduduk Singapura yang jauh lebih tinggi, negara tersebut telah mampu menjalankan programprogram pembangunan yang berbasiskan kependudukan dan memperhatikan kondisi struktur kependudukannya. “Walaupun peluang bonus demografi kedua akan terjadi di Indonesia, sepertinya agak sulit diharapkan. Kecuali ada usaha yang sungguh-sungguh dari berbagai pihak untuk mencapainya. Dikatakan kurang rasional jika kita mengharapkan bonus ini karena faktanya dapat dilihat dari beberapa data,” ungkapnya. Berdasarkan data Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2012, sebesar hampir 30 persen penduduk Indonesia yang berusia 10 tahun ke atas hanya menamatkan pendidikan sekolah dasar. Berdasarkan data
WARTA
UTAMA
Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), pada Agustus 2014 sekitar 68,1 juta atau hampir 60 persen dari pekerja di Indonesia bekerja di sektor informal. Perpaduan dari pendidikan yang rendah dan pekerjaan yang dominan di sektor informal berkonsekuensi terhadap penghasilan mereka yang juga rendah. Penghasilan yang rendah menyebabkan mereka tidak mampu menyisihkan sebagian penghasilan mereka sebagai simpanan mereka untuk saat pensiun atau menyisihkan sebagian penghasilan untuk ikut serta dalam asuransi kesehatan ataupun dana pensiun. Mereka ini minim perlindungan sosial. Pada 2050 diperkirakan rasio ketergantungan Indonesia akan naik kembali karena jumlah mereka yang berkategori lanjut usia akan semakin banyak. Jika mereka ini tidak mempunyai tabungan ketika masih produktif dan tidak mempunyai perlindungan asuransi, maka dikhawatirkan beban bagi Pemerintah Indonesia akan semakin meningkat. Untuk mendapatkan penduduk usia lanjut produktif, diperlukan programprogram pembangunan yang berbasis kependudukan dan program itu bersifat jangka panjang. Manfaat dari program pembangunan ini tidak langsung dapat dirasakan, misalnya dengan pembangunan yang mengutamakan peningkatan sumber daya. Pembangunan yang memfokuskan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia akan memberikan dampak yang positif terhadap pembangunan di sebuah wilayah. Hal ini karena besarnya jumlah penduduk yang berkualitas akan menjadi modal pembangunan.(*)
Warta Kencana
17
WARTA
UTAMA
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
Indonesia Sehat Bermula dari Keluarga Mimpi besar Indonesia Sehat tentu tak bisa serta-merta diraih. Ada fase awal yang harus ditempuh demi mewujudkan visi kebangsaan ini. Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Dodo Suhendar percaya keluarga menjadi pilar utama untuk mewujudkan mimpi besar tersebut.
D
alam paparannya saat berlangsungnya Rapat Kordinasi Daerah (Rakorda) Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) Provinsi Jawa Barat 2018 beberapa waktu lalu, Dodo mengungkapkan bahwa empat dari 10 pesan kesehatan Presiden Jokowi bermuara pada keluarga. Keempat pesan itu terdiri atas penyelesaian angka kematian ibu (AKI) dan penyakit menular, utamakan pencegahan, hentikan merokok, dan pendekatan keluarga. Hal ini kemudian dipetakan dalam tiga fokus prioritas masalah yang genting untuk segera diatasi, di antaranya percepatan eliminasi, peningkatan cakupan dan mutu imunisasi, dan penurunan stunting. Dodo menuturkan program Indonesia sehat dapat diimplementasikan secara optimal melalui pendekatan keluarga dan
18
Warta Kencana
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Pendekatan keluarga adalah pendekatan pelayanan yang mengintegrasikan upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perorangan (UKP) secara berkesinambungan. Target keluarga, ungkap Dodo, didasari data dan informasi dari profil kesehatan keluarga. Pendekatan keluarga adalah salah satu cara untuk meningkatkan akses pelayanan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan mendekatkan jangkauan sasaran pelayanan kesehatan bagi keluarga. Mengapa bermulai dari keluarga? Menurut Dodo, keluarga memiliki peran penting dalam pemeliharaan kesehatan. Dari mulai mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarganya, mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat, memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit,
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
individu keluarga serta wilayah, pemecahan masalah kesehatan individu dan keluarga berbasis wilayah, serta menjaga kesehatan individu keluarga dan masyarakat.
Dodo Suhendar
mempertahankan suasana rumah yang menyehatkan dan mengembangkan kepribadian, serta mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan fasilitas kesehatan. Keluarga sehat sesungguhnya telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016. Dalam permen itu disebutkan, Indikator Keluarga Sehat (IKS) di antaranya adalah mengikuti program keluarga berencana (KB); ibu bersalin di fasilitas kesehatan; bayi dapat imunisasi dasar; bayi diberi ASI ekslusif selama enam bulan; perkembangan dan pertumbuhan balita dipantau setiap bulan; penderita TB paru berobat sesuai standar; penderita hipertensi berobat teratur; gangguan jiwa berat tidak ditelantarkan; tidak ada anggota keluarga yang merokok; keluarga memiliki akses terhadap air bersih; keluarga memakai jamban sehat; dan semua anggota keluarga menjadi anggota asuransi kesehatan. Sampai dengan 5 Maret 2018, Data IKS Jabar menyatakan lebih spesifik keluarga yang mengikuti program KB baru mencapai nilai 0,39 persen dari total jumlah keluarga 872.763 yang didata. Untuk mengoptimalkan hal itu, maka puskesmas memiliki tugas untuk kunjungan rumah pendataan keluarga, analisis data
Strategi lain yang sedang digenjot adalah Germas. Dodo menjelaskan, Germas merupakan suatu tindakan sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan, dan kemampuan berprilaku hidup sehat untuk meningkatkan kualitas hidup. Wujud Germas adalah peningkatan edukasi hidup sehat, peningkatan kualitas lingkungan, peningkatan pencegahan dan deteksi penyakit sejak dini,
penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi, peningkatan perilaku hidup sehat, serta peningkatan aktivitas fisik. Sepanjang 2017 lalu, Dinkes Jabar giat mendorong masyarakat untuk melakukan aktivitas fisik, mengonsumsi sayur dan buah, serta melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.
Penanggulangan Stunting Dodo menyebutkan, saat ini anak Indonesia didera dengan berbagai masalah kekurangan gizi, salah satu di antaranya adalah stunting. Stunting adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang ternyata lebih pendek dari dibanding tinggi badan orang lain pada umumnya (yang seusia). Penyebab stunting di antaranya adalah kurangnya asupan gizi yang diterima oleh janin atau bayi. Akibatnya, anak yang mengalami stunting akan rentan terkena penyakit,
WARTA
UTAMA
kemampuan kognitif yang kurang, postur tubuh tidak maksimal, fungsi-fungsi tubuh tidak seimbang, dan lain-lain. Masalah stunting dimulai sejak kehamilan bila ibu mengalami defisiensi gizi yang disebabkan oleh intake gizi maternal yang buruk, ANC yang inadekuat dan kondisi sanitasi yang buruk. Sesudah usia dua tahun, efek stunting bersifat irreversible dan berdampak seumur hidup terhadap kemampuan kognitif dan produktivitas individu. Hasil pemetaan PSG menyebutkan data penderita stunting pada tahun 2016 berjumlah 25,1 dan meningkat pada tahun 2017 dengan jumlah 29,2. Pada tahun 2018, diproyeksikan ada 13 kabupaten (130 desa) yang menjadi daerah intervensi stunting. Intervensi sensitif stunting dilaksanakan dengan beberapa kegiatan seperti penyediaan akses dan ketersediaan air bersih dan jamban sehat, pendidikan dan KIE gizi masyarakat, pemberian pendidikan dan pola asuh keluarga, pemantapan akses layanan KB, penyediaan Jaminan Kesehatan Nasional dan Jaminan Persalinan, dan lain-lain. Laporan Dinas Kesehatan Jawa Barat menunjukkan, saat ini ada 27 desa yang menjadi irisan desa fokus intervensi stunting dengan Kampung KB. Dalam realisasinya di lapangan, ada tujuh lembaga yang menjadi mitra kerja realisasi intervensi sensitif stunting yang tentu dalam hal ini salah satunya adalah Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Sebagai leading sector, BKKBN bertugas mengejawantahkan program pendewasaan usia perkawinan, partisipasi keluarga berencana, bina keluarga balita, dan pendidikan kesehatan reproduksi yang kesemuanya ini dapat dioptimalkan melalui Kampung KB secara terpadu.(*)
Warta Kencana
19
WARTA
UTAMA
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
Kampung KB: Simpul Utama Pembangunan Desa SDG’s untuk Kesejahetraan Masyarakat Bagaimana cara menyatukan pemangku kepentingan pembangunan di tingkat pemerintahan terkecil? Bila pertanyaan itu diajukan kepada Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat Yerry Yanuar, maka jawabannya mudah saja. Kampung KB, ya Kampung KB. Bagi Yerry, salah satu urgensi Kampung KB adalah menjadi medium yang dapat menyinergikan seluruh aspek pembangunan.
20
Warta Kencana
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
Yerry mengungapkan hal itu saat berlangsungnya Rapat Kordinasi Daerah (Rakorda) Program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) Jawa Barat beberapa waktu lalu. Berbicara di hadapan pemangku kepentingan KKBPK se-Jawa Barat, Yerry memaparkan topik “Penguatan Kampung KB sebagai Upaya Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s) di Jawa Barat”. Yerry menuturkan, Kampung KB menjadi miniatur gambaran pelaksanaan program KKBPK yang sistemik dan sistematis. Pada realisasinya, desa sebagai sistem pemerintahan terkecil dalam struktur negara menggiring masyarakat untuk bersama-sama mengendalikan kuantitas penduduk dan melaksanakan pembangunan keluarga. Maka, dalam hal ini, urgensi keberadaan Kampung KB salah satunya adalah menjadi medium yang dapat mensinergikan seluruh aspek pembangunan, terutama dari ruang lingkup tingkat sektoral. Sesuai dengan spirit yang diusung dalam fase “Memantapkan Pembangunan Secara Menyeluruh” pada RPJMD Jawa Barat 20132018, konsep Kampung KB dinilai dapat menyelaraskan seluruh sektor pembangunan. Mulai sektor pembangunan ekonomi, sosial, hingga lingkungan secara seimbang. Oleh karenanya, Kampung KB menjadi medium yang dapat melibatkan seluruh sektor tersebut dalam bingkai strategi program Tri Bina, yaitu bina sosial, bina ekonomi, dan bina lingkungan. “Tentu saja, disertai pemberdayaan peran dan partisipasi masyarakat serta
stake holders lainnya,” ungkap Yerry. Selain itu, Kampung KB erat kaitanya dengan pembangunan kualitas keluarga. Yerry berharap, delapan fungsi keluarga dapat dioptimalkan melalui program ini hingga dapat terbentuknya keluarga bahagia dan sejahtera, serta meningkatkan kualitas human capital agar menjadi sumber daya manusia yang mandiri dan berkarakter. “Membangun manusia pasti dari keluarga. Bagaimanapun sebaik-baiknya manusia adalah orang tua yang bertanggung jawab terhadap anaknya. Maka, ketika berbicara kewajiban orang tua membina anak-anaknya sampai dipertanggungjawabkan di akhirat nanti, pengejewantahanya dalam Kampung KB ini. Kita berikhtiar membangun generasi baru ke depan yang lebih baik,” pungkasnya. Lalu, bagaimana membuat wilayah tumbuh berkelanjutan? Dalam paparanya, Yerry menuturkan bahwa tujuan pembangunan wilayah adalah tumbuh berkembang, merata dan adil, sejahtera dan makmur, serta berkelanjutan. Setiap wilayah pengembangan -bagi kampung KB- tentu memiliki karakteristik yang berbedabeda. Maka menurut Yerry akan berbeda pula pendekatan dan kebijakan yang akan dilaksanakanya. Untuk itu, kunci pengembangan wilayahnya ada tiga yaitu karakter sumber daya internal wilayahnya, kebijakan dan manajemen kepemimpinnya, dan ruang atau posisi geografis wilayahnya. Untuk pengembangan finansial, desa atau wilayah kampung KB dapat menggali dan memberdayakan potensi
WARTA
UTAMA
sumber-sumber pendapatan desa seperti pendapatan asli desa, alokasi APBN, Alokasi Dana Desa (ADD), hibah dan sumbangan pihak ketiga, dan lain-lain.
Pembangunan Berkelanjutan Di bagian lain, Yerry mengupas tentang perkembangan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goal’s (SDG’s). Bagi Yerry, substansi pembangunan peradaban manusia merupakan upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat. “Membangun peradaban manusia terdiri atas tiga komponen proses pengolahan, yaitu olah batin, olah rasa, dan olah pikir manusia itu sendiri. Pemerintah bertanggung jawab menunaikan kewajibannya dengan mengoptimalkan strategi peningkatan kualitas pelayanan publik, peningkatan pemberdayaan dan peran serta masyarakat, dan peningkatan daya saing daerah dengan kerangka empat prinsip utama, yaitu demokrasi, keadilan, pemerataan, dan kekhasan daerah,” papar Yerry. Dia menjelaskan, secara geografis Jawa Barat memiliki luas 3.709.528,44 hektare, terdiri atas 18 kabupaten dan sembilan kota, 626 kecamatan, dan 624 kelurahan, serta 5.312 desa. Kondisi terkini, Jawa Barat memiliki kemantapan jalan bernilai 98,15 persen, rasio elektrifikasi 99,87 persen, pelayanan air minum 73,17 persen, kondisi irigasi baik 73,95 persen, dan kawasan hutan lindung 38,52 persen. Ditinjau dari sudut pandang demografis, Jawa Barat memiliki jumlah penduduk 48,037 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, ada empat komponen yang menjadi
Warta Kencana
21
WARTA
UTAMA
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
perhatian, di antaranya yaitu tingkat pengangguran terbuka 8,22 persen, laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,39 persen, indeks pembangunan manusia (IPM) 70,77 poin, dan tingkat kemiskinan 7,83 persen. Dari berbagai potensi yang dimiliki, Jawa Barat sedang menghadapi tiga fenomena, yaitu globalisasi, ekonomi digital, dan bonus demografi. Di era globalisasi, masyarakat telah mengalami transformasi di bidang komunikasi dan informasi. Akibatnya, relatif seluruh jaringan mudah terkoneksi. “Dunia semakin kecil, di era sekarang ini,” tegas Yerry. Selain itu, ekonomi digital pun semakin tumbuh dan berkembang dengan cepat. Berdasarkan data yang dilansir dari statistik Hootsuite, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai angka 132,7 juta, dengan rincian 106 juta pengguna media sosial aktif, 371,4 juta simcard yang terdaftar di provider, dan jumlah pengguna telepon genggam aktif 92 juta. Hal ini tentu saja akan menimbulkan beberapa dampak seperti gaya hidup masyarakat yang bersinggungan dengan ketahanan keluarga, pembangunan karakter bangsa, ketenagakerjaan, dan kerawanan sosial. Di era bonus demografi, Indonesia punya peluang mengoptimalkan penduduk usia produktif. Menurut Yerry, lonjakan penduduk usia produktif ini bak pisau bermata dua, apakah akan menjadi bonus atau malah menjadi bencana bagi demografi Jawa Barat. Namun, di sini Yerry optimistis Indonesia mampu mengoptimalkan keberadaan penduduk usia produktif. Dengan begitu, Indonesia dapat
22
Warta Kencana
memenangkan persaingan tenaga kerja dibanding dengan negara lainnya. Implementasi SDG’s didasarkan pada hasil sidang umum PBB yang diratifikasi pemerintah melalui Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017. Dalam konsep pelaksanaanya ada 17 tujuan, 169 target, dan 241 indikator. Berbeda MDG’s yang berfokus hanya pada pembangunan manusia, SDG’s meliputi pembangunan manusia, ekonomi, dan lingkungan.
Dalam laporanya, Yerry menuturkan bahwa SDG’s memang baru disosialisasikan pada tahun 2017. Pada tahun itu pula, Jawa Barat berada pada fase “RAD SDGs dan Integrasi agenda SDG’s ke dalam agenda pembangunan daerah” yang ditargetkan tercapai dari tahun 20172018. Lalu, dilanjutkan dengan “merealisasikan komitmen semua pemangku kepentingan melalui pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan kapasitas, peran, dan sumber daya yang dimiliki” dan
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
WARTA
UTAMA
produktif lebih tinggi dibanding usia nonproduktif. Proyeksi pada 2029 Jawa Barat memiliki jumlah penduduk mencapai 54,1 juta. Dalam hal urbanisasi, sejak 2015 sekitar 59,35 persen penduduk sudah hidup di kota. Namun tingkat pertumbuhan penduduk di perkotaan Jawa Barat ini cukup tinggi. Nilainya mencapai 2,75 persen dan melebihi tingkat pertumbuhan nasional yang hanya berkisar pada 1,17 persen. Jadi, diperkirakan pada tahun 2045 sekitar 82,37 persen penduduk hidup di perkotaan. Dalam upaya penanggulangan kemiskinan ada yang menarik. Berdasarkan data BPS, penduduk miskin per September 2017 berjumlah 3,774 juta orang. Sedangkan program penanggulangan kemiskinan Jawa Barat terkesan lambat. Berdasarkan data Pusdalisbang Jawa Barat tahun 2016 presentase penurunan kemiskinan yang di canangkan semula pada harapan bernilai 1 persen, namun capaian kenyataanya bernilai 0,7 persen. Sehingga ada selisih sekitar 0,3 persen. “Secara kuantitatif jumlah ini masih sangat tinggi,� tambah Yerry. “monitoring dan evaluasi� yang ditargetkan tercapai pada 20182023. Nah, saat ini ada empat prioritas pembangunan di Jawa Barat di antaranya penurunan angka kemiskinan, penurunan angka pengangguran, pertumbuhan ekonomi dan daya saing daerah, penataan ruang lingkungan hidup, SDA, dan infrastruktur. Sedangkan dari semua prioritas ini, fokus utama yang dicanangkan adalah human capital investment atau investasi sumber daya manusia.
Masalah Pembangunan di Jawa Barat Yerry pun kembali mengingatkan beberapa masalah menjadi menghambat sekaligus tantangan yang perlu diselesaikan Jawa Barat dalam pembangunannya. Dalam sisi demografis, Jawa Barat punya 48,037 juta penduduk dengan LPP 1,39 persen. Berdasarkan struktur piramida penduduk, jumlah penduduk laki-laki lebih besar daripada jumlah penduduk perempuan (51:49), dan penduduk usia
Pada 2017, juga secara umum ketimpangan di Jawa Barat masih cukup tinggi. Rata-rata gini ratio bernilai 0,393. Dalam data ini, perkotaan memiliki tingkat ketimpangan lebih tinggi daripada perdesaan. Salah satu penyebabnya adalah tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang mana proporsi TPT Jawa Barat per Agustus 2017 bernilai 8,22 persen. TPT tertinggi pada jenjang pendidikan SMK (16,8 persen) dan TPT terendah pada penduduk berpendidikan SD ke bawah (4,3 persen).(*)
Warta Kencana
23
WARTA
JABAR
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
Bekerja, Mengentaskan Kemiskinan Petani Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pedesaan, BKKBN dan Kementerian Pertanian mensinergikan program bersama dengan melaunching program “Bekerja� atau Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera.
P
rogram ini merupakan program pemberdayaan masyarakat padat karya berbasis pertanian yang menyasar keluarga-keluarga prasejahtera, yang akan menjangkau 1.000 desa di 100 kabupaten dan menargetkan dapat menyentuh 16 juta keluarga pra sejahtera. Menteri Pertanian, Amran Sulaiman saat pencanangan program ini di Desa Cikencana, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur pada senin (23/4/18) menjelaskan bahwa penanganan kemiskinan melalui program ini dilakukan melalui solusi yang menyeluruh, mulai jangka pendek, menengah hingga jangka panjang. Untuk jangka pendek, keluarga pra sejahtera akan diberikan bantuan bibit sayuran yang bisa dipanen dalam waktu tiga bulan. Untuk jangka menengah diberikan bantuan berupa hewan
24
Warta Kencana
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
WARTA
JABAR
ternak ayam atau kambing, dimana ayam misalnya sudah bisa bertelur saat berumur enam bulan atau untuk dikembangbiakkan. Sementara untuk jangka panjang bantuan berupa bibit tanaman buah-buahan seperti jeruk dan durian. Amran juga menjelaskan bahwa sumber pembiayaan program ini dilakukan melalui efisiensi sejumlah pos anggaran di beberapa kementerian/lembaga, terutama dengan memotong sejumlah anggaran perjalanan dinas para pejabat. Sementara Plt Kepala BKKBN, Sigit Priohutomo mengatakan bahwa program Bekerja ini juga diarahkan pada penanganan dan pencegahan stunting yang kini marak di Indonesia. Stunting merupakan gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan gizi sejak bayi dalam kandungan hingga bayi berusia dua tahun setelah kelahiran atau dikenal dengan istilah 1.000 Hari Pertama Kehidupan. Stunting sendiri bukan sebatas pada pertumbuhan fisik yang kerdil, tetapi lebih dikhawatirkan pada dampak kecerdasan yang kurang dan kualitas kesehatan yang rendah yang mudah sakitsakitan hingga usia dewasanya nanti. Jumlah 1.000 desa di 100 kabupaten yang menjadi sasaran program ini menurut Sigit juga merupakan lokasi
dimana kasus-kasus stunting teridentifikasi. Dengan demikian menurutnya, program “Bekerja� ini juga harus dapat mengawal para ibu hamil dan bayi sampai berusia dua tahun dengan menjamin asupan gizi seimbang dan air susu ibu (ASI). Menurut Sigit, upaya pencegahan stunting 70 persennya justru bergantung pada faktor lingkungan, termasuk didalamnya penyediaan pangan. Dengan demikian bantuan yang diberian
pada program “Bekerja� ini diharapkan selain dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga, tapi juga dapat memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Berdasarkan keterangan dari pemerintah setempat, di Kabupaten Cianjur saat ini terdapat 273 ribu keluarga pra sejahtera. Sementara dari data BKKBN kasus stunting di Kabupaten Cianjur terdapat 10 desa di 8 kecamatan. (*)
Warta Kencana
25
WARTA
JABAR
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
Teguh Santoso: Desa Real Battle Program KKBPK Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat, Sukaryo Teguh Santoso mengatakan kebijakan operasional BKKBN saat ini bertumpu di desa. Desa menurutnya adalah real battle atau arena pertempuran program kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga (KKBPK). Hal ini disampaikannya dihadapan sekitar 750 penyuluh KKBPK dalam acara Temu Penyuluh KKBPK se-wilayah Priangan Timur, selasa (8/5) di Hotel Laut Biru Pangandaran.
A
da tiga alasan mengapa desa menjadi real battle program KKBPK ungkap Teguh. Pertama bahwa sasaran operasional program KKBPK berpusat di desa, dimana desa merupakan lumbung pasangan usia subur (PUS) untuk dijadikan akseptor KB. Kedua bahwa komitmen pemerintah terhadap pembangunan desa merupakan prioritas sesuai nawacita pemerintah yang terdapat cita
26
Warta Kencana
ketiga, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Komitmen membangun desa ini lanjut Teguh telah terbukti dengan besarnya kucuran anggaran pembangunan desa. Pada tahun 2015 dana desa telah dikucurkan pemerintah sebesar 20,7 triliun, meningkat menjadi 47 triliun di 2016, dan
menjadi 60 triliun di tahun 2017 dan 2018. Lanjut ditahun 2019 akan dialokasikan sebesar 85 triliun. Selanjutnya alasan ketiga adalah sekaitan dengan undang-ungang nomor 6 tahun 2014 tentang desa yang menyebut bahwa program KKBPK masuk dalam kewenangan lokal berskala desa. Dengan demikian program KB bisa mendapat
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
dukungan pembiayaan dana desa apabila KB dirasakan prioritas oleh elemen masyarakat desa itu sendiri.
desa) dapat mendorong pemangku kebijakan di tingkat desa agar program KB dapat menjadi prioritas.
“Kalau (program KB) tidak dianggap penting, maka tidak akan mendapatkan akses,” kata Teguh menekankan.
Teguh sendiri menjanjikan akan memberikan rewards bagi PKB/PLKB dan TPD yang mampu memanfaatkan peluang pemanfaatan dana desa untuk mendukung oprasional program KKBPK di wilayah desa binaannya.
Ketiga alasan tadi menurut Teguh menjadikan peran penyuluh KKBPK sangat strategis sebagai penentu keberhasilan program KKBPK di desa. Ia bahkan menekankan para penyuluh KKBPK yang terdiri dari PKB/PLKB (Penyuluh keluarga berencana/petugas lapangan keluarga berencana) dan TPD (tenaga penggerak
“Akan dievaluasi dan akan ada rewards bagi para penyuluh KKBPK terbaik,” pungkasnya. Sementara terkait dengan kinerja program KKBPK di Jawa Barat, Teguh mengungkapkan dalam empat tahun terakhir
WARTA
JABAR
telah menunjukkan trend positif meski belum mencapai sasaran yang ditargetkan, diantaranya adalah penurunan TFR dari 2,6 anak menjadi 2,4 anak per wanita usia subur. Sasaran sesungguhnya lanjut Teguh akan diukur pada tahun 2019, untuk itu pihaknya telah menetapkan beberapa indikator kinerja tahun 20182019 yang akan diarahkan pada pencapaian tingkat kesertaan ber-KB yang mencapai 70 persen, pelembagaan kampung KB sebagai wahana membumikan kembali program KB dan besaran dukungan APBDes untuk operasional program KB.(*)
Warta Kencana
27
WARTA
JABAR
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
Twissje Inkiriwang Kembali Pimpin Forum Pos KB Jabar Setelah tertunda selama dua tahun, Forum Pos KB Jawa Barat akhirnya kembali menggelar musyawarah tingkat provinsi untuk pemilihan ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Musyawarah yang dilaksanakan selama dua hari di Hotel Clove Garden Bandung, akhirnya rabu (11/6) menetapkan kembali Twissje Inkriwang sebagai Ketua DPP Forum Pos KB Jawa Barat untuk masa bakti 2018-2023.
28
Warta Kencana
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
WARTA
JABAR
Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat, Sukaryo Teguh Santoso saat membuka musyawarah ini sehari sebelumnya mengamanatkan agar pengurus baru nantinya dapat mereposisi kedudukan Pos KB sebagai LKD, yakni semacam lembaga pemberdayaan masyarakat yang diakui keberadaan di pemerintahan desa/kelurahan. “Pos KB diharapkan sebagai koordinator institusi masyarakat pedesaan (IMP) yang ada di desa atau kelurahan,” pesannya kepada para peserta yang diikuti utusan dari 27 kabupaten/kota se Jawa Barat. Dengan demikian maka segala wadah ataupun kelompok kegiatan IMP, seperti BKB, BKR, BKL dan kelompok kegiatan lainnya berada dibawah koordinasi Pos KB. Dari situ maka Pos KB dapat diakui sebagai sebuah lembaga yang ada dalam area pemberdayaan masyarakat, lanjut Teguh.
T
wissje terpilih kembali setelah berhasil meraih 21 suara dari total 27 suara sah, sekaligus mengantarkan dirinya memimpin organisasi ini untuk ketiga kalinya. Selain memilih ketua, musyawarah ini juga membahas sejumlah agenda lainnya, salah satunya strategi penguatan peran Pos KB sebagai Lembaga Kemasyarakan Desa (LKD) sebagaimana tujuan awal pembentukannya pada tahun 2005 lalu.
Peran Pos KB sebagai LKD lanjut Teguh akan memperkuat implementasi program KKBPK di tingkat desa. Sebagaimana UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa yang mengamanatkan program KB masuk dalam kewenangan lokal berskala desa. Dengan demikian, maka program KB dapat diberikan dukungan pembiayaan dari sumber keuangan desa. “Kongkritnya dalam penyusunan anggaran dana desa dapat dialokasikan untuk penyelenggaraan program KB,” kata Teguh menandaskan. Dengan pemanfaatan dana desa untuk program KB melalui peran Pos KB, Teguh menilai upaya ini sejalan dengan strategi BKKBN yang kini justru tengah fokus menggarap wilayah pedesaan. Menurutnya medan tempur program KKBPK sesungguhnya memang ada di
Twissje Inkiriwang
desa, karena desa merupakan lumbung akseptor. Terkait dengan kontribusi Pos KB dalam penyelenggaraan program KKBPK sejak terbentuk 12 tahun lalu, Teguh menilai organisasi ini telah memberikan kontribusi yang besar dalam pencapaian sasaran program di Jawa Barat. Data Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan kesertaan ber-KB di Jawa Barat terus meningkat dari 57 persen di tahun 2002 menjadi 63 persen di 2017. Selain itu usia kawin pertama perempuan di Jawa Barat juga terus naik, dari 17,8 tahun di tahun 2002 menjadi 20 tahun di 2017. “Angka fertilitas di Jawa Barat turun dari 2,59 pada tahun 2012 menjadi 2,4 di tahun 2017. Tak bisa dipungkiri, salah satunya berkat kontribusi Pos KB,” pungkas Teguh. (*)
Warta Kencana
29
WARTA
JABAR
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
Inovasi Model Kampung KB lewat Budidaya Telor Kampung KB Sukamulya Desa Cileuleus, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya, pada jumat (4/5) mendapat kunjungan praktek lapangan dari Balai Diklat KKB Garut, yang juga dihadiri Sekda Provinsi Jawa Barat, Iwa Karniwa. Sukamulya dinilai memiliki inovasi pengembangan kampung KB yang khas dalam hal pemberdayaan masyarakat melalui budidaya ayam kampung petelur.
D
alam kunjungan tersebut Iwa mengatakan bahwa kampung KB Sukamulya digadang menjadi salah satu model kampung KB percontohan di wilayah Priangan Timur. Bahkan menurutnya apa yang telah dilakukan Sukamulya
30
Warta Kencana
merupakan pilot project untuk dikembangkan lebih luas seJawa Barat. Budidaya ayam kampung petelor di Kampung KB Sukamulya sendiri dilakukan melalui kemitraan dengan investor, dimana warga dititipkan 10 sampai 30 ekor ayam beserta pakannya,
sedangkan kandangnya oleh warga sendiri. Bila ayam nantinya bertelur, maka pihak investor sendiri yang akan membelinya. Iwa sendiri menilai pola kemitraan ini memiliki prospek pasar yang cukup baik. “Demand-nya cukup besar, telor tersebut cukup dipasarkan di
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
Tasikmalaya saja, tidak perlu sampai ke luar daerah,” jelas Iwa. Ia juga mengapresiasi keterlibatan investor dalam program ini. Menurutnya pola kemitraan seperti ini jauh lebih baik, karena bentuknya tidak sebatas bantuan saja. Perusahaan tetap memberikan pendampingan bagi warga setiap hari bersamaan dengan membeli telor-telor tersebut. Tugas pemerintah menurutnya ada dalam rangka memfasilitasi.
sosial, ekonomi, budaya dan pelestarian lingkungan. Menurutnya KB tidak semata tentang kontrasepsi saja, atau tentang dua anak cukup, tetapi punya makna yang lebih luas, yaitu tentang bagaimana menghadirkan kesejahteraan, mewujudkan kesehatan ibu
WARTA
JABAR
sebanyak 351 kampung KB. Sedangkan di seluruh Jawa Barat jumlahnya sudah mencapai 1.326 Kampung KB. Meski terbilang besar, Teguh mengatakan jumlah tersebut baru sebatas tahap pembentukan dan pelembagaannya saja.
Terkait dengan locus Kampung KB dalam kaitannya dengan budidaya telor ayam ini, menurutnya justru mencerminkan keberhasilan program kampung KB tersebut. Makna kampung KB jelasnya adalah bagaimana hidup guyub sesama warga, serta bersamasama membangun kesejahteraan dengan semangat silih asah, silih asih dan silih asuh. Hal ini lah yang tercermin dalam program pemberdayaan di Kampung KB Sukamulya ini. Hal senada disampaikan Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat, Sukaryo Teguh Santoso yang juga turut dalam kunjungan praktek lapangan ini. Ia menjelaskan bahwa kampung KB adalah bagaimana mengimplementasikan delapan fungsi keluarga dalam kehidupan masyarakat dan keluarga, mulai dari fungsi agama, reproduksi, kasih sayang, perlindungan,
dan anak, menghasilkan SDM berkualitas, dan mengendalikan kependudukan. “Jadi Kampung KB bukan kampung yang hanya ngurusin akseptor KB, tapi betulbetul menjawab kebutuhan masyarakat dan keluarga,” tandas Teguh. Di Kabupaten Tasikmalaya sendiri saat ini terdapat
Untuk itu ia mengharapkan jumlah sebesar tersebut perlu didayagunakan agar keberadaannya dapat membawa manfaatnya bagi keluarga dan masyarakat. “Saya pikir di Sukamulya ini para keluarga benar-benar memahami manfaat adanya Kampung KB,” pungkasnya.
Warta Kencana
31
WARTA
JABAR
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
Penanganan Kasus Stunting di Kampung KB Kasus gangguan pertumbuhan anak balita atau stunting di Indonesia masih belum tuntas. Pemerintah saat ini fokus dalam penanganan stunting di 100 Kabupaten/Kota di Indonesia, dengan lokus di 1000 desa/ kelurahan. Jawa Barat sendiri termasuk provinsi dengan kasus stunting yang tinggi.
32
Warta Kencana
D
ata Dinas Kesehatan Jawa Barat mencatat pada tahun 2017, angka stunting di Jabar mencapai 29,2 persen atau mengalami kenaikan dari 25,1 persen pada 2016. Hasil pemantauan status gizi (PSG) menyebutkan daerah yang memiliki tingkat prevalensi stunting cukup tinggi di antaranya adalah Kabupaten Garut, Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Kabupaten Bandung. Kemudian di Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Kuningan,
Kabupaten Cirebon, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Karawang, Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Majalengka. Stunting didefinisikan sebagai indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) dibawah rata-rata standar yang ada. Stunting pada anak merupakan hasil jangka panjang konsumsi kronis diet berkualitas rendah yang dikombinasikan dengan morbiditas, penyakit infeksi, dan masalah lingkungan.
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
Stunting atau gangguan pertumbuhan linier dapat mengakibatkan anak tidak mampu mencapai potensi genetik, mengindikasikan kejadian jangka panjang dan dampak kumulatif dari ketidakcukupan konsumsi zat gizi, kondisi kesehatan dan pengasuhan yang tidak memadai. Selain itu, stunting pada awal masa kanak-kanak
dapat menyebabkan gangguan Intelligence Quotient (IQ), perkembangan psikomotor, kemampuan motorik, dan integrasi neurosensori. Stunting juga berhubungan dengan kapasitas mental dan performa di sekolah, baik dalam kasus sedang sampai parah, seringkali menyebabkan penurunan kapasitas kerja dalam masa dewasa. (Milman, et al., 2005). Grantham-McGregor, Fernald, and Sethuraman (1999) mencatat anak dengan
WARTA
JABAR
status gizi stunting memiliki IQ 5-10 poin lebih rendah dibandingkan dengan anak yang normal. Selain itu, menurut Semba & Bloem (2001) anak yang mengalami retardasi pertumbuhan pada masa dewasa memiliki konsekuensi penting dalam hal ukuran tubuh, performa kerja dan reproduksi, serta risiko penyakit kronis.
Selasa (20/3) di Hotel Grand Aquila Bandung.
Sekaitan hal itu, BKKBN yang tengah gencar dalam menggarap program Kampung KB di wilayahwilayah terbelakang menilai penanganan stunting mestinya dapat disinergikan di Kampung KB. Hal ini disampaikan Plt. Kepala BKKBN, dr Prio Hadiutomo saat memberi arahan dalam acara Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) provinsi Jawa Barat,
BKKBN, sehingga sinergitas penanganan stunting sangat pas bila diintervensi di kampung KB.
Kasus stunting sendiri telah teridentifikasi di 130 desa di 13 Kabupaten di Jawa Barat, dimana 27 diantaranya adalah desa yang telah dicanangkan sebagai Kampung KB. Stunting sendiri menurut Prio terkait dengan masalah pembangunan keluarga yang merupakan ranah
Menurut Prio semangat kampung KB adalah untuk meningkatkan kualitas manusia, maka BKKBN perlu berkoordinasi dan bersinergi dengan program kementerian dan sektor lain dalam mengintervensi kampung KB. “Jadi kampung KB tidak semata masalah KB saja,� tandasnya. Ia bahkan menilai penanganan
Warta Kencana
33
WARTA
JABAR
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
stunting di Kampung KB juga perlu menekankan penguatan di bidang pendidikan, khususnya kepada kaum perempuan. Saat ini tingkat pendidikan masyarakat Indonesia hanya 8,9 tahun atau tidak tamat SMP. Pendidikan yang rendah akan memicu terjadinya pernikahan usia dini yang berakibat pada resiko persalinan karena melahirkan terlalu muda,
termasuk resiko anak lahir stunting. Dengan bersekolah, maka kaum perempuan bisa lebih dewasa ketika menikah, dan selanjutnya lebih matang dalam bereproduksi. Selain itu pendidikan bagi perempuan juga akan membuka peluang kelompok perempuan masuk dalam pasar kerja. “Kalau perempuan bekerja, bukan hanya dapat meningkatkan ekonomi keluarga, juga akan menunda memiliki anak ataupun
34
Warta Kencana
menjarangkan dan membatasi kelahiran,� pungkas Prio. Senada dengan hal itu, Semba et al. (2008) dalam penelitiannya terhadap anak-anak di Indonesia menunjukkan bahwa meningkatkan pendidikan ibu dapat mengurangi kejadian stunting dibandingkan dengan meningkatkan pendidikan ayah. Ibu umumnya pengasuh
utama bagi anak anak, dan tingkat pendidikan ibu diharapkan memiliki pengaruh kuat terhadap stunting pada anak. Ibu yang berpendidikan diketahui lebih luas pengetahuannya tentang praktik perawatan anak. Selain itu, ibu yang berpendidikan cenderung menyekolahkan semua anaknya sehingga memutus rantai kebodohan, serta akan lebih baik menggunakan strategi demi kelangsungan hidup anaknya, seperti ASI yang memadai, imunisasi, terapi rehidrasi
oral, dan keluarga berencana. Maka dari itu, menurut Senbajo (2011) mendidik wanita akan menjadi langkah yang berguna dalam pengurangan prevalensi malnutrition, terutama stunting. Terkait kasus stunting di Indonesia, laman republika. co.id menyebut bahwa Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan batas toleransi
stunting maksimal 20 persen atau seperlima dari jumlah keseluruhan balita. Sementara di Indonesia tercatat 7,8 juta dari 23 juta balita merupakan penderita stunting, atau sekitar 35,6 persen. Sebanyak 18,5 persen kategori sangat pendek dan 17,1 persen kategori pendek. Besarnya jumlah tersebut mengakibatkan WHO menetapkan Indonesia sebagai negara dengan status gizi buruk.
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
WARTA
Pembangunan Keluarga untuk Beyond Family Planning Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017, Jawa Barat berhasil menurunkan fertilitas dari 2,6 anak per wanita usia subur menjadi 2,4. Meski turun, sasarannya harus terus diturunkan menjadi 2,1 sebagai syarat penduduk tumbuh seimbang.
M
enyikapi upaya tersebut, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sukaryo Teguh Santoso mengatakan pentingnya peran program pembangunan keluarga dalam menurunkan fertilitas. “Ini yang disebut dengan beyond family planning,” tandasnya saat membuka kegiatan Sinergitas Kebijakan Pembangunan Keluarga Jawa Barat, di Hotel Grand Hanny Lembang, kamis (15/3). Beyond family planning merupakan konsep program KB yang jauh ke depan dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Dengan kondisi TFR yang membaik dan kepesertaan KB yang meningkat, maka menurutnya penting menjalankan konsep beyond family planning dengan memperkuat program-program integrasi mendukung program KB.
Ia menjelakan bila peserta KB (Contraception Prevalence Rate/ CPR) masih dibawah 35 persen, maka strateginya melalui intensifikasi dan ekstensifikasi mengajak sebanyak-banyaknya pasangan usia subur (PUS) menggunakan kontrasepsi. Selanjutnya bila CPR 35 – 65 persen, strateginya masuk pada tahap pembinaan peserta KB, didukung dengan program-program integrasi sambil berupaya menambah peserta KB baru. Dalam tahap ini sudah dimulai pembinaan ketahanan dan pemberdayaan keluarga. Kemudian bila sudah 65 persen keatas, maka masuk pada tahap pelembagaan dan pembudayaan, dimana KB sudah menjadi gaya hidup buat dan sesuatu yang membanggakan bagi keluarga. Jawa Barat sendiri menurutnya sudah masuk pada tahap kedua dan ketiga. Selain hal tadi, program pembangunan keluarga juga terkait dengan pembangunan karakter bangsa untuk
menghasilkan generasi yang berkualitas. Menyangkut kualitas SDM, ia mengingatkan peserta yang terdiri dari unsur pengelola ketahanan keluarga OPD-KB kabupaten/kota seJawa Barat bahwa tantangan program pembangunan keluarga juga terkait indeks pembangunan manusia. Beberapa indikator penentu pada periode MDG’s di 2015 lalu sebutnya tidak turun seperti HIV/AIDS serta angka kematian ibu dan anak. Juga pada periode SDG’s saat ini hingga 2030 nanti, dimana beberapa parameternya bertumpu pada program ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Untuk itu ia menilai perlunya implementasi pembangunan keluarga dengan meningkatkan kualitas ibu, balita dan anak, kualitas remaja, kualitas lansia serta akses ekonomi keluarga. “Jadi pembangunan keluarga dalam rangka mendukung keluarga mampu melaksanakan fungsinya secara optimal,” pungkasnya.
Warta Kencana
35
WARTA
JABAR
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
BKKBN Jabar Optimalkan KKBPK di Perdesaan Memasuki sisa dua tahun terakhir periode RPJMN 2015-2019, BKKBN menegaskan akan memperkuat penggarapan program Kependudukan, Keluarga Berencana dan pembangunan keluarga (KKBPK) di pedesaan.
K
epala Perwakilan BKKBN Jawa Barat, Sukaryo Teguh Santoso menyatakan beberapa alasan yang mendasari hal tersebut. Pertama menurutnya karena tingkat fertilitas di pedesaan lebih tinggi dari perkotaan. Hal lainnya yakni terkait dengan sumber daya yang memungkinkan untuk operasional program KKBPK di desa melalui pemanfaatan dana desa, dan yang paling penting
36
Warta Kencana
adalah menyangkut komitmen pemerintah untuk program KB yang sebenarnya sudah sangat clear. “Komitmen pemerintah tidak usah ditanyakan lagi, sudah ada peraturan perundang-undangannya dalam mendukung program KB melalui dana desa, ada juga komitmen dua menteri (Mendagri dan Menteri Desa), buku pedomannya juga ada, tinggal bagaimana menangkap
peluang itu, terutama bagi teman-teman di lapangan,� jelas Teguh saat membuka kegiatan Penyelarasan Kebijakan dan Strategi Pelayanan KB dan Kespro, senin (12/3) di Clove Garden Hotel Bandung. Selain hal tadi, Teguh menandaskan pula bahwa kebijakan Nawacita pemerintahan Jokowi-JK, yang salah salah satunya diimplementasikan melalui program Kampung KB, juga
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
WARTA
JABAR
nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Pelayanan KB sendiri termasuk salah satu jenis pelayanan kesehatan dasar yang masuk dalam coverage pembiayaan JKN yang dikelola oleh BPJS. Kebijakan ini ternyata berdampak pula pada operasional pelayanan KB bergerak yang kerap dilakukan oleh BKKBN, mengingat dalam skema pembiayaan oleh BPJS, maka pelayanan harus dilakukan di faskes, baik pada tingkat pertama ataupun tingkat lanjutan.
harus disukseskan dalam periode pemerintahan sekarang ini. Kampung KB sendiri merupakan wadah implementasi program KKBPK berfokus pada wilayah tertentu dalam menjangkau memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat, keluarga, pasangan usia subur (PUS), ibu hamil, remaja dan sebagainya. Salah satu kriteria utamanya pembentukannya adalah pada daerah yang CPR atau kesertaan KB-nya rendah. “Jadi Kampung KB harus memparipurnakan dulu pelayanan KB-nya. Kalau ada PUS yang tidak ber-KB, padahal seharusnya ber-KB, maka belum menjadi Kampung KB yang bagus. Setelah ini tuntas, baru kita bicara lintas sektor yang harus terlibat di Kampung KB,” tandas Teguh. Di Jawa Barat sendiri kini sudah terbentuk 1.315 Kampung KB yang tersebar di 27 Kabupaten/
Kota. Jumlah tersebut sudah melebih dari target yang ditetapkan, yakni satu Kampung KB di tiap Kecamatan di tambah 50 persen dari desa tertinggal. Namun evaluasi untuk mengukur kualitas Kampung KB baru akan dilakukan akhir tahun nanti, apakah keberadaan Kampung KB berdampak pada kesertaan ber-KB atau tidak, termasuk akan diukur kesertaan KB metode jangka panjangnya (MKJP), unmet need, jumlah drop out peserta KB, kelahiran usia remaja dan persentase kehamilan tidak diinginkan.
Pelayanan KB Era JKN Harus di Faskes Dalam pertemuan yang diikuti para Kepala Bidang KB dan Kespro seluruh OPD KB kabupaten/kota se-Jawa Barat ini, Teguh juga menjelaskan bahwa pada 2019 mendatang semua masyarakat sudah harus terakses dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagaimana amanat UU
“Jadi kedepan rasa-rasanya tidak ada lagi pelayanan KB yang bersifat dinamis yang dilakukan di luar faskes. Untuk itu perlu membangun koordinasi dengan faskes-faskes dan dinas kesehatan,” kata Teguh. Hal senada juga disampaikan Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN, Dwi Listyawardani. Menurutnya pelayanan KB bergerak melalui kegiatan Baksos yang kerap di lakukan BKKBN dalam mendekatkan pelayanan kepada masyarakat perlu dievaluasi kembali. Untuk menyikapi hal tersebut, BKKBN menurutnya telah menyiapkan beberapa strategi yang pada intinya untuk memberikan penguatan terhadap faskes-faskes yang ada, antara lain peningkatan kapasistas SDM, peningkatan sarana penunjang pelayanan KB, menyediakan kebutuhan alokon, mendorong bidan praktek menjadi jejaring faskes, dan penggerakan peserta KB untuk mendapatkan pelayanan di faskes.
Warta Kencana
37
WARTA
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
Aher: Menyemai Keluarga Bahagia Dunia-Akhirat “Tentu kita tidak hanya ingin anak anak ceria, anak-anak yang terdidik dan sehat, tapi anak-anak pun harus beragama. Moralitasnya dan ruhaninya dikelola, sehingga kebahagiaan yang teraih adalah ukhrowi dan duniawi,” ujar Mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan saat menyambut acara Halal-Bihalal yang dihelat Perwakilan BKKBN Jawa Barat di Kantor Perwakilan BKKBN Jabar, Jalan Surapati No. 122, Bandung pada Senin (02/07).
M
enurut Aher, keluarga bahagia bukan semata-mata menjadi urusan negara. Urusan mencapai kebahagiaan dalam keluarga juga menjadi urusan dalam agama. Jika dikaitkan dengan program Keluarga Berencana atau KB, salah satu cara membangun kebahagiaan dalam keluarga adalah dengan menjalankan 8 fungsi keluarga, salah satunya
38
Warta Kencana
adalah fungsi agama. Dalam konteks fungsi keluarga ini, fungsi agama merupakan kunci pertama dan utama. Sehingga menurutnya, ciri keluarga yang baik adalah keluarga yang beriman dan mengajarkan keimanan kepada Allah SWT dalam ruang lingkup keluarganya. Dalam sambutannya, Aher pun mengutip salah satu ayat
dalam al-Quran Surat 66:6 yang berbunyi “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allâh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
“Bayangkan kita kan bahan bakarnya kayu bakar, bbm, tapi di akhirat kelak nanti bahan bakar api neraka itu ternyata adalah manusia dan batu. Tentu manusia yang tidak beriman. Manusia yang durhaka dan maksiat kepada Allah SWT. Nanti statusnya bersama batu akan menjadi bahan bakar api neraka. Nah hadirin sekalian, kita diminta untuk menjaaga diri kita dan keluarga, supaya tidak menjadi penghuni neraka dan bahan bakar api neraka. Dengan cara apa? dengan cara menghadirkan keluarga
yang baik dan tanda-tandanya (keluarga yang baik,-red) itu adalah yang beriman kepada Allah SWT,” paparnya. Selanjutnya, agama tidak hanya mengatur dan mengajarkan kehidupan, tetapi juga mengarahkan orientasi hidup menuju kehidupan selanjutya di akhirat kelak. Maka menurut Aher dalam hal ini agama mutlak menjadi alat “pengarah” urusan di dunia. “Nah urusanya adalah karena kehidupan dunia ini akan berlanjut ke akhirat, dan urusan akhirat itu ternyata berkaitan dengan agama, maka
WARTA
JABAR
ternyata kesimpulannya adalah mutlak agama diperlukan dalam kehidupan kita,” tandasnya. Menyikapi perjalanan program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di Jawa Barat, dalam sambutannya Aher menuturkan bahwa program ini merupakan induk dari seluruh program kependudukan dan sumber daya manusia. Bagi Jawa Barat pada masanya, jika KKBPK dipahami dengan benar oleh seluruh lapisan masyarakat, maka KKBPK menurutnya adalah program yang unik, bermanfaat, dan perlu terus dilanjutkan sebagai program unggulan. “Pada hakikatnya kalau kita berbicara kependudukan, maka KB itu memegang rujukan utama untuk program sumber daya manusia. Karena sesungguhnya ketika pemerintah memprogramkan pendidikan, itu bagian dari program Keluarga Berencana. Membuat program kesehatan, itu bagian dari program Keluarga Berencana. Membuat program perekonomian bagi masyarakat, itu bagian dari program Keluarga Berencana. Sungguh kalau dipahami dengan benar, KB itu induk dari seluruh program kependudukan dan sumber daya manusia,” ujarnya. Aher pun berseloroh, “Mudahmudahan gara-gara ceramah ini anggaranya jadi lebih besar ya nanti.”
Warta Kencana
39
WARTA
JABAR
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
Halal Bihalal: Silaturahmi dan Refleksi KKBPK Bertepatan dengan momentum paska Hari Raya Iedul Fitri 1439 H-2018 M, Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Jawa Barat menggelar silaturahmi Halal-Bihalal dengan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dari berbagai tingkat kabupaten-kota, hingga provinsi.
D
alam acara yang dihelat pada Senin (02/07) lalu itu hadir beberapa stakeholder dan tokoh masyarakat Jawa Barat seperti mantan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan bersama istri Netty Prasetiyani Heryawan, para pejabat pimpinan BKKBN,
40
Warta Kencana
mantan pejabat BKKBN, para sesepuh BKKBN, dan anggota paguyuban Juang Kencana, mitra kerja, serta seluruh pegawai BKKBN. Kepala Perwakilan BKKBN Jabar Sukaryo Teguh Santoso dalam sambutanya menuturkan beberapa refleksi dan capaian
terkait pelaksanaan program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di Jawa Barat. Baginya, saat ini pelaksanaan program KKBPK di Jawa Barat membuahkan hasil yang cukup menggembirakan.
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
Disamping itu, tentu capaian ini disertai dengan tantangan yang juga penting untuk disikapi dalam pelaksanaan program KKBPK. Dalam paparanya, Teguh menuturkan dari jumlah penduduk 48 juta yang ada, Jawa Barat dihadapkan pada 3 kelompok penduduk yang beragam, yakni 18,7% kategori penduduk usia 10 tahun kebawah, 26,6% penduduk usia 10-24 tahun, serta 8,7% berusia 60 tahun keatas. Menurutnya ketiga segmen kelompok penduduk yang ada ini perlu ditopang oleh keluarga yang “paripurna” baik dari aspek pola asuh, asupan giji, dan lain-lain. “Ke-3 segmen umur ini membutuhkan pendekatan keluarga yang paripurna. Tanpa
itu ripuh!”tandasnya. Di sisi lain, dalam menghadapi era bonus demografi, Jawa Barat secara spesifik akan mendapat peluang sekaligus tantangan yang lebih cepat dan singkat dibandingkan provinsi lain dalam skala nasional. Dalam perhitunganya, Jawa Barat akan mengalami era bonus demografi pada tahun 2021-2028. Lebih cepat dan singkat ketimbang era bonus demografi nasional yang akan terjadi pada 2020-2035. Teguh melanjutkan, hal ini disebabkan karena laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat masih diatas rata-rata nasional serta tingkat populasi penduduk usia produktif nya yang relatif lebih tinggi.
WARTA
JABAR
Dukung dan Gelorakan Kampanye Pembangunan Keluarga Mengakhiri sambutanya, pria yang akrab disapa Teguh ini menghimbau kepada seluruh pemerintah daerah diberbagai tingkat untuk tetap mendorong pelaksanaan pembangunan di bidang pengendalian penduduk dan KB agar manfaat KKBPK dapat dirasakan nyata oleh masyarakat dan keluarga di Jawa Barat. “Kami tidak henti-hentinya memohon dukungan kepada seluruh masyarakat, wabilkhusus dukungan para pemangku kebijakan, kepala dinas OPD yang merupakan pemeran kunci program KKBPK di kabupaten dan kota, untuk terus menggelorakan program KKBPK di Jawa barat, agar manfaatnya lebih dirasakan oleh masyarakat dan keluarga,” ujarnya. Teguh pun berharap forum silaturahmi seperti ini tak berpatok pada satu moment tertentu saja. Ia membuka ruang komunikasi bagi siapapun yang ingin memberi saran dan masukan dalam rangka menggelorakan program KKBPK ini. Senada dengan Teguh, perwakilan DPP PKB Sumedang Nasyam mengatakan bahwa dengan silaturahim ini, seluruh pihak yang berkaitan dengan program KKBPK punya kesempatan bertukar pikiran tentang kemajuan satu daerah dengan daerah lainnya. Ia berharap forum ini dapat menjadi “energi penggerak” dalam rangka menyukseskan program KKBPK di Jawa Barat. “Mudah-mudahan seluruh kendala kendala, program yang ada bisa sukses kedepannya,” pungkasnya.(*)
Warta Kencana
41
WARTA
DAERAH
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
KKN Tematik Rasa Kampung KB
K
ampung KB ternyata tak melulu menjadi hajat Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) maupun lembaga pemerintah lainnya. Kini, lembaga pendidikan tinggi pun turut mendukung pengarusutamaan Kampung KB di perdesaan. Caranya, dengan menjadi Kampung KB sebagai salah satu opsi dalam penyelenggaran kuliah kerja nyata (KKN) tematik. Nah, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menjadi salah satu perguruan tinggi di Jawa Barat yang tahun ini menggelar KKN rasa Kampung KB tersebut. Tahap awal membumikan Kampung KB di arena KKN tersebut diawali dengan kegiatan sosialisasi bagi mahasiswa peserta KKN di kampus Bumi Siliwangi UPI belum lama ini. Mahasiswa peserta KKN ini mendapat penjelasan teknis hal ihwal terkait Kampung KB dari Kepala Bidang Pengendalian Penduduk
42
Warta Kencana
Perwakilan BKKBN Jawa Barat Wawan Ridwan. Wawan menjelaskan, salah satu cara mendekatkan isu-isu kependudukan pembangunan berkelanjutan dapat dilakukan melalui edukasi atau pendidikan. Dalam hal ini, KKN bagi mahasiswa merupakan salah satu peningkatan pemahaman mahasiswa tentang isu kependudukan dan pembangunan berkelanjutan serta program KKBPK lainnya seperti KB dan pembangunan keluarga. “Kami berharap melalui KKN tematik mahasiswa dapat menyampaikan pesanpesan kependudukan, isu kependudukan, dan pembangunan berwawasan kependudukan kepada masyarakat. Khususnya di desa atau kecamatan yang telah dicanangkan Kampung KB di Jawa Barat,” ungkap Wawan. Kampung KB, papar Wawan, merupakan inovasi dalam mengimplementasikan kegiatan-kegiatan prioritas
program KKBPK secara utuh di lini lapangan. Kampung KB merupakan salah satu bentuk miniatur pelaksanaan total Program KKBPK secara utuh yang melibatkan seluruh bidang di lingkungan BKKBN dan bersinergi dengan kementerian/ lembaga, mitra kerja, yang selanjutnya dikelola dari, oleh, dan untuk masyarakat, sesuai dengan kondisi kewilayahannya dalam upaya menuju masyarakat yang mandiri, berkualitas, dan sejahtera. “BKKBN memberikan pemahaman tentang konsep Kampung KB termasuk indikator-indikator keberhasilan yang harus dicapai kepada mitra kerja dan masyarakat. Menyosialisasikan rencana program dan kegiatan Kampung KB yang telah disusun bersama antara peserta KKN dan masyarakat. Serta membuat laporan perkembangan dan evaluasi kegiatan yang telah dilakukan,” jelasnya. (*)
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
WARTA
DAERAH
PIK-R: Bentuk Preventif Dari, Oleh, dan Untuk Mutiara Bangsa Pusat Informasi dan Konseling Remaja atau yang lebih dikenal dengan PIK-R adalah suatu wadah kegiatan PKBR (Pusat Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja) yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja guna memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang perencanaan kehidupan berkeluarga bagi Remaja serta kegiatan penunjang lainnya.
P
IK Remaja sendiri adalah nama generik yang sengaja dibuat untuk menarik minat remaja datang ke Pusat Informasi dan Konseling Remaja untuk berdiskusi serta sharing terkait PKBR secara bersama-sama. PIK Remaja sendiri merupakan bagian dari PIK-KRR (Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja) yang kemudian oleh BKKBN dibagi menjadi dua yaitu Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja) dan Pusat Informasi dan Konseling Mahasiswa (PIK Mahasiswa).
PIK Remaja dalam penyebutannya bisa dikaitkan dengan tempat dan institusi pembinanya seperti PIK Remaja Sekolah, PIK Remaja Masjid, PIK remaja Pesantren, PIK remaja Gereja, atau yang lainnya. Adapun tujuan umum dari PIK Remaja adalah untuk memberikan informasi PKBR, Pendewasaan Usia Perkawianan, Keterampilan Hidup (Life Skills), pelayanan konseling dan rujukan PKBR. Pemerintah sudah menghadirkan Pusat Informasi Konseling Remaja (PIKR) di berbagai wilayah, tak terkecuali di Kabupaten Bandung. Ketua
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan (P2TP2A) Kabupaten Bandung Hj.Kurnia Agustina mengatakan PIKR merupakan suatu wadah kegiatan program PKBR (Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja) sekaligus media kampanye pelayanan informasi dan konseling kesehatan reproduksi serta penyiapan kehidupan berkeluarga. “Para remaja ini permata bangsa, potensi mereka sangat besar dalam pembangunan
Warta Kencana
43
WARTA
DAERAH
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
masa depan, makanya hadirnya PIKR ini akan menjadi media terendiri, dari remaja untuk remaja tentu saja dengan bimbingan para orangtua serta pemerintah setempat,” ucap ibu yang biasa disapa Teh Nia. Nia menandaskan, dalam memberikan pemahaman pada remaja, media yang disiapkan memang harus pas. Selain itu, pendekatan yang dilakukan pun harus menyenangkan serta bisa menumbuhkan semangat dan motivasi untuk ikut membangun bangsanya, termasuk dalam menangkal terjadinya kasus kekerasan pada perempuan dan anak. Jaringan P2TP2A selama ini sudah bersinergi dengan berbagai pihak untuk meminimalisir angka kasus kekerasan pada perempuan dan anak. Dan sebagai salah satu model percontohan PIK-R yang berhasil menangkal kasus-kasus tersebut adalah PIK-R Desa Loa, Kecamatan Paseh, Kabupaten Bandung. Sementara, Kepala Bidang KB pada Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Yoga menjelaskan, hadirnya PIKR di kalangan remaja
44
Warta Kencana
bertujuan untuk memberikan informasi PKBR, Pendewasaan Usia Perkawinan, Keterampilan Hidup (Life Skills), pelayanan konseling dan rujukan PKBR. Lebih jauh ia mengatakan, pola kerja PIK Remaja tidak mengenal batas wilayah sebagaimana yang ada pada pemerintahan desa, ia hadir untuk melayani remaja lain dari luar wilayah administratifnya. Hal senada diungkapkan Camat Paseh Drs. Komarudin, menurutnya PIKR Desa Loa menjadi kebanggaan seluruh masyarakat Kecamatan Paseh, keberhasilan PIKR yang menamai dirinya dengan PIKR PIXS (Penuh semangat inovatif xtra kreatif dan sabilulungan) itu hendaknya juga dapat menjadi suri tauladan bagi generasi muda lainnya di daerah tersebut. “Keberhasilan PIK R PIXS ini
merupakan salah satu bukti bahwa di daerah ini banyak sekali mutiara (generasi muda) yang bisa berprestasi dan mengharumkan nama wilayah kami,” pujinya. Komarudin menjelaskan PIK R PIXS sangat berperan dalam membangun kesadaran dan pemahaman kawula muda terhadap PKBR untuk masa depan mereka sendiri, sekaligus terlibat dalam meminimalisir terjadinya kekerasan remaja (bullying) juga pada perempuan dan anak. “Walau baru menginjak 4 tahun, PIKR PIXs ini sudah banyak berkontribusi bagi terbangunya komitmen masyarakat khususnya para remaja untuk bersama-masa memerangi kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah Kecamatan Paseh,” tandasnya. (*)
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
WARTA
DAERAH
Kampung KB Generasi III, Embrio Daerah Layak Anak Kampung KB Generasi ke-3 bisa menjadi cikal bakal implementasi kabupaten/ kota layak anak. Lingkungan terkecil dari masyarakat adalah keluarga. Dari sisi kelembagaan, hal tersebut bisa mulai dibangun dari lingkungan yang paling dekat dengan masyarakat, yaitu RT/RW/Desa/Kelurahan. Demikian disampaikan Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Barat Netty Prasetiyani Heryawan saat menjadi narasumber di acara Temu Penyuluh Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) dari kota/kabupaten se-Jawa Barat di Hotel Ciloto Indah Permai, Kampung Jemprak, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Kamis (19/4) lalu.
Temu penyuluh ini dihadiri 339 Tim Penggerak Desa (TPD), 365 PKB/PLKB (Penyuluh Keluarga Berencana/Petugas Lapangan Keluarga Berencana), dan 12 pendamping dari Wilayah I (Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi dan Kabupaten Cianjur). Netty beraharap agar Kampung KB Generasi ke-3 di kabupaten/
kota di seluruh Jawa Barat dapat dioptimalkan. Hal ini dikarenakan Kampung KB nantinya menjadi pusat informasi dan konsultasi keluarga.“Saya ingin Kampung KB Generasi Tiga ini menjadi embrio dari kabupaten/kota layak anak,� harap Netty. Ia pun menandaskan bahwa Kampung KB diharapkan juga tidak hanya menjalankan
Warta Kencana
45
WARTA
DAERAH
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
tupoksi BKKBN saja. Lebih jauh, mampu meningkatkan penggunaan alat kontrasepsi, menambah jumlah akseptor (pengguna alat kontrasepsi), dan mengurangi kesenjangan unmet need.“Kampung KB ini program nasional. Kampung KB ini diberi nilai tambah jadi Kampung KB Generasi ketiga,” ujar Netty. “Jadi, bukan hanya kemudian menjalankan tugastugas yang terkait dengan tupoksi BKKBN, seperti meningkatkan penggunaan alat kontrasepsi, menambah jumlah akseptor saja. Termasuk juga bagaimana mengurangi kesenjangan unmet need. Kita berusaha mengintegrasikan semua layanan ada di Kampung KB,” tandasnya.
46
Warta Kencana
Unmet need adalah kondisi dimana keinginan pasangan usia subur (PUS) terhadap suatu jenis alat kontrasepsi yang tidak tersedia, sehingga mereka mengambil keputusan tidak menggunakan alat atau metode kontrasepsi. Selain itu, Netty pun menambahkan Kampung KB juga bisa melakukan pemberdayaan ekonomi hingga menjadi pusat informasi yang mampu mengadvokasi perlindungan perempuan dan anak, juga kasus-kasus, seperti human traficking, KDRT, pornografi, dan napza. Hal ini menjadi amat penting diperhatikan karena menurutnya, semua
itu merupakan masalah utama kependudukan saat ini. Maka dari itu, Kampung KB diharapkan juga dapat menjadi tempat konsultasi keluarga atau parenting. “Kasus-kasus ini kita tidak menunggu jatuhnya korban. Tapi kampung KB ini harus punya pusat informasi dan kosultasi keluarga, dan membangun social awareness secara sistemik. Jadi, kalau ada kasus, pak RT/RW, Kepala Desa/Lurah, dan tokoh agama sudah menyatu untuk bisa memberikan layanan atau bantuan kepada anggota masyarakat,” pungkasnya.(*)
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
WARTA
DAERAH
SDKI 2017, TFR Kabupaten Bandung Kini 2,4 Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Kabupaten Bandung Tahun 2017, berada pada angka 2,4. SDKI tersebut menghasilkan data yang diperlukan sebagai dasar rujukan dalam melakukan evaluasi, terhadap pencapaian program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) di Indonesia.
K
epala Bidang Pengendalian Penduduk dari Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi jawa Barat Drs. Wawan Ridwa,M.Si mengungkapkan, ini merupakan hasil kerja keras bersama di bawah pimpinan Bupati Bandung sekarang. Dalam periode hampir 10 tahun, SDKI Kabupaten Bandung menunjukan hasil yang signifikan. “Kita patut bersyukur, atas kerja keras kita 5 tahun terakhir. Ternyata program kita di Kabupaten Bandung dan
Jawa Barat telah menunjukkan sesuatu yang berarti, signifikan dan mendapatkan hasil yang baik. Biasanya di atas 2,6. Artinya rata- rata keluarga di Jawa Barat masih menunjukan 3-4 anak. Dengan keberhasilan program itu, sekarang menjadi 2,4 artinya penduduk perempuan melahirkan maksimal 2 anak saja dalam keluarganya,� ungkap Wawan dalam sambutannya pada acara Rapat Kerja Daerah Program KKBPK di Gedung Dewi Sartika Soreang, Rabu (9/5) lalu. Lebih lanjut dia mengatakan, program BKKBN untuk pengendalian penduduk, yakni
mendorong tercapaianya sasaran-sasaran, sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra) BKKBN 2015-2019, diantaranya adalah angka kelahiran total (TFR) sebesar 2,3 anak per wanita. “10 tahun kepemimpinan Bupati Dadang Naser, sudah menunjukan tekad lebih baik. Namun memang di akhir 2019 diperkirakan kondisi kependudukan Jabar masih agak rentan. Karena penduduk 0-9 balita dan anak masih berjumlah 18,7% atau 8,7 juta
Warta Kencana
47
WARTA
DAERAH
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
dari 46,8 juta jiwa penduduk Jabar,” papar Wawan. Kemudian penduduk usia 10 sampai 15 tahun juga perlu diwaspadai ucap Wawan, karena disitu letak remaja yang berjumlah 26,8% atau sekitar 12,5 juta jiwa. Jumlah itu menurutnya bisa menjadi potensi yang sangat besar untuk menopang pembangunan Jawa Barat. “Kita harus mendorong dan menumbuhkan jiwa kreatif, inovatif, prestatif untuk menyongsong masa depan cemerlang,” ujarnya. Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Daerah Kabupaten Bandung Ir. H. Sofian Nataprawira,MP mengatakan, peran Pemerintah tidak akan berhasil jika tidak mendapat dukungan dari masyarakat sendiri, maka ia berpesan agar partisipasi semua pihak terus berjalan, sehingga visi Pemkab Bandung bisa diaplikasikan dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, handal, dalam naungan Kampung KB.
“Di Kabupaten Bandung sudah terbangun 68 Kampung KB, sedangkan di Jabar tercatat ada 1.360 Kampung KB dari 5.985 desa. Namun perlu dilakukan antisipasi agar tumbuh kembang manusia bisa proporsional, tidak stunting (Kredil), masting (kurus) dan obesitas (kegemukan),” ucap Sekda. Dalam menyusun strategi lebih lanjut, Rapat Kerja Daerah (Rakerda) sangat penting dilakukan. Karena ini bertujuan untuk melaksanakan evaluasi, terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan selama 1 tahun terakhir, dengan melihat berbagai keberhasilan dan kekurangannya serta melaksanakan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan di tahun 2018. “Tujuan lain dari Rakerda ini, selain untuk mensosialisasikan arah dan kebijakan program KKBPK, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak tahun 2018, juga bertujuan untuk melakukan pembinaan yang terus-menerus di
semua tingkat lini lapangan untuk mencapai tujuan yang diharapkan,” ungkapnya. Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) H.Hendi Aryadi Purwanto, SH.,M.Si menjelaskan, Rakerda tersebut mengusung tema “Penguatan Program Integrasi Kampung KB, dalam Mempercepat Terwujudnya Kualitas SDM Kabupaten Bandung yang Maju dan Sejahtera”. “Peserta Rakerda kab. Bandung tahun 2018 sesuai dengan undangan berjumlah 192 orang, mitra kerja program KKBPK se Kabupaten Bandung. Dengan sasaran meningkatkan peserta ber-KB, meningkatkan cakupan peserta KB, menurunkan mengendalikan dropout serta KB, serta pelayanan pap smear dan IUD. Untuk itu ia berharap, masyarakat Kabupaten Bandung bisa mendukung keseluruhan program tersebut, agar 7 prioritas program KKBPK bisa terlaksana dengan baik. “7 prioritas kegiatan yakni, menetapkan tahun 2018 sebagai tahun Kampung KB yang artinya bahwa semua kegiatan KKBPK harus berintegrasi di Kampung KB, meningkatkan kualitas pencatatan pelaporan di lini lapangan, meningkatkan kualitas SDM bagi petugas Lini lapangan, menetapkan akses dan pelayanan KB, meningkatkan peningkatan peserta KB aktif, meningkatkan kualitas data dan informasi kependudukan melalui updating keluarga, serta memberikan sosialisasi speaker berbasis sekolah sebagai upaya melaksanakan mendukung kebijakan nasional, tentang nawacita,” pungkas Hendi.(*)
48
Warta Kencana
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
WARTA
DAERAH
SSK Sukabumi Kini Jadi Model Labuanbatu Di medio Maret lalu, salah satu SSK di Kabupaten Sukabumi menjadi objek studi banding DPPKB Labuan Batu Provinsi Sumatra utara. Kepala DPPKB Kabupaten Sukabumi Hj. Aisah SE,Ak.M.Sc mengatakan kunjungan dari provinsi Sumatra Utara tersebut sebagai ajang sharing informasi dan implementasi program yang telah berhasil di jalankan oleh pemerintah Kabupaten Sukabumi yaitu SSK, untuk di terapkan didaerahnya.
“Senin kemarin kami mendapat kunjungan kerja dari DPPKB Labuan Batu Provinsi Sumatra utara ke SSK di SMAN 1 Sukaraja,� terang Kepala DPPKB Kabupaten Sukabumi Hj. Aisah SE,Ak.M.Sc usai memimpin apel pagi dikantornya.
Dalam rangka mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dan berkualitas, Pemerintah Kabupaten Sukabumi melalui Dinas pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) terus berupaya melaksanakan program Kependudukan
Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Selain Kampung KB, salah satu inovasi dalam rangka merealisasikan program KKBPK tersebut yaitu pengembangan model Sekolah Siaga Kependudukan (SSK).
Warta Kencana
49
WARTA
DAERAH
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
sejauh ini tidak ada sosialisasi masalah kependudukan yang menyasar ke sekolahsekolah formal. Selain itu, kondisi ini juga diperburuk dengan minimnya informasi kependudukan di sekolah. Cikal bakal SSK bergulir ketika pada 2011 lalu BKKBD mengundang guru-guru di Kabupaten Sukabumi untuk mengikuti orientasi kependudukan. Sambutannya luar biasa. Peserta orientasi tampak antuasias ketika diajak merumuskan bahan ajar kependudukan untuk dijadikan suplemen bagi anak didik di sekolah masing-masing. Para guru pun semakin aktif berdiskusi mengenai masalah-masalah kependudukan. “SSK ini merupakan strategi sosialisasi program kependudukan dan keluarga berencana yang terintegrasi dengan mata pelajaran. Pendekatan dan strategi yang di jalankan dalam program ini kedepannya diharapakna dapat mendorong peserta didik agar mampu mengidentifikasi, menganalisa, dan mengkomunikasikan pemahaman tentang kependudukan, arti penting kesehatan reproduksi remaja, penyalahgunaan narkoba, dampak dari seks bebas dan pendewasaan usia perkawinan,� tambahnya. Latar belakang kelahiran SSK sejatinya tidak bisa dilepaskan dari program generasi berencana (Genre) yang sudah terlebih dahulu digulirkan. Selama ini, sekolah masih dianggap satu-satunya agen perubahan (agent of change) secara formal di Indonesia. Namun sayangnya, kurikulum pendidikan kependudukan
50
Warta Kencana
dinilai kurang kontekstual. Banyak contoh fenomena kependudukan pada buku pelajaran masih menggunakan fakta atau ilustrasi di luar negeri. Padahal, masalah kependudukan sangat erat dengan kehidupan siswa di masyarakat. Alasan SSK makin kuat, mengingat selama ini materi kependudukan tidak terintegrasi ke semua mata pelajaran. Pembelajaran kependudukan juga masih berbasis tekstual. Seharusnya pendidikan kependudukan aplikatif dan bisa dilakukan langsung oleh peserta didik. Kondisi ini dinilai terjadi karena guru kurang memiliki pengetahuan kependudukan itu sendiri. Pada saat yang sama, semua kebijakan pembangunan berbasis data kependudukan. Di samping itu, ada korelasi signifikan antara bencana alam dengan masalah kependudukan. Sebaliknya,
Dari diskusi itu, muncullah ide untuk memperkuat implementasi pendidikan kependudukan di sekolah. Tujuan kala itu sederhana saja. Agar modul bisa diimpelentasikan, harus ada wadah untuk mengelolanya. Sejumlah nama pun dilemparkan para guru, sampai akhirnya terpilih disepakati SSK, Sekolah Siaga Kependudukan. SSK ini menjadi semacam jaminan bahwa modul bisa diimplementasikan di sekolah. Selanjutnya, Hj. Aisah pun menambahkan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pembinaan remaja seperti ini akan terus dilakukan secara lintas sektor dalam bentuk kerjasama antar instansi. Menurutnya pembinaan remaja ini juga dilakukan dalam rangka membedah solusi dan mendorong peran aktif remaja dalam mengatasi fenomena sosial terutama masalah yang terjadi pada bidang kependudukan.
NOMOR 34 - TAHUN - 2018
WARTA
Warta Kencana
51
Hari Keluarga Nasional 29 Juni 2018
Cinta Keluarga. Cinta Terencana. Cinta Indonesia.