4 minute read
Apa dan Bagaimana Audit Kasus Stunting
Upaya percepatan penurunan stunting mengacu kepada RAN PASTI, bagaimana pelaksanaannya di Jawa Barat?
RAN PASTI ini kan sebenarnya fokus pada dua poin, ya. Pertama, keluarga berisiko stunting (KBS) yang menjadi ranah dari BKKBN. Kemudian, yang kedua adalah AKS. Indikator-indikator lainnya tentu berkaitan dengan instansi atau sektor yang lain. Sejauh ini sih hasil laporan TPPS untuk level provinsi relatif sudah terisi. Nah, untuk level kabupaten ini belum semua yang melaporkan. Baru 17 kabupaten dan kota (Data akhir tahun, Desember 2022).
Advertisement
Bicara KBS, kalau mengacu ke dashboard BKKBN sebetulnya ada penurunan, dari 4 juta sekian jadi 4 juta. Untuk AKS, menurut informasi terakhir, penerapan anggaran untuk AKS sekitar 70,4 persen dari dana bantuan operasional keluarga berencana (BOKB). Kegiatannya juga sebetulnya 100 persen, semua melaksanakan. Hanya miss-nya masalah pelaporan yang terlambat.
Apa yang ditemukan dari dua kali pelaksanaan AKS pada 2022?
Alhamdulillah semuanya berjalan, meskipun tidak sesuai dengan jadwal. Tidak ideal lah tahun kemarin itu karena memang sosialisasi AKS sendiri kan dimulai Mei. Kemudian, anggaran juga turunnya terlambat, akhirnya AKS I yang sesuai siklusnya harusnya Juni kan tidak dilakukan Juni. Paling cepat itu Agustus, dari Kota Bekasi dan Kota sukabumi. Selain daerah itu (waktu pelaksanaannya) mundur. Tapi, alhamdulillah semuanya terlaksana di 27 kabupaten dan kota.
AKS I sudah menghasilkan intervensi dari beberapa lembaga yang merupakan tindak lanjut evaluasinya. Contohnya, Kota Sukabumi misalnya ditindaklanjuti dengan lembaga filantropi dari Dompet Dhuafa untuk penanganan dan pemberian makanan tambahan bagi auditee atau pihak yang diaudit. Di Kabupaten Sukabumi, ada bantuan dari Rumah Zakat untuk pembangunan WC komunal misalnya, pembangunan bioplok untuk satu lingkungan yang kebetulan wilayah itu wilayah auditee. Selain itu, juga ada beberapa bantuan dari pemerintah daerah melakukan tindak lanjut. Di Kabupaten Kuningan juga sama.
Untuk evaluasi AKS I relatif sudah terlaksana, meskipun belum semuanya. Walaupun begitu, laporannya sudah selesai semua. Kemudian laporan AKS II sudah selesai semua, tapi evaluasi rencana tindak lanjut (RTL) yang masih belum seluruhnya terealisasi.
Apa yang menjadi ukuran keberhasilan AKS?
Pertama, kita mendapatkan auditee dengan faktor risiko yang bervariasi. Kedua, setelah dilakukan kajian misalnya, ada keluar rekomendasi. Rekomendasi itu dilaksanakan oleh sektor terkait. Paling utama itu pentahelix-nya. Karena kalau kita mengandalkan pemerintah daerah, kita tahu bahwa pemda ini kan semua penganggaran itu sudah dilakukan dua tahun sebelumnya. Jadi, kalau kita bikin Musrengbang tahun ini, sebetulnya bukan tahun depan, tapi untuk dua tahun yang akan datang.
Dari 27 kabupaten dan kota di Jawa Barat, daerah mana yang dianggap mencolok dan layak diapresiasi atau layak dijadikan rujukan?
Pertama, ada Kota Sukabumi, kemudian Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Kuningan. Paling tidak dari indikator penyerapan anggaran yang realisasinya paling tinggi.
Apakah ada yang kurang dari sisi pelaksanaan AKS I dan II 2022?
Sebetulnya auditee itu kan lebih variatif dengan faktor risiko yang lebih mendekati ke arah stunting. Karena kan sasaran kita ke KBS. Ada temuan yang kita menilainya kayaknya belum masuk kategori berisiko. Tapi, ada indikator yang menurut kita tidak terlalu penting menjadi auditee, contohnya dari segi ekonomi bagus, pekerjaan bagus, tapi karena mungkin pola asuh yang kurang.
Dari temuan AKS, khususnya kajian tim pakar, apa yang paling mempengaruhi terjadinya kasus stunting?
Kalau dilihat faktor risiko, sasaran AKS itu ada empat kelompok. Meliputi calon pengantin, ibu hamil, ibu nifas, dan balita. Kalau untuk calon pengantin sendiri, faktor risiko yang paling banyak muncul beberapa kasus yang diaudit itu permasalahan gizi dan juga paparan asap rokok. Untuk ibu hamil memang yang paling tinggi kita rekap itu terkait empat terlalu (4T): terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat, terlalu sering. Masalah gizi juga ada. Selain itu juga ada penyakit penyerta. Nah, itu yang masih menjadi tantangan juga.
Kalau balita, dalam kasus yang diaudit itu terdapat kondisi gizi kurang atau buruk. Ada juga yang terindikasi pendek, lalu juga masalah pemberian pola nutrisinya yang tidak sesuai. Masalah faktor lingkungan juga masuk. Penyakit penyerta juga masuk. Lalu komplikasi saat lahir. Misalnya, pada saat dilahirkan anaknya kondisi berat badannya kurang dari 2.500 gram atau panjangnya kurang dari 48 centimeter. Bisa juga pada saat dia lahir dalam kondisi sesak. Termasuk juga ada masalah penyakit infeksi saluran pernafasan atas. Untuk ibu pascasalin, yang paling banyak itu terkait pengetahuan masalah pemberian air susu ibu (ASI), masalah 4T, kelelahan, dan lainlain. Nah, itu yang kita identifikasi dari AKS I dan II tahun 2022 kemarin.
Talkshow tentang kesehatan reproduksi bagi remaja Jawa Barat sekaligus sosialisasi program percepatan penurunan stunting di studio Radio Bobotoh Bandung.
Untuk 2023, pembelajaran apa yang bisa diambil dari pelaksanaan AKS 2022?
Sebelum ke sana, saya coba tambahkan sedikit. Untuk AKS I itu ada 93 desa di 52 kecamatan yang menjadi sasaran, dari 627 kecamatan di Jawa Barat. Kemudian, untuk AKS II ada 48 kecamatan. Yang menarik sebetulnya tadi, ada tambahan dikit, itu ada salah satu ibu auditee yang terkena HIV. Nah, itu sudah ditangani serius juga oleh puskesmas.
Kembali ke pertanyaan tadi. Pertama, tahun ini kita akan coba menyinergikan lokusnya itu sesuai dengan lokus yang ada di kabupaten dan kota yang sudah ada SK-nya. Kedua, kita akan tetap mengacu kepada panduan AKS yang memang saat ini panduannya belum ada perubahan. Untuk yang pertama, dicari lokasi yang paling banyak kasusnya. Kedua, yang datanya paling lengkap. Ketiga, --permintaan dari pimpinan
BKKBN--dicari tapi faktor risikonya berbeda dengan yang 2022, meskipun mungkin ini ada sulit.
Yang paling penting, kita akan melakukan jadwalnya sesuai. Targetnya AKS I selesai Juni, kemudian AKS II pada Desember. Dengan begitu, pada akhir tahun sudah selesai kegiatannya. Untuk pendekatan intervensi dan tata laksananya lebih ke arah pelibatan seluruh stake holders, termasuk melibatkan lembaga filantropi.
Kemudian, sesuai dengan arahan salah satu tim pakar, adalah bagaimana setiap intervensi auditee tak perlu sampai jauhjauh ke kabupaten/kota. Kalau kalau bisa oleh RT/RW, bisa diselesaikan di tingkat RT atau RW. Mendekatkan kepada sasaran yang lebih tepat dan cepat.
Kemudian, dari hasil AKS ini kita bisa mengintegrasikan programprogram yang ada di BKKBN sebagai wadah untuk memberikan tata laksana pada AKS. Sebut saja misalnya pelibatan BKB, kampung
Peringatan hari jadi PKK sekaligus pencanangan kegiatan Kesatuan Gerak PKK Tingkat Provinsi Jawa Barat di Gedung Merdeka, Kota Bandung.
KB, gerakan dapur sehat atas stunting (Dashat), bapak asuh anak stunting (BAAS). Apalagi tahun ini ada rencana revitalisasi kampung KB, termasuk kelompok-kelompok kegiatan. Itu menjadi semacam inkubator percepatan penurunan stunting versi BKKBN tentunya. Juga kita akan melibatkan lintas sektor tentu saja.
Dari sisi tata laksana, apakah tim teknis dan tim pakar itu sudah berjalan efektif?
Tidak ada masalah. Mereka sudah berjalan sesuai tugas pokok dan fungsi mereka.
Sebetulnya, penentuan keberhasilan AKS itu di titik mana?
Sebetulnya semua sangat menentukan dan sangat penting. Tapi yang paling penting dari itu semua adalah setelah ada rekomendasi dilakukan tindak lanjut, evaluasi tindak lanjut. AKS I sudah melalui semua tahapan itu. Jadi, sia-sia kalau ada satu tahapan yang terlewat. Kalau tindak lanjut itu ada sifatnya segera dan terencana, ya. Jadi, memang kalau yang segera, kalau kita identifikasi dari pelaporan kemarin itu selesai di akhir Desember.
Hanya memang yang terencana ini yang membutuhkan waktu. Ada yang akhir tahun ini baru akan selesai. Jadi, tergantung kebutuhannya. Yang terencana ini kan kaitannya misalkan seperti pembangunan infrastruktur, pengadaan jamban, dan lain-lain.
n NJP
Aktivitas di Kafe Stunting yang dikelola Forum Genre Kabupaten Cianjur. Selain melatih kewirausahaan, kafe ini sekaligus menjadi aksi nyata kepedulian terhadap stunting.