7 minute read

Lebih Pasti dengan RAN PASTI

Tak butuh waktu lama untuk menurunkan Peraturan Presiden

(Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan

Advertisement

Stunting ke dalam rencana akasi.

Empat bulan berjalan sejak terbitnya

Perpres, Badan Kependudukan dan

Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) meluncurkan Peraturan Nomor 12

Tahun 2021 tentang Rencana Aksi

Nasional Percepatan Penurunan Angka

Stunting Indonesia (RAN PASTI) Tahun 2021-2024.

RAN PASTI disusun sebagai acuan koordinasi, sinkronisasi, dan integrasi antara kementerian dan lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten dan kota, pemerintah desa, dan pemangku kepentingan lainnya. Dalam hal ini, berupa langkah-langkah konkret yang harus dilaksanakan secara konvergen, holistik, integratif, dan berkualitas dalam percepatan penurunan stunting.

Dokumen ini juga disusun dengan tujuan melakukan penguatan dalam upaya konvergensi perencanaan dan penganggaran di tingkat pusat, daerah, desa, dan pemangku kepentingan secara berkesinambungan. Pada saat yang sama, melakukan penguatan peran pelaksana dan sekretariat pelaksanaan tim

Ran Pasti

Wakil Gubernur Jawa Barat dan sejumlah pimpinan daerah kabupaten/kota pada sosialisasi RAN PASTI di Trans Luxury Hotel.

dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting. Juga penguatan regulasi atau kebijakan strategis yang dibutuhkan.

Tujuan lainnya melakukan penguatan da n pemaduan sistem manajem en data dan informasi percepatan penurunan stunting Kemudian, mengintegrasikan mekanisme pemantauan, evaluasi, dan pelaporan serta mendorong partisipasi aktif masyarakat serta gotong royong dalam percepatan penurunan stunting.

Dalam pelaksanaannya, RAN PASTI mengatur strategi percepatan penurunan stunting dilakukan melalui kegiatan prioritas rencana aksi. Kegiatan prioritas tersebut meliputi penyediaan data keluarga berisiko stunting, pendampingan keluarga berisiko stunting, pendampingan semua calon pengantin dan calon pasangan usia subur (PUS).

Kegiatan lainnya meliputi surveilans keluarga berisiko stunting, audit kasus stunting, perencanan dan penganggaran, serta pengawasan dan pembinaan akuntabilitas penyelenggaraan kegiatan. Terakhir berupa pemantauan, evaluasi, dan pelaporan percepatan penurunan stunting.

SDM Berkualitas

Di Jawa Barat, RAN PASTI kali pertama disosialisasikan pada Maret 2022 di hadapan 14 kepala daerah di Jawa Barat. Sebagai Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Provinsi Jawa Barat, Wakil Gubernur Uu Ruzhanul Ulum meminta seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat segera membentuk TPPS di daerah masing-masing. Langkah ini penting agar percepatan penurunan stunting bisa segera

Kepala BKKBN Jawa

Barat bersama

Koordinator Bidang

KBKR BKKBN

Jabar menghadiri

Forum Peningkatan

Kualitas Pelayanan

KB dalam rangkaian Bhakti

Ikatan Bidan dilakukan secara nyata dan berkesinambungan serta selaras dengan strategi nasional yang telah ditetapkan melalui Perpres. Pada saat majalah ini terbit, TPPS sudah terbentuk di seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat.

Indonesia 2022.

“Saya meminta kepada bupati dan wali kota yang belum membuat TPPS untuk segera membentuk. Saya juga berharap pengertian dari seluruh masyarakat dan segenap pemangku kepentingan untuk bersama-sama berkolaborasi melakukan percepatan penurunan stunting. Sebaik apapun program pemerintah tanpa dukungan dan partisipasi masyarakat tentu tidak akan berhasil,” kata Wagub kala itu.

Uu menegaskan Pemerintah Provinsi Jawa Barat memprioritaskan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) sebagaimana terekam dalam visi “Terwujudnya Jawa Barat Juara Lahir Batin dengan Inovasi dan Kolaborasi.” Wagub meyakini citra suatu bangsa dan negara dilihat dari SDM yang dimilikinya. Karena itu, pihaknya bertekad mewujudkan Jabar zero new stunting pada akhir kepemimpinan gubernur dan wakil gubernur 2023 mendatang.

“SDM harus jadi perhatian kita semua. Bukan hanya yang saat ini, tapi SDM harus dipersiapkan sejak awal. Dalam Islam, mempersiapkan bukan hanya saat balita atau mengandung, tetapi saat pembuatan pun tidak lepas dari doa-doa yang mengharapkan anak bisa lahir sesuai dengan harapan.

Konsolidasi

Satgas Percepatan

Penurunan Stunting

Provinsi Jawa

Barat dengan tema Kolaborasi

Percepatan

Penurunan Stunting oleh Satgas Ahli dan

Tenaga Lini Lapangan

Bangga Kencana.

Ada tiga bulanan, akikah, dan lain-lain yang intinya mendoakan agar anak sehat dan berkualitas,” ungkap mantan Bupati Tasikmalaya dua periode ini.

Uu juga menekankan bahwa keluarga memiliki peran penting dalam ajaran Islam. Keluarga, sambung Wagub, merupakan madrasah utama dan terbaik. Di mana, guru terbaik adalah orang tua. Sebagai pimpinan daerah, Wagub tidak mau anak-anak yang dilahirkan lahir kekurangan gizi sehingga menghambat tumbuh kembang anak yang bersangkutan. Karena itu, pencegahan stunting sangat penting untuk dilakukan bersama-sama.

Sesaat sebelumnya, Kepala

Perwakilan BKKBN Jawa Barat

Wahidin melaporkan, sosialisasi

RAN PASTI bertujuan mendapatkan penguatan komitmen kepala daerah dan jajarannya dalam upaya penurunan angka stunting

Dengan demikian, seluruh kepala daerah selaku Ketua Pengarah

TPPS beserta seluruh TPPS di wilayahnya, hingga satuan tugas di lapangan memiliki arah gerak dan pemahaman yang sama tentang bagaimana menurunkan angka stunting sejalan dengan Perpres 72/2021 dan RAN PASTI.

“Perlu saya laporkan bahwa prevalensi stunting Jawa Barat berdasarkan SSGI 2021 sebesar 24,5 persen. Angka ini menurun sebesar 6,56 persen jika dibandingkan kondisi 2018 sebesar 31,06 persen. Dengan catatan, disparitas antarkabupaten dan kota cukup lebar. Ada dua kota

Kami PKK berkomitmen menjadi ujung tombak percepatan penurunan stunting di Jawa Barat. Jejaring PKK ada 1,4 juta.

ATALIA PRARATYA

Ketua TP PKK Jawa Barat yang angkanya sudah di bawah 14 persen, sementara masih ada empat kabupaten dan kota yang angkanya di atas 30 persen,” papar Wahidin.

Ketua Tim Penggerak

Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Jawa Barat Atalia Praratya Ridwan Kamil yang hadir dalam konferensi pers kembali mengungkapkan komitmen penuh PKK untuk mendukung upaya percepatan penurunan stunting di Jawa Barat. Salah satunya dengan menjadikan kader PKK sebagai Tim Pendamping Keluarga (TPK) dan bersama pos pelayanan terpadu (Posyandu) menyediakan layanan tambahan terkait stunting

“Kami PKK berkomitmen menjadi ujung tombak percepatan penurunan stunting di Jawa Barat. Jejaring PKK ada 1,4 juta. Kita ada di dalam TPK sekitar 37.164 bersama dengan para bidan, termasuk juga dari kader KB. Kemudian, kita juga ada yang namanya kader posyandu. Ada sekitar 380 ribu kader, dan ada 52 ribu posyandu. Jadi ini jejaring yang akan bergerak bersama menjadi mitra terdepan di lapangan,” jelas Atalia.

Prekonsepsi vs Prewedding

Dalam sambutannya yang disampaikan secara virtual, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengungkapkan stunting merupakan masalah serius mengingat sekitar 2-3 persen dari pendapatan domestik bruto (PDB) “hilang” per tahun akibat stunting. Dengan jumlah PDB Indonesia pada 2020 sekitar Rp 15 ribu triliun, maka potensi kerugian akibat stunting akan mencapai Rp 450 triliun. Sebuah kerugian yang sangat “fantastis”. Karena itu, stunting memerlukan penanganan serius dan berkesinambungan di berbagai tingkatan.

“Keberadaan 37.184 TPK yang tersebar di seluruh wilayah Jawa Barat, jika dioptimalkan akan menjadi kekuatan besar dalam upaya percepatan penurunan stunting. Jika disetarakan dengan jumlah SDM, keberadaan TPK tersebut sama dengan 111. 552 orang,” ungkap Hasto.

Hasto yang juga Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Nasional menjelaskan, TPK yang terdiri dari unsur bidan atau tenaga kesehatan lainnya, kader tim penggerak PKK, kader keluarga berencana atau kader pembangunan lainnya tugasnya sangat strategis dalam upaya penurunan dan pencegahan stunting. Tugas TPK selain meningkatkan akses informasi dan pelayanan melalui penyuluhan, fasilitas pelayanan rujukan dan fasilitas penerimaan program bantuan sosial juga bisa mendeteksi dini faktor risiko stunting, baik secara spesifik dan sensitif.

“Tentu saja, TPK harus berfokus kepada sasaran pendampingan keluarga yang mencakup calon pengantin, ibu hamil, pascapersalinan, dan anakanak usia balita. Tidak kalah pentingnya adalah mengubah mindset para calon pengantin untuk memprioritaskan prekonsepsi ketimbang prewedding. Pemeriksaan lingkar lengan, lingkar badan, tinggi serta barat badan dari calon mempelai sebagai prasyarat untuk pernikahan sangat penting untuk mencegah kehamilan yang berpotensi stunting,” tutur Hasto.

Kolaborasi

Deputi KBKR BKKBN Eni Gustina pada saat dialog Sosialisasi RAN PASTI bagi pemangku kepentingan Jawa Barat di Kota Bandung.

Sementara itu, Deputi KBKR

BKKBN Eni Gustina menjelaskan, BKKBN memberikan perhatian besar pada Jawa Barat. Alasannya, meski prevalensi stunting Jawa Barat relatif sama dengan nasional, namun jumlah absolut balita stunting sangat besar. Jawa Barat berada dalam lima besar provinsi dengan jumlah absolut stunting tertinggi di Indonesia. Eni berharap keberhasilan Jawa Barat bisa memberi daya ungkit besar bagi nasional.

“Jumlah penduduk Jawa Barat ini yang terbesar secara nasional. Wajar jika kemudian jumlah absolut stunting juga banyak. Butuh kerja keras dan kolaborasi untuk menurunkan stunting Jawa Barat dari 24,5 persen pada 2021 menjadi 14 persen pada 2024 mendatang. Hasil perhitungan kami, prevalensi Jawa Barat bisa di bawah 14 persen, tepatnya 13,96 persen. Butuh upaya keras karena waktu efektif tersisa hanya sekitar 2,5 tahun lagi,” tandas Eni.

Komprehensif

Di bagian lain, Kepala BKKBN Jawa Barat Wahidin menjelaskan, tujuan percepatan penurunan stunting adalah mewujudkan SDM yang sehat, cerdas, dan produktif, serta pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan melalui pencapaian target nasional prevalensi stunting yang diukur pada balita sebesar 14 persen pada 2024. Perpres sudah menetapkan sasaran yang ingin dicapai pada akhir periode kepresidenan tersebut. Sasaran meliputi tersedianya layanan intervensi sensitif maupun spesifik. Lihat tabel.

Target dan sasaran tersebut, terang Wahidin, dicapai melalui pelaksanaan lima pilar dalam Strategi Nasional Percepatan

Penurunan Stunting sebagaimana tercantum dalam lampiran Perpres. Pilar pertama adalah peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan di kementerian dan lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten dan kota, dan pemerintahan desa. Pilar ini dilakukan dengan cara meningkatkan komitmen percepatan penurunan stunting dan meningkatkan kapasitas pemerintah desa.

Pilar kedua adalah peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat. Implementasinya dalam tiga cara. Pertama, melaksanakan kampanye dan komunikasi perubahan perilaku yang berkelanjutan. Kedua, melakukan penguatan kapasitas institusi dalam komunikasi perubahan perilaku untuk penurunan stunting. Ketiga, melakukan penguatan peran organisasi keagamaan dalam komunikasi perubahan perilaku untuk penurunan stunting

Pilar ketiga adalah peningkatan konvergensi intervensi spesifik dan sensitif di kementerian dan lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten dan kota, dan pemerintah desa. Ditempuh dengan dua cara. Pertama, melaksanakan konvergensi dalam perencanaan dan penganggaran, serta pelaksanaan kegiatan untuk meningkatkan jenis, cakupan, dan kualitas intervensi gizi di tingkat pusat dan daerah. Kedua, melaksanakan konvergensi dalam upaya penyiapan kehidupan berkeluarga.

Jumlah penduduk Jawa

Barat ini yang terbesar secara nasional. Wajar jika kemudian jumlah absolut stunting juga banyak.

Pilar keempat adalah peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga, dan masyarakat. Yakni, memenuhi kebutuhan pangan dan gizi individu, keluarga, dan masyarakat termasuk dalam keadaan bencana. Kemudian, meningkatkan kualitas fortifikasi pangan.

Pilar kelima adalah penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset, dan inovasi. Implementasinya berupa penguatan sistem pemantauan dan evaluasi terpadu percepatan penurunan stunting, mengembangkan sistem data dan informasi terpadu, penguatan riset dan inovasi serta pengembangan pemanfaatan hasil riset dan inovasi, dan mengembangkan sistem pengelolaan pengetahuan.

Penandatangan nota kesepahaman antara Perwakilan

BKKBN Jawa Barat dengan sejumlah perguruan tinggi dalam rangkaian kegiatan Rakerda Bangga Kencana 2022.

“Kerangka pendekatan yang digunakan dalam penyusunan RAN

PASTI setidaknya menggunakan tiga pendekatan, di mana pendekatan tersebut berfungsi untuk menajamkan seluruh kegiatan percepatan penurunan stunting yang dilaksanakan pemerintah, pemerintah daerah, dan pemerintah desa menuju pada penerima manfaat dan berdampak pada penurunan stunting secara signifikan. Tiga pendekatan tersebut meliputi pendekatan intervensi gizi, pendekatan multisektor dan multipihak, serta pendekatan berbasis keluarga risiko stunting,” terang Wahidin.

Dengan demikian, RAN PASTI ini sudah sangat komprehensif. Saking lengkapnya, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan

Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan

Sekertariat Wakil Presiden

Suprayoga Hadi menyebutkan bahwa pemerintah daerah tak perlu membuat Rencana Aksi Daerah (RAD).

“RAN PASTI ini sebenarnya turunan juga dari Stranas, jadi kita tiga tahun ini punya strategi nasional. Di daerah memang tidak diperlukan RAD. Arahan dalam RAN PASTI ini disesuaikan dengan konteks daerah masing-masing. Karena bagaimana pun tiap daerah berbeda-beda dan kami menyadari bahwa upaya percepatannya sudah tidak lama lagi untuk mencapai 14 persen,” ungkap

Suprayoga dalam acara Sosialisasi

RAN PASTI Regional I yang dihelat BKKBN beberapa waktu lalu. n NJP

Workshop Percepatan Penurunan Stunting Dari Hulu melalui Impelemtasi

Aplikasi Elsimil Bagi Calon Pengantin di GH Universal pada 23-24 Maret 2022.

Sasaran, Indikator, dan Target Antara Percepatan Penurunan Stunting

BAPAK ASUH

This article is from: