MAJALAH WARTA KENCANA EDISI #25-2015

Page 1



KAMPUNG KB: MEMBANGUN DARI PINGGIRAN ADA YANG MENARIK DARI ARAH PEMBANGUNAN YANG DIUSUNG PRESIDEN JOKOWI, YAKNI MEMBANGUN DARI PINGGIRAN. KONSEP INI MENJADI SEMACAM ANTITESIS DARI PEMBANGUNAN INDONESIA SELAMA INI YANG BIAS URBAN, HANYA MENITIKBERATKAN KAWASAN PERKOTAAN SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN. SEBALIKNYA, DESA, KAWASAN PESISIR, DAN PERBATASAN NEGARA LUPUT DARI PERHATIAN PEMERINTAH. DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN KKBPK, KONSEP ITU DIWUJUDKAN MELALUI KAMPUNG KB.

9 WARTA UTAMA 12 WARTA UTAMA

22 WARTA JABAR

16 WARTA UTAMA

26 WARTA DAERAH 28 WARTA DAERAH

KAMPOENG KB KARYA INOVATIF KOTA BANJAR

PEMBANGUNAN TERPADU ALA KAMPUNG KKB SUKABUMI

CARA KARANGANYAR MEMBANGUN KB DARI DESA

20 WARTA JABAR

KOMISI IX GAGAS KEMBALI UU PERKAWINAN BARU

JANJI BARU PETUGAS LINI LAPANGAN JAWA BARAT

25 WARTA JABAR

PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KB BISA OPD TERSENDIRI BERKEMAH DI LAPANGAN, JEMPUT LANGSUNG PESERTA KB

JURUS KARAWANG OPTIMALKAN KB PERUSAHAAN

Penasehat KEPALA BKKBN JAWA BARAT Dewan Redaksi SUGILAR, IDA INDRAWATI, TETTY SABARNIYATI, YUDI SURYADHI, RUDY BUDIMAN, RAKHMAT MULKAN, PINTAULI R. SIREGAR Pemimpin Redaksi RUDY BUDIMAN Wakil Pemimpin Redaksi ELMA TRIYULIANTI Managing Editor NAJIP HENDRA SP Tim Redaksi ARIF R. ZAIDAN, CHAERUL SALEH, AGUNG RUSMANTO, DODO SUPRIATNA, HENDRA KURNIAWAN, Kontributor ACHMAD SYAFARIEL (JABOTABEK), AKIM GARIS (CIREBON), AA MAMAY (PRIANGAN TIMUR), YAN HENDRAYANA (PURWASUKA), ANGGOTA IPKB JAWA BARAT, RUDINI Tata Letak LITERA MEDIA Sirkulasi IDA PARIDA Penerbit Perwakilan BKKBN Jawa Barat Percetakan Litera Media - 022 87801235 www.literamedia.com Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 7207085 Fax : (022) 7273805 Email: kencanajabar@gmail.com Website: www.duaanak.com

WARTA KENCANA • NOMOR 24 • TAHUN VI • HARGANAS 2015

3


WARTA UTAMA

KAM MEMBANG PI

Tahun Depan Dican

ADA YANG MENARIK DARI ARAH PEMBANGUNAN YANG DIUSUNG PRESIDEN JOKOWI, YAKNI MEMBANGUN DARI PINGGIRAN. KONSEP INI MENJADI SEMACAM ANTITESIS DARI PEMBANGUNAN INDONESIA SELAMA INI YANG BIAS URBAN, HANYA MENITIKBERATKAN KAWASAN PERKOTAAN SEBAGAI PUSAT PERTUMBUHAN. SEBALIKNYA, DESA, KAWASAN PESISIR, DAN PERBATASAN NEGARA LUPUT DARI PERHATIAN PEMERINTAH. DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN KKBPK, KONSEP ITU DIWUJUDKAN MELALUI KAMPUNG KB.

4

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015


WARTA UTAMA

T

ahun 1983 lalu, 32 tahun sebelum JokowiJusuf Kalla dilantik menjadi duet nakhoda negeri ini, Robert Chambers menulis sebuah buku yang di dalamnya berisi sebuah “panduan” bagaimana seharusnya pembangunan dilakukan. Rural Development: Putting The Last First demikian judul buku yang diterbitkan Longman Scientific and Technical tersebut. Empat tahun kemudian, 1987, buku tersebut diterjemahkan dan diterbitkan di Indonesia oleh LP3ES dengan judul Pembangunan Desa: Mulai dari Belakang.

MPUNG KB: GUN DARI INGGIRAN

Mulai dari Belakang Chambers melihat kemiskinan luar biasa di desa-desa Dunia Ketiga. Sebagai seorang aktivis, Chamber menilai hal itu sebagai suatu penghinaan. Bukan hanya karena tidak dibenarkannya suatu tindakan perampasan, penderitaan, dan kematian – yang sebetulnya dapat dicegah, melainkan kondisi demikian berdampingan dengan kemakmuran yang dialami oleh segelintir orang. Ratusan juta orang mengalami kemiskinan sebagai sesama penduduk bumi, yang harus bergulat setiap hari dengan usaha keras untuk mendapatkan sesuap nasi, tidak berdaya dengan serangan penyakit, dan harus merelakan kematian anak-anak mereka.

anangkan Serentak

KEPALA BKKBN SURYA CHANDRA SURAPATY SAAT HADIR PADA PENGUKUHAN MOTEKAR.

Di lain pihak, sedikit orang mengalami kemakmuran dengan menguasai berbagai sumber daya, baik sumber daya alam, sumber daya ekonomi, sumber daya politik, sumber daya sosial. Jika orang kaya masa depanya bisa terang benderang, maka kondisi sebaliknya bagi orang miskin. Masa depannya gelap gulita, nasibnya belum jelas,

dan penanggulangan untuk mengentaskan kemiskinannya masih kelabu, bahkan banyak yang belum tersentuh pembangunan itu sendiri. Kehidupan miskin demikian membelit masyarakat perdesaan sehingga mereka dalam kondisi kemiskinan. Sebagian besar sulit keluar dari jeratan kemiskinan, bahkan hidup dalam lingkaran kemiskinan (cycle of poverty). Jika orang tuanya miskin, generasi berikutnya menjadi miskin. Dengan kemiskinannya itu, anak orang miskin tidak mendapatkan akses pendidikan yang cukup, ketrampilan yang memadai, sehingga kawin di usia dini, tanpa pekerjaan, dan akhirnya berada dalam kubangan kemiskinan. Nah, menurut Chambers, untuk membantu mereka keluar dari kemiskinan, sesungguhnya tergantung mereka sendiri. Pemerintah diminta melihat suatu proses belajar yang terbalik. Jargon “kita harus mendidik petani”, “memberantas kemiskinan masyarakat desa”, “membantu memberikan modal”, “memberdayakan mereka”, sesungguhnya merupakan konsep orang luar dalam melakukan pemberdayaan dalam rangka mengentaskan kemiskinan yang dialaminya. Namun, kita harus berpikir ulang dengan jargon yang pernah kita dengungkan tersebut, sebaliknya kita harus merendah dan belajar dari bawah. Belajar dari bawah adalah cara belajar yang langsung dari orang desa, dengan mencoba memahami sistem pengetahuan yang dimilikinya dan menggali ketrampilan teknisnya. Selain itu, belajar dari bawah mengandung makna bahwa orang luar harus belajar menghayati kehidupan

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015

5


WARTA UTAMA orang miskin di perdesaan, mencoba merasakan kehidupan dari sisi orang yang menderita. Dalam sudut pandang lain, membangun harus dimaknai sebagai upaya memberdayakan, berdaya bersama. Konsep ini pula yang nampaknya mencoba digagas Jokowi-JK dalam agenda pembangunan lima tahun masa pemerintahannya.

Membangun dari Pinggiran Akhir September 2015 lalu, empat bulan setelah dilantik menjadi Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Surya Chandra Surapaty dipanggil Presiden Joko Widodo di Istana Negara. Selain melaporkan kinerja program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK), momen tersebut juga dimanfaatkan Surya untuk mengenalkan Kampung KB kepada Presiden Jokowi. Surya menyodorkan gerakan revitalisasi program KKBPK melalui Kampung KB. “Kami mengajak Pak Presiden me-launching Kampung KB,”

kata Surya ketika ditanya sejumlah wartawan usai menemui Presiden. Terintegrasi dalam Kampung KB, sambung Surya, terdapat rumah sehat. Rumah Sehat merupakan tempat di mana para keluarga, para ibu, mengembangkan program bina keluarga balita, bina keluarga remaja, dan bina keluarga lansia. “Jadi, kita harapkan keluarga akan makin sejahtera setelah mengikuti program KB. Akan lebih sejahtera dengan mengikuti program-program pembangunan keluarga, yaitu tri bina tadi,” ungkap Surya. Surya mengatakan, Kampung KB akan dibangun di wilayah padat penduduk, seperti perkampungan nelayan atau sejenisnya. Kampung KB jadi percontohan program KKBPK. Program keluarga sejahtera, kampanye pembinaan anak, dan kampanye menjadi orang tua hebat akan mengisi kampung ini. “Program KB ada di situ. Pembangunan keluarga dan program kependudukan ada di situ. Pilot project-nya satu kampung dulu, di daerah padat

penduduk dan miskin,” ujar Surya. Lebih dari itu, Surya menyebut Kampung KB merupakan sebuah cara BKKBN dalam menggalakkan program revolusi mental berbasis keluarga. “Presiden menekankan, kami harus kerja keras untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk,” kata Surya. Dalam kesempatan terpisah, Surya menjelaskan, bahwa konsep Kampung KB sejalan dengan program Nawacita yang diusung Jokowi-JK. Rangkuman visi “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong tersebut dikonkretkan dengan sembilan agenda pembangunan. Poin ketiga dari sembilan agenda tersebut adalah “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daaerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.” “Ukuran pembangunan sekarang kita geser, jangan hanya beradsarkan pertumbuhan ekonomi makro yang ternyata sulit menetes ke bawah. Kenapa kita tidak membangun dari bawah,

KAMPUNG KB TASIKMALAYA

6

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015


WARTA UTAMA dari desa. Membangun dari Pinggiran sebagaimana menjadi agenda pembangunan Nawacita. Jangan hanya infrastruktur, tetapi juga manusianya. Inilah yang kita sebut dengan Kampung KB,” tandas Surya di hadapan sekitar 4.000 petugas lini lapangan program KKBPK yang berkumpul di Sasana Budaya Ganesha akhir November 2015. Surya tidak memungkiri bahwa konsep Kampung KB yang diusung BKKBN sebenarnya sudah hadir di Jawa Barat dalam beberapa tahun terakhir. Prakarsa Jawa Barat tersebut bakal ditransformasi menjadi agenda nasional. Surya menargetkan Kampung KB berdiri di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia pada 2016 mendatang. Sebagai titik awal, pilot project Kampung KB akan diluncurkan di Jawa Barat. “Mari kita membangun Indonesia dari desa. BKKBN merencanakan dan telah disetujui Presiden Jokowi untuk meluncurkan program Kampung KB pada Januari 2016 mendatang. Rencananya, Kampung KB diluncurkan Presiden Jokowi di Kabupaten Pangandaran atau Kabupaten Cirebon. Ini akan menjadi pilot project di Indonesia,” ujar Surya disambut tepuk tangan meriah ribuan petugas lini lapangan KB.

Babak Baru Program KB Di bagian lain, Surya mengingatkan bahwa program KB bukan semata-mata urusan pemerintah pusat. Babak baru ini datang seiring lahirnya Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda). UU ini secara tegas mengelompokkan urusan pengendalian

KAMPUNG KB KOTA BANDUNG

penduduk dengan keluarga berencan (KB). Dibanding UU Pemda sebelumnya, jelas ini merupakan lompatan besar. Menurut UU ini, urusan pengendalian penduduk dan keluarga berencana masuk dalam klasifikasi urusan wajib nonpelayanan dasar. Ini merupakan bagian dari urusan pemerintahan konkuren, yakni adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota. Pembagian urusan ini diatur dalam Pasal 11 dan 12. Pengendalian penduduk dan KB menjadi bagian dari 18 urusan wajib di luar pelayanan dasar. “Prorgram kependudukan dan KB menjadi hal yang wajib dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Untuk pusat sendiri mengelola 10 subkewenangan, antara lain adalah petugas lapangan KB, penyuluh KB akan dikembalikan dan dikelola oleh pusat. Jadi mereka nanti adalah aparatur sipil negara, pegawai pusat yang direkrut oleh pusat dan dilatih, serta diberikan sertifikasi KB dan penyuluh KB,” jelasnya.

Lebih spesifik pembagian urusan pengendalian penduduk dan keluarga berencana dijelaskan dalam matriks pada lampiran UU Pemda. Mengacu kepada matriks tersebut, urusan pengendalian penduduk dan KB meliputi empat sub urusan, meliputi: 1) Pengendalian penduduk; 2) Keluarga berencana; 3) Keluarga sejahtera; 4) Standardisasi dan sertifikasi. Dari empat sub urusan tersebut, pemerintah pusat memiliki kewenangan paling besar, terutama dalam KB dan standarisasi dan sertifikasi. Bahkan, poin keempat ini mutlak urusan pemerintah pusat. Khusus sub urusan KB, pemerintah pusat memiliki kewenangan dan bertangung jawab atas lima aspek, pemerintah provinsi dua aspek, dan pemerintah kabupaten/kota sebanyak empat aspek. Pemerintah provinsi “hanya” berwenang dalam 1) Pengembangan desain program, pengelolaan dan pelaksanaan advokasi, komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pengendalian penduduk dan KB sesuai kearifan budaya lokal;

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015

7


WARTA UTAMA 2) Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan tingkat daerah provinsi dalam pengelolaan pelayanan dan pembinaan kesertaan ber-KB. Di sisi lain, pemerintah pusat tetap bertanggung jawab atas pengelolaan dan penyediaan alat dan obat kontrasepsi untuk kebutuhan pasangan usia subur (PUS) nasional. Sementara pemerintah kabupaten dan kota bertanggung jawab dalam pengendalian dan pendistribusian kebutuhan alat dan obat kontrasepsi serta pelaksanaan pelayanan KB di Daerah kabupaten/kota. Secara umum, UU anyar ini menjadi semacam jalan ke arah pembentukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD) sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangunan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (PKPK). Terlebih bila kehadiran Kementerian Kependudukan benar-benar menjadi kecanyataan. Dengan dua instrumen tambahan tersebut,

pembangunan yang bertumpu pada kependudukan optimistis bisa segera diwujudkan.

royong, maka rapor merah di 2014 akan terulang lagi di 2019,” keluh Surya.

Ego Sektoral Jadi Hambatan

Untuk itu, ia meminta seluruh jajaran pengelola program KKBPK di pusat dan daerah bersama-sama membangun misi dalam bingkai revolusi mental. Revolusi mental, imbuh Surya, pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi. Etos kerja, integritas, dan gotong royong yang menjadi nilai dari revolusi mental dapat dicapai melalui komunikasi.

Pada kesempatan lain, Surya mengeluhkan masih adanya ego sektoral pemerintahan dalam pembangunan. Inilah yang kemudian menghambat suksesnya program pembangunan, termasuk program KKBPK. “Saat ini di pemerintah pun masih ada egoisme sektoral, masing-masing jalan sendiri. Tidak ada komunikasi. Salah satu kelemahan kita adalah tidak mampu berkomunikasi,” kata Surya saat membuka kegiatan Workshop Penguatan Manajemen Operasional Program KKBPK Lini Lapangan di Hotel Amarosa Bandung, Oktober 2015 lalu. Menurutnya, ada peluang yang bisa dimaksimalkan bila mampu berkomunikasi dengan seluruh pihak. “BKKBN punya anggaran, pemerintah daerah juga punya, anggaran desa juga ada. Kalau tidak dimanfaatkan secara gotong

Dia menegaskan, pengendalian kuantitas dan peningkatan kualitas perlu dilakukan secara bersamaan. Kuantitas dapat dikendalikan dengan pengaturan kelahiran, melalui KB dan pendewasaan usia perkawinan (PUP). Sedang aspek kualitas berhubungan dengan kompetensi dan karakter. Secara kompetensi, penduduk Indonesia masih rendah karena rata-rata lama sekolah tidak sampai tamat SMP. Ini diperburuk dengan karakter yang lemah. “Karakter yang belum merdeka. Itulah problem kita dalam hal kualitas penduduk,” tandas Surya.(NJP/HK)

Agenda Pembangunan Nawacita 1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. 2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.

3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerahdaerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. www.menpan.go.id

8

4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.

5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional. 7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. 8. Melakukan revolusi karakter bangsa. 9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015


WARTA UTAMA

GANG KONTRASEPSI

KAMPOENG KB KARYA INOVATIF KOTA BANJAR Lebih Dekat dengan Kampoeng KB di Kota Banjar INISIATIF ITU DATANG DARI PERWAKILAN BKKBN JAWA BARAT. DALAM RANGKA MENGGERAKKAN PROGRAM KB (KINI MELUAS MENJADI KKBPK), PADA AWAL 2010 LALU BKKBN MEMPRAKARSAI PEMBENTUKAN KAMPUNG KELUARGA BERENCANA (KB) DI KABUPATEN DAN KOTA. RESPONSNYA BERAGAM, ADA YANG MENYAMBUT ANTUSIAS ATAU ALAKADARNYA. SALAH SATU SAMBUTAN ANTUSIAS TERSEBUT DATANG DARI WALI KOTA BANJAR SAAT ITU, HERMAN SUTRISNO. HASILNYA BISA DILIHAT SAMPAI SEKARANG. KAMPUNG KB TUMBUH BERSAMA MASYARAKAT.

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015

9


WARTA UTAMA

L

ini lapangan (below the line) menjadi tema sentral pembangunan program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) di Jawa Barat sejak 2010-an. Sejumlah kegiatan monumental digulirkan. Pada saat yang sama, kegiatankegiatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat digalakkan. Kampung KB termasuk salah satu terobosan yang didesain khusus untuk menggerakkan program KKBPK di tingkat dusun alias kampung. “Ibarat pohon yang daunnya rindang tapi akarnya jarang, lambat laun akan tumbang. Tapi bila akarnya kuat, daunnya akan lebat dan buahnya padat,” ungkap Rukman Heryana, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat saat itu sekaligus inisiator Kampung KB beberapa waktu lalu. “Program KB pun demikian. Walaupun kebijakannya cukup mapan, strateginya terinci, namun bila lini lapangan tidak punya kekuatan. Ini akan sangat berpengaruh pada peningkatan kelahiran. Penduduk tak dapat dikendalikan,” Rukman menambahkan. Nah, di Kota Banjar, ide cerdas itu disambut sukacita Wali Kota Herman Sutrisno. Herman yang dikenal pro rakyat segera menindaklanjuti pesan Jawa Barat untuk segera menggilirkan pembentukan Kampung KB. Pada tahap awal, Kampung KB dibentuk di delapan lokasi yang tersebar di empat kecamatan. Penetapan lokasi dituangkan melalui sebuah Keputusan Wali Kota Banjar Nomor 476/ Kpts. 70.a-BKBPP/2011 tentang Wilayah Pembentukkan Kampoeng Keluarga Berencana di Kota Banjar Tahun 2011.

10

BALE SAWALA

Kedelapan lokasi tersebut meliputi: Kampung Cikapundung Desa Neglasari dan Balokang Patrol Desa Jajawar di Kecamatan Banjar, Kampung Pananjung Desa Sinartanjung dan Kampung Sukamanah Desa Pataruman di Kecamatan Pataruman, Kampung Sindang Galih Desa Rejasari dan Kampung Sukahurip Desa Langensari di Kecamatan Langensari, dan Kampung Cikadu Desa Karangpanimbal dan Kampung Wargamulya Desa Purwaharja di Kecamatan Purwaharja. Jumlah ini terus bertambah dari tahun ke tahun seiring perluasan kebijakan Kampung KB itu sendiri. “Kampoeng KB ini mencoba memadukan konsep pembangunan terpadu bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera (KBKS). Yakni, salah satu upaya menjadikan program KBKS sebagai program yang diselenggarakan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Kampoeng KB berupaya memberdayakan dan memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk

memperoleh pelayanan total program KB sebagai upaya mewujudkan keluarga sejahtera yang berkualitas,” terang Obang Subarman, Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Kota Banjar, saat ditemui tim duaanak.com di ruang kerjanya belum lama ini. Selain mendapat anjuran BKKBN Jabar, Obang beralasan pihak Pemerintah Kota Banjar merasa perlu mengembangkan Kampoeng KB karena semakin lemahnya eksistensi program KB atau KKBPK di masyarakat. Advokasi dan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) juga belum sesuai dengan segmentasi sasaran. Ini ditandai dengan menurunnya partisipasi masyarakat dalam program KB. Padahal, program KB merupakan salah satu program pelayanan kepada masyarakat yang terbukti mampu menjadi daya ungkit utama indeks pembangunan manusia (IPM) bidang kesehatan. Atas pertimbangan tersebut, Kota Banjar mantap mengembangkan Kampoeng KB. Model ini dipilih untuk

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015


WARTA UTAMA mengintegrasikan progam kependudukan, KB-KS, dan pemberdayaan perempuan maupun program lainnya. Integrasi ditetapkan untuk memudahkan pengelolaan operasional program secara optimal. Pada saat yang sama dilakukan penggalian potensi sumber daya manusia program KKBPK di tingkat lapangan. “Pengembangan Kampoeng KB ini bertujuan meningkatkan peran serta masyarakat sekaligus meningkatkan koordinasi, kerjasama, dan integrasi program. Tujuan lainnya meningkatkan advokasi dan KIE program KB kepada kelompok sasaran dan pemangku kepentingan lainnya. Ditinjau dari sudut pandang program KB, Kampoeng KB dibentuk untuk mengoptimalkan pelaksanaan mekanisme operasional lini lapangan. Juga mengoptimalkan 10 langkah kerja petugas lapangan KB maupun institusi masyarakat perdesaan,” jelas Obang yang pada saat ditemui turut didampingi Sekretaris BKBPP dan Kepala Bidang KB dan Kepala Bidang Keluarga Sejahtera. Lebih jauh Obang menjelaskan, pengembangan Kampoeng KB di Kota Banjar menggunakan lima strategi. Pertama, masyarakat memiliki kemampuan dan kemandirian. Kedua, menggunakan potensi sumber daya yang ada di daerah berangkutan. Ketiga, mampu mengatasi masalah sekaligus memenuhi kebutuhan masyarakat. Keempat, dapat meningkatkan dan mempertahankan taraf kehidupan masyarakat. Kelima, turut membangun masyarakat.

dan untuk masyarakat itu sendiri. Tujuan akhirnya tentu pembangunan masyarakat itu sendiri. Kami pemerintah hanya menstimulasi dan melakukan pendampingan. Selebihnya menjadi tanggung jawab masyarakat. Beberapa Bale Sawala yang menjadi pusat kegiatan Kampoeng KB dibangun atas swadaya masyarakat. Kami hanya memfasilitasi dan menyediakan dana stimulan,” Kepala Bidang Keluarga Sejahtera BKBPP Kota Banjar Eti Supartini turut menambahkan. Eti yang pagi itu turut mengantar tim duaanak.com ke Kampung KB di Dusun Cigadung, Desa Karyamukti, Kecamatan Pataruman menjelaskan lebih lanjut, indikator utama Kampoeng KB sesungguhnya menjadi indikator program KB itu sendiri. Yakni, bagaimana pasangan usia subur (PUS) berpartisipasi dalam program KB. “Secara lebih khusus, Kampoeng KB diharuskan memiliki prevalensi kontrasepsi atau kesertaan KB minimal 65 persen. Di Kampoeng KB juga berlangsung kegiatan bina keluarga, baik balita (BKB), remaja (BKR), maupun lansia (BKL). Kegiatan-kegiatan tersebut dikelola secara aktif oleh kader KB, sub Pos KB, Pos KB Desa,

dan kader Posyandu. Kampoeng KB juga memiliki peta keluarga setiap RT,” papar Eti. Eti lantas menunjukkan peta keluarga hasil pendataan keluarga dari enam RT yang menggantung di Bale Sawala Dusun Cigadung. Di sudut lain, Bale Sawala juga menyajikan papan informasi kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga. Bale Sawala juga menjadi tempat pertemuan rutin kader maupun kegiatan lainnya. Tidak jauh dari bangunan bambu tersebut tampak berderet pot dari bahan polister yang di atasnya tumbuh sejumlah jenis sayuran. “Di sini juga berlangsung kegiatan pemberdayaan ekonomi keluarga melalui usaha peningkatan pendapatan keluarga sejahtera (UPPKS) maupun pelayanan KB itu sendiri. Secara khusus, Kampoeng KB ini memiliki tim kerja atau pengurus yang berasal dari masyarakat setempat. Sebagian besar Ketua Kampoeng KB juga merupakan kepala kampung atau kepala dusun. Dengan begitu, dukungan datang dari pemerintahan maupun tokoh masyarakat. Menurut kami, dukungan itu menjadi salah satu faktor penentu suksesnya Kampoeng KB di Kota Banjar,” papar Eti.(NJP)

OBANG SUBARNA

“Kampoeng KB didesain sebagai upaya pemberdayaan masyarakat terhadap program KB. Kegiatannya dikelola berdasarkan prinsip dari, oleh,

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015

11


WARTA UTAMA

Ini Dia Wa jah Kampung KKB di Sukabumi

PEMBANGUNAN TERPADU ALA KAMPUNG KKB SUKABUMI SALAH SATU CONTOH KONKRET KEBERHASILAN PROGRAM KKBPK DI KABUPATEN SUKABUMI ADALAH HADIRNYA KAMPUNG KELUARGA KECIL BERKUALITAS ALIAS KAMPUNG KKB. KAMPUNG KKB MERUPAKAN SEBUAH MODEL PEMBANGUNAN TERPADU YANG BERPUSAT PADA KEPENDUDUKAN.

A

da yang menarik ketika membuka dokumen perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sukabumi 2010-2015. Pada Bab VII tentang Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Daerah terdapat poin ke-29 tentang Program Keluarga Kecil yang Berkualitas. Terutama pada bagian penanggung jawab

12

program. Di sana tertulis penanggung jawab program adalah BKKBD dan seluruh OPD. Poin ini menjadi menarik karena tidak ada program lain yang mencantumkan seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) sebagai penanggung jawab. Dalam pelaksanaannya, Program Keluarga Kecil yang Berkualitas ini diwujudkan dalam bentuk model pembangunan terpadu

kependudukan Kampung Keluarga Kecil Berkualitas (Kampung KKB). Model ini merupakan bentuk paling konkret pembangunan berwawasan kependudukan yang menjadikan kependudukan sebagai titik sentral pembangunan (peoplecentered development). Kependudukan sebagai titik sentral pembangunan ini tertuang secara tegas dalam Undang-undang Nomor

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015


WARTA UTAMA tingkat rukun warga (RW) atau lazim disebut kampung. Dalam sebuah wawancara khusus dengan Majalah Warta Kencana, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Daerah (BKKBD) Kabupaten Sukabumi Ade Mulyadi menjelaskan, konsep terpadu karena model ini menggulirkan kegiatan lain yang berkaitan dengan pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lain-lain. Dalam pengelolaannya, Kampung KKB melibatkan sejumlah pemangku kepentingan lain di luar BKKBD Kabupaten Sukabumi.

MEKANISME KAMPUNG KKB

52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (PKPK) maupun dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Mengacu kepada UU PKPK, perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga berdasarkan prinsip kependudukan sebagai titik sentral kegiatan pembangunan dan pengintegrasian kebijakan kependudukan ke dalam pembangunan sosial budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup. Digagas kali pertama pada 2011 lalu, Kampung KKB memang didesain menjadi model pembangunan terpadu berwawasan kependudukan di level mikro. Karena itu, lokus Kampung KKB berada di

Penjelasan ini sejalan dengan definisi operasional Kampung KKB sebagaimana tertuang dalam Pedoman Penggerakkan Program Kependudukan dan Keluarga Berencana Melalui Model Kampung KKB yang diterbitkan BKKBD Kabupaten Sukabumi. Di sana dijelaskan, “Kampung KKB adalah implementasi operasional pengendalian kependudukan, keluarga berencana, dan pemberdayaan perempuan dengan program-program lintas sektor terkait yang terintegrasi dan dikelola dari, oleh, dan untuk masyarakat melalui pemberdayaan serta memberikan kemudahan/ akses terhadap masyarakat untuk memperoleh pelayanan, khususnya bidang kesehatan, kependukan, KB dan PP, pendidikan dan peningkatan ekonomi keluarga, serta program pembangunan sektor lainnya menuju terbentuknya keluarga kecil berkualitas.” Integrasi juga bisa dilihat dari interkoneksi sejumlah program dan pada pihak dalam penggarapan model Kampung KKB. Kepala Sub Bidang Pemberdayaan Ekonomi Keluarga dan Bina Ketahanan Keluarga BKKBD Kabupaten Sukabumi Unang

Suhendi merinci apa saja yang berhubungan dengan Kampung KKB serta afiliasinya dengan lembaga lain. Hubungan antarpihak tersebut bisa sederhanakan dalam skema di bawah ini. Dari skema tersebut tampak adanya saling hubungan antar sasaran dan program yang digulirkan. Pelayanan kesehatan yang menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan secara khusus menggarap ibu hamil (Bumil), ibu bersalin (Bulin), dan ibu menyusui alias meneteki (Buteki). Pada saat yang sama, Dinas Kesehatan juga menggulirkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) bagi seluruh warga kampung. Di sisi lainnya, anak-anak usia 0-13 tahun yang dibagi ke dalam sub kelompok umur mandapat intervensi program Bina Keluarga Balita (BKB) hingga Bina Keluarga Remaja (BKR) maupun pendidikan anak usia dini (PAUD). Sadar bahwa ikhtiar pembangunan kependudukan butuh keterlibatan banyak pihak, Kampung KKB mencoba berbagi peran secara lebih spesifik. Pembagian peran ini berlangsung dari mulai tingkat kabupaten hingga kader di tingkat rukun tetangga (RT). Seluruh pejabat struktural dan fungsional BKKBD Kabupaten Sukabumi bertindak sebagai tim fasilitasi. Camat sebagai penanggung jawab umum pembangunan di tingkat kecamatan dan UPTB Kecamatan, UPTD Kecamatan, dan TP PKK Kecamatan dilibatkan sebagai pembina teknis operasional. Adapun kepala desa atau lurah berperan sebagai penaggung jawab umum pembangunan di tingkat desa/kelurahan terlibat dalam kegiatan evaluasi dan pembinaan. Adapaun institusi

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015

13


WARTA UTAMA masyarakat perdesaan (IMP) dan pengelola lini lapangan merupakan ujung tombak penggerakkan Kampung KKB.

Mekanisme Pembentukan Pembentukan Kampung KKB diawali dengan rapat persiapan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait di tingkat kabupaten. Hasil rapat ini ditindaklanjuti dengan workshop tingkat kabupaten. Workshop bertujuan memberikan pemahaman tentang konsep Kampung KKB, termasuk indikator di dalamnya. Di tingkat kecamatan berlangsung lokakarya mini yang diikuti pemangku kepentingan tingkat kecamatan dan calon desa sasaran. Lokakarya ini menghasilkan desa lokasi, tim pembina, dan rencana kerja pelatihan dan pembinaan. Kemudian, hasil lokakarya ditindaklanjuti dengan pelatihan kader desa/kelurahan dengan target setiap kader mampu melaksanakan kegiatan Kampung KKB.

lapangan keluarga berencana (PLKB) di tingkat desa melakukan studi pendahuluan untuk mengetahui keberadaan institusi masyarakat, Koordinator PPKBD, PPKBD, Sub PPKBD maupun Poktan Bina Ketahanan Keluarga, dan UPPKS di tingkat RT. Dari potensi di atas terlihat keadaan institusi, kelompok kerja, team operasional, maupun kelompok kegiatan yang ada di tingkat kecamatan, desa, RW, dan RT. Data tersebut menggambarkan keberadaan, ada atau tidak ada, dan keberfungsian yang ditandai oleh aktif atau tidak aktif. Dari analisis keberadaan, ketidakhadiran institusi masyarakat maupun kelembagaan dibutuhkan dalam penggarapan.

Pendataan Implementasi Kampung KKB sangat ditentukan oleh data keluarga di setiap wilayah. Karena itu, operasionalisasi diawali dengan pendataan dan pemetaan yang dilakukan petugas lini lapangan, seperti PLKB, penyuluh keluarga berencana (PKB), tenaga penggerak desa (TPD), dan tenaga kerja kontrak di setiap desa. Pemetaan didasarkan pada data mikro keluarga, yaitu R/I/KS dan R/I/MDK serta R/I/PUS. Data mikro tersebut dianalisis untuk menentukan sasaran, potensi, dan permasalahan yang berkaitan dengan program KKBPK di desa atau kelurahan binaan. Data mikro keluarga menyediakan empat informasi utama, meliputi data demografi,

Lokakarya juga berlangsung di tingkat desa. Hasilnya berupa lokasi Taman Posyandu, 5-8 calon kader, rencana kerja pengelola, dan rencana kerja gerakan swadaya masyarakat. Pemahaman pola operasional ini mendapat supervisi dari tim yang dibentuk di tingkat kabupaten yang juga berperan dalam pelatihan pembina desa atau kelurahan. Setelah itu, bergulirlah Kampung KKB di tingkat RW. Hasil pendataan dan segmentasi kelompok sasaran dimantapkan dengan intervensi program dan kunjungan rumah. Mengawali penetapan lokasi sasaran, kepala unit pelaksana teknis badan (UPTB) BKKBD di tingkat kecamatan dan petugas

14

GAPURA KAMPUNG KKB

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015


WARTA UTAMA data KB, data tahapan keluarga sejahtera, dan data anggota keluarga. Data yang sudah dianalisis dan menjadi informasi tentang KKBPK disosialisasikan kepada masyarakat, ketua RW/RT, aparat pemerintah desa/kelurahan, tokoh-tokoh masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat. Data ini menjadi bahan dalam penyususunan perencanaan pembangunan tingkat desa atau kelurahan.

Perencanaan dan Kesepakatan Perencanaan program KKBPK di tingkat desa atau kelurahan disusun awal tahun anggaran berdasarkan hasil analisis pendataan keluarga yang telah disosialisasikan kepada pemangku kepentingan di

tingkat desa/kelurahan. Petugas lapangan menyiapkan data dan informasi tentang permasalahan dan kebutuhan program untuk diajukan dalam perencanaan pembangunan desa/kelurahan. Forum-forum yang digunakan untuk menyusun perencanaan tersebut antara lain Musrenbangdes, PNPM, ADD. Nah, para PLKB menerjemahkan rencana tahunan ke dalam bulanan dan minggguan untuk mencapai target kinerjanya. Rencanarencana tersebut yang kemudian disodorkan kepada pemangku kepentingan untuk mendapat dukungan dari semua pihak. Targetnya adalah menjadikan program KKBPK sebagai agenda bersama. Pelaksanaan Operasional Operasional Kampung KKB memiliki kemiripan dengan mekanisme kerja operasional PLKB. Selain pada kegiatan pendataan, perencanaan dan komitmen, maupun pada langkah lanjutan kegiatan, seperti KIE program KKBPK dan pelayanan KB dan keluarga sejahtera (KS). Bedanya, Kampung KKB mengakomodasi program pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA), gizi keluarga, pelayanan pendidikan, dan PAUD. Kegiatan KIE dilakukan bersama-sama dengan kader, tokoh agama dan tokoh masyarakat melalui KIE individu atau kunjungan ke rumah sasaran. Kegiatan pelayanan KB dan KS dilakukan bersama-sama dengan tenaga kesehatan di tingkat desa dalam melakukan pelayanan kontrasepsi. Kegiatan pelayanan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak erat kaitannya dengan

pemenuhan kebutuhan administrasi kependudukan bagi anak dan keluarga serta kasus kekerasan dalam keluarga. Kegiatan pelayanan KIA meliputi pemenuhan aspek kesehatan dasar bagi bayi dan anak di bawah usia lima tahun (Balita). Dalam perkembangannya, kegian pelayanan berkembang sesuai dengan dinamika masyarakat di kampung yang bersangkutan dan intervensi program dari SKPD lain di luar BKKBD. Beberapa kegiatan tersebut di antaranya adalah Rumah Pangan Lestari, keaksaraan fungsional, budidaya lele, dan lain-lain. Kepala BKKBD Kabupaten Sukabumi menjelaskan, Rumah Pangan Lestari merupakan konsep swadaya pangan yang dikembangkan Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Sukabumi. Melalui kegiatan ini, setiap keluarga diajak memanfaatkan pekarangan dan lahan kosong lainnya untuk ditanami tanaman pangan keluarga. Adapun budidaya lele dikembangkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan bagi keluarga peserta KB.

Pengendalian dan Evaluasi Menutup rangkaian kegiatan Kampung KKB adalah pengendalian dan evaluaasi. Kegiatan ini dilakukan pengelola program KKBPK lini lapangan melalui pencatatan dan pelaporan. Kegiatan ini meliputi evaluasi proses pelaksanaan kegiatan di masing-masing wilayah dan pencatatan hal-hal yang perlu diperhatikan dan ditindaklanjuti. Sampai 2014 ini, model Kampung KKB sudah dikembangkan di 120 RW yang

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015

15


WARTA UTAMA tersebar di 110 desa dan 18 kecamatan. Sebagai model, BKKBD menargetkan setiap bisa terbentuk secara bertahap di seluruh RW di Kabupaten Sukabumi. Meski tidak menyandang predikat Kampung KKB, BKKBD menargetkan RW lain terinspirasi untuk mengembangkan kegiatankegiatan Kampung KKB di masing-masing RW.

Indikator Keberhasilan Sebagai sebuah proses, indikator ketercapaian model Kampung KKB tidak sematamata melihat hasil. Keberhasilan juga didasarkan pada masukan (input), proses, dan hasil kegiatan (output). Keberhasilan input ditandai dengan jumlah PLKB/PKB proporsional, ketersediaan dukungan operasional (anggaran) untuk program KKBPK dari APBD dan APBN maupun sumber dana lain, seperti PNPM, anggaran dana desa (ADD), program keluarga harapan (PKH), Jamkesmas atau Jamkesda, Jampersal, corporate social responsibility, dan lain-lain. Juga menyangkut ketersediaan sarana operasional, baik kontrasepsi maupun sarana pendukung lainnya. Keberhasilan proses ditentukan berdasarkan pada: 1) Peningkatan frekuensi dan kualitas kegiatan advokasi dan KIE; 2) Peningkatan kualitas pelayanan KB dan KR; 3) Pertemuan berkala kelompok kegiatan BKB, BKR, BKL, UPPKS, pertemuan IMP, staf meeting, dan lokakarya mini; 4) Pelayanan Taman Posyandu (PAUD, Kesehatan/Posyandu dan BKB), isbat nikah dan surat nikah, akta kelahiran, KTP, bimbingan teknis bagi petugas lini lapangan dan IMP.(*)

16

CARA KARANGANYAR MEMBANGUN KB DARI DESA

T

ak salah bila Yayasan Cipta Cara Padu (YCCP), mitra lokal program Advance Family Planning (AFP) dan Improving Contraceptive Method Mix (ICMM) di Indonesia, memilih Kabupaten Karanganyar sebagai salah satu contoh konkret keberhasilan daerah dalam pembangunan keluarga berencana (KB). Salah satu kabupaten di Jawa Tengah ini sukses mengembangkan konsep segitiga emas dalam optimalisasi program KB. Berbicara di hadapan peserta Pertemuan Pembelajaran Program AFP dan ICMM beberapa

waktu lalu, Bupati Karanganyar Juliyatmono menjelaskan, segi tiga emas program KB diimplementasikan berupa pembentukan tim KB di tingkat desa, optimalisasi bidan desa, dan pengalokasian dana desa untuk mendukung program KB. Jumlahnya lumayan, 10 persen dari anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) dialokasikan untuk program KB. “Bagi sebagian kalangan, bicara KB itu ada yang merasa traumatik. KB seperti kembali ke masa Orde Baru. Nah, kami di Kabupaten Karanganyar mengusung konsep baru KB, yakni keluarga

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015


WARTA UTAMA Dalam diskusi yang dipandu presemter kondang Muhammad Farhan tersebut Juliyatmoko menjelaskan konsep keluarga berkualitas yang dikembangkan daerahnya. Yakni, keluarga yang mampu membangun dirinya secara mandiri, setiap keluarga minimal harus mampu menghayati, memiliki, dan berperan dalam delapan fungsi keluarga yang utama secara mantap dan bermanfaat.

BUPATI KARANGANYAR (BAJU PUTIH)

berkualitas. Tema kampanye keluarga berkualitas ini lebih bisa diterima. Kita menyadari bahwa keluarga berkualitas itu lahir dari perencanaan yang baik, jumlah anak yang dikendalikan, dan lainlain,” kata Juliyatmono. Pria kelahiran Juli 1966 yang sempat menjadi juara pidato untuk tema program KB tingkat provinsi ini mengungkap lebih jauh bahwa segi tiga emas yang dikembangkan sematamata dilaksanakan untuk mengoptimalkan pelaksanaan program KB. Pihaknya melibatkan banyak kalangan untuk berpartisipasi langsung dalam program KB. Para pihak ini dihimpun dalam sebuah wadah khusus Tim KB Desa. Sampai saat ini, tim KB desa atau kelompok kerja (Pokja) KB Desa terbentuk di empat desa di dua kecamatan. Jumlah ini berkembang menjadi 162 desa di

16 kecamatan. Dia menerbitkan surat edaran tentang dukungan pembiayaan program KB melalui anggaran di desa, baik APBDes maupun alokasi dana desa (ADD). Dukungan itu juga ditunjukkan dengan menerbitkan edaran bupati tentang Dukungan Program Keluarga Berencana melalui integrasi program/kegiatan SKPD dalam penggerakan sasaran KB MKJP. “Kami juga mengeluarkan surat edaran kepada seluruh SKPD agar Mars KB diperdengarkan atau dikumandangkan sebelum apel pagi. Pembangunan kependudukan harus dilakukan secara lintas sektor sehingga perlu bentuk koordinasi dan pemahaman konsep pembangunan kependudukan. Penempatan penduduk sebagai titik sentral pembangunan tidak saja merupakan program nasional, namun juga komitmen daerah,” tandas Juliyatmono.

Selanjutnya, strategi tersebut tersebut dikembangkan dengan meluncurkan delapan kebijakan pembangunan keluarga berkulitas. Pertama, peningkatan kualitas anak dengan pemberian akses informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan tentang perawatan, pengasuhan dan perkembangan anak. Kedua, peningkatan kualitas remaja dan generasi muda dengan pemberian, informasi, pendidikan, konseling dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga dan pencegahan dan penanganan bahaya narkotika. Ketiga, peningkatan kualitas hidup lansia agar tetap produktif dan berguna bagi keluarga dan masyarakat dengan pemberian kesempatan untuk berperan dalam kehidupan keluarga. Keempat, pemberdayaan keluarga rentan dengan memberikan perlindungan dan bantuan untuk mengembangkan kualitas diri setara dengan keluarga lainnya. Kelima, peningkatan kualitas lingkungan keluarga. Keenam, peningkatan akses dan peluang terhadap penerimaan informasi dan sumberdaya ekonomi melalui usaha mikro keluarga. Ketujuh, pengembangan cara-cara inovatif untuk memberikan bantuan yang lebih efektif bagi keluarga miskin. Kedelapan, penyelenggaraan upaya penghapusan kemiskinan ditujukan secara khusus kepada wanita.(NJP)

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015

17


Potret Kampung KB Jawa Barat


KIE Kreatif Melalui Seni Budaya


WARTA JABAR

KIE KREATIF DI ARENA CAR FREE DAY

KOMISI IX GAGAS KEMBALI UU PERKAWINAN BARU

S

etelah sempat kandas di tangah Mahkamah Konstitusi (MK), upaya mendongkrak usia kawin terus dilakukan. Yang terbaru, Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Dede Yusuf Macan Effendi mengaku tengah menyiapkan draft rancangan undangundang (RUU) baru tentang perkawinan. Alasannya, batas usia kawin pertama 16 tahun sudah tidak relevan lagi.

20

“Kita masih memperjuangkan agar-agar Undang-undang Perkawinan diperbaiki. Kalau bisa batas usia kawin bagi perempuan itu bisa 21 atau setidaknya 20 tahun. Alasannya memang bukan soal agama saja, tapi kita berbicara dari bagaimana menyelamatkan ibu dan bayi. Berusaha menekan angka kematian ibu dan kematian bayi akibat perkawinan yang terlalu dini,” tandas Dede Yusuf saat ditemui di sela Sosialisasi KIE (komunikasi,

informasi, dan edukasi) Program KB Melalui Gerak Jalan Santai Bersama Kang Dede Yusuf yang bersamaan dengan car free day (CFD) di Jalan Buah Batu, Bandung, awal Oktober 2015. Salah seorang petinggi Partai Demokrat ini tidak memungkiri revisi atau kemunculan undangundang baru tentang perkawinan bakal memunculkan perdebatan panjang, terutama dari kalangan agamawan. Di Senayan sendiri, potensi perdebatan diperkirakan ada di Komisi VIII yang di

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015


WARTA JABAR dalamnya membidangi bidang agama.

usia perkawinan perempuan menjadi 18 tahun.

“Kami di Komisi IX melihat dari aspek kependudukan dan kesehatan. Mungkin masih akan menjadi perdebatan panjang di Komisi VIII. Kami berharap teman-teman di Komisi VIII turut mempertimbangkan aspek kemanusiaan juga. Kita harus akui masih banyak anak-anak perempuan kita yang dinikahkan pada usia muda, bahkan di daerah perkebunan masih ada yang menikah pada usia 14 tahunan. Mereka nikah, lalu cerai, jadi TKW, pulang nasibnya tidak berubah pula. Ini masalah kemanusiaan, semua harus peduli,” kata Dede.

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu dikritik pemohon uji materi atas undang-undang itu, seperti Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Yayasan Kesehatan Perempuan, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, dan Aliansi Remaja Independen. Penolakan revisi itu memberi peluang terjadinya perkawinan usia dini yang rentan memicu kematian ibu, penelantaran anak, dan pemiskinan perempuan.

Lagi pula, sambung dia, ditinjau dari aspek kesehatan, organ reproduksi perempuan pada usia kurang dari 20 tahun belum matang. Ini berakibat pada meningkatnya risiko kematian ibu pada saat melahirkan. Jawa Barat sendiri saat ini termasuk tiga besar daerah dengan angka kematian ibu (AKI) tertinggi di Indonesia. Sementara bagi laki-laki, Dede menilai 25 tahun merupakan usia tepat untuk menikah. Alasannya, pada usia tersebut diasumsikan seorang laki-laki sudah lulus kuliah dan sudah bekerja. “Kalau baru 18 tahun sudah menikah, kemungkinan mereka masih galau,” ujar Ketua Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Jawa Barat ini. Sementara itu, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan untuk merevisi usia minimal perkawinan perempuan 16 tahun pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun, dalam sidang pembacaan putusan uji materi di Jakarta, Kamis (18/6), Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati berpendapat berbeda dengan menyetujui perubahan

Putusan MK dibacakan Patrialis Akbar dan dihadiri tujuh hakim konstitusi lain, yaitu Arief Hidayat, Aswanto, Suhartoyo, Anwar Usman, I Dewa Gede Palguna, Manahan MP Sitompul, dan Maria Farida Indrati. Dari pemohon, hadir sejumlah perwakilan. Dalam amar putusannya, MK menolak revisi Pasal 7 UU No 1/1974 karena tidak ada ajaran agama yang menjelaskan batas usia minimal perkawinan, tetapi hanya persyaratan bahwa calon mempelai sudah akil balig serta bisa membedakan antara yang baik dan buruk. Dinyatakan pula bahwa tidak ada hubungan langsung antara pernikahan anak dan Pasal 7 yang menyatakan usia minimal perkawinan 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki. Perkawinan usia dini itu akibat masalah ekonomi dan rendahnya pendidikan).

Program KB Harus Jadi Prioritas Pemda Di sisi lain, Dede meminta kepala daerah menjadikan program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) sebagai prioritas pembangunan di daerah masing-masing. Dede mengungkapkan hal itu saat

berorasi di hadapan massa peserta car free day (CFD) Jalan Buah Batu pada Minggu pagi 4 Oktober 2015. “Program KB harus menjadi perhatian daerah-daerah yang tingkat pertumbuhan penduduknya tinggi seperti di Kota Bandung ini. Pertambahan penduduk akan berdampak pada kebutuhan lahan maupun pangan. Ini juga akan memicu permasalahan sosial, seperti masalah pendidikan dan lapangan kerja. Akibatnya, kesempatan pendidikan akan berkurang, kesempatan kerja berkurang, kesempatan mendapatkan hunian akan berkurang, dan seterusnya,” kata Dede Yusuf. Mantan wakil gubernur Jawa Barat ini melanjutkan, “Sekarang Buah Batu saja sudah padat. Kita harus memikirkan bagaimana nanti anak-anak kita, generasi yang akan datang, mereka akan tinggal di mana. Artinya, kita harus ikut mengendalikan jumlah penduduk. Pemerintah harus menjadikan program KB sebagai prioritas.” Dia menegaskan bahwa program KB tidak melulu masalah kontrasepsi. Karena itu, program KB tidak serta merta menganggap selesai dengan membelanjakan duit Rp 800 miliar yang dialokasikan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk pengadaan alat dan obat kontrasepsi. BKKBN juga harus menggalakkan kembali upaya sosialisasi program KB atau KKBPK secara massif kepada masyarakat. Aktor laga yang beken berkat film layar lebar Catatan si Boy ini percaya, semakin banyak kegiatan KIE maka akan semakin banyak masyarakat yang terpapar informasi

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015

21


WARTA JABAR program KKBPK. Dengan begitu, diharapkan semakin banyak orang yang memahami dan sadar tentang pentingnya program KKBPK. “Upaya pengendalian penduduk ini salah satunya melalui program KB dalam bentuk pengaturan kelahiran. Walaupun sebenarnya bukan hanya itu. Program KB pada dasarnya menyiapkan keluarga-keluarga yang tangguh, produktif, dan sejahtera. Keluarga-keluarga yang tangguh ini tentu akan menghasilkan anak-anak yang tangguh pula,” terang politikus Partai Demokrat tersebut. Seiring dengan pentingnya program pengendalian penduduk, tambah Dede, maka nomenklatur KB sejatinya tidak hanya menempel pada pemberdayaan perempuan. Lebih dari itu, harus ada perhatian lebih pada aspek kependudukan. Kependudukan juga berkaitan dengan aspek migrasi atau perpindahan penduduk. Dede Yusuf juga meminta pemerintah daerah untuk memberikan insentif khusus kepada para pengelola program KB lini lapangan, terutama PLKB dan penyuluh KB. Mereka merupakan tulang punggung program yang bertugas mendatangi keluarga dan melakuan KIE. “Kami meminta pemerintah kabupaten dan kota turut memberikan support kepada para PLKB. Apalagi tugas PLKB ini makin berat karena jumlahnya tinggal sedikit, dari sebelumnya punya sekitar 80 ribu orang, kini 14 ribu saja. Di sisi lain, jumlah desa terus bertambah. Dalam kasus lain, kepala daerah memindahkan tugas seorang PLKB ke instansi lain, sehingga petugas KB berkurang,” kata dia. (NJP)

22

JANJI BARU PETUGAS LINI LAPANGAN JAWA BARAT Deklarasikan Diri Jadi Laskar KKBPK

K

emegahan gedung konvensi Sasana Budaya Ganesha di Jalan Tamansari, Kota Bandung, menjadi saksi bisu dideklarasikannya Laskar KKBPK (Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga) oleh

sedikitnya 4 ribu petugas lini lapangan se-Jawa Barat. Para petugas ini terdiri atas petugas lapangan keluarga berencana (PLKB), tenaga penggerak desa dan kelurahan (TPD/K), dan motivator ketahanan keluarga (Motekar).

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015


WARTA JABAR Mental sebagai gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala.” Demikian salah satu poin yang dideklarasikan di panggung utama Sasana Budaya Ganesha. Sesaat sebelumnya, Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty menjelaskan, revolusi mental merupakan upaya bangsa Indonesia dalam melunasi janji kesejarahan. Dia menjelaskan, gagasan revolusi mental yang pertama kali dilontarkan Presiden Sukarno pada Peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1956. Soekarno melihat revolusi nasional Indonesia saat itu sedang mandek, padahal tujuan revolusi untuk meraih kemerdekaan Indonesia yang seutuhnya belum tercapai.

DEKLARASI LASKAR KKBPK

Deklarasi disaksikan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Surya Chandra Surapaty, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Jawa Barat Netty Prasetiyani Heryawan, Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Jawa Barat Ahmad Hadadi, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sugilar, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Jawa Barat Nenny Kencanawati, sejumlah kepala satuan kerja perangkat daerah

(SKPD) terkait, dan sejumlah kepala desa di Jawa Barat. Pembacaan ikrar deklarasi dipimpin pengurus Forum TPD/K Jawa Barat dan diikuti hadirin. Dalam ikrarnya, para petugas lini lapangan menegaskan diri menjadi ujung tombak pembangungan KKBPK di Jawa Barat. Mereka juga memantapkan diri menjadi garda terdepan pelaksanaan revolusi mental di tengah masyarakat. Yakni, menjadi manusia yang berintegritas, mau bekerja keras, dan punya semangat gotong royong. “Kami Laskar KKBPK Jawa Barat berjanji melaksanakan Revolusi

“Revolusi di zaman kemerdekaan adalah sebuah perjuangan fisik, perang melawan penjajah dan sekutunya, untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kini, 70 tahun setelah bangsa kita merdeka, sesungguhnya perjuangan itu belum, dan tak akan pernah berakhir. Kita semua masih harus melakukan revolusi, namun dalam arti yang berbeda. Bukan lagi mengangkat senjata, tapi membangun jiwa bangsa,” tandas Surya Chandra. Dia menjelaskan lebih jauh, revolusi mental pada dasarnya adalah membangun jiwa yang merdeka, mengubah cara pandang, pikiran, sikap, dan perilaku agar berorientasi pada kemajuan dan hal-hal yang modern. Dengan begitu, Indonesia menjadi bangsa yang besar dan mampu berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015

23


WARTA JABAR Kenapa membangun jiwa bangsa yang merdeka itu penting, imbuh Surya, membangun jalan, irigasi, pelabuhan, bandara, atau pembangkit energi juga penting. Namun, seperti kata Bung Karno, membangun suatu negara, tak hanya sekadar pembangunan fisik yang sifatnya material, namun sesungguhnya membangun jiwa bangsa. Bahkan masa depan suatu bangsa amat tergantung dengan kemampuan mereka menjaga kebersihan dan kekuatan jiwanya. Dan, keluarga itulah tempat paling awal melakukan revolusi mental. “Banyak yang bertanya kepada saya, bagaimana revolusi mental dilaksanakan. Saya jawab, revolusi mental dilakukan dari diri sendiri. Tidak perlu belajar ideologi lain karena revolusi mental merupakan terjemahan dari Pancasila, ideologi bangsa kita. Revolusi mental adalah bagaimana nilainilai Pancasila itu membumi dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat,” kata mantan peneliti kependudukan dan keluarga berencana di Universitas Sriwijaya tersebut.

Gubernur Kukuhkan Motekar Selain deklarasi, temu petugas lapangan KKBPK se-Jawa Barat kemarin juga menjadi momentum dikukuhkannya 792 Motekar oleh Gubernur Ahmad Heryawan. Gubernur mengatakan, kehadiran Motekar merupakan inovasi Jawa Barat generasi berikutnya, yang sebelumnya sejak tahun 2010 demi mengendalikan kependudukan di Jawa Barat dengan hadirnya TPD dan TPK. “Saya mengucapkan selamat kepada Motekar. Terima kasih kepada TPD dan TPK yang

24

sudah berkarya, hasilnya sudah terlihat, baik dalam konteks pengendalian kependudukan maupun masalah-masalah kependudukan yang lainnya,” kata Gubernur. Gubernur mengungkapkan, tahun 2008, pertumbuhan penduduk Jawa Barat atau Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Jawa Barat yaitu 1,9 persen. Alhamdulillah turun berikutnya menjadi 1,8 persen. Berikutnya berkat kehadiran berbagai pihak termasuk TPD dan TPK, turun di angka 1,6 persen.

di Bekasi LPPnya mencapi 4,1 persen. “Ini bukan berarti TPD dan TPK di Bekasi kurang berhasil, tetapi karena memang akibat dari modernisasi dan industrialisasi yang hadir di sana sehingga menghadirkan urbanisasi sehingga pertambahan penduduk semakin tinggi,” katanya. Ditemui usai deklarasi, Ketua Forum TPD/K Jawa Barat Ali Mamnun menyambut baik kehadiran Motekar.

AHMAD HERYAWAN

Kalau kita melihat kawasan Jawa Barat bagian Timur, lanjut Gubernur, seperti Kuningan umpamanya, LPP nya hanya 0,45 persen. Ini pertanda ada keberhasilan. Begitu pula kabupaten-kabupaten yang lain di Kawasan Timur Jawa Barat, Majalengka, Cirebon, Pangandaran, Ciamis, Tasikmalaya dan lain-lain.

Kehadirannya menjadi amunisi baru pembangunan KKBPK di Jabar. Alasannya, meski sudah ditambah 2.000 TPD, petugas lini lapangan di Jabar masih terbilang kurang. Desa atau kelurahan di Jabar memiliki jumlah penduduk bervariasi. Sebagian di antaranya termasuk gemuk, sehingga membutuhkan tenaga lebih banyak banyak.

Tetapi, sementara ini gulagula kehidupan lebih banyak di kawasan Barat. Ternyata disamping berasal dari pertumbuhan yang berasal dari kelahiran, di kawasan Barat Jawa Barat hadir pertambahan penduduk yang berasal dari urbanisasi. Oleh karena itu, kalau di Kuningan 0,45 persen, tetapi

“Kami berharap Motekar lebih konsentrasi menggarap bina keluarga, sesuai dengan konsep ketahanan keluarga dalam program KKBPK. Sementara PLKB atau TPD dan TPK menggarap program KB secara umum. Saya yakin motekar bisa menjadi mitra kerja baru yang bakal memperkuat program KKBPK di Jabar,” kata Ali.(NJP)

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015


WARTA JABAR

PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KB BISA OPD TERSENDIRI

P

emerintah kini sedang mempersiapkan pembentukan kelembagaan organisasi perangkat daerah (OPD) yang membidangi urusan pengendalian penduduk dan keluarga berencana (KB). Hal ini sejalan dengan Undangundang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menjadikan pengendalian penduduk dan KB sebagai urusan pemerintahan konkuren, yakni adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. “Sebagaimana Pasal 24 UU 23/2014, saat ini sedang dilakukan pemetaan kelak akan dikunci skoring penentuan tipologinya untuk seterusnya

diverifikasi. Kemudian, pada Januari 2016 sudah mulai berproses untuk penyusunan perangkatnya” kata Kepala Biro Hukum, Organisasi, dan Humas BKKBN Setia Edi di kantor Perwakilan BKKBN Jawa Barat awal November 2015. Setia Edi menjelaskan, proses pemetaan mengacu pada peraturan pemerintah tentang pedoman pembentukan OPD. Sebagai salah satu urusan wajib nonpelayanan dasar, pengendalian penduduk dan KB akan berbentuk dinas. Kemudian dengan mempertimbangkan beban kerja dan tantangan program di masing-masing daerah, maka diatur tipologi dinas. Tipe A untuk beban kerja besar, tipe B untuk sedang, dan tipe C untuk kecil.

Untuk keperluan klasifikasi, pemerintah pusat bersama dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota secara bersamasama melakukan pemetaan dalam menilai beban kerja dan tantangan program dimasingmasing daerah. Ditentukan pula sejumlah variabel dan indikator sebagai dasar penentuan skor. Bila skor diatas 800, maka akan menjadi dinas tipe A yang memiliki lima bidang, skor 601800 menjadi dinas tipe B yang memiliki empat bidang, skor 400-600 menjadi dinas tipe C yang memiliki tiga bidang. Apabila skor tidak sampai 400 maka tidak dapat dibentuk dinas sendiri, sehingga harus digabung dengan unit kerja lain yang memiliki kesamaan fungsi.(HK)

BKKBN KAJI DINAMIKA KEPENDUDUKAN KOTA BANDUNG

D

inamika kependudukan Kota Bandung mendapat perhatian serius Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Kota Kembang pun menjadi objek kajian khusus bertajuk “Dampak Dinamika Kependudukan terhadap Kohesi Sosial pada Daerah Padat Penduduk dan Tinggi Aktivitas Ekonomi”. Kajian diawali dengan focus group discussion (FGD) di kantor Perwakilan BKKBN Jawa Barat pertangah Oktober 2015 lalu. Direktur Analisis Dampak Kependudukan BKKBN Widati menjelaskan, Kota Bandung dipilih karena memiliki kepadatan penduduk yang tinggi

sekaligus pusat perekonomian Jawa Barat. Derdasarkan data Sensus Penduduk 2010, diketahui 50 persen penduduk Indonesia memilih tinggal di daerah perkotaan. Salah satu yang terbesar penduduknya adalah Kota Bandung, dengan 2,6 juta jiwa dan kepadatan 15 ribu jiwa per kilometer persegi. Bertambahnya penduduk kota, menurut Widati, sebenarnya dapat memberikan dampak positif bagi kota maupun bagi daerah tempat asal mereka. Namun, banyak pemerintah kota tidak mengantisipasi hal itu dengan infrastruktur yang memadai, sehingga dampak positif dari semakin besarnya jumlah penduduk justru menjadi bencana.

“Karena itu, pemahaman yang tepat dan sistematis tentang dinamika sosial sejalan dengan dinamika kependudukan sangat penting untuk dapat mengantisipasi berbagai implikasi sosial kependudukan di masa mendatang,” kata Widati. Bersama Widati, hadir Sekretaris Perwakilan BKKBN Jawa Barat Ida Indrawati dan jajaran lainnya dilingkungan Bidang Pengendalian Penduduk Perwakilan BKKBN Jawa Barat. FGD juga menghadirkan jajaran Pemkot Bandung dan stake holders lain, termasuk kepolisian dan TNI. FGD dilakukan guna mengumpulkan data dan masukan dinamika kependudukan dan sosial Kota Bandung.(HK)

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015

25


WARTA DAERAH

BERKEMAH DI LAPANGAN, JEMPUT LANGSUNG PESERTA KB SOSIODRAMA GENRE

Jumbara IMP dan Remaja Kabupaten Pangandaran Berlangsung Meriah

K

emeriahan hadir sejak siang hingga malam hari di Lapangan Gunung Tumpeng, Desa Batukaras, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran. Ribuan warga tumpah dan larut dalam kemeriahan Jumpa Bakti Gembira (Jumbara) Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) dan Remaja, semacam jambore tahunan pengelola lini lapangan program keluarga berencana (KB) se-Kabupaten Pangandaran, yang berlangsung selama dua hari, pertengahan September 2015. Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak

26

Pengendalian Kependudukan Keluarga Berencana Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BP3APK2BPMD) Kabupaten Pangandaran mencatat sedikitnya 500 orang turut berpartisipasi dalam acara ini. Mereka terdiri atas kader IMP dari 10 kecamatan di Kabupaten Pangandaran, anggota dan pengelola Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIKR) berbasis sekolah se-Kabupaten Pangandaran, tenaga penggerak desa (TPD), dan para pengelola program kependudukan keluarga berencana dan pembangunan keluarga (KKBPK) lainnya.

“Kegiatan ini juga diikuti SKPD (satuan kerja perangkat daerah) lain di luar BP3APK2BPMPD. Ada Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Karang Taruna, dan tentu saja aparat kewilayahan setempat,” terang Kepala Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera BP3APK2BPMPD Kabupaten Pangandaran Budi Mastoro saat ditemui di sela pertunjukkan sosiodrama remaja. Yang menarik dalam Jumbara 2015 sebenarnya terletak pada pemilihan tempat acara. Berbeda dengan kegiatan serupa tahun sebelumnya, tahun ini BP3APK2BPMPD memilih lokasi di lapangan terbuka,

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015


WARTA DAERAH tidak jauh dari bibir pantai Batukaras. Bagi peserta maupun panitia, semuanya berkemah di lapangan. Budi beralasan, pemilihan lapangan bertujuan mencari suasana baru bagi peserta sekaligus mendekatkan program kepada masyarakat. Lagi pula, sambung Budi, usulan pemilihan lokasi di lapangan terbuka datang dari peserta. Para kader IMP seperti pos KB desa atau sub pos KB desa merasa perlu untuk lebih mendekatkan diri kepada masyarakat. Lebih dari sekadar bergaul, peserta terjun langsung melakukan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) dan penggerakkan calon peserta KB di sekitar lokasi kegiatan. Di sini, peserta Jumbara diminta menjemput langsung calon akseptor alias peserta KB untuk mengikuti pelayanan di lapangan. “Untuk memacu semangat peserta jumbara, semua kegiatan dilombakan. Harapannya mereka berlombalomba menjadi yang terbaik. Desain tenda, yel-yel tiap kontingen, spanduk, makanan khas kecamatan, dan lain-lain. Ini di luar lomba resmi seperti sosiodrama dan lomba cerdascermat serta penggerakkan calon akseptor. Pokoknya semuanya dikemas secara sederhana namun dalam suasana gembira,” papar Budi. Sambutan hangat juga bukan hanya datang dari peserta. Penjabat Bupati Pangandaran Daud Achmad maupun Kepala Bidang Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga (KSPK) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat Tetty Sabarniyati turut memberikan apresiasi. Juga turut menyambut hangat anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pangandaran Sri Rahayu.

Hadir membuka acara, Daud menilai kegiatan Jumbara sebagai sarana bertukar pikiran dan berbagi pengalaman bagi para pengelola petugas lini pangan program KKBPK. Sementara Tetty menilai kegiatan tersebut penting untuk menyegarkan kembali semangat para petugas sekaligus merajut silaturahim sesama petugas lini lapangan. Senada dengan Tetty, Sri Rahayu mengaku sangat mengapresiasi kegiatan Jumbara yang di dalamnya turut berlangsung kegiatan KIE dan pelayanan KB untuk metode kontrasepsi jangka panjang. Lebih jauh Sri menambahkan, sosiodrama yang ditampilkan remaja menjadi ajang bagi para orang tua untuk melakukan instrospeksi. Hampir semua kelompok menampilkan satu tema tentang dampak kurangnya perhatian orang tua bagi perkembangan anak. Masalah-masalah seperti pergaulan bebas, narkoba, dan lain-lain merupakan dampak dari rendahnya perhatian orang tua yang sangat sibuk bekerja. “Terus terang saya merinding menonton pertunjukkan adikadik kita di panggung. Ini menjadi warning bagi para orang

tua untuk tetap memperhatikan perkembangan anak-anak, sesibuk apapun kegiatan orang tua. Saya sendiri, alhamdulillah dalam kondisi apapun, pagi-pagi mengurus anak-anak. Kalau di luar kota tidak lepas dari kontak anak posisi di mana,” kata Sri. Sarjana sosial yang sempat menjadi TPD dan tenaga sukarelawan KB ini menilai program Generasi Berencana (Genre) efektif mendorong kegiatan positif. Terlebih Genre juga masuk ke jalur sekolah. Melalui program ini siswa mendapat pengetahuan pencegahan narkoba, pernikahan dini, seks bebas, dan lain-lain. “Kami di keluarga membagi jadwal. Kalau saya keluar kota, ayahnya jangan pergi. Atau sebaliknya. Salah satu harus ada di rumah. Ini seperti ini banyak anak-anak frustasi garagara orang tua sibuk, bahkan berantem di rumah. Memang terjadi satu atau dua hari mereka kurang terperhatikan, mereka protes. Pokoknya sesibuk apapun kita harus perhatian. Apalagi saya tidak memiliki pembantu. Kami sepakat mengurus rumah tangga sekaligus membesarkan anak secara bersama-sama,” ujarnya. (NJP)

JEMPUT PESERTA KB

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015

27


WARTA DAERAH

JURUS KARAWANG OPTIMALKAN KB PERUSAHAAN PROGRAM KB PERUSAHAAN PADA DASARNYA MERUPAKAN SEBUAH UPAYA BERSAMA ANTARA PERUSAHAAN DI SATU SISI DAN PEMERINTAH DI SISI LAIN DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KEPADA KARYAWAN PEREMPUAN. PEMERINTAH MEMBUTUHKAN UPAYA PENGENDALIAN PENDUDUK, PERUSAHAAN MEMILIKI KEWAJIBAN MELAYANI KARYAWAN. INI SIMBIOSIS MUTUALISME PROGRAM KKBPK. KABUPATEN KARAWANG MENGKONKRETKAN HAL ITU.

PEMAPARAN KABUPATEN KARAWANG

S

lamet Mulyana dan Dodo Jalal Abduh punya pengalaman menarik ketika mendatangi sebuah perusahaan di Kabupaten Karawang. Ceritanya, dua pejabat Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) Kabupaten Karawang ini hendak melakukan sosialisasi program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan

28

keluarga (KKBPK) di perusahaan tersebut. Alih-alih mendapat sambutan hangat, malah disangka menawarkan barang. “Ketika di resepsionis kami langsung ditanya, ‘Bapak dari mana? Mau menawarkan produk apa?’ Kami pun buruburu menjelaskan maksud kedatangan,” kenang Slamet saat berbincang di sela Pertemuan Pembelajaran Program Advance Family Planning (AFP) dan Improving

Contraceptive Method Mix (ICMM) di Jakarta beberapa waktu lalu. Dodo yang juga duduk satu meja dengan Slamet mengiyakan cerita koleganya itu. Sadar pamor KB memang menguap, dua kepala bidang ini menjelaskan kedatangannya guna meminta waktu kepada perusahaan untuk menyampaikan program. Karena program KB sangat bersentuhan dengan keberadaan karyawan, Slamet meminta agar pertemuan

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015


WARTA DAERAH turut dihadiri pimpinan perusahaan. Harapannya, pimpinan tersebut bisa langsung mengambil kebijakan yang berhubungan dengan program. “Setelah kami menjelaskan, mereka bertanya, ‘Apa keuntungan buat kami?’ Pertanyaan ini wajar karena bisnis selalu berhubungan dengan untung-rugi. Kami sampaikan bahwa BKBPP akan menyediakan kebutuhan alat dan kontrasepsi untuk keperluan program KB. Semuanya gratis,” tutur Slamet yang juga sekretaris District Working Group (DWG) untuk program AFP di Kabupaten Karawang tersebut. Ketika pihak perusahaan berdalih kliniknya belum memiliki tenaga terlatih untuk memberikan pelayanan KB metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP), BKPP langsung menawarkan untuk melatih dokter dan bidan di klinik perusahaan. Lagi-lagi pelatihan diberikan secara gratis. Tak hanya itu, BKBPP juga menyiapkan sejumlah peralatan pendukung pelayanan kontrasepsi. “Sebagian obgyn bed kami berikan kepada klinik KB di perusahaan. Daripada tidak terpakai di puskesmas, lebih baik didayagunakan. Toh tujuannya sama untuk melayani masyarakat ber-KB,” kata Dodo menimpali. Pengalaman tersebut tak hanya terjadi di satu perusahaan. Pengalaman serupa kerap terjadi di tempat lain. Upaya advokasi KB perusahaan ini tak sia-sia. Kini, semakin banyak klinik perusahaan menyediakan pelayanan KB. Bahkan, kepeloporan BKBPP Kabupaten Karawang dalam mengoptimalkan KB perusahaan ini mendapat apresiasi BKKBN. Pada puncak peringatan Hari

Keluarga Nasional (Harganas) XXI tahun lalu, PT Changsin didapuk sebagai penyelenggara KB Perusahaan terbaik tingkat nasional. Penghargaan diberikan langsung oleh Wakil Presiden Indonesia Boediono kepada Business Director PT Changsin Indonesia Young Seok Seo.

Karyawan Usia Subur Ihwal optimalisasi KB perusahaan ini, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Karawang Eka Sanatha menjelaskan lebih jauh dalam sebuah diskusi panel yang dipandu presenter kondang Muhammad Farhan di forum AFP dan ICMM. Eka menjelaskan, sejak 1989 lalu pemerintah menetapkan Kabupaten Karawang sebagai kawasan industri nasional. Tidak tanggung-tanggung, Karawang memiliki kawasan industri terbesar di Asia Tenggara. “Sampai sekarang yang sudah beroperasi ada delapan kawasan. Berdasarkan data dari BKPM Jawa Barat, jumlah industri besar dan menangah di Kabupaten Karawang mencapai 9.963 unit usaha. Ini belum termasuk industri kecil. Industri bergerak di bidang logam mesin dan rekayasa, aneka elektronika, tekstil, alat angkut, kimia, agro, pulp dan kertas, dan hasil hutan,” papar Eka. Nah, keberadaan ribuan perusahaan menyerap tidak kurang dari 159.953 tenaga kerja. Secara teori, sambung Eka, angkatan kerja sudah pasti usia produktif. Lebih jauh lagi, hampir 80 persen pasti usia subur. Fakta itulah yang menjadi alasan pentingnya program KKBPK masuk ke dalam perusahaan. “Di sinilah kita masuk karena program KB ini tanggung jawab bersama, bukan hanya

pemerintah. Masyarakat dan dunia usaha juga turut bertanggung jawab. Pada tahap awal ini kami bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki jumlah karyawannya besar. Contoh PT Changsin, pabrik sepatu merek Nike. Pegawainya ada 14.665 orang, hampir 15 ribu orang. Yang cukup menakjubkan, ternyata 85 persennya perempuan. Dan, otomatis wanita usia subur karena yang sepuh tak kerja di pabrik,” kata Eka lagi. KB perusahaan lagi-lagi menjadi prehatian utama Kabupaten Karawang karena laju pertumbuhan penduduk (LPP) terus meroket. Eka mencatat, setiap tahunnya terdapat 19.929 tenaga kerja yang lapor datang ke Karawang, hampir 20 ribu. Itu yang melapor. Pria plontos ini memperkirkaan tenaga kerja yang tidak melapor bisa 4-5 kali lipat dari jumlah yang melapor. Dampaknya terlihat dari angka kelahiran. Tahun 2014 hampir tembus 60 ribu bayi lahir di Karawang, tepatnya 57.044 bayi. Lahir 200 bayi per hari. Wow! “Otomatis jadi pemikiran bersama. Dengan jumlah kelahiran hampir 60 ribu, enam tahun ke depan kami harus menyiapkan kapasitas sekolah lebih besar lagi. Terus terang kami kurang memperhatikan angka faktual LPP. Akibatnya kami selalu mengalami kekurangan daya tampung sekolah setiap tahun. Dari LPP alami 1,7 persen, total LPP bisa 3,8 persen. Ini menunjukkan betapa tingginya LPP di Kabupaten Karawang,” imbuh dia. Karena itu, sambung Eka, pihaknya menilai progam KB atau kependudukan merupakan hulu semua program. Jika hulunya baik, maka hilir akan baik. Begitu pula sebaliknya. (NJP)

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015

29


WARTA DAERAH

APA DAN BAGAIMANA SEKOLAH SIAGA KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN SUKABUMI SESUNGGUHNYA MASA DEPAN PROGRAM KEPENDDUKAN, KELUARGA BERENCANA, DAN PEMBANGUNAN KELUARGA (KKBPK) ADA PADA GENERASI MUDA. PEMAHAMAN YANG BAIK TERHADAP MASALAH-MASALAH KEPENDUDUKAN BERPENGARUH LANGSUNG TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN PENDUDUK MAUPUN ANGKA FERTILITAS DI KEMUDIAN HARI. SEKOLAH SIAGA KEPENDUDUKAN (SSK) HADIR MEMBAWA MISI ITU, MISI PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN MASA DEPAN.

POPULATION CORNER

J

eroan SSK ini yang pada awal September 2015 lalu dikupas dalam media gathering Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat. Hadir menjadi narasumber Kepala Perwakilan BKKBN Jabar Sugilar, Kepala SMA Negeri 1 Cisolok

30

Sukabumi Yayan Mochamad Ramdhan, dan Ketua Koalisi Kependudukan Jawa Barat Ferry Hadiyanto. Tulisan ini merupakan resume diskusi yang dipadukan dengan hasil wawancara duaanak.com dengan Kepala BKKBD Kabupaten Sukabumi Ade Mulyadi beberapa waktu sebelumnya.

Menebar Benih Kependudukan Ada ilustrasi sederhana yang diungkapkan Kepala BKKBD Kabupaten Sukabumi Ade Mulyadi untuk menggambarkan dampak kependudukan bagi kehidupan masyarakat. Ade

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015


WARTA DAERAH mengibaratkan masalah tersebut sebagai hama atau predator yang merusak tanaman di sebidang tanah. Dia mencontohkannya berupa ular. Ular terus datang mengacakacak tanaman petani. Petani pun dengan sigap menangkap sekaligus membinasakan ularular perusak. Begitu seterusnya. Nah, tindakan petani memberantas ular merupakan sebuah cara untuk menghindari dampak atau masalah hama tanaman berupa serangan ular. Ketika satu ular diberantas, tak ada jaminan bakal menghentika serangan ular berikutnya dan berikutnya lagi. Membunuh ular merupakan solusi praktis jangka pendek, sebelum kedatangan ular-ular lain.

muda, mengendalikan kelahiran melalui program keluarga berencana, dan lain-lain.

Karena Sekolah Itu Istimewa

“Ketika anak-anak kita sudah paham kependudukan, nanti pemerintah gak usah capek-capek lagi. Makanya digulirkanlah Sekolah Siaga Kependudukan (SSK). Itu upaya preventif untuk mencegah timbulnya masalah yang diakibatkan dari tidak terkendalinya penduduk. Outputnya nanti terwujudnya sebuah keluarga sejahtera,� papar Ade saat ditemui di kantornya beberapa waktu lalu.

Latar belakang kelahiran SSK juga sejatinya tidak bisa dilepaskan dari program generasi berencana (Genre) yang sudah terlebih dahulu digulirkan. Terlebih selama ini sekolah dianggap satusatunya agen perubahan (agent of change) secara formal di Indonesia. Sayangnya, kurikulum pendidikan kependudukan kurang kontekstual. Banyak contoh-contoh kependudukan yang terdapat pada buku pelajaran masih menggunakan fakta atau ilustrasi di luar negeri. Padahal, masalah

SSK didefinisikan sebagai implementasi operasional

Lalu, bagaimana cara menghentikan gelombang serangan ular berikutnya? Ade Mulyadi punya ide untuk membinasakan telur-telur ular di sarang sang predator. Bila seekor ular piton misalnya bertelur rata-rata 10-100 butir setiap kali bertelur, maka jumlah potensi ancaman itu pula yang bisa dihindari sang petani. Langkah ini dianggap lebih efektif untuk menekan serangan ular di kemudian hari. Yakni, menyelesaikan masalah dari hulu, dari sarangnya. Dengan logika yang sama, upaya-upaya mengatasi masalah kependudukan sesungguhnya bisa dimulai dengan menyemai benih-benih kependudukan kepada generasi muda. Ketika seorang remaja sudah memahami dengan baik bahaya perkawinan usia muda, ancaman ledakan penduduk akibat kelahiran yang tak terkendali, maupun dampak lain seperti kekurangan pangan, lahan produktif, dan lain-lain, maka diharapkan bisa berperan aktif. Caranya tentu saja dengan menunda menikah pada usia

BAHAN AJAR KEPENDUDUKAN

pengendalian kependudukan dan keluarga berencana dengan program-program pendidikan, terintegrasi dikelola dari, oleh penyelenggara pendidikan melaui memberdayakan sekola serta memberikan kemudahan atau akses terhadap anak didik untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan khusus bidang kependudukan dan KB, pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi kreatif serta program sektor lainya.

kependudukan melekat pada kehidupan siswa di masyarakat. Alasan SSK makin kuat mengingat selama ini materi kependudukan tidak terintegrasi ke semua mata pelajaran. Pembelajaran kependudukan juga masih berbasis tekstual. Seharusnya pendidikan kependudukan aplikatif dan bisa dilakukan langsung oleh peserta. Juga tak ada kearifan lokal dalam kurikulum kependudukan. Kondisi ini terjadi karena guru

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015

31


WARTA DAERAH kurang memiliki pengetahuan kependudukan itu sendiri. Padahal semua masalah sosial akibat dari masalah kependudukan. Pada saat yang sama, semua kebijakan pembangunan berbasis data kependudukan. Di samping itu, ada korelasi signifikan antara bencana alam dengan masalah kependudukan. Sebaliknya, sejauh ini tidak ada sosialisasi masalah kependudukan ke sekolah. Kondisi ini diperburuk dengan minimnya informasi kependudukan di sekolah. Cikal bakal SSK bergulir ketika pada 2011 lalu BKKBD mengundang guru-guru di Kabupaten Sukabumi untuk mengikuti orientasi kependudukan. Sambutannya luar biasa. Peserta orientasi tampak antuasias ketika diajak merumuskan bahan ajar kependudukan untuk dijadikan suplemen bagi anak didik di sekolah masing-masing. Para guru pun semakin aktif berdiskusi mengenai masalahmasalah kependudukan. Dari diskusi itu, muncullah ide untuk memperkuat implementasi pendidikan kependudukan di sekolah. Tujuan kala itu sederhana saja. Agar modul bisa diimpelentasikan, harus ada wadah untuk pengelolaan. Sejumlah nama dilemparkan para guru, sampai akhirnya terpilih disepakati SSK, Sekolah Siaga Kependudukan. SSK ini menjadi semacam jaminan bahwa modul bisa diimplementasikan di sekolah. Mengapa sekolah penjadi strategis bagi pendidikan kependudukan? Setidaknya ada lima alasan mengapa harus di sekolah. Pertama, sekolah memiliki kemampuan dan kemandirian. Ketua, dapat mendayagunakan potensi/

32

sumber daya. Ketiga, dapat mengatasi masalah/memenuhi kebutuhan. Keempat, dapat meningkatkan keterampilanan/ meningkatkan pengetahuan. Kelima, dapat menerapkan dan mengimplementasikan. Gong SSK ditandai dengan ditandatanganinya nota kesepahaman antara BKKBD dengan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi yang turut disaksikan bupati. Secara umum, SSK bertujuan memberikan arah dan pedoman

bimbingan kepada peserta didik untuk berprilaku keluarga berkualitas. Kemudian, memberikan pengetahuan kepada peserta didik tentang masalah-masalah kependudukan setempat. Juga, meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menyajikan data mikro kependudukan berupa peta atau grafik untuk dianalisis secara sederhana. SSK juga mengemban misi mengurangi angka drop out (DO) dan kasus-kasus lainnya yang banyak terjadi di sekolah.

SOSIALISASI KESPRO

bagi penanggung jawab dan pengelola pendidikan, guru pembina, dalam melakukan pengarapan program kependudukan, KB, dan pemberdayaan keluarga. Secara khusus, SSK bertujuan memberikan wawasan, sikap pengetahuan, dan keterampilan tentang program KKBPK kepada peserta didik. Selain itu, bertujuan memberikan arah dan

Ketika kali pertama digulirkan pada 2014, SSK diimplementasikan di dua sekolah: SMAN 1 Cisolok dan SMAN 1 Cisolok. Meski masih berupa percontohan (pilot project), virus SSK ini sudah terlebih dahulu menyebar ke sejumlah sekolah. Modul sudah beredar di sekolah-sekolah lain di luar sekolah piloting. Pada 2015, SSK digulirkan 16 sekolah. Yakni, delapan SMP

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015


WARTA DAERAH dan delapan SMA. Pembatasan jumlah sekolah dilakukan untuk keperluan pemantauan, pengendalian, dan supervisi. Tentu, ada beberapa skeolah yang juga mengimplementasikan secara terbatas dengan cara menjadikan modul bahan ajar sebagai suplemen pembelajaran. “Ada beberapa sekolah swasta yang protes mengapa tidak menjadi kelompok sasaran. Padahal, dalam pelaksanaannya kami tidak melihat sekolah negeri dan

swasta karena sasaran kami itu siswa. Mau swasta, mau negeri, sama saja. Sekarang tinggal komitmennya pusat, provinsi, mau seperti apa. Hanya tentu kita juga ada keterbatasan. Jangan sampai semua digarap tapi tidak terkendali. Tetap harus disesuaikan dengan kemampuan kita untuk mengendalikannya. Supaya tetap komitmen, gradual, dan sustainable,” kata Ade Mulyadi.

Population Corner Selain mengintegrasikan pendidikan kependudukan ke dalam mata pelajaran yang sudah ada, SSK juga menggagas sebuah pojok yang di dalamnya menjadi pusat sumber daya informasi kependudukan, KB, dan pembangunan keluarga (KKBPK). Pojok kependudukan (population cerner) ini juga berfungsi menjadi pusat informasi dan konseling untuk masalahmasalah kependudukan maupun kesehatan reproduksi bagi remaja. Karena itu, di setiap sekolah yang sudah mengimplementasikan SSK harus terlebih dahulu berdiri Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIKR). Untuk keperluan tersebut, population corner mempersenjatai diri dengan aneka sumber daya informasi dan pendukung lainnya. Informasi itu dibagi ke dalam beberapa rumpun, seperti foto, peta, grafik, dan ornamen kependudukan lainnya. Informasi dalam bentuk foto tersebut antara lain mengenai kesehatan reproduksi remaja, kelahiran sehat, kematian akibat langsung dan tidak langsung, perkawinan dini, perkawinan dewasa, pertumbuhan penduduk, migrasi atau mobilitas, daerah kumuh, korban tawuran, kemacetan lalulintas, dan lain-lain. Peta kependudukan berupa persebaran penduduk di Kabupaten Sukabumi, pertumbuhan, kepadatan, migrasi, usia kawin, tingkat kesertaan KB, kualitas SDM, komposisi, dan lain-lain. Grafik berupa persebaran, pertumbuhan, kepadatan, migrasi, usia kawin, angka ketergantungan, kesertaan KB, komposisi penduduk,

angka kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB), dan lain-lain. Ornamen lain berupa brosur/artikel/buletin/ majalah, spanduk, banner, film kependudukan, pameran/ bazaar, lomba (Population Cup), lagu-lagu motivasi kualitas penduduk, novel kependudukan, buku referensi, dan lain-lain. “Population corner dilengkapi dengan fasilitas laptop, wireless, infokus, papan-papan demografi, dan fasilitas lainnya. Sebagai tempat konseling, di sana si anak bisa berkonsultasi tentang kependudukan, KB, dan kesehatan, pertanian, atau apa saja yang berhubungan dengan kependudukan. Sementara dibatasi untuk KKB dan kesehatan,” jelas Ade. SSK juga memberikan warna lain dengan menghadirkan para petugas KB di sekolah. Para petugas ini bisa menerima konsultasi di pojok kependudukan atau bahkan menjadi guru tamu di kelas. Untuk keperluan itu, guru berkoordinasi dengan UPT KB di kecamatan untuk menghadirkan petugas lapangan di sekolah. Dengan begitu, tidak melulu guru yang menyampaikan materi kependudukan di kelas. Lebih dari itu, siswa diajak terlibat aktif dalam mekanisme operasional program KKBPK melalui tugas terstruktur dari guru bersangkutan. Cara ini ditempuh agar sekolah benarbenar hadir di masyarakat. Anak-anak mengetahui dengan baik kondisi demografi di lingkungan masing-masing. Praktik pendataan keluarga ini berlangsung di RT masingmasing. Hasilnya dianalisis dan disajikan di hadapan siswa lain. Layaknya petugas KB, siswa turut membuat peta keluarga, grafik kesertaan ber-KB, dan lain-lain. (*)

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015

33


CATATAN KHUSUS

Selamatkan Ibu, Selamatkan Bangsa Pendahuluan Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menggambarkan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Tingginya AKI paling banyak disebabkan pendarahan, eklampsia, infeksi, dan penyebab tidak langsung lainnya (Kemenkes, 2013). Sejumlah sektor terkait seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terus berupaya penurunan AKI dengan cara memberikan tindakan penanganannya sesegera mungkin. Hal ini dilatarbelakangi adanya amandemen UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” (UUD 1945, Pasal 28 H Ayat 1). Upaya penurunan AKI ini semakin dipertegas pada 2015, tahun patokan penilaian tujuan pembangunan millenium atau Millenium Development Goals (MDGs). Poin kelima

34

dokumen global tersebut menargetkan penurunan AKI menjadi 102 per 100 ribu kelahiran hidup.

Kualitas Hidup Ibu Indonesia Kualitas hidup perempuan Indonesia sebagai seorang ibu tergambar dari tiga faktor utama, yaitu pendidikan, kesehatan, dan peranan perempuan dalam pasar kerja. Permasalahan nasional saat ini yaitu masih tingginya tingkat kematian ibu dan anak serta tingginya tingkat kemiskinan, rendahnya kualitas proses dan hasil pendidikan serta kesetaraan gender, masih tingginya tingkat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), serta menurunnya keintiman keluarga karena pengaruh perubahan zaman. Dampak dari kompleksnya permasalahan kualitas perempuan tercakup sebagai salah satu faktor dalam Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/ HDI). Dalam HDI terdapat Gender Inequality Index (GII) yang menggambarkan derajat ketimpangan dalam pembangunan perempuan yang diukur dari rasio kematian melahirkan ibu (AKI), age spesific fertility rate (ASFR) 15-19, porsi

perempuan dalam parlemen, pendidikan dan tingkat partisipasi dalam lapangan kerja. Bila dibandingkan dengan Cina dan Filipina, tingkat GII pada 2011 di Indonesia masih lebih tinggi, yaitu 0,505 dengan rerata medium GII sebesar 0,475 (UNDP, 2011). Persentase tingkat pendidikan perempuan Indonesia juga masih rendah dibandingkan penduduk laki-laki. Begitu juga dengan partisipasi perempuan di lapangan kerja perlu lebih ditingkatkan. Demikian pula dengan adanya kegiatan pemberdayaan perempuan dan peningkatan status perempuan termasuk mempersiapkan perempuan muda memasuki tahap reproduksi. Jika kegiatan pemberdayaan perempuan melalui pendekatan pembangunan keluarga yang dimulai dari sejak merencanakan masa depan dan berwawasan kependudukan, maka diharapkan total fertility rate (TFR) akan dapat menurun sebagai akibat dari ASFR yang juga menurun, peningkatan kesempatan perempuan untuk bekerja dan berkarir meningkat yang menjadikan keluarga Indonesia semakin sejahtera. Para ahli kependudukan juga menyatakan, terdapat empat

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015


CATATAN KHUSUS

Oleh Anindita Dyah Sekarputri, S.Psi, MSR Widyaiswara Balai Diklat KKB Bogor

prasyarat yang harus dipenuhi untuk mensukseskan bonus demografi, yaitu: penduduk harus berkualitas, penduduk usia produktif harus terserap dalam pasar kerja, meningkatnya tabungan di tingkat rumah tangga serta meningkatnya perempuan yang masuk dalam pasar kerja. BKKBN telah lama mengupayakan peningkatan derajat kualitas kehidupan ibu melalui program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) yang diwujudkan dengan pendekatan pencegahan terjadinya “4 Terlalu” dan “3 Terlambat”. Hal ini semakin dipertegas pelaksanaannya di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan perwujudan nyata pasal 34 UUD 1945 ayat (2) yang menyebutkan bahwa “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat...”. Terlepas dari berbagai berita negatif mengenai pelaksanaan JKN, maka hendaknya upaya peningkatan pelayanan dapat diapresiasi sebagai perwujudan nyata kepedulian pemerintah terhadap peningkatan derajat kualitas kehidupan manusia Indonesia, khususnya

perempuan sebagai seorang ibu. Membangun kehidupan keluarga yang semakin baik dan maju memiliki korelasi dengan memecahkan masalah dan usaha memajukan kehidupan bangsa. Kehidupan bangsa Indonesia saat ini diakui mengalami banyak kemajuan seperti dalam pertumbuhan ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan lain-lain. Namun pada saat yang bersamaan juga menghadapi masalah seperti erosi nilai-nilai kebangsaan, kekerasan, dan krisis moral. Karena itu, diperlukan penyelamatan bangsa dengan memperkuat nilai-nilai luhur bangsa melalui peningkatan pendidikan dan derajat kesehatan ibu. Penyelamatan bangsa melalui penyelamatan kehidupan ibu guna peningkatan kualitas keluarga memiliki fungsi untuk memecahkan masalah-masalah dan memproyeksikan kehidupan bangsa, terutama yang berkaitan dengan pembangunan karakter atau mentalitas sebagai modal rohaniah yang strategis di tengah persaingan dengan bangsabangsa lain.

Penutup Upaya menyelamatkan kehidupan ibu dan meningkatkan

kualitasnya menjadi sangat penting mengingat ibu merupakan basis kekuatan bangsa. Karena, pertama, dari ibu akan lahir keluarga yang akan membentuk struktur kekerabatan Selanjutnya, keluarga yang kokoh akan membentuk ikatan bermasyarakat dan berbangsa. yang kuat yang dibangun di atas solidaritas kolektif yang di dalamnya terkandung jiwa, pikiran, dan cita-cita senasib seperjuangan. Kedua, melalui ibu maka akan terbangun keluaga sebagai basis pendidikan dini tempat internalisasi dan sosialisasi nilai paling awal yang mengenalkan anak-anak bangsa tahu mana yang benar dan salah, yang baik dan buruk, serta yang pantas dan tidak pantas sebagai bagian penting dari nilai-nilai keadaban. Ketiga, ibu merupakan tiang penyangga perubahan di mana bangun dan runtuhnya kehidupan masyarakat dan bangsa dari segala tantangan dan ancaman luar seperti globalisasi dengan segala masalahnya akan sangat tergantung pada kualitas keluarga sebagai unit paling penting ini. Maka kuat atau lemahnya bangsa sangat ditentukan oleh kualitas kehidupan perempuan sebagai seorang ibu.(*)

WARTA KENCANA • NOMOR 25 • TAHUN VI • 2015

35



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.