4 minute read

Capaian Stunting di Kota Tahu

Ada yang menarik dari tata kelola percepatan penurunan stunting di Kabupaten Sumedang. Inovasi yang dihasilkan Kota Tahu tersebut mencuri perhatian seantero negeri. Tak terkecuali Presiden Joko Widodo.

Istana kesengsem aplikasi Sistem

Advertisement

Informasi Pencegahan Stunting

Terintegrasi (Simpati) yang dianggap efektif mencegah stunting. Yang menjadi ironi, hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan prevalensi stunting Kabupaten Sumedang naik tajam.

Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir mendapat undangan khusus membeberkan sejumlah cara yang memanfaatkan teknologi digital dalam penanganan stunting ke Istana. “Apa yang kami lakukan? Intinya kami menggunakan teknologi sebagai tools, yaitu sistem pemerintahan berbasis elektronik,” kata Dony usai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta belum lama ini.

Dony menjelaskan, dalam aplikasi tersebut seluruh pihak dapat memahami cara untuk menekan angka stunting pada anak. Melalui Simpati, setiap data dari penimbangan berat badan, lingkar kepala, tinggi badan balita dapat terekam dengan baik. Kemudian, masing-masing desa atau kelurahan di Sumedang dapat menuliskan berbagai kendala dalam penurunan stunting dalam aplikasi tersebut.

Simpati, kata Dony, layaknya himpunan data spasial kewilayahan yang dilengkapi dengan data statistik. Terdapat data mengenai desa dengan tingkat stunting tertinggi, kemudian data anak penderita stunting, hingga analisis penyebab stunting dan cara untuk mengurangi stunting di setiap desa.

“Setiap desa ada kendala permasalahan stunting yang berbeda-beda. Kemudian, melalui artificial intelligence kita kasih rekomendasinya,” ujar dia.

Dengan begitu, kata Dony, penanganan stunting pada setiap desa akan berbeda sesuai dengan akar permasalahan yang dihadapi. “Inilah bagian dari mengolaborasikan, mengorkestrasikan seluruh komponen yang ada untuk menangani stunting,” kata dia.

Paparan Bupati Dony memukau Presiden Jokowi. Jokowi memerintahkan Dony untuk berkeliling ke setiap provinsi guna membantu penanganan stunting. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyatakan aplikasi tersebut bakal diuji coba untuk digunakan di 50 daerah kabupaten dan kota.

Ada 50 kabupaten dan kota yang dipilih merupakan wilayah dengan angka stunting yang tinggi. Maka, perlu uji coba melihat manfaat aplikasi tersebut di wilayah lain. “Saya sudah minta izin sama Pak Bupati kemarin,” kata Budi dalam kesempatan terpisah.

Budi mengapresiasi aplikasi Simpati itu sebagai komitmen untuk penanganan stunting. Selain itu, menurutnya, aplikasi itu pun bisa bermanfaat untuk diadopsi bagi daerah lain.

“Jadi saya ingin datang dan melihat langsung apa yang dilakukan Kabupaten Sumedang dan bisa membantu terkait apa saja yang dibutuhkan Sumedang dalam penurunan angka stunting ini,” kata Budi.

“Pak Presiden minta saya untuk keliling setiap provinsi untuk memaparkan hal ini,” kata Dony di Istana Merdeka.

Menurut Dony, ketika sesuatu kebijakan dibuat berdasarkan data maka akan menghasilkan hasil yang baik. Termasuk dalam penerapan penurunan stunting

“Kata kuncinya adalah good data make good decision and good result,” kata Dony.

“Arahan Bapak Presiden, Pak Bupati langsung dikirim ke sana untuk bisa mereplikasi, membantu bupati dan wali kota di daerah-daerah yang stuntingnya masih tinggi tapi nilai SPBEnya mencukupi agar bisa segera mengulangi suksesnya beliau,” Menkes Budi menambahkan.

Prevalensi Naik

Tiba-tiba kabar mengejutkan datang. Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 yang menjadi rujukan data prevalensi stunting nasional dirilis pada 25 Januari 2023 menyebutkan Kabupaten Sumedang memiliki prevalensi stunting sebesar 27,6 persen. Angka prevalensi tertinggi di Jawa Barat. Juga naik dari sebelumnya sebesar 22 persen.

Menanggapi hal itu, Bupati Dony mengaku berbagai langkah adaptasi dan intervensi penanganan stunting terintegrasi telah dilakukan Kabupaten Sumedang. Hasilnya positif sebagaimana terlihat pada data penurunan stunting sampai 2021. Baik itu berupa data hasil survei (Riskesdas, SSGI, SSGBI, Baseline Program BISA), maupun data periodik surveilans gizi melalui kegiatan Bulan Penimbangan Balita setiap Februari dan Agustus.

Terkait kenaikan prevalensi, Dony mengaku sudah bertanya langsung kepada Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK) Kementerian Kesehatan. Dony menilai kenaikan untuk daerahnya tidak wajar.

“Setelah kami konfirmasi ke BKPK, dijelaskan bahwa hasil SSGI 2022 tersebut bukan rapor atas kinerja intervensi stunting pemerintah daerah. Tetapi merupakan baseline untuk menetapkan strategi makro intervensi pada 2023,” ujarnya kepada wartawan di Command Center Sumedang belum lama ini.

Berdasarkan hasil SSGI 2022, kata Dony, angka wasting Kabupaten Sumedang menurun dan merupakan salah satu yang terendah di Jawa Barat. Hal tersebut tentunya menunjukkan keberhasilan upaya pencegahan gizi buruk.

“Survei SSGI di Kabupaten Sumedang dilaksanakan pada 579 rumah tangga, 633 balita, 25 kecamatan, dan 66 desa. Proporsi umur balita sampel SSGI sebagian besar adalah balita berumur 24-59 bulan (76,31 persen). Balita yang berumur 0-23 bulan, yang notabene menunjukan prioritas 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) justru hanya 23,69 persen. Populasi yang diukur dilakukan dengan metode stratified 2 stage sampling yang diambil random dari blok sensus. Bukan sampling purposif per kelompok usia,” ujarnya.

Dony menuturkan, menyikapi hasil survei SSGI dimaksud, walaupun hasilnya tidak wajar, pihaknya menghargainya sebagai umpan balik untuk perbaikan. Pemda Kabupaten Sumedang sendiri sudah melakukan pengukuran ulang pada rumah tangga sampel yang mempunyai Balita

Digital

Penampakan interface aplikasi Simpati yang dikembangkan Pemerintah Kabupaten Sumedang sebagai pangkalan data sekaligus tools pengendalian program percepatan penurunan stunting terhadap 633 Balita (sasaran SSGI) yang dilakukan oleh nutrisonis Puskesmas dibantu oleh petugas lainnya. Diperoleh data stunted 136 orang dari 633 Balita atau 21,48 persen. Dilihat dari hasil validasi tersebut, Kabupaten Sumedang mengalami penurunan 0,56 persen dibanding hasil SSGI 2021 sebesar 22 persen.

“BKPK memberikan penegasan bahwa daerah adalah pihak yang paling memahami bagaimana situasi dan kondisi permasalahan. Serta bagaimana penanganan stunting diimplementasikan, termasuk dalam pengukuran data. Jika daerah sudah mempunyai coverage data dan mekanisme pengukuran yang baik dan terstandar untuk seluruh lokus pengukuran. Seperti acuan yaitu SSGI, maka daerah bisa memanfaatkan data e-PPGBM (hasil Bulan Penimbangan Balita) untuk melakukan evaluasi penurunan stunting,” paparnya.

“Kabupaten Sumedang saat ini termasuk daerah yang sudah mempunyai coverage data dan mekanisme pengukuran yang baik dan terstandar. Karena itu pula, dalam melakukan evaluasi dan menentukan strategi penurunan stunting, Pemda Kabupaten Sumedang merujuk pada data e-PPGBM yang terintegrasi dengan platform Simpati (by name by adress). Bahwa angka Prevalensi stunting Kabupaten Sumedang tahun 2022 adalah 8,27 persen,” tambahnya lagi.

Dony menegaskan, data tersebut valid dan akuntabel karena berdasarkan coverage pengukuran mencapai 97 persen. Serta dilakukan melalui mekanisme pengukuran yang terstandar berdasarkan lima standar (pengukur, alat ukur, SOP pengukuran, pelaksanaan pengukuran, dan validasi data). n NJP

This article is from: