MAJALAH WARTA KENCANA EDISI #35-2018

Page 1


DAFTAR ISI

WARTA KENCANA • NOMOR 35 • TAHUN IX • 2018

WARTA UTAMA

Penasehat KEPALA BKKBN JAWA BARAT

Desa untuk 4 | Dari Pembangunan KKBPK

Dewan Redaksi SUKARYO TEGUH SANTOSO RAKHMAT MULKAN PINTAULI R. SIREGAR Pemimpin Redaksi ELMA TRIYULIANTI Wakil Pemimpin Redaksi ARIF R. ZAIDAN Managing Editor NAJIP HENDRA SP Tim Redaksi CHAERUL SALEH DODO SUPRIATNA HENDRA KURNIAWAN IRFAN HQ Kontributor ACHMAD SYAFARIEL (JABOTABEK) AKIM GARIS (CIREBON) AA MAMAY (PRIANGAN TIMUR) YAN HENDRAYANA (PURWASUKA) ANGGOTA IPKB JAWA BARAT HIKMAT SYAHRULLOH Tata Letak LITERA MEDIA

Salah satu upaya terpenting dan strategis dalam rangka mencapai target program KKBPK adalah dengan mengoptimalkan operasional di tingkat lini lapangan, yakni di desa dan kelurahan. Dalam hal ini desa adalah wilayah operasional terdepan, penentu keberhasilan program KB di Jawa Barat. Desa juga memegang kewenanangan lokal terhadap keberlangsungan serta penguatan operasional program KKBPK di tingkat desa.

Sirkulasi IDA PARIDA Penerbit Perwakilan BKKBN Jawa Barat Percetakan LITERA MEDIA 022 87801235 www.literamedia.com Alamat Redaksi Kantor BKKBN Jawa Barat Jalan Surapati No. 122 Bandung Telp : (022) 7207085 Fax : (022) 7273805 Email: kencanajabar@gmail.com Website: www.duaanak.com

Redaksi menerima kiriman artikel, tulisan berita, dan foto tentang kegiatan atau dinamika program kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga di Jawa Barat. Setiap karya yang dimuat berhak mendapatkan bingkisan menarik dari redaksi.

6|

Integrasi dan Kolaborasi untuk Pembangunan Desa

10 | Fungsi Ekonomi Desa Mesti Kuat Ketua Umum Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) Haryono Suyono menjelaskan bahwa revolusi industri 4.0 merupakan satu momentum penting bagi isu kependudukan dan pembangunan keluarga, terutama bagi wilayah pedesaan. Menurutnya dalam rangka menghadapi revolusi industri generasi ke empat, fungsi ekonomi harus diperkuat.

Positif Capaian KKBPK 14 | Citra Jabar Semester Pertama Desa Butuh 16 | Pembangunan Dukungan Berbagai Pihak

18 | Penuhi Hak Anak Sejak dari Keluarga 22 | Hari Keluarga, Hari Kita Semua


WARTA JABAR

46 |

Pentingnya Interaksi Keluarga

WARTA DAERAH

28 |

Ritulor ala Kampung KB Cileuleus

Keberadaan Kampung KB tidak lain menjadi miniatur program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Dalam hal ini kampung KB menjadi pilot project program pembangunan jangka panjang guna mempercepat terbangunnya kualitas sumber daya manusia. Untuk itu, keberadaan kampung KB pun mesti terintegrasi dengan instansi yang terkait, baik pemerintah maupun swasta.

Keluarga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari diri kita, karena seluruh cinta dan kasih sayang yang kita miliki berasal dari keluarga. Oleh karena itu, sangat penting untuk meningkatkan kegiatan interaksi di lingkungan keluarga sehingga hubungan di antara anak dan orangtua bisa semakin erat. Jawa 30 | Membangun Barat Dari Desa Optimalisasi Kampung KB serta terintegrasinya berbagai program irisan, Koalisi Kependudukan Jawa Barat menginisiasi lahirnya Gerakan Membangun Desa Terintegrasi. Gerakan tersebut melibatkan berbagai kalangan di Jawa Barat. Dalam 34 | Bersinergi Kolaborasi Advokasi Getol Sosialisasi 38 | Makin Kesehatan Reproduksi

42 |

Refleksi Sejarah Peringatan Hari Keluarga Nasional

Sepakat 32 | BKKBN-Pramuka Perkuat Saka Kencana

Tahun 1945, Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya. Namun situasi bangsa kala itu belum begitu kondusif. Bahkan untuk mempertahankan kemerdekaan, wajib militer pun mesti diberlakukan bagi rakyat. Hal ini menjadikannya mereka berpisah dengan keluarga. Namun, melalui perjuangan yang gigih, pada 22 Juni 1949 Belanda pada akhirnya menyerahkan kedaulatan bangsa Indonesia secara utuh. Seminggu kemudian, tepatnya 29 Juni 1949, para pejuang pun kembali kepada keluarganya. Kemudian momentum Inilah yang kemudian menjadi dasar pijak lahirnya Hari Keluarga Nasional (Harganas) pertama kali.

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

3


Warta Utama

S. Teguh Santoso

S. Teguh Santoso

DARI DESA UNTUK PEMBANGUNAN KKBPK Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Provinsi Jawa Barat menggelar acara Review Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) dengan mengangkat tema “Optimalisasi Penggarapan Program KKBPK di Desa atau Kelurahan�. Kegiatan ini digagas untuk mengevaluasi sejauh mana capaian kinerja program yang telah dilakukan, membuat rencana tindak lanjut serta percepatan program KKBPK, serta menyusun kebijakan-kebijakan operasional Program KKBPK di Jawa Barat.

4

| Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018

K

epala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat Sukaryo Teguh Santoso mengatakan, Desa merupakan wilayah operasional terdepan yang terdekat dengan keluarga-keluarga, atau merupakan wilayah operasional pertempuran yang real bagi program KB, dimana saat ini terdapat 5. 962 desa, dengan jumlah penduduk mencapai 48 juta lebih 11, 7 juta di Jawa Barat. Tiga isu yang menjadi sasaran program KKBPK di desa yaitu, pembinaan kesertaan KB, pengelolaan kampung KB, serta pembiyaan operasional program KKBPK di desa.


Teguh menuturkan angka kelahiran di Jawa Barat lima tahun terakhir dapat dikendalikan dengan baik. Setelah mengalami stagnan selama 10 tahun sejak tahun 2002. Berdasarkan SDKI 2012, TFR Jawa Barat mencapai nilai 2,6. Pada tahun 2017 kemarin, hasil SDKI di Jawa Barat menyebutkan nilai TFR menempati angka 2,4. Turunya angka kelahiran tersebut seiring dengan meningkatnya kesertaan ber-KB, CPR Jawa Barat 2017 63,8 persen, dengan rata-rata usia kawin mencapai nilai 19, 8 tahun. “Alhamdulillah, jadi ada turun 0,2 poin. Hal ini berkat dukungan dan komitmen yang kuat Bapak dan Ibu sekalian di Jawa Barat,” ujar Teguh. Menyikapi hal ini, Teguh tentu tidak berpuas hati. Pasalnya tahun ini merupakan tahun terakhir menjelang berakhirnya RPJMN 2015-2019, dimana pada tahun 2019 nanti diharapkan TFR Jawa Barat mencapai nilai 2,28, CPR atau kesertaan ber-KB nya 66 persen, dan unmeet need nya 9,91 persen. Maka dalam rangka mencapai sasaran yang ditetapkan dalam perencanaan strategis RPJMN, Teguh menegaskan bahwa peningkatan pembinaan kesertaan ber-KB adalah sebuah keniscayaan.

Tingkatkan Kualitas Kampung KB Sejak dicanangkan 14 Januari 2014 lalu, keberadaan Kampung KB mendapatkan respon positif dari pemerintah kabupaten dan kota, termasuk aspek pembiayaanya. Pada review yang semester kali ini Teguh menuturkan berdasarkan laporan online Agustus 2018, saat ini Jawa Barat telah mengembangkan 1335 desa yang telah membentuk

Kampung KB yang tersebar di 27 kabupaten dan kota. “Secara kuantitatif, sudah memuaskan! Namun dari aspek kualitatif, inilah PR kita bersama,”tambahnya. Ihwal perkembangannya sendiri, Teguh menuturkan apresiasinya terhadap Kampung KB yang saat ini telah mengembangkan kegiatan atau gerakan yang bersifat inovatif. Diantara temuanya di lapangan adalah gerakan Ritulor (Sehari Satu Telor) di Kabupaten Tasikmalaya, Gerakan Walantir (Warga Sabulan Satu Butir Kelapa) ala Kampung KB Kota Banjar, Gerakan Garuda (Gerakan Wirausaha Muda) asal Kabupaten Sumedang, Gerakan Garsupek (Gerakan Suami Peduli Kesehatan) di Kabupaten Bekasi, Gerakan Magot (Mandiri Gotong Royong) asal Kabupaten Ciamis, Gerakan Gerakan Ngasah Peso (Gerakan Masyarakat Memanfaatkan Sampah Kanggo Peduli Sosial) dan Buringas (Baraya Ngariung Iuran Ku Beas) Kabupaten Bandung Barat, serta Gerakan My Darling (Masyarakat Sadar Lingkungan) asal Kabupaten Garut. “Sebenarnya masih banyak lagi. Tapi kurang lebih, menggambarkan Kampung KB yang sudah dibentuk, tidak hanya dibentuk secara kuantitatif kelembagaan, tetapi juga sudah mulai mendorong kepedulian masyarakat dalam rangka mumule kampung KB menuju Kampung Sejahtera. Program kampung KB ini sudah harus pendekatan pembangunan secara terpadu dengan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat yang diampu seluruh lintas sektor dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat, wabilkhusus mereka yang berasal dari wilayah miskin, tertinggal, padat penduduk, dsb,” tutur Teguh.

Teguh menambahkan bahwa Kampung KB diharapkan mampu menjawab seluruh kebutuhan masyarakat dalam dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan. Ia menegaskan, manfaat keberadaan Kampung KB mesti dirasakan nyata oleh masyarakat. “Kampung KB harus dan kita berkomitmen dengan baik agar manfaatnya betulbetul dirasakan kesejahteraan masyarakat,” tambahnya.

Revitalisasi Peran Desa Salah satu upaya terpenting dan strategis dalam rangka mencapai target program KKBPK adalah dengan mengoptimalkan operasional di tingkat lini lapangan, yakni di desa dan kelurahan. Dalam hal ini desa adalah wilayah operasional terdepan, penentu keberhasilan program KB di Jawa Barat. Desa juga memegang kewenanangan lokal terhadap keberlangsungan serta penguatan operasional program KKBPK di tingkat desa. Teguh berujar, “Terkait dengan penguatan operasional program KKBPK di desa, sepanjang kegiatan program KB tersebut menjadi kewenangan lokal berskala desa, dan menjadi prioritas pembangunan desa, maka dapat didukung pembiayaannya melalui sumbersumber keuangan desa. Oleh karena itu, sudah sepantasnya desa memberikan dukungan dan komitmen terhadap program KKBPK termasuk pembiayaan.” Maka dari itu, Teguh berharap kegiatan review KKBPK ini menjadi “ruang pencerahan” tentang bagaimana penguatan operasional program KKBPK di desa dengan menghadirkan para narasumber yang kompeten di bidangnya.

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

5


Warta Utama

Sutyastie Soemitro Remi

iNTEGRASI DAN KOLABORASI UNTUK PEMBANGUNAN DESA Saat ini, peluang untuk menciptakan kesejahteraan, keadilan dan mengatur desa secara otonom telah dimandatkan Undang-Undang Desa. Undang-Undang Desa lahir untuk memperkuat pemerintahan desa melalui berbagai kewenangan yang diberikan pada desa. Desa yang dimaksud bermakna dua, desa sebagai pemerintahan terkecil dan desa sebagai masyarat warga.

6

| Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018


Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

7


Warta Utama

J

antung utama apakah arah pembangunan desa sesuai dengan tujuan dibuatnya Undang-Undang Desa dan memberikan manfaat bagi segenap warga, ditentukan oleh kualitas musyawarah desa dan program-program yang dikembangkan. Apakah programprogram yang dikembangkan desa manfaatnya untuk segenap warga desa atau hanya dinikmati kalangan tertentu saja? Apakah program-program yang didanai oleh uang rakyat benarbenar tepat sasaran? ataukah sebaliknya. Menanggapi hal ini, Ketua Dewan Profesor Universitas Padjadjaran Sutyastie Soemitro mengatakan keberhasilan Undang-Undang desa ini ditentukan oleh pemegang mandat utama pelaksana Undang-Undang, dimana hal ini tertuju pada pemerintah pusat sampai pemerintah tingkat desa. Tapi bagaimanapun, pembangunan desa mesti diutamakan, yakni dengan mengoptimalkan integrasi dan kolaborasi berbagai lini, dari mulai pucuk pimpinan sampai masyarakat. “Relevan dengan sekarang, kita harus memberikan prioritas kepada pembangunan desa. Inti disitu adalah integrasi dari berbagai lini, kolaborasi dari mulai pimpinan tertinggi sampai masyarakat,” ujarnya dalam pemaparan materi tentang “Review Kependudukan di Pedesaan Sudut Pandang Potensi Desa” di acara Review Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK), Senin (17/09) hingga Selasa (18/09) lalu di Holiday Inn, Bandung . Sutiyasti menambahkan, keberhasilan pembangunan tidak hanya ditentukan

8

Sutyastie Soemitro Remi

oleh pemerintah daerah setempat, namun hal ini juga membutuhkan kordinasi dengan stakeholder terkait. Untuk itu, sinergi antar stakeholder tersebut mesti dibangun, termasuk pada kesuksesan program pembangunan desa. Ia menjelaskan, saat ini konsep pembangunan yang “santer” berkembang adalah Model Penta helix. Dalam model penta helix dijelaskan komponen yang saling berkait adalah pemerintah, pelaku usaha, komunitas atau masyarakat, akademi, dan media. Setiap entitas punya peran dan fungsi masing-masing, sehingga menurutnya kerjasama dan kolaborasi itu perlu terus dikembangkan. “Kerjasama antara akademisi, bussinesman, masyarakat, pemerintah, itu yang perlu terus dikembangkan,” tambahnya.

| Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018

Sinergi dapat dipahami sebagai operasi gabungan atau perpaduan unsur untuk menghasilkan output yang lebih baik. Sinergitas dapat terbangun melalui dua cara yaitu, komunikasi dan kordinasi. Komunikasi tak dapat berdiri sendiri tanpa kordinasi, begitupun sebaliknya. Komunikasi diartikan sebagai kegiatan seseorang memindahkan stimulus guna mendapatkan tanggapan. Selain itu komunikasi juga diartikan semua kegiatan yang mana seorang penerima menanggapi stimulus atau rangsangan. Sedangkan kordinasi adalah integrasi dari kegiatan-kegiatan individual dan unit-unit ke dalam satu usaha bersama yaitu bekerja kearah tujuan bersama. Moekijat (1994) menyebutkan ada sembilan syarat untuk mewujudkan kordinasi yang


efektif, yaitu : 1. Hubungan langsung; Koordinasi dapat lebih mudah dicapai melalui hubungan pribadi langsung. 2. Kesempatan awal; Koordinasi dapat dicapai lebih mudah dalam tingkattingkat awal perencanaan dan pembuatan kebijaksanaan. 3. Kontinuitas; Koordinasi merupakan suatu proses yang kontinu dan harus berlangsung pada semua waktu mulai dari tahap perencanaan. 4. Dinamisme; Koordinasi harus secara terusmenerus diubah mengingat perubahan lingkungan baik intern maupun ekstern. 5. Tujuan yang jelas; Tujuan yang jelas itu penting untuk memperoleh koordinasi yang efektif. 6. Organisasi yang sederhana; Struktur organisasi yang sederhana memudahkan koordinasi yang efektif. 7. Perumusan wewenang dan tanggung jawab yang jelas; Wewenang yang jelas tidak hanya mengurangi pertentangan di antara pegawai-pegawai yang berlainan, tetapi juga membantu mereka dalam pekerjaan dengan kesatuan tujuan.

Urgensi Penduduk Usia Produktif Selanjutnya, Sutiyasti pun tak luput mengupas isu kependudukan, dalam hal ini potensi penduduk usia produktif. Menurutnya, dalam beberapa tahun ini telah terjadi pergeseran komposisi penduduk, dimana penduduk usia muda (produktif,red) di Jawa Barat semakin meningkat. Tingginya jumlah penduduk usia muda ini menunjukkan, bahwa potensi sumber daya manusia (SDM) Jawa Barat sangat besar. Penduduk usia produktif tergolong kedalam penduduk angkatan kerja. Mereka terpilah menjadi penduduk yang bekerja dan pengangguran. Jumlah pengangguran di Jawa Barat dari tahun 2014 hingga tahun 2017 mengalami fluktuasi. Pada Tahun 2017 tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Jawa Barat mengalami penurunan menjadi 8,22 persen, artinya dari 100 orang angkatan kerja Jawa Barat, ada sekitar 8-9 orang yang belum terserap di pasar tenaga kerja. Sutiyasti menjelaskan jika dilihat dari pendidikan terakhir, pada tahun 2017 sebagian besar

pencari kerja berpendidikan Sarjana yaitu sebesar 35 persen. Kemudian diikuti yang berpendidikan sarjana muda/ diploma sebesar 26% dan yang berpendidikan SLTA keatas, SLTP, serta SD ke bawah pada tahun 2017 masing-masing sebesar 22 persen, 14 persen dan 3 persen. “Saat ini masih 1,6 juta penganggur Jawa Barat, kalau di tingkat nasional hampir 10 juta. Pengangguran karena tingkat pendidikan. Nah, ini juga patut menjadi perhatian, yang lulus perguruan tinggi makin banyak. 7,6 persen-nya menganggur. Jadi satu per tiga dari angkatan kerja itu berpendidikan menengah ke atas, dan terpaksa menganggur. Ini yang perlu menjadi perhatian,� ujar Sutiyastie. Pada konteks pembangunan Sutiyasti menambahkan, pertumbuhan penduduk usia muda ini tak boleh disepelekan. Karena keberadaan penduduk usia muda ini nyatanya memegang peran penting, khususnya dalam pembangunan kualitas penduduk. “Kependudukan itu yang utama adalah pada usia muda. Yaitu usia kerja 15-64 tahun. Peran usia muda ini sangat penting,� pungkasnya.

8. Komunikasi yang efektif; Komunikasi yang efektif merupakan salah satu persyaratan untuk koordinasi yang baik. 9. Kepemimpinan supervisi yang efektif; Kepemimpinan yang efektif menjamin koordinasi kegiatan orang-orang, baik pada tingkat perencanaan maupun pada tingkat.

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

9


Warta Utama

FUNGSI EKONOMI DESA MESTI KUAT Ketua Umum Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) Haryono Suyono menjelaskan bahwa revolusi industri 4.0 merupakan satu momentum penting bagi isu kependudukan dan pembangunan keluarga, terutama bagi wilayah pedesaan. Menurutnya dalam rangka menghadapi revolusi industri generasi ke empat, fungsi ekonomi harus diperkuat.

Prof. Dr. Haryono Suyono

10 | Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018


K

arena kita memasuki era 4.0, yang dimana fungsi ekonominya harus sangat kuat. Harus mandiri, kerjasama, dan kolaborasi dengan beberapa negara, kalau ekonominya tidak kuat, kita menjadi “makanannya saja”, menjadi tukang makan saja. Jadi bukan lagi kita memproduksi,” ungkapnya saat memberikan sambutan pada kegiatan Review Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) yang di helat pada Senin (17/09) lalu, di Hotel Holiday Inn, Bandung. Seperti yang sudah dicanangkan dalam Nawacita, “membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan” merupakan salah satu agenda prioritas pembangunan ala Joko Widodo untuk desa di Indonesia. Desa termasuk salah satu aset penting yang tidak dapat terhindarkan karena dapat menjadi penggerak kemajuan masyarakat Indonesia. Sejalan dengan itu Haryono menuturkan, saat ini pemerintah sudah menggelontorkan dana yang cukup besar bagi pembangunan desa. Momentum ini menurutnya dapat dioptimalkan terutama untuk program pengentasan kemiskinan di seluruh wilayah Indonesia. Haryono berujar, “Pada tahun 2018, 60 triliun tahun depan barangkali 80 tiliun yang akan masuk desa. Jadi kalau dulu untuk pengentasan masalah kemiskinan pakai lelang keluarga miskin. Sekarang gak usah lelang, karena sudah ada dana desa.” Haryono menambahkan ada beberapa program masuk desa yang mesti diprioritaskan yakni, program pembangunan antar

wilayah, Badan Usaha Milik Desa (BUMDES), dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Mahasiswa. Menurutnya hal ini sekaitan dengan beragam potensi desa yang dapat di dikelola agar memiliki nilai jual yang tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatan daerahnya masingmasing. “Desa menjadi pusat perhatian. Marilah BKKBN mencari potensi antar wilayah yang bisa kita bangun bersama. Salah satu contohnya Kabupaten Pandeglang, tanahnya kosong melompong, sekarang ditanami, maka pendapatan daerah meningkat dengan luar biasa. Karena pemerintah membuat satu perkebunan rakyat, traktornya dibantu oleh menteri, bibitnya dibantu menteri pertanian, hasilnya langsung dibeli oleh swasta. Luar biasa. Ini prioritas,” tambahnya. Selain itu Pria paruh baya yang akrab dikenal sebagai Bapak Keluarga Berencana Nasional ini mengungkapkan, sumber daya pun dapat dioptimalkan melalui BUMDES. Menurutnya, saat ini belum banyak desa yang memiliki BUMDES. Ia berharap keberadaan UPPKS dan UPPKA dalam hal ini dapat menjadi prototipe ba gi desa manapun yang ingin membangun BUMDES. Jika diperlukan, Haryono mengatakan para pensiunan dan profesor juga dapat dilibatkan didalamnya. Secara konseptual, BUMDES dapat bergerak di bidang produksi barang, jasa, atau keduanya sekaligus. Dalam beberapa bidang garapannya, BUMDES dapat berpadu dengan program pendidikan, wisata, kuliner, dan program lainya. Lebih konkret, Haryono mencontohkan, program

BUMDES diantaranya dapat berupa produksi olahan makanan ringan, jasa penitipan balita dan batita, jasa cardiver, pengelolaan lahan wisata, jasa suplier sayur mayur, dan lainlain. “Nah, ngopeni anak balita bisa jadi BUMDES. Karena ibunya bekerja, bapaknya bekerja, anaknya gak ada yang ngopeni. Dulu sukarela, sekarang ada BUMDES. Sekarang pakai jasa orang, jadi (menghasilkan,-red) duit,” ujar Haryono.

“Kurangi” Kampung KB, Bangun Kampung KS Seperti yang dilansir dalam web www.jabarprov.go.id, acara Review Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga atau KKBPK di lakukan setiap semester dengan tujuan untuk mengevaluasi sejauh mana capaian kinerja program yang telah dilakukan, membuat rencana tindak lanjut dan percepatan program, serta menyusun kebijakan-kebijakan operasional Program KKBPK di Jawa Barat. Di semester ini, salah satu capaianya yaitu 70% untuk program KB dan lebih dari 100% untuk Kampung KB. Secara umum, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sukaryo Teguh Santso mengatakan bahwa Kampung KB yang sudah dibentuk, tidak hanya dibentuk secara kuantitatif kelembagaan, tetapi juga sudah mulai mendorong kepedulian masyarakat dalam rangka mumule kampung KB menuju Kampung Sejahtera. Senada dengan hal itu, Haryono mengungkapkan Kampung KB tidak perlu ditingkatkan lagi. Yang mesti diupayakan juga adalah perubahan Kampung KB

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

11


Warta Utama menjadi Kampung Sejahtera. Sesuai dengan strategi tiga dimensi, pertama yaitu perluasan Kampung KB bagi daerah yang tingkat KB-nya rendah. Kemudian pembinaan Kampung KB. Serta yang terakhir adalah mengurangi Kampung KB dan mengubahnya menjadi Kampung Sejahtera. “Tugas saudara adalah, mengubah Kampung KB-nya menjadi Kampung Sejahtera. Jadi inilah yang dinamakan strategi tiga dimensi, pertamatama adalah kita perluas kampung KB untuk daerah yang KB nya rendah, kemudian kita bina Kampung KB itu begitu rupa, sehingga tahap kedua dari dimensi tersebut adalah pembinaan Kampung KB. Tahap yang ketiga, mengurangi Kampung KB, dan mengubah menjadi Kampung Sejahtera. Jadi, ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, baru tut wuri handayani. Perluasan jangkauan, pembinaan, dan baru kemudian kemandirian. Kampung KB harus berubah menjadi Kampung Sejahtera,” tutur Bapak empat orang anak itu. Ia juga ingatkan soal pelaksanaan delapan fungsi keluarga. Menurutnya, kedelapan fungsi keluarga itu perlu terus ditingkatkan sampai ke tingkat internasional, yakni 17 indikator SDGs. Maka, untuk mencapainya dibutuhkan komitmen yang seragam dari seluruh instansi terkait. Nah, komitmen yang seragam dapat dibangun mulai dari upaya kecil seperti promosi peta keluarga ke setiap instansi. “Apa yang perlu kita kembangkan? Persis seperti yang dikatakan Pak Sigit dan Pak Teguh tadi, komitmen. Nah bagaimana cara mengundang

komitmen, salah satu siasatnya adalah adakan setiap perayaan instansi itu di desa. Promosikan peta keluarga ke setiap instansi. Kalau semua mengerti terhadap peta keluarga, kemiskinan akan habis, karena dikeroyok oleh berbagai instansi,” tambahnya lagi.

Perubahan Fundamental di Revolusi Industri Generasi ke 4 European Parliamentary Research Service dalam Davies (2015) menjelaskan bahwa revolusi industri terjadi sebanyak empat kali. Revolusi industri pertama terjadi di Inggris pada tahun 1784, di mana penemuan mesin uap dan mekanisasi mulai menggantikan pekerjaan manusia. Revolusi yang kedua terjadi pada akhir abad ke-19, di mana mesinmesin produksi yang ditenagai oleh listrik digunakan untuk kegiatan produksi secara masal. Lalu pada tahun 1970, penggunaan teknologi komputer untuk otomasi manufaktur menjadi tanda revolusi industri ketiga. Hingga, pada saat ini perkembangan yang pesat dari teknologi sensor, interkoneksi, dan analisis data kemudian memunculkan gagasan untuk mengintegrasikannya ke dalam bidang industri menjadi awal kemunculan revolusi industri yang berikutnya, yakni revolusi industri yang ke empat. Zhou dkk (dalam Hadi dan Wahyudi, 2017) menyebutkan, secara umum ada lima tantangan besar yang akan dihadapi pada masa revolusi industri ke empat ini, yaitu aspek pengetahuan, teknologi, ekonomi, sosial, dan politik. Kemudian guna menjawab tantangan tersebut, setidaknya

12 | Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018

diperlukan usaha yang besar, terencana, dan strategis, baik dari sisi regulator (pemerintah,red), kalangan akademisi maupun praktisi. Indonesia diyakini memiliki modal besar dalam menyongsong dan memasuki revolusi industri generasi ke empat. Melalui sebuah roadmap atau peta jalan yang digagas Kementerian Perindustrian beberapa waktu lalu dengan nama “Making Indonesia 4.0”, pemerintah telah

mencanangkan beberapa target untuk tahun 2030 mendatang, diantaranya yaitu peringkat 10 besar ekonomi dunia, kontribusi ekspor 10% pada Product Domestic Bruto (PDB), rasio produktivitas terhadap biaya naik 2 kali lipat, serta meningkatkan anggaran penelitian dan pengembangan


menjadi 2% dari PDB. Menyikapi hal tersebut, Haryono menuturkan revolusi industri 4.0 tentu saja membuka peluang yang luas bagi siapapun untuk maju. Teknologi informasi yang semakin mudah terakses hingga ke seluruh pelosok menyebabkan semua orang dapat terhubung dalam sebuah jejaring sosial. Banjir informasi seperti yang diprediksikan Futurolog, Alvin Tofler menjadi realitas yang ditemukan di era revolusi industri saat ini. Informasi yang sangat melimpah,

menyediakan manfaat yang besar untuk pengembangan ilmu pengetahuan maupun perekonomian. Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya yang berjudul Hegemoni budaya menjelaskan, era informasi terbagi kedalam lima karakteristik, yaitu Kekayaan, Teknosfer, Infosfer, Sosiosfer, dan Psikosfer.

Karakteristik informasi sebagai kekayaan, menunjukkan bahwa informasi yang diterima dan dikuasai seseorang dapat dimanfaatkan untuk sarana akumulasi kekayaan atau sumber komersialisasi. Sedangkan karakteristik informasi yang kedua, teknosfer atau pola lingkungan teknologi dimaknai bahwa masyarakat di era revolusi industri 4.0 memiliki ketergantungan yang sangat besar dalam menggunakan teknologi informasi. Infosfer atau bentuk lingkungan informasi merupakan karakter dimana, daya jangkau teknologi informasi tidak hanya berskala lokal tetapi hingga skala global. Melalui internet, akses informasi dapat dijangkau hingga ke berbagai penjuru dunia. Kemudian dilanjut karakteristik era sosiosfer atau pergeseran lingkungan komunikasi sosial. Sedangkan yang terakhir karakteristik era informasi yang terakhir adalah psikosfer, yaitu era dimana kemampuan seseorang untuk bertahan dalam era “banjir” informasi. Dalam konteks ini Haryono mengatakan bahwa penerapan teknologi merupakan keniscayaan yang mutlak dibutuhkan di era revolusi industri generasi ke empat. Oleh karena itu, ia menghimbau bagi seluruh petugas lini lapangan KB untuk dapat mendorong pemanfaatan teknologi, bahkan sampai sampai ke tingkat desa. “Jangan takut untuk menerapkan teknologi. Penerapan teknologi sangat penting, karena teknologi mempercepat satu proses,” tegasnya. Teknologi internet yang semakin masif, juga telah menjadi basis bagi transaksi perdagangan dan transportasi secara online. Kemunculan bisnis transportasi

online seperti Gojek, Uber dan Grab telah menunjukkan bahwa integrasi aktivitas manusia dengan teknologi informasi dan ekonomi juga menjadi semakin meningkat. Berkembangnya teknologi autonomous vehicle (mobil tanpa supir), drone, aplikasi media sosial, bioteknologi dan nanoteknologi semakin menegaskan bahwa dunia dan kehidupan manusia telah berubah secara fundamental. Publik tidak pernah menduga sebelumnya bahwa ojek atau taksi yang populer dimanfaatkan masyarakat untuk kepentingan mobilitas manusia berhasil ditingkatkan kemanfaatannya dengan sistem aplikasi berbasis internet. Dampaknya, publik menjadi lebih mudah untuk mendapatkan layanan transportasi dan bahkan dengan harga yang sangat terjangkau. Yang lebih tidak terduga, layanan ojek online tidak sebatas sebagai alat transportasi alternatif tetapi juga merambah hingga bisnis layanan antar (online delivery order). Implikasi lain dari revolusi industri generasi ke empat adalah otomatisasi dan beresiko mengurangi jumlah tenaga kerja. Haryono kemudian memberi contoh, penggunaan teknologi komputer dalam konteks pelaksanaan program KKBPK pun adalah suatu keniscayaan nantinya. “Yang lainya, ada keseimbangan baru antara jumlah pegawai dengan jumlah komputer yang ada di kantor. Kalau sekarang ke kantor, sekarang ini lebih banyak komputernya daripada pegawainya. Oleh karena itu apa dampak revolusi 4.0? Dampaknya adalah otomatisasi dan berkurangnya jumlah tenaga kerja. Dimana-mana ini sekarang pengurangan tenaga kerja. Banyak yang dipensiunkan muda,” tambahnya lagi.

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

13


Warta Utama

CITRA POSITIF CAPAIAN KKBPK JABAR SEMESTER PERTAMA Menanggapi capaian semester pertama di periode 2018, program KKBPK menuai apresiasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Hal ini disampaikan Staff Ahli Bidang Kemasyarakatan dan SDM, Udjawala Prana Sigit dalam acara Review Program KKBPK di Jawa Barat yang dihelat sejak Senin (17/09) hingga Selasa (18/09) lalu di Holiday Inn, Bandung.

S

igit mengatakan seluruh dinas yang terkait dengan pelaksanaan program KKBPK agar bersinergi dengan baik bersama BKKBN. Alasanya, lanjut Sigit keberhasilan suatu program organisasi tak bisa dicapai tanpa kerjasama organ yang lain. Sikap dan tindak kerjasama, berkumpul bersama dalam rangka membangun dan mengembangkan konsep turut menentukan suksesnya sebuah program.

Udjawala Prana Sigit

“Saya mohon dengan sangat pak teguh, tolong teman teman dari dinas kependudukan, dinas pembangunan masyarakat desa, dan semua yang bekerja dengan BKKBN tolong bersinergi dengan baik. Karena apa, keberhasilan suatu organisasi, suatu program, gak mungkin dijalankan sendiri. Apalagi organisasi sebesar ini, perlu kerjasama, berkumpul bersama, dalam rangka membangun pemikiran dan mengembangkan konsep konsep,� tutur Sigit memberi

14 | Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018

sambutan dihadapan peserta kegiatan. Ihwal program KKBPK yang dimotori BKKBN, Sigit menjelaskan bahwa program ini bukan hanya sekedar soal alat kontrasepsi dan jumlah anak. Paradigma yang mesti dibangun adalah tentang bagaimana hendaknya keluarga itu dibangun yang mana semua ini menyangkut tentang masa depan ibu dan anak, meningkatkan kualitas


penduduk, dan mengendalikan kuantitas penduduk di Jawa Barat. Program KKBPK, lanjut Sigit adalah langkah atau upaya menyejahterakan dan membahagiakan keluarga. “Jadi bapak ibu sekalian, pola pikir kita sudah berubah, dari mulai kontrasepsi dan jumlah anak, sudah bergeser sekarang kepada bagaimana menyejahterakan dan membahagiakan keluarga. Karena sehebat apapun program, kalau tidak bisa menyejahterakan masyarakat khusus nya keluarga, ini yang harus kita evaluasikan,” tegasnya. Kemudian Sigit pun mengingatkan agar program ini dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Hal ini menurutnya perlu terus diupayakan, terutama menyangkut program Kampung KB yang saat ini sedang terus digenjot menjadi prioritas garapan. Untuk itu Sigit pun berpesan agar para petugas tetap menjaga dan merawat semangat dalam bertugas di lapangan. “Maka dari itu kepada bapak dan ibu sekalian terutama kepada bapak ibu semua mari kita kuatkan, mari kita kukuhkan hati kita mari kita kerjakan semangat yang tidak pernah lelah. Semangat yang tidak pernah berhenti dalam konteks menyejahterakan keluarga kita melalui program BKKBN,” pungkas Sigit sebelum membuka kegiatan.

Dukungan Dana Seperti yang dilansir dalam web www.jabarprov.go.id Pemerintah Provinsi Jawa Barat alokasikan anggaran sebesar Rp 27 miliar kepada perwakilan BKKBN provinsi Jawa Barat di tahun 2018-2019. Menurut Sekretaris

Daerah Provinsi Jawa Barat, Iwa Karniwa hal ini dilakukan untuk membantu program BKKBN dalam mengatasi permasalahan penduduk di Jawa Barat, khususnya untuk pengembangan tenaga penggerak desa. “Tentunya pemprov jabar akan terus mendukung, bahkan untuk tahun 2018 dan 2019 itu sudah disiapkan anggaran sebesar Rp 27 miliar untuk tenaga penggerak desa. Selama ini kita terus kawal, bahkan alokasi itu hampir dicoret,” jelas Iwa. Iwa melanjutkan dorongan itu sangat penting, mengingat Jawa Barat berhadapan dengan tantangan yang cukup besar seperti misalnya saat ini jumlah penduduk yang telah mencapai 48,3 juta jiwa. Oleh karena itu, ia menjelaskan diperlukan peran serta semua pihak untuk mengatasi permasalahan kependudukan di Jawa Barat, khususnya pemerintah desa yang langsung berhadapan dengan masyarakat. Iwa berharap ke depan pemerintah

desa juga bisa mengalokasikan anggarannya untuk sosialisasi program BKKBN. “Desa perlu jadi basis menyelesaikan permasalahan pendudukan. Makanya dibuat seminar ini, dengan harapan desa mengalokasikan anggaran untuk mendidik tokoh-tokoh penting yang ada di desa untuk bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat desanya, terutama untuk 3 hal, pertama bagaimana mengendalikan jumlah penduduk, kedua bagaimana supaya menjaga kesehatan ibu dan anak, ketiga meningkatkan basis ekonominya. Jadi program kb bukan hanya kb saja, tapi 3 hal tersebut dan apabila disinergikan dengan apbd yang ada desa, langkah ini akan signifikan untuk menyelesaikan persoalan terkait kependudukan,” papar Iwa dalam acara Seminar Hari Kependudukan Dunia yang digagas BKKBN Jabar di Hotel Tjokro, Cihampelas, Bandung, Selasa (28/8) lalu.

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

15


Warta Utama

Dwi Listyawardani

PEMBANGUNAN DESA butuh DUKUNGAN BERBAGAI PIHAK Jawa Barat merupakan provinsi dengan luas wilayah mencapai 35.377,76 km2 dan diprediksi memiliki jumlah penduduk 48,6 juta jiwa pada 2018. Dari jumlah tersebut, sebanyak 33,16 juta jiwa penduduk Jawa Barat merupakan usia produktif (usia 15-64 tahun) dan 15,52 juta jiwa usia tidak produktif (014 tahun dan 65+ tahun). Angka tersebut berdasarkan proyeksi pertumbuhan penduduk Indonesia 2013 yang dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan, Badan Pusat Statistik dan United Pupulation Fund.

D

ependency Ratio (angka ketergantungan) di Jawa Barat pada 2018 sebesar 46,8%. Artinya bahwa setiap 100 orang usia produktif terdapat sekitar 47 orang usia tidak produktif yang menjadi beban tanggungan penduduk usia produktif. Pada 2020, angka ketergantungan penduduk di Jawa Barat diprediksi akan turun menjadi 46,4%. Artinya beban tanggungan kelompok usia produktif untuk membiayai hidup penduduk kelompok usia tidak produktif turun. Menurut kelompok jenis kelamin, Jawa Barat memiliki jumlah penduduk laki-laki lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. Jumlah penduduk laki-laki ada sebanyak 24,6 juta jiwa sedangkan perempuan berjumlah 24 juta jiwa dengan seks ratio 103%. Artinya terdapat 103 laki-laki untuk setiap 100 perempuan. Menurut kelompok umur, jumlah kelompok umur 0-4 tahun adalah populasi yang tertinggi

di Tanah Pasundan dengan jenis kelamin laki-laki 2,2 juta jiwa dan perempuan 2,1 juta jiwa. Menanggapi hal ini, Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Pusat, Dwi Lisyawardani mengatakan Jawa barat mengemban amanah yang sangat besar, untuk melayani masyarakat, apalagi ditengah pembangunan berorientasi yang berorientasi di level desa. Hal ini ia sampaikan pada kegiatan Review Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK), Senin (17/09) hingga Selasa (18/09) lalu di Hotel Holiday Inn, Bandung. “Jawa Barat adalah Provinsi yang sangat istimewa. Oleh karena itu memang Jawa barat ini mengemban amanah yang sangat besar, untuk melayani masyarakat, apalagi kita sedang berorientasi pada pembangunan di level desa,” ujarnya. Dani menambahkan pembangunan merupakan

16 | Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018

upaya konkret, dimana seluruh pihak terkait perlu terlibat aktif didalamnya. Apalagi, jika hal ini dikaitkan dengan upaya pembangunan di tingkat desa. Dukungan serta komitmen seluruh pihak dibutuhkan sangat dibutuhkan untuk mengemban “amanah” pembangunan ini. “Jadi apa yang harus dilakukan di desa itu sendiri, memerlukan dukungan yang sangat kuat dari berbagai pihak. Karena memang itulah yang harus kita selesaikan secara bersama-sama,” tambahnya. Dalam menyongsong hal itu, Dani menuturkan bahwa Jawa Barat punya modal yang istimewa. Guna meraih pembangunan di tingkat desa, Jawa Barat memiliki daya dukung berupa PLKB yang jumlahnya mencapai 1300 orang. Kemudian hal ini juga turut menyertakan kurang lebih 2000 TKD di Jawa Barat. “Rasio petugas dibanding dengan desanya adalah 1:2. Sebuah rasio sangat ideal. Oleh karena itu kami sangat berterimakasih


Dwi Listyawardani

kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang secara khusus tidak ada di provinsi yang lain, yaitu menyiapkan TKD-TKD ini dengan penganggaran APBD provinsi.” Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, Dani pun mengingatkan bahwa ini bukanlah perkara mudah. Masyarakat perlu terus didorong supaya dapat melibatkan diri dalam program KKBPK. Di sisi lain, Dani pun turut mengapresiasi dengan berbagai inovasi yang lahir beberapa desa sampai saat ini. Menurutnya ini adalah salah satu pencapaian yang dapat menggugah lahirnya berbagai inovasi lain yang dapat mendorong partisipasi aktif masyarakat Jawa Barat. “Kami memahami bahwa karena beban populasi yang sangat besar, tentunya ini tidak mudah. Berbagai inovasi juga sudah dilakukan Jawa barat, tadi dijabarkan oleh Pak Teguh berbagai inovasi di berbagai desa dengan sebutan-yang menarik untuk menggugah masyarakat di desa, dan memang Jawa Barat

sudah sangat terkenal dengan inovasinya. Karena memang bagi masyaraat ini relatif memerlukan upaya dalam arti di olo, di rayu pak ya, harus dirayu sedemikian rupa supaya bisa ikut terlibat dalam program KKBPK,” tuturnya. Menyoroti perkembangan pelayanan KB, Dani menjelaskan permintaan terhadap pelayanan Keluarga Berencana sudah mencapai 75 persen di tingkat nasional, meskipun masih ada yang unmeet neednya belum terpenuhi yaitu mencapai 11 persen. Artinya, sebanyak 75 persen dari sekitar 36 juta pasangan usia subur di Indonesia itu memang sudah membutuhkan pelayanan KB. Jumlah sisanya mengartikan bahwa mereka dalam kondisi aman, dimana mereka belum ingin mempunyai anak, sedang hamil, atau anaknya yang masih satu. Selain itu, Dani pun mengatakan bahwa keluarga-keluarga di Jawa Barat perlu terus ditanamkan soal amanah

pelaksanaan delapan fungsi keluarga. Karena menurutnya masih banyak keluarga yang belum sadar tentang fungsi keluarga, terutama sesaat setelah pernikahan berlangsung. “Sebagian besar keluarga di Indonesia ini pada saat menikah tidak sadar bahwa ia harus melaksanakan 8 fungsi. Yang terpikir biasanya adalah fungsi cinta kasih dan fungsi reproduksi. Lupa, selain fungsi itu juga ada fungsi keagamaan, sosial budaya, perlindungan, pendidikan, apalagi ekonomi dan lingkungan,”tutur Dani. “Nah, oleh karena itu melalui intervensi yang dilakukan di tingkat desa mari kita ingatkan kembali keluarga-keluarga kita yang ada di desa tentang pentingnya melaksanakan amanah 8 fungsi keluarga ini.” Dani berpesan, rasa semangat optimis mesti dipegang teguh. Selain itu di lapangan, semangat kemitraan dan kebersamaan perlu terus dipelihara untuk mengawal setiap kebijakan yang ditetapkan guna mencapai seluruh target yang diharapkan.

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

17


Warta Utama

Iwa Karniwa:

Penuhi Hak Anak Sejak dari Keluarga Keberadaan Kampung KB tidak lain menjadi miniatur program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Dalam hal ini kampung KB menjadi pilot project program pembangunan jangka panjang guna mempercepat terbangunnya kualitas sumber daya manusia. Untuk itu, keberadaan kampung KB pun mesti terintegrasi dengan instansi yang terkait, baik pemerintah maupun swasta.

18 | Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018


E

vi Munita (2014) menuturkan anak yang mengalami abuse, kekerasan (fisik dan/ atau mental), eksploitasi dan diskriminasi disebut anak yang mengalami berbagai perlakuan salah. World Health Organization (WHO) mendefinisikan perlakuan salah terhadap anak sebagai segala bentuk perlakuan buruk secara fisik dan/atau emosional (physical/emotional abuse), pengabaian dan tindakan penelantaran, atau eksploitasi komersial atau lainnya yang menimbulkan akibat buruk bagi kesehatan, kelangsungan hidup, perkembangan atau martabat anak. Berdasarkan definisi itu, perlakuan salah terhadap anak dikategorikan dalam lima tindakan berikut : 1. Perlakuan Salah secara Fisik Perlakuan salah secara fisik terhadap anak merupakan tindakan yang telah terjadi atau yang berpotensi menimbulkan penderitaan secara fisik karena suatu interaksi atau tidak adanya interaksi, yang secara wajar dalam kendali orang tua. Kejadian tersebut bisa terjadi sekali atau berulang kali. Tindakan yang demikian misalnya; tamparan, pemukulan dengan tangan atau benda, tonjokan, tendangan, dorongan, pukulan dan cubitan. 2. Penyalahgunaan Seksual Anak Penyalahgunan seksual terhadap anak adalah pelibatan seorang anak dalam kegiatan seksual yang tidak ia pahami sepenuhnya, tanpa dapat memberikan persetujuan

(informed consent), dimana anak tersebut dari segi perkembangannya tidak siap dan tidak dapat memberikan persetujuan. Definisi itu bisa mencakup bujukan atau paksaan terhadap seorang anak agar terlibat dalam suatu kegiatan seksual seperti penggunaan anak secara eksploitatif dalam pelacuran atau praktek-praktek seksual lain yang tidak sah, penggunaan anak secara eksploitatif dalam pertunjukan dan perbuatanperbuatan yang bersifat pornografis. 3. Pengabaian dan Penelantaran Pengabaian dan penelantaran adalah tindakan sengaja untuk tidak memperhatikan dan memenuhi semua aspek kebutuhan perkembangan anak seperti kesehatan, pendidikan, perkembangan emosional, nutrisi, tempat tinggal dan kehidupan yang aman, dalam konteks sesuai kemampuan keluarga untuk menyediakannya. Kemudian termasuk didalamnya kelalaian dalam mengawasi dan melindungi anak dari hal-hal buruk yang mungkin terjadi. 4. Perlakuan Salah secara Emosional Yang dimaksud dengan perlakuan salah secara emosional adalah kegagalan dalam memberikan lingkungan yang sesuai dan mendukung perkembangan anak, termasuk adanya seorang figur utama tempat bersandar, sehingga anak dapat mengembangkan semua kecakapan emosional dan sosial yang stabil serta sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Tindakan yang merupakan perlakuan salah mencakup pengekangan atas pergerakan anak, kebiasaan meremehkan, menghina, mengkambing-hitamkan, mengancam, menakutnakuti, mendiskriminasi, mengejek, atau bentukbentuk permusuhan atau penolakan non-fisik lainnya. 5. Eksploitasi Komersial Anak Eksploitasi komersial anak mengacu pada pemanfatan anak dalam pekerjaan atau kegiatan lain untuk kepentingan pihak lain. Lebih lagi jika pekerjan-pekerjaan tersebut berdampak buruk terhadap kesehatan fisik atau mental, pendidikan, serta moral atau kesejahteraan sosialemosional anak. Berbagai macam bentuk eksploitasi seksual komersial anak didefinisikan lebih lanjut oleh Protokol Opsional Konvensi Hak Anak sebagai berikut: •

Penjualan Anak Berarti setiap tindakan atau transaksi dimana seorang anak dipindahkan kepada orang lain oleh siapapun atau kelompok, demi keuntungan atau dalam bentuk lain.

•

Prostitusi Anak Berarti menggunakan seorang anak untuk aktivitas seksual demi keuntungan atau dalam bentuk lain.

•

Pornografi Anak Berarti pertunjukan apapun atau dengan cara apa saja yang melibtakan anak di dalam aktivitas seksual

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

19


Warta Utama yang nyata atau eksplisit atau yang menampilkan bagian tubuh anak demi tujuan seksual. Revitalisasi Peran Orang Tua Nah, menyikapi peran keluarga terhadap anak, Iwa menuturkan 8 fungsi keluarga memiliki peran penting dalam membangun ketahanan keluarga. Dan dalam konteks ini, orang tua harus menjadi panutan agar dimasa depan nanti putra-putrinya bisa hidup lebih baik, benar, serta mampu juga menjalankan fungsi keluarga tersebut. “Orang tua harus menjadi panutan dari anaknya. Dan setiap keluarga harus memiliki harapan kepada putra putrinya, agar kedepan bisa hidup baik dan benar dan mampu menjalankan fungsifungsi keluarga yang baik pula kedepannya,� tutur Iwa dalam sebuah acara Hari Keluarga Nasional (Harganas) dan Hari Anak Nasional ke XXV tahun 2018 tingkat provinsi yang dihelat pada Selasa (17/07) lalu, di Lapang Galuh Mas, Kecamatan Teluk Jambe Timur, Karawang.

Senada dengan Iwa, Evi Munita (2014) berpendapat suatu persepsi yang seharusnya dikembangkan dalam lingkup keluarga adalah bagaimana keluarga mampu menjadikan anak-anak mereka menjadi sebuah investasi di masa depan. Myers (1992) dalam Sunarti (2004) menekankan beberapa alasanya. Argumen tersebut yaitu, yang pertama adalah hak asasi anak untuk berkembang sampai potensi optimal. Lalu, alasan nilai sosial dan moral, alasan sumbangan ekonomi ditinjau dari produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan di masa depan. Kemudian alasan kecukupan program, kesetaraan sosial, mobilisasi sosial, alasan ilmiah, serta alasan lingkungan demografi dan perubahan sosial. Keluarga sebagai institusi utama dalam pengembangan SDM juga dilandasi oleh kenyataan bahwa di keluarga-lah semua aktivitas utama kehidupan manusia berlangsung. Sebagai contoh peran keluarga dalam menjalankan fungsi ekonomi. Dalam hal ini keluarga

20 | Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018

berperan menentukan daya beli pemenuhan kebutuhan fisik seperti makanan, pakaian, tempat bermukim, memperoleh pendidikan, dan dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Lalu peran keluarga dalam menjalankan fungsi cinta kasih, yang mana berperan memberikan lingkungan psikologi yang sehat untuk mendorong tumbuh dan kembang nya anggota keluarga mencapai potensi optimum. Kemudian peran keluarga dalam menjalankan fungsi sosialisasi, yakni sosialisasi memungkinkan anak mengembangkan potensi dan membentuk hubungan kepuasan. Dibandingkan agen sosialisasi lainnya (sekolah, kelompok sebaya, media, dan masyarakat,-red), keluarga merupakan tulang punggung utama yang bertanggungjawab dalam sosialisasi individu, terutama pada fase anak-anak. Stephen Covey (1990) dalam Fathurrochman (2001) mengungkapkan setidaknya


ada beberapa cara yang dapat memperkaya hubungan keluarga. Upaya-upaya tersebut mencakup beberapa hal, yaitu: 1. Menetapkan perspektif jangka panjang. Asumsi yang berkembang adalah bahwa keberlangsungan keluarga sangat ditentukan oleh daya tahan terhadap masalah yang menghadang. Perspektif jangka panjang inilah yang akan membangkitkan kemampuan keluarga meningkatkan daya tahannya. 2. Mengkaji ulang kehidupan perkawinan dan keluarga. Dalam hal ini kehidupan keluarga diharapkan bisa lebih adaptif terhadap perubahan sosial yang ada. 3. Pertimbangkan ulang peran dalam keluarga. Sebuah keluarga akan sangat ideal apabila keluarga tersebut bisa menjadi sebuah tim yang anggota-anggotanya komplementer yang didasari oleh respek mutualistis dalam menjalankan peran masing-masing. 4. Mengkaji ulang tujuan. Setiap saat perlu ada pengajian ulang terhadap tujuan yang hendak dicapai oleh keluarga. 5. Integrasi sistem dalam keluarga. Empat sistem dinilai vital dalam keluarga, yaitu sistem perumusan sasaran dan rencana, sistem standarisasi, sistem upaya peningkatan, dan sistem komunikasi serta pemecahan masalah. Masalah yang tidak kalah penting adalah integrasi dari sistem-sistem itu. Menyekolahkan anak

seharusnya dibarengi dengan upaya untuk meningkatkan kemampuan membuat rencana, giat mempertahankan upaya tersebut dan diikuti oleh keterbukaan dalam pemecahan masalah yang dihadapi. Sering kali terjadi adanya upaya untuk berjalan dengan satu sistem saja, padahal hal itu akan menempatkan keluarga pada comfort zone, namun sesungguhnya mereka berada di tepi masalah lain. 6. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan. Ada tiga kemampuan pokok yang vital untuk keberlangsungan keluarga, yaitu manajemen waktu, komunikasi, dan pemecahan masalah. Tuntutan jaman mengarah pada permintaan individu pada komitmen di luar rumah. Komitmen keluarga dan di luar rumah dapat diatasi dengan manajemen waktu. Namun waktu yang tersedia akan menjadi sia- sia bila tidak ada komunikasi yang efektif di dalam keluarga. Kedua hal ini merupakan modal penting dalam kehidupan keluarga yang semakin dibanjiri oleh berbagai

masalah. Tuntutan akan kemampuan memecahkan masalah adalah kunci untuk keberlangsungan keluarga. 7. Membangun misi keluarga. Banyak keluarga yang dikelola berdasarkan pada tujuan sesaat, bukan pada prinsip yang kuat, sehingga ketika ada masalah muncul yang terjadi justru kepanikan. Untuk itu, misi keluarga harus dibangun secara kokoh. Dengan bingkai kesejahteraan berbagai kebijakan dan program-program telah diciptakan dan dilaksanakan. Mengakhiri sambutannya, Iwa mengatakan Hari Anak Nasional merupakan moment untuk mempersiapkan generasi emas 2045. Untuk menyiapkan generasi emas yang kompeten, semua keluarga, khususnya para orang tua perlu menyemangati putra-putrinya supaya terus meraih berprestasi, menjunjung tinggi derajat dan martabat bangsa dan negara. Lingkungan yang kondusif itu tidak lain dimulai dari keluarga, karena keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam melahirkan generasi yang berkualitas. Konsep utamanya adalah dengan memenuhi

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

21


Warta Utama

Harganas XXV Jabar

HARI KELUARGA, HARI KITA SEMUA #Cinta Keluarga, Cinta Terencana Ratusan anak berseragam merah-putih sudah ramai sejak pagi membanjiri jalan arteri kala itu. Sekitaran komplek elit bernuasa indsutrialisasi mulai dipenuhi tanda perhelatan seremoni akan segera dimulai. Pada tahun ini, giliran Kabupaten Karawanglah yang menjadi saksi puncak hajat akbar Hari Keluarga dan Hari Anak Nasional. Perayaan itu terlaksana di Lapang Galuh Mas, Kecamatan Teluk Jambe Timur, Karawang pada Selasa (17/07) lalu.

P

emerintah Provinsi Jawa Barat menggelar acara puncak perayaan Hari Keluarga Nasional (Harganas) dan Hari Anak Nasional ke XXV tahun 2018 tingkat provinsi dengan mengangkat tema “Hari Keluarga : Hari Kita Semua” dengan tagline “Cinta Keluarga, Cinta Terencana”. Peringatan Hari Keluarga tingkat provinsi kali ini juga diwarnai dengan rangkaian kegiatan untuk mensosialisasikan program BKKBN, seperti diantaranya Lomba Paduan Suara Kader Pos KB antar kabupaten/ kota se-Jawa Barat, Bakti Sosial, Talkshow dan Seminar, Jambore Gesit Tahunan Kader KB se Jawa Barat, Roadshow Mobil Unit

Penerangan KB se-Jawa Barat, Lomba Cerdas Cermat Kader Kampung KB tingkat provinsi, hingga berakhir di acara puncak, digelar Kampung KB Expo, yang merupakan pameran Kampung KB unggulan dan Gelar dagang Produk UPPKS se-Jawa Barat. Dalam kesempatan itu, Sekertaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa mengatakan Harganas dan Hari Anak Nasional tahun ini adalah momentum khusus untuk berefleksi terhadap maraknya kasus kekerasan pada anak dan perempuan. Dan langkah konkret dalam pemberantasan dan pencegahan itu sejatinya menurut Iwa dapat dimulai sejak dari keluarga. “Peringatan Harganas dan Hari

22 | Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018

Anak Nasional dimaksudkan untuk mendorong keluarga agar memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam memenuhi dan melindungi hak anak, termasuk pencegahan dan pemberantasan kekerasan dan diskriminasi terhadap anak, dimulai dari keluarga,” tandas Iwa.

Peran Motekar Iwa Karniwa juga menjelaskan permasalahan keluarga saat ini ada pada pola komunikasi dan interaksi yang kurang antara suami istri serta orangtua dan anak. Inilah yang menjadi dasar pentingnya peran Motivator Ketahanan Keluarga (Motekar) dalam membina keluargakeluarga di Jawa Barat.


biaya banyak, tetapi konkrit untuk menurunkan berbagai permasalahan keluarga,” kata Iwa. Sehingga Iwa berharap jika program ini terus kita dorong di masyarakat. Maka Jawa Barat mempunyai kontribusi 20 – 25 persen secara bertahap dalam membentuk keluarga maju, sejahtera dan harmonis di Indonesia.

Cellica Nurachadiana

“Masalah interaksi dalam keluarga ini tidak ada sekolahannya. Oleh karena itu, Pemprov Jabar melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) mempunyai program Motekar yang bertujuan mendampingi keluarga-keluarga di Jawa Barat dengan dukungan pada tiga hal, yaitu mengurangi kekerasan dalam keluarga, masalah ekonomi dan masalah legalitas,” ungkapnya usai membuka acara. Bimbingan pada masyarakat, menurut Iwa, menjadi prioritas utama. “Dari semula 200 desa sekarang menjadi 312 desa, difokuskan di daerah yang mempunyai kasus kekerasan paling banyak di Jawa Barat

agar lebih efektif dengan dana yang terbatas seperti di daerah Pantura,” katanya. “Alhamdulillah dari beberapa kasus kekerasan keluarga itu menurun hampir 50 persen. Lalu keberpihakan kepada gender juga meningkat, berdasarkan data dan fakta 2015 – 2016 – 2017,” lanjut Iwa. Oleh Menpan RB pun, tutur Iwa, Motekar menjadi salah satu inovasi yang masuk pada TOP 99. Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2018 merupakan salah satu program Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB). Bahkan di Jawa Barat menjadi Peraturan Daerah. “Ini program yang tidak memerlukan

Senada dengan Iwa, Bupati Karawang Cellica Nurachadiana dalam press release Harganas dan HAN XXV menuturkan, lewat Peringatan Harganas dan Hari Anak Nasional ini masyarakat harus menjadikan keluarga sebagai tempat pertama dan utama dalam membangun peradaban manusia Indonesia yang berkarakter, berkemajuan, dan berjiwa gotong royong berlandaskan Pancasila. Dalam sambutan Peringatan Harganas dan Hari Anak Nasional XXV, Cellica mengajak kepada seluruh peserta yang hadir untuk turut membangun kekompakan dalam membangun keluarga yang berkualitas. “Mari Kita lahirkan keluargakeluarga yang hebat, yang saling mengasihi satu sama lain, saling menyayangi satu sama lain, melahirkan putra-putri terbaik bangsa, shaleh dan shalehah, putra putri yang cerdas, yang mampu berkompetisi di era global, membawa harkat dan martabat bangsa Indonesia. Mudah mudahan dengan kekompakan yang luar biasa dan melalui moment Harganas dan Hari Anak Nasional ini, mari kita tunjukkan bahwa Jawa Barat harus mampu menjadi sektor pembangunan yang utama di wliayah nusantara yang samasama kita cintai ini,” tandas Cellica. (*)

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

23


Warta Daerah

Menggenjot PESERTA KB Dilansir dari radarsukabumi.com menurunnya laju pertumbuhan penduduk (LPP) dan Total Fertility Rate (TFR) di Kota Sukabumi, menjadi sasaran tersendiri bagi program Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (P2KBP3APM) Kota Sukabumi. Hal ini dilakukan supaya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 bisa sukses sesuai harapan yang dicanangkan.

K

epala Bidang Keluarga Berencana (KB) Dinas P2KBP3APM Kota Sukabumi, Rita Fitrianingsih menjelaskan, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan pemakaian kontrasepsi (CPR), menurunkan kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need), menurunkan angka kelahiran di kelompok umur remaja usia 15-19 tahun, serta menurunkan tingkat kehamilan yang tidak diinginkan di kalangan perempuan usia subur (15-49 tahun). “Sekarang ini kami terus mengupayakan untuk memenuhi kebutuhan alat dan obat kontrasepsi, juga mengintegrasikan pelayanan KB,�tutur Rita Fitrianingsih. Ia menambahkan Bidang dimotorinya terus mengajak seluruh warga Kota Sukabumi untuk ber-KB yakni dengan

mengimbau keluarga muda yang sudah menikah untuk merencanakan periode memiliki anak, memperhatikan jarak antar kelahiran dan waktu yang tepat berhenti memiliki anak. “Kita terus melakukan sosialisasi dan menghimbau kepada warga, untuk merencanakan periode dalam memiliki anak,� tambahnya. Ia berharap masyarakat dapat ikut serta dalam upaya pengendalian penduduk. Karena dalam hal ini KB juga merupakan upaya untuk menghindari empat risiko yakni terlalu muda, terlalu rapat, terlalu banyak dan terlalu tua saat melahirkan. Selain itu program KB juga memberikan manfaat yang besar, seperti menurunkan risiko terjangkitnya kanker rahim dan kanker serviks, menurunkan angka kematian maternal serta peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM).

24 | Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018

Lalu, manfaat lainnya adalah menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, meningkatkan kesehatan ibu dan anak, mencegah penularan penyakit berbahaya, lebih menjamin tumbuh kembang bayi dan anak, dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga, pendidikan anak lebih terjamin dan dapat menentukan kualitas sebuah keluarga. Rita juga menjelaskan ihwal progres pencapaian program KB. Ia menuturkan di tahun 2017 kemarin, jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) Kota Sukabumi mencapai 55. 430 peserta. Sementara pencapaian peserta KB aktif metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) sebanyak 10.671 peserta yang terdiri dari; tubektomi sebanyak 1.152 peserta; vasektomi sebanyak 155 peserta; IUD mencapai 5.284; homonal/implan mencapai 4.080 peserta. Selain


Anggota DPR RI partai Golkar komisi IX Bidang Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kependudukan, Kesehatan, Dewi Asmara dalam sukabumiupdate. com menuturkan, di Kabupaten Sukabumi Kampung KB sudha cukup banyak, namun belum 100 persen. Menurutnya, hal ini akan menjadi perhatian pemerintah agar kedepannya rakyat makin meningkat pengetahuannya, pendidikan, dan pelayanan kesehatannya.

itu, pada pemakaian KB Non MKJP seperti KB pil mencapai 10.170 peserta, suntik mencapai 19.136 peserta, dan kondom mencapai 1.262 peserta. “Jumlah totalnya mencapai 30.568 peserta, (hal ini,-red ) karena kondisi Kota Sukabumi yang di mana akses untuk masuknya informasi menjadikan sekarang ini lebih cepat, dalam rangka memberi pemahaman kepada masyarakat,” paparnya pada radarsukabumi.com. Bagaimana dengan tahun ini? Rita menegaskan untuk lebih meningkatkan lagi pencapaian dari tahun 2017 kemarin. Karena menurutnya tugas Bidang KB Dinas P2KBP3APM adalah berupaya terus menyadarkan generasi muda akan kependududukan, sehingga para generasi muda paham, bahwa mereka berkewajiban dalam pengendalian penduduk. “Kita terus akan berupaya

menyadarkan generasi muda, karena mereka pun punya kewajiban dalam pengendalian penduduk, misalnya pemahaman tentang usia paling muda untuk menikah, laki-laki 24 tahun dan perempuan 21 tahun,” pungkasnya.

Menggencarkan Sosialisasi program KKBPK Kabupaten Sukabumi adalah salah satu kabupaten percontohan mengenai suksesnya program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK), khususnya di Jawa Barat dan tingkat nasional. Saat ini, pemerintah sedang gencar mengupayakan pemberdayakan masyarakat, salah satunya lewat kegiatan Kampung KB di tingkat desa.

Sementara itu, kiprah sejumlah organisasi non pemerintah pun tak dapat dinafikan keberadaanya dalam mensosialisasikan program KKBPK di Kabupaten Sukabumi. Seperti yang dilansir dari radarsukabumi.com, organisasi non pemerintah bernama Perhimpunan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sukabumi juga giat menggelar sosialisasi, dimana format programnya bernama program Yes I Do. Sebagai pilot projectnya dipilihlah dua daerah yakni Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Cisolok. ”Program yang dinamakan Yes I DO ini khususnya di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi sebagai pilot projek program ini,” ujar Manager Program PKBI Sukabumi, Deri Irawan. Meski masih dalam tahap pengembangan, program Yes I Do gencar melakukan seminar dan diskusi. Dalam kegiatan sosialisasi para petugas langsung menyapa warga dari rumah ke rumah serta memberikan bantuan berupa fasilitas penunjang kesehatan masyarakat. Program Yes I Do tersebut, bertujuan untuk untuk mencegah perkawinan anak, kehamilan remaja dan praktek berbahaya bagi reproduksi perempuan.

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

25


Warta Foto

Semarak Harganas XXV/2018

26 | Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018


Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

27


Warta Daerah

RITULOR ALA KAMPUNG KB CILEULEUS Keberadaan Kampung KB tidak lain menjadi miniatur program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Dalam hal ini kampung KB menjadi pilot project program pembangunan jangka panjang guna mempercepat terbangunnya kualitas sumber daya manusia. Untuk itu, keberadaan kampung KB pun mesti terintegrasi dengan instansi yang terkait, baik pemerintah maupun swasta.

28 | Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018


K

eberadaan Kampung KB tidak lain menjadi miniatur program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK). Dalam hal ini kampung KB menjadi pilot project program pembangunan jangka panjang guna mempercepat terbangunnya kualitas sumber daya manusia. Untuk itu, keberadaan kampung KB pun mesti terintegrasi dengan instansi yang terkait, baik pemerintah maupun swasta. Sejalan dengan itu, seperti yang dilansir dari kabarpriangan. co.id, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DPM DPAKB) Kabupaten Tasikmalaya, Wawan R Effendi mengatakan kiprah kampung KB di Kabupaten Tasikmalaya sedang menuju tahap optimalisasi. “Tahap pertama pembentukan dan tahap kedua sosialisasi, itu sudah selesai dilakukan di 351 Desa yang ada di Kabupaten Tasikmalaya. Tinggal tahap ke tiga yakni optimalisasi, yakni sampai sejauh mana peran kampung KB di masyarakat,” jelas Wawan seusai menggelar upacara peringatan Hari Keluarga Nasional ke XXV di halaman kantor DPM DPAKB, Kabupaten Tasikmalaya, Jumat (29/6) lalu. Ia menambahkan, Kabupaten Tasikmalaya mendapatkan sanjungan luar biasa dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat karena keberhasilan membentuk kampung KB. Bertepatan dengan moment tersebut, Wawan pun mengaku bangga pada para pejuang dan relawan KB yang tetap bekerja dengan gigih melaksanakan tugas. Meraka yakni PL (petugas lapangan) KB sebanyak 47 dan TPD (Tenaga

Pengerak Desa) 147 orang, jumlah itu terbatas. Sebab satu TPD ada yang sampai pegang 2 sampai 3 desa. Sementara itu bak menjual emas terbeli intan, diketahui ada beberapa kampung KB di Kabupaten Tasikmalaya yang telah mampu menuai kemajuan setahap demi setahap. Seperti yang dilansir kabarpriangan.co.id, kampung KB Cileuleus, Desa Sukamulya, Kecamatan Cisayong, Kabupaten Tasikmalaya berhasil membangun upaya kemandirian ekonomi. Program itu dinamakan RITULOR (Sehari Satu Telor). Permulaan program itu dimulai dari bantuan 10 ekor ayam kampung (jenis ayam arab,-red) kepada 50 kepala keluarga disekitar kampung Cileuleus. Kemudian hal itu berlanjut kepada tabungan 1 butir telor yang dihasilkan guna mengembalikan modal serta menabung ke kas Pokja KB. Lalu dari ratusan telor yang terkumpul setiap harinya lantas dijual dan uangnya dipergunakan untuk kegiatan masyarakat dan membangun kawasan kampung Cileuleus. Prestasi ini tentu sudah menjadi buah bibir, terutama dikalangan birokrat pemerintah setempat. Sebagai pencapaian awal hal ini juga turut mengundang

apresiasi dari berbagai pihak, tak terkecuali Wawan. Ia mengatakan, pihaknya sangat mengapresiasi Kampung KB Cileuleus, sebab telah mampu menunjukan jati dirinya, dari 351 kampung KB yang telah dibentuk Pemkab. Mereka, kata Ridwan bisa hidup mandiri, swadaya dan menciptakan lapangan kerja, bahkan mampu menciptakan ikon berupa telor ayam yang bisa dijual untuk oprasional kampung KB. “Tidak hanya membantu oprasional kampung KB, tetapi juga hasil peternakan ayam bisa dimakan oleh masyarakat disini,” jelas Wawan. Hal senada juga diungkapkan Pembina PKK Kabupaten Tasikmalaya, Lina Marlina Ruzhan. Menurutnya, hal ini merupakan upaya membangun kemandirian ekonomi. Maka dengan begitu kampung KB tidak mesti tergantung pada bantuan pemerintah. Lina berharap, apa yang digalakkan di kampung Cileuleus bisa dicontoh oleh kampung lainnya. “Ini harus benar-benar jadi contoh untuk kampung dan desa-desa lainnya, supaya tidak melulu menggantungkan kegiatan hanya nunggu uluran bantuan pemerintah. Buktinya disini bisa dilakukan mandiri oleh masyarakat, hingga ada program Ritulor,” ungkap Lina yang saat itu juga meresmikan Monumen Ritulor di kampung KB Cileuleus. (*)

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

29


Warta Jabar

MEMBANGUN JAWA BARAT DARI DESA Optimalisasi Kampung KB serta terintegrasinya berbagai program irisan, Koalisi Kependudukan Jawa Barat menginisiasi lahirnya Gerakan Membangun Desa Terintegrasi. Gerakan tersebut melibatkan berbagai kalangan di Jawa Barat.

Ferry Hadiyanto

Nomor35 35Tahun Tahun2018 2018 | WartaKencana Kencana| |Nomor 30 Warta


L

angkah Koalisi Kependudukan Jawa Barat dalam menginisiasi dalam mendorong pembangunan berbasis kependudukan mulai membuahkan hasil. Upaya membangun visi dan misi bersama membangun Jawa Barat dengan melibatkan berbagai kalangan terjawab dengan hadirnya Pokja Gerakan Membangun Desa Terintegrasi. Setelah hampir satu tahun, kini Pokja Gerakan Membangun Desa Terintegrasi pun tengah memasuki tahap finalisasi. Hal itu terungkap dalam rapat koordinasi lintas sektoral yang digelar belum lama ini. Ketua Koalisi Kependudukan Jawa Barat Ferry Hadiyanto mengungkapkan, dengan berbagai keterbatasan, dia bersyukur karena tahapan demi tahapan pembentukan Pokja Gerakan Membangun Desa Terintegrasi tersebut mulai mendapat respon positif semua pihak. Bahkan menurut Ferry, saat ini pihaknya tengah masuk dalam tahapan finalisasi penyusunan pengurus termasuk menyiapkan program-program lainnya. “Pada awalnya gagasan ini memang hanya ingin mengoptimalkan keberadaan Kampung KB. Tapi ketika kita kemudian mengungkap kaitan Kampung KB, maka pada dasarnya berbagai persoalan saling berkaitan. Karenanya, kemudian kami menyebut sebagai Gerakan Membangun Desa Terintegrasi,” ujarnya. Menurut Ferry, makna membangun desa dalam gerakan ini karena memang sasarannya adalah desa-desa tertinggal di Jawa Barat. Sementara penyematan terintegrasi tak lain karena gerakan ini juga melibatkan semua SKPD yang memiliki irisan program. “Dari

hasil pertemuan selama dua hari ini kami juga kemudian mendapatkan banyak data bagaimana program-program yang ada di setiap SKPD satu sama lain memiliki irisan atau saling berkaitan,” tandasnya. Di tempat yang sama, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat, S Teguh Santoso mengungkapkan, melihat kompleksnya persoalan kependudukan di Jawa Barat, maka sudah saatnya sekarang ini mulai menerapkan konsep pembangunan berbasis kependudukan. Ketika konsep pembangunan berbasis kependudukan dapat digulirkan, maka semua sektor akan dapat disentuh secara berbarengan.”Semoga dengan adanya urun rembuk dari semua pihak, maka gerakan membangun desa terintegrasi ini dapat menghasilkan banyak hal. Sehingga ke depan semua program yang memiliki irisan sama baik itu BKKBN, Dinkes, Disdik, dan semua dinas dinas lainnya dapat bersatu padu.

Membangun dari Desa Lebih jauh mengenai gerakan membangun desa, laman resmi Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan menjelaskan, gerakan merupakan inisiatif kolektif desa-desa untuk mengelola sumber daya desa dan tata pemerintahan yang baik. Gerakan ini lahir sebagai kritik atas praktik pembangunan perdesaan yang cenderung dari atas ke bawah (top down) dibanding dari bawah ke atas (bottom up). Dalam hal ini, masyarakat turut serta dalam meningkatkan etos kerja dalam suasana gotong-royong demi desa yang mandiri dan maju. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam gerakan

ini antara lain: mendorong penyelenggaraan pelayanan publik yang baik, efektif dan efisien, pengembangan tata perencanaan, penganggaran, pelaksanaan pembangunan yang akuntabel dan transparan. Selain itu, gerakan ini juga mengelola sumber daya desa yang berkelanjutan dengan kearifan kolektif masyarakat desa, serta penerapan teknologi tepat guna secara mandiri dan berbasis sumber terbuka (open source). Sementara itu, fasilitator pemberdayaan masyarakat Yayasan Sahabat Cipta A Bustanul Arif menilai pelibatan akademisi atau perguruan tinggi dalam gerakan membangun desa. Mengapa perguruan tinggi? Bustanul Arif berpendapat bahwa instrumen, strategi, dan lainlain merupakan ranah lembaga pendidikan tinggi. Pemerintah hanya memberi legitimasi dan ikatan tanggung jawab sebagai bagian dari kerja pengabdian sosial. “Bukankah di setiap perguruan tinggi ada Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)? Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau apapun namanya saat ini pun bisa diproyeksikan untuk hal ini. Namun, arah dan tujuannya harus diformulasikan ulang. Sekaligus, ini untuk mendidik dan membangun mental mahasiswa sebagai generasi intelektual yang punya tanggung jawab besar dan harus berkontribusi terhadap masyarakatnya,” tandas Bustanul. Melalui program KKN, sambung Bustanul, mahasiswa dididik untuk menjadi generasi yang peduli, bukan generasi yang individualis dan tidak bervisi sosial. Di luar itu, tentu banyak lembaga-lembaga sosial yang bisa dilibatkan. Namun, konteksnya harus gerakan partisipatif. (*)

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

31


Warta Jabar

BKKBN-Pramuka Sepakat Perkuat Saka Kencana Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Provinsi Jawa Barat meneguhkan komitmennya untuk memperkuat Satuan Karya Pramuka Keluarga Berencana (Saka Kencana) di Jawa Barat. Komitmen ini tertuang dalam naskah kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) antara BKKBN Perwakilan Provinsi Jawa Barat dengan Kwartir Daerah Gerakan Pramuka (Kwarda) Jawa Barat yang diteken di sela peringatan Hari Pramuka ke-57 tingkat Provinsi Jawa Barat di Gelanggang Generasi Muda (GGM) Kabupaten Majalengka pekan lalu, Sabtu 8 September 2018.

32 | Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018

Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sukaryo Teguh Santoso menjelaskan, kesepahaman bersama BKKBN-Pramuka merupakan pijakan dasar upaya mewujudkan generasi berencana melalui pendidikan kependudukan dalam Gerakan Pramuka dan kegiatan kepramukaan di Jawa Barat. Di satu sisi, MoU merupakan bagian dari komitmen Perwakilan BKKBN Jawa Barat terhadap Gerakan Pramuka dan kegiatan kepramukaan. Di sisi lain, merupakan bagian dari komitmen Gerakan Pramuka terhadap pengarusutamaan isu-isu kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga. “Mengapa Pramuka itu penting, karena jumlah penduduk usia muda dan remaja di Jawa Barat itu tinggi. Satu dari empat penduduk Jawa Barat adalah remaja. Karena itu, Pramuka sebagai organisasi kepanduan yang di dalamnya beranggotakan anak-anak hingga remaja atau pemuda menjadi sangat strategis. Dengan kerjasama ini, kami BKKBN berharap setiap anggota Pramuka mampu memerankan diri sebagai agen informasi KKBPK. Lebih khusus lagi adalah anggota Saka Kencana


yang memang secara khusus didesain sebagai sinergi antara pemerintah dan pemuda dalam pengarusutamaan pembangunan kependudukan,� terang Teguh. Di tempat yang sama, Ketua Kwarda Jawa Barat Dede Yusuf Macan Effendi menyampaikan bahwa dengan Saka Kencana merupakan garda terdepan Pramuka dalam menyosialisasikan program Genereasi Berencana (Genre) yang diusung pemerintah. Melalui Genre, terang Dede, remaja diharapkan mampu mempersiapkan masa depan mereka dengan cara menghindari hal-hal yang negatif melalui kegiatan positif. Pesan utamanya jelas, yakni menghindari pernikahan dini, narkoba, dan seks bebas. “Harus diingat bahwa kegiatankegiatan Saka Kencana ini jangan lagi didesain seperti program pemerintah. Biarkan pemuda berkreasi sesuai dengan dunia mereka. Biarkan program dikemas sesuai dengan dunia remaja atau pemuda. Dengan cara begitu, Genre atau pengarusutamaan KKBPK yang dilaksanakan melalui Saka Kencana ini bisa lebih sesuai dengan alam pikiran pemuda saat ini, anak-anak milenial. Kalau datangnya dari pemerintah lagi mereka tidak akan merasa memiliki,� ujar Dede di sela mengunjungi Pusat Informasi KKBPK yang hadir di arena GGM Majalengka.

peningkatan kompetensi wawasan kependudukan, KB, dan pembangunan keluarga anggota Pramuka sebagai bekal untuk mengantisipasi tantangan kependudukan, KB, dan pembangunan keluarga pada masa yang akan datang. Adapun ruang lingkup kesepahaman meliputi beberapa hal sebagai berikut. Pertama, pengembangan pendidikan berwawasan kependudukan, keluarga berencana, dan pembangunan keluarga (KKBPK) melalui Gerakan Pramuka dan kegiatan kepramukaan. Kedua, peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku anggota Pramuka mengenai wawasan KKBPK melalui pendidikan nonformal dan diperkuat dengan berbagai kegiatan dalam lingkup dimaksud. Ketiga, pengembangan upayaupaya sosialisasi program KKBPK melalui berbagai media, terutama media sosial melalui akun resmi Perwakilan BKKBN dan Gerakan Pramuka. Keempat, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan kegiatan secara periodik. Dalam waktu dekat, kesepahaman bersama akan ditindaklanjuti dengan sejumlah langkah konkret. Pertama, penguatan organisasi dan kelembagaan Saka Kencana dalam hal struktur pengurus harian dan kegiatan

kepramukaan. Kedua, konsolidasi perangkat daerah dinas pengendalian penduduk dan keluarga berencana kabupaten/ kota yang mengelola Saka Kenca di satuan tingkat kewilayahnnya. Ketiga, penyusunan rencana aksi yang sinergi dengan berbagai kegiatan dalam lingkup kependudukan, keluarga berencana dan pembangunan keluarga baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Revoluasi Digital Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sekaligus Ketua Majelis Pembimbing Daerah (Mabida) Kwarda Jawa Barat yang turut menyaksikan penandatanganan MoU antara Perwakilan BKKBN Jawa Barat dengan Kwarda Jawa Barat mengku bertekad membawa Pramuka Jabar menjadi Pramuka Juara di Indonesia. Untuk itu, ada beberapa pesan yang mesti diperhatikan para anggota Pramuka di seluruh Jawa Barat. Pria yang akrab degan sapaan Kang Emil ini mengingatkan kembali bahwa Pramuka merupakan komponen utama pemuda Jawa Barat. Sebagai pemuda, sambung Emil, para pemuda yang harus sibuk. Apabila pemuda ini sibuk, mereka tidak akan melenceng pada pergaulan yang salah.

Dalam salinan dokumen MoU yang diterima duaanak.com menyatakan, kesepahaman bersama ini dimaksudkan sebagai landasan kerjasama bagi kedua belah pihak untuk mewujudkan generasi muda berwawasan kependudukan, KB, dan pembangunan keluarga melalui Gerakan Pramuka dan kegiatan kepramukaan. Adapun tujuannya adalah terwujudnya

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

33


Warta Jabar “Mengurus pemuda di Indonesia cuman satu cara, buat mereka sibuk. Kalau pemuda sibuk, energi motoriknya tersalurkan, energi penasarannya tersalurkan, energi idealismenya tersalurkan, energi kreativitas juga inovasinya tersalurkan,” kata Emil. “Tapi kalau pemuda tidak sibuk, banyak waktu kosong, banyak waktu luang. Di situ ada pembisik-pembisik yang salah, di situ melenceng ke pergaulan menyimpang,” lanjutnya. Emil berpesan Pramuka harus bisa memanfaatkan teknologi dengan baik. Revolusi digital bisa membawa perubahan Pramuka Jawa Barat menjadi Pramuka terdepan dalam revolusi digital Indonesia. “Jadi, revolusi digital ini akan menghancurkan pemudapemuda Indonesia atau kita bertekad menggunakan teknologi justru Pramuka Jawa Barat sebagai pramuka terdepan dalam revolusi digital Indonesia,” ajaknya. Untuk itu, Emil berharap pimpinan Pramuka di Jawa Barat bisa mengikuti perubahan zaman. Dimana kurikulum dan perspektif juga harus sesuai dengan kondisi saat ini. “Saya titip, khususnya pimpinannya, harus bisa memahami sunatullah. Zaman berubah, kalau zaman berubah jangan pakai kurikulum lama, pola pandang lama, perspektif jadul. Maka pimpinannya harus gaul,” ujar Emil. Namun begitu, Pramuka Jabar hendaknya mengalir seperti air. Anggota Pramuka Jabar mesti bermanfaat dan bisa dimanfaatkan masyarakat. “Pramuka harus punya filosofi seperti air. Dikasih wadahnya cekung menjadi cekung, dikasih wadahnya kotak airnya menjadi kotak. Artinya mengalir seperti air,” ungkap Emil.(NJP)

BERSINERGI DALAM Kolaborasi ADVOKASI BKKBN Jabar Bentuk Tim Advokasi KKBPK Lintas Sektor di Kabupaten dan Kota

Rencana pembentukan tim advokasi program KKBPK tingkat kabupaten dan kota di Jawa Barat memasuki maju selangkah lagi. BKKBN Perwakilan Provinsi Jawa Barat menginiasi pembentukan tim advokasi yang di dalamnya melibat sejumlah pemangku kepentingan terkait.

34 | Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018


(KUMKM) Kabupaten Kuningan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Majalengka, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Cirebon, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Indramayu, Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu, Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Sumedang, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Kabupaten Cirebon, Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, Bappeda Kabupaten Sumedang, Sekretariat Daerah Kabupaten Sumedang, Dinas Kesehatan Kabupaten Kuningan, Bappeda Kabupaten Indramayu, Koalisi Kependudukan Daerah Jawa Barat, dan Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jawa Barat. “Pertemuan ini merupakan tindak lanjut rangkaian pertemuan serupa di tingkat provinsi dan serial workshop yang difasilitasi Yayasan Cipta Cara Padu (YCCP) – Advance Family Planning (AFP) Indonesia. Dalam tiga hari ini para peserta mendapatkan pelatihan metode BKKBN Smart tentang advokasi program KKBPK di kabupaten dan kota,” terang Kepala Bidang Advokasi Penggerakkan dan Informasi BKKBN Perwakilan Provinsi Jawa Barat Elma Triyulianti saat berbincang di sela pertemuan.

Ada tujuh kabupaten dan kota yang secara intensif mengikuti workshop pembentukan Tim Advokasi KKBPK Lintas Sektor di Fitra Hotel, Majalengka. Ketujuh daerah tersebut terdiri atas Kabupaten Majalengka, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten

Sumedang, dan Kabupaten Subang. Selain satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang membidangi KKBPK, sejumlah SKPD terkait tampak antusias mengikuti workshop. Beberapa SKPD terkait yang hadir antara lain Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Elma menjelaskan, tim advokasi dibentuk untuk membantu akselerasi program KKBPK di kabupaten dan kota di Jawa Barat. Hal ini tidak lepas dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 yang menunjukkan kurang gregetnya capaian KKBPK di Jawa Barat. Survei lima tahunan tersebut menunjukan angka fertilitas total atau total fertility rate (TFR) Jawa Barat berada pada angka 2,4. Meski menunjukkan adanya penurunan dibanding SDKI

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

35


Warta Jabar 2012 lalu sebesar 2,6, namun masih jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebesar 2,28 pada 2019 mendatang. “Sekilas seperti tidak ada pergerakan. Memang pergerakannya lambat. Karena itu, perlu percepatan. Caranya dengan melibatkan banyak pihak untuk bahu-membahu menggarap program KKBPK. Hal ini penting karena substansi program KKBPK sebenarnya bukan tanggung jawab BKKBN semata, melainkan turut menjadi tanggung jawab lintas sector lainnya,” ungkap Elma. Selain tujuh kabupaten dan kota di wilayah Cirebon Raya, papar Elma, tim serupa juga akan dibentuk di seluruh kabupaten dan kota se-Jawa Barat. Rencananya, pekan depan workshop serupa akan diberikan kepada kabupaten dan kota di wilayah Priangan Timur yang akan dipusatkan di Tasikmalaya. Menyusul berikutnya adalah kabupaten dan kota di bagian barat Jawa Barat yang rencananya dihelat di Karawang. Selama perjalanan serial workshop tersebut, BKKBN Jawa Barat terus mendorong legalisasi keberadaan Tim Advokasi KKBPK Lintas Sektor tingkat Provinsi Jawa Barat. “Pada pertemuan terakhir di Bandung, para inisiator advokasi KKBPK Jabar sudah merumuskan postur organisasi kelompok kerja yang relevan dengan kondisi Jawa Barat. Bentuk organisasi ini akan dilanjutkan dengan menempatkan orang yang dianggap tepat berada pada posisi terkait. Pertimbangan utamanya pada aspek kompetensi yang bersangkutan dan keterwakilan lintas sektor. Dengan begitu, Tim Advokasi KKBPK bukan hanya andal dari sisi keahlian, melainkan turut

mencerminkan keterpaduan para pihak di dalamnya,” urai Elma. “Teman-teman inisiator juga akan mencoba merumuskan pokok-pokok pikiran dan rencana strategis ke depan untuk kemudian dibawa ke Pak Gubernur (Jawa Barat). Kebetulan kan Pak Gubernur baru dilantik. Jadi, perlu masukan dari lintas sektor terkait maupun masyarakat,” Elma menambahkan.

Mengapa Perlu Advokasi? Ditemui terpisah belum lama ini, Kepala Sub Bidang Advokasi dan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) Arif Rifqi Zaidan menjelaskan alasan pentingnya advokasi program KKBPK dilakukan secara berkesinambungan. Langkah ini penting untuk memastikan

36 | Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018

beberapa hal. Pertama, tidak adanya hambatan dari sisi kebijakan dan peraturan yang dapat menghambat pelaksanaan program KKBPK secara efektif dan maksimal. Kedua, tersedianya kebijakan dan peraturan yang mendukung program KKBPK. Ketiga, tersedianya sumber daya yang dibutuhkan, baik dari segi anggaran, kecakapan, sumber daya manusia serta sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan program. Keempat, terselenggaranya kerja sama dan koordinasi dengan baik dari segi kebijakan maupun program/ aktivitas di tingkat lapangan. “Empat hal tadi menjadi tantangan besar karena terdapat perubahan tata kelola pemerintahan yang berimplikasi pada perlunya strategi baru untuk meresponnya, yakni kebijakan desentralisasi. Dengan


sebagaimana terungkap dalam buku Panduan Pengembangan Rencana Kerja Advokasi KKBPK, terdapat problem umum yang dapat diklasifikasi ke dalam beberapa hal. Pertama, tidak banyak pimpinan daerah yang memberi prioritas pada program KKBPK. Akibatnya, alokasi anggaran program KKBPK di banyak daerah tidak mencukupi kebutuhan program.

skema desentralisasi ini, SKPD KB di tingkat kabupaten/kota dibiayai dan diatur oleh pemerintah setempat,� ungkap Zaidan. Kondisi ini, sambung Zaidan, membawa pada situasi berbeda untuk mengembangkan program KB di daerah. Dari sisi pengembangan program, BKKBN nasional tidak dapat sepenuhnya mempengaruhi keputusan di tingkat kabupaten. Prioritas yang rendah dari kabupaten juga tercermin dari masih sedikitnya kelembagaan BKKBN yang berdiri sendiri di kabupaten. Ini membuat struktur perencanaan program terputus, termasuk dalam hal pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam perencanaan dan pelaksanaan program.

Kedua, program KKBPK belum dilihat sebagai program yang berdimensi dan memiliki kemanfaatan lintas sektor. Bagi sebagian pemangku kepentingan daerah, program KKBPK kerap disimplifikasi sebagai program alat dan obat kontrasepsi saja. Ketiga, dari sisi SDM, rekrutmen pimpinan SPKPD KB juga kerap tidak mempertimbangkan kapasitas di bidang KKBPK. Akibatnya, para pengelola kurang cakap dalam merancang dan mengelola program. Tidak jarang staf yang sudah terlatih malah mutasi ke SKPD lain. Keempat, terdapat potensi dana di daerah yang berpotensi menutup kekurangan anggaran APBD untuk program KKBPK namun belum termanfaatkan. Sebut saja misalnya dana desa yang saat ini jumlahnya cukup besar. Kelima, perlu dimaksimalkannya pemanfaatan potensi besar sumber daya yang ada di daerah selain potensi anggaran, misalnya potensi sumber daya penggerakan, sumber daya kecakapan, sumber

daya media, dan lain-lain. “Permasalahan dari sisi pengelolaan program ini kemudian berdampak pada situasi dan capaian program KKBPK baik secara nasional maupun daerah. Pada gilirannya akan memberi dampak pada sektor pembangunan lain,� Zaidan melengkapi. Menurutnya, halitu hanya bisa terjadi jika dilakukan upaya yang sistematis dan terukur untuk mendapatkannya. Upaya itu berupa program advokasi KKBPK yang lintas sektoral. Hal ini mengingat peran strategis KKBPK di mana keberhasilannya akan memberi fundamen kuat bagi pencapaian tujuan program di sektor lain. Sebaliknya, tujuan pembangunan sektor lain akan sangat sulit dicapai jika program KKBPK tidak berjalan sebagaimana mestinya. Sayangnya, saat ini program atau intervensi advokasi di tingkat nasional dan maupun daerah masih perlu ditingkatkan. Salah satu problem utama dari aspek advokasi adalah masih banyaknya salah pengertian mengenai pengertian advokasi. Masih banyak pengelola program dan mitra yang menyamakan pengertian advokasi dengan KIE. Padahal secara garis besar, kedua hal ini berbeda secara konseptual, sehingga berbeda pula dalam pengembangan strategi maupun perancangan program atau kegiatannya. (*)

Berdasarkan temuan lapangan, diskusi, dan pengalaman implementasi program advokasi KKBPK secara nasional

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

37


Warta Jabar

MAKIN GETOL SOSIALISASI KESEHATAN REPRODUKSI Kesehatan reproduksi mungkin sudah lazim bagi masyarakat di kotakota besar. Akses media, tingkat pendidikan, dan kemudahan memperoleh berbagai informasi menjadi deretan faktor yang cukup menentukan tingkat kesadaran dan wawasan tentang kesehatan reproduksi. Namun, bagi masyarakat di daerah, wawasan kesehatan reproduksi barangkali ditengarai masih cukup rendah.

B

agi Perwakilan BKKBN Jawa Barat sosialisasi tentang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) menjadi agenda vital yang terus digalakkan. Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sukaryo Teguh Santoso mengungkapkan, menjaga kesehatan reproduksi merupakan hal yang mesti diperhatikan. Kesehatan

reproduksi adalah bagian penting dari program Keluarga Kerencana (KB). “Dalam KB ada istilah ‘4 terlalu’ yang harus dihindari. Yaitu, terlalu tua, terlalu muda, terlalu dekat, terlalu banyak. Empat hal itu akan sangat berkaitan dengan kesehatan reproduksi,” tuturnya. Sosialisasi KBKR merupakan

38 | Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018

program jangka panjang guna mendistribusikan kesejahteraan bagi masyarakat. Dalam dua bulan terakhir, total hampir 150 titik di seluruh Provinsi Jawa Barat yang telah menjadi sasaran kunjungan sosialisasi. Teguh berharap masyarakat dapat terdorong untuk mengamalkan substansi dari KB itu sendiri, yakni memajukan negara dengan keluarga yang sejahtera.


Ia mengungkapkan, urgensi sosialisasi program KBKR ini juga dimaksudkan untuk memberikan pemahaman tentang tujuan dari pengendalian jumlah penduduk, yang mana hal ini ditujukan untuk menekan jumlah kematian ibu dan anak. Ia menambahkan angka kematian ibu dan anak yang tinggi disebabkan oleh banyaknya perkawinan anak dan belum matangnya kesiapan seorang ibu untuk melahirkan. Maka dari itu, sosialisasi ini memberikan pemahaman sekaligus pelayanan kepada selauruh ibu dan bapak untuk mendapatkan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi. Selain itu, ada juga pelayanan bagi pasangan yang terlanjur kawin diusia muda yang dimaksudkan untuk menunda anak pertama. Hal itu menurutnya, menyangkut usia terbaik bagi wanita untuk melahirkan agar tidak menimbulkan resiko kematian.

Partisipasi

“Pengendalian jumlah penduduk adalah prasyarat mutlak untuk memajukan negara kita. Kesejahteraan bangsa dimulai dari kesejahteraan di tingkatan paling bawah, yaitu keluarga,” tambah Teguh. Sementara ditempat yang berbeda, hal selaras juga diutarakan oleh Perwakilan OPD KB Kabupaten Bandung.

Saat acara dihelat pada Senin (03/09) lalu di Lapangan Permata Ayu, Kelurahan Babakan Ciparay, Kota Bandung, kegiatan sosialisasi dihadiri anggota Komisi IX DPR RI, Ketut Setiawan. Ia mengungkapkan bahwa masyarakat mesti ikut andil berpartisipasi dalam mengampanyekan program KB. Menurutnya hal ini menjadi sesuatu yang penting agar masyarakat terdorong untuk menjadi para penggerakpenggerak program KB. “Tidak hanya Ibu-ibu tapi juga bapak bapak,” katanya seperti yang dilansir pada fokusjabar.co.id. Selain itu, Kepala DPPKB Kota Bandung Eddy Marwoto yang juga hadir di acara yang sama

mengungkapkan bahwa kegiatan sosialiasi harus terus digaungkan dan dijadikan sarana kampanye untuk membangun kesadaran bersama tentang pentingnya KB. Hal ini menurutnya agar terbangun kesadaran yang semakin kuat bahwa KB adalah jalan untuk memperkuat negara dan bangsa. “Program KB adalah harus dikampanyekan secara massif dan terencana mengingat semakin meningkatknya jumlah penduduk terutama di Jawa Barat. Program harus selalu di perkuat dan di koordinasikan dengan baik dalam pelaksanaanya terutama dalam melakukan pengendalian penduduk agar tujuan dan citacita kita menjadi bangsa yang memiliki keluarga terencana yang sehat dan kuat baik fisik, ekonomi dan mental spritual,” pungkasnya kala itu.

Serba-serbi Sosalisasi Upaya sosialisasi akan terus digencarkan ke masyarakat di berbagai daerah desa maupun kelurahan di Provinsi Jawa Barat. Melalui kegiatan “Promosi dan pelayanan KBKR dalam era JKN” ini, Perwakilan BKKBN Jawa Barat memberikan “seruan” sekaligus pelayanan KB di berbagai daerah. Para peserta yang hadir pun kala itu tak hanya diberi informasi tentang urgensi program KB dan KR, tetapi juga disuguhkan beragam kemeriahan yang menambah ciamiknya kegiatan sosialisasi ini. Daerah itu diantaranya adalah Kabupaten Bandung, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, dan lainlain.(*)

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

39


Warta Utama

MENUNTASKAN “PEKERJAAN RUMAH” Evaluasi semester pertama tahun 2018, hasil pelaksanaan Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) masih menyimpan “pekerjaan rumah” yang mesti dituntaskan. Sesuai Renstra Jabar pada RPJMN 2015-2019, nilai TFR Jawa Barat diharapkan dapat turun hingga mencapai 2,1. Sedangkan presentase pemakaian kotrasepsi ditargetkan dapat meningkat sampai 65,2%.

S

ebelumnya, Hasil Survei Kinerja dan Akuntabilitas Program (SKAP) tahun 2018 menunjukkan TFR Jawa Barat mengalami peningkatan selama 3 tahun terakhir, yakni 2,05 pada tahun 2016, 2,24 pada tahun 2017, dan 2,49 pada tahun 2018. Kemudian presentase pemakaian kontrasepsi mencapai 60,70%, dengan rincian 59,10% pengguna kontrasepsi modern dan 1,60% pemakai kontrasepsi tradisional. Sejalan dengan itu, unmeet need berkembang fluktuatif, dari 14,9% pada tahun 2016, 11,7%

pada tahun 2017, dan 12,7% pada tahun 2018. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) ke-8 juga telah selesai menghitung estimasi dua indikator, yakni Total Fertility Rate (TFR) dan presentase pemakaian kontrasepsi di level provinsi. Hasil SDKI 2017 menjelaskan, Total Fertility Rate (TFR) di Jawa Barat telah mengalami penurunan sejak lima tahun terakhir. Nilainya yaitu dari 2,59 pada tahun 2012 menjadi sebesar 2,4 pada tahun 2017. Kemudian, tren

40 | Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018

pemakaian kontrasepsi pada wanita kawin usia 15-49 tahun di Jawa Barat juga memperlihatkan adanya peningkatan prevalensi kontrasepsi, dari 49,7% pada tahun 1991 menjadi 63,3% pada tahun 2017. Pemakaian kontrasepsi memang bukanlah satu-satunya indikator yang mempengaruhi penurunan TFR. Namun dalam hal ini pemakaian kontrasepsi juga merupakan salah satu indikator yang mesti dicapai untuk dapat menurunkan TFR di Jawa Barat.


Dalam SDKI 2017 disebutkan, hampir semua wanita kawin usia 15-49 tahun pernah mendengar dan mengetahui paling tidak satu alat atau cara KB. Secara rinci, presentase wanita yang mengetahui tentang alat atau cara KB dengan kondom wanita lebih sedikit ketimbang metode kontrasepsi modern lainnya. Lalu, presentase wanita yang mengetahui metode kontrasepsi tradisional lebih sedikit dibandingkan metode kontrasepsi modern.

memetakan kabupaten/kota sehingga pemangku kebijakan dapat menentukan strategi yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan wilayah menurut kategori kuadran tersebut. Indikator yang dibuat kuadran adalah TFR, CPR, UKP dan MKJP yang bersumber dari hasil Susenas 2016.

TFR dan CPR Modern Kab/ Kota Jawa Barat 2016

Daerah kuadran III menunjukan bahwa, Kota Bandung, Kota Cimahi, Kab. Ciamis, Kabupaten Bekasi, dan Kota bekasi TFR-nya sudah rendah, akan tetapi pemakaian kontrasepsi (CPR) di daerah tersebut juga rendah. Sebaliknya, daerah di Kuadran I menunjukan CPR sudah diatas 66%, tetapi TFR-nya masih tinggi.

Berdasarkan hasil SDKI 2017 juga diketahui, sebesar 63,3% wanita kawin usia 15-49 tahun sedang menggunakan suatu cara kontrasepsi, sedangkan 36,7% tidak menggunakan kontrasepsi. Lebih lanjut, dari 63,3% pemakai kontrasepsi, 59,5% menggunakan kontrasepsi modern sedangkan 3,8% menggunakan kontrasepsi tradisional.

Sebuah Anomali Pemakaian kontrasepsi bukan satu-satunya indikator yang mempengaruhi penurunan TFR di Jawa Barat. Banyak faktor yang mempengaruhi TFR, seperti misalnya saja Usia Kawin Pertama. Hal ini sejalan dengan laporan Analisis Kuadran Total Fertility Rate (TFR), Pemakaian Kontrasepsi, Usia Kawin Pertama, Metode Kontrasepsi Jangka Panjang Berdasarkan Susenas 2016 di Jawa Barat. Analisis Kuadran merupakan analisis yang dirancang secara deskriptif untuk memberikan gambaran pola dua indikator KKBPK di kabupaten/kota yang dianggap memiliki pola sama/ sejenis dengan menentukan titik potong batas indikator pada masing-masing aksis. Maka setelah itu, akan terbentuklah empat kuadran. Analisis kuadran

daerah kabupaten/kota di kuadran II, 5 daerah di kuadran III dan 1 daerah di kuadran IV. Kuadran I dan kuadran III merupakan anomaly dimana ketika TFR-nya rendah, maka seharusnya CPR yang digunakan di daerah tersebut tinggi atau sebaliknya. Akan tetapi daerah-daerah di kuadran tersebut tidak menunjukan hal itu.

Sumber: Susenas 2016, diolah.

TABEL TFR dan CPR Modern Kab/Kota Jawa Barat 2016

Berdasarkan hasil Analisis Kuadran tersebut, ada 8 kabupaten di kuadran I, 13

Nah, untuk menjawab hal ini dalam Analisis Kuadran tersebut dijelaskan bahwa selain CPR ada beberapa indikator lain yang mempengaruhi TFR, yakni Usia Kawin Pertama dan penggunaan kontrasepsi jangka panjang. Dalam Hasil Susenas 2016 disebutkan, dibalik CPR yang rendah, daerah di Kuadran III-Kota Bandung, Kota Cimahi, Kab. Ciamis, Kab. Bekasi, dan Kota Bekasi- memiliki penduduk dengan Usia Kawin Pertama di diatas 21 tahun. Selain itu, daerahdaerah tersebut juga memiliki tingkat pemakaian kontrasepsi jangka panjang diatas 20%. Sehingga pada akhirnya mengakibatkan TFR di daerah tersebut juga rendah.(*)

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

41


Warta Utama

Refleksi sejarah peringatan hari keluarga nasional Ditahun 1945, Indonesia telah menyatakan kemerdekaannya. Namun situasi bangsa kala itu belum begitu kondusif. Bahkan untuk mempertahankan kemerdekaan, wajib militer pun mesti diberlakukan bagi rakyat. Hal ini menjadikannya mereka berpisah dengan keluarga. Namun, melalui perjuangan yang gigih, pada 22 Juni 1949 Belanda pada akhirnya menyerahkan kedaulatan bangsa Indonesia secara utuh. Seminggu kemudian, tepatnya 29 Juni 1949, para pejuang pun kembali kepada keluarganya. Kemudian momentum Inilah yang kemudian menjadi dasar pijak lahirnya Hari Keluarga Nasional (Harganas) pertama kali.

42 | Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018


P

ada saat itu pengetahuan keluarga tentang usia nikah amat sangat rendah. Disamping keinginan kuat untuk mengganti keluarganya yang gugur dalam peperangan, mengakibatkan perkawinan dini pun menjadi tinggi. Tentunya kesiapan yang kurang saat menikah dini sangat berpengaruh terhadap tingginya angka kematian ibu dan bayi ketika itu. Lalu, tercatatlah dalam sejarah bahwa tanggal 29 Juni 1970 merupakan puncak kristalisasi pejuang Keluarga Berencana untuk memperkuat program Keluarga Berencana (KB), sehingga tanggal tersebut dikenal dengan tanggal dimulainya Gerakan KB Nasional. Hari itu sebagai hari kebangkitan keluarga Indonesia. Hari bangkitnya kesadaran untuk membangun keluarga ke arah keluarga kecil bahagia sejahtera melalui KB. Selama kurun waktu dua puluh tahun, telah banyak keberhasilan program KB termasuk menjadi tempat pembelajaran bagi negara-negara lain. Program Kependudukan dan KB pun berhasil meraih penghargaan UN Population Award. Pada gilirannya, ditahun 1992 Presiden Republik Indonesia (RI) saat itu menetapkan tanggal 29 Juni sebagai Hari Keluarga Nasional. Penetapan ini dilatarbelakangi pemberian penghargaan kepada rakyat Indonesia yang telah berjuang merebut dan mempertahankan NKRI dengan meninggalkan keluarganya. Harganas dimaksudkan untuk mengingatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia akan pentingnya keluarga sebagai sumber kekuatan untuk membangun bangsa dan negara. Keluarga diharapkan

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

43


Warta Utama

menjadi sumber yang selalu menghidupkan, memelihara dan memantapkan serta mengarahkan kekuatan tersebut sebagai perisai dalam menghadapi persoalan yang terjadi. Lalu pada akhirnya, Harganas pun mendapat legalitas. Pada 15 September 2014 melalui Keputusan Presiden RI Nomor 39 tahun 2014, tanggal 29 Juni ditetapkan sebagai Hari Keluarga Nasional dan bukan hari libur.

Inisiator Prof. Dr. Haryono Suyono merupakan penggagas Hari Keluarga Nasional. Ia merupakan Ketua Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di era Presiden Soeharto. Kepada Presiden Soeharto, sebelumnya Haryono menyampaikan tiga pokok pikiran. Pertama, mewarisi semangat kepahlawanan dan perjuangan bangsa. Kedua, tetap menghargai dan perlunya keluarga bagi kesejahteraan

bangsa. Ketiga, membangun keluarga menjadi keluarga yang bekerja keras dan mampu berbenah diri menuju keluarga sejahtera. Presiden Soeharto menyetujui gagasan tersebut. Maka, lahirlah Hari Keluarga Nasional yang diperingati setiap tanggal 29 Juni. Ada sejarah di balik pemilihan tanggal dan bulan tersebut. Di tanggal dan bulan itu, Tentara Republik Indonesia (TRI) yang bergerilya dalam perjuangan melawan penjajah, masuk ke Yogyakarta, dan kembali ke keluarga masing-masing. Selain itu, 29 Juni 1970 juga menjadi puncak kristalisasi semangat pejuang Keluarga Berencana (KB). Hari Keluarga Nasional sekaligus juga sebagai pengejawantahan Hari Pertasikencana (Pertanian, Koperasi, Keluarga Berencana) yang pernah diperingati bersama sebelum peringatan Harganas diluncurkan. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ketika itu

44 | Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018

menjadi pelopor Hari Keluarga Nasional sejak tahun 2014. Peringatan perdana Hari Keluarga secara nasional telah dicanangkan oleh Presiden Soeharto pada 29 Juni 1993 di Provinsi Lampung. Peringatan hari keluarga merupakan upaya untuk mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia, betapa pentingnya suatu keluarga. Keluarga mempunyai peranan dalam upaya memantapkan ketahanan nasional dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Dari keluargalah kekuatan dalam pembangunan suatu bangsa akan muncul. Perlu optimalisasi Tanggal 29 Juni sebagai Hari Kelarga Nasional memang belum terlalu luas dikenal masyarakat. Bahkan aparat pemerintah pun banyak yang belum mengenal bahwa republik ini memiliki Hari Keluarga Nasional. Upaya memasyarakatkan Hari Keluarga Nasional masih perlu


dioptimalkan. Di lain pihak, rasa memiliki akan hari keluarga harus ditumbuhkan. Masyarakat harus dapat merasakan manfaat kehadiran Harganas. Instansi pemerintah harus dilibatkan dan bertanggung-jawab terhadap pengenalan dan sosialisasi Harganas. Hari Keluarga Nasional kerap diindentikkan dengan Keluarga Berencana (KB). Akibatnya, segala hal yang berkaitan dengan Harganas seakan akan menjadi tanggung jawab BKKBN. Padahal tidak sebatas itu. Harganas milik seluruh anak bangsa ini. Beberapa negara lain, juga memiliki hari keluarga (Family Day). Cara memperingatinya beraneka ragam. Amerika mengenalnya dengan istilah Family Day (Hari Keluarga). Pertama kali mereka memperingatinya pada hari Minggu pertama bulan Agustus 1978. Afrika Selatan juga mengenal Hari Keluarga sejak 1995. Australia mendeklarasikan Hari Keluarga pada Selasa minggu pertama November 2007, saat pelaksanaan Melbourne Cup. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tahun 1994 menetapkan 15 Mei sebagai Hari Keluarga Internasional. Walaupun tanggal pelaksanaan berbeda, secara umum di negara-negara tersebut Hari Keluarga dimaknai sebagai hari berkumpulnya anggota keluarga. Ayah, ibu dan anakanak makan bersama. Saat anggota keluarga berkumpul diharapkan menumbuhkan rasa kebersamaan dalam keluarga. Karena tujuannya untuk menumbuhkan rasa

kebersamaan, maka ada yang mendefinisikan bahwa Hari Keluarga tidak hanya untuk keluarga; tetapi hari yang dirayakan untuk berbagai komunitas termasuk bisnis dan kelompok masyarakat tertentu. Harganas juga ditujukan untuk menghidupkan fungsi-fungsi yang ada dalam keluarga. Keluarga tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan atau fungsi ekonomi semata, tetapi terdapat fungsi fungsi lain yang tidak kalah pentingnya. Lamanna dan Riedmann (1991) mengungkapkan ada tiga fungsi yang harus dijalankan oleh suatu keluarga yaitu fungsi reproduksi yang bertanggung jawab, fungsi dukungan ekonomi dan fungsi perlindungan emosional. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 dan PP Nomor 21 Tahun 1994 menjelaskan bahwa minimal ada delapan fungsi yang harus dijalankan oleh suatu keluarga, yaitu fungsi agama, sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, pendidikan, ekonomi dan fungsi pembinaan lingkungan (dilansir dari keluargaindonesia.id.)

Harganas dari Tahun ke Tahun • HARGANAS dicanangkan di Provinsi Lampung, tahun 1993 • HARGANAS I (1994) di Kabupaten Sidoharjo, Provinsi Jawa Timur • HARGANAS II (1995) di Kabupaten Sleman, Provinsi DI Yogyakarta • HARGANAS III (1996) di Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan • HARGANAS IV (1997) di Kotamadya Binjai, Provinsi Sumatera Utara • HARGANAS V (1998) tidak dipusatkan, tetapi dilaksanakan di masing-

masing Provinsi • HARGANAS VI (1999) di Istana Negara, DKI Jakarta • HARGANAS VII (2000) di Istana Negara, DKI Jakarta • HARGANAS VIII (2001) di Monas, Provinsi DKI Jakarta • HARGANAS IX (2002) di Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo • HARGANAS X (2003) di Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur • HARGANAS XI (2004) di Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur • HARGANAS XII (2005) di Monas, Provinsi DKI Jakarta • HARGANAS XIII (2006) di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat • HARGANAS XIV (2007) di Kota Ambon, Provinsi Maluku • HARGANAS XV (2008) di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi • HARGANAS XVI (2009) tidak dipusatkan, tetapi dilaksanakan di masingmasing Provinsi • HARGANAS XV (2010) di kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah • HARGANAS XVIII (2011) di Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat • HARGANAS XIX (2012) di Kota Mataram, Provinsi NTB • HARGANAS XX (2013) di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara • HARGANAS XXI (2014) di Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur • HARGANAS XXII (2015) di Kota Tanggerang Selatan, Provinsi Banten • HARGANAS XXIII (2016) di Provinsi Nusa Tenggara Timur. • HARGANAS XXIV (2017) di Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung • HARGANAS XXV (2018) di Kota Manado, Sulawesi Utara

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

45


Warta Utama

PUAN MAHARANI :

PENTINGNYA INTERAKSI KELUARGA Keluarga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari diri kita, karena seluruh cinta dan kasih sayang yang kita miliki berasal dari keluarga. Oleh karena itu, sangat penting untuk meningkatkan kegiatan interaksi di lingkungan keluarga sehingga hubungan di antara anak dan orangtua bisa semakin erat.

Puan Maharani

D

emikian disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Puan Maharani seperti yang dilansir dari pikiranrakyat.com dalam acara puncak peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) XXV Tahun 2018 di Manado, Sulawesi Utara, Sabtu, 7 Juli lalu. Acara puncak peringatan Harganas kala itu diikuti oleh ribuan orang dari berbagai daerah di Indonesia.

Puan mengatakan, rangkaian acara yang digelar pada peringatan Harganas kali ini juga lebih banyak menekankan kegiatan interaksi antara pemangku kepentingan dengan masyarakat. “Jadi bukan hanya acara seremonial yang kemudian merenggangkan atau kemudian tidak membuat kehangatan silaturahmi di antara kita,� ujarnya. Di dalam pembangunan manusia dan pembangunan keluarga, dia menerangkan, pemerintah

46 | Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018

berupaya memperkuat interaksi dengan meningkatkan sinergitas dan koordinasi antarkementerian dan lintas badan. Bonus demografi, kata Puan, juga perlu diantisipasi dengan memperhatikan pembangunan tiga generasi. “Pembangunan tiga generasi ini membutuhkan sinergi, bagaimana kemudian anak, cucu, orangtua, yang sampai saat ini di Indonesia itu masih banyak yang menetap satu atap. Karenanya, tidak mungkin komunikasi


neneknya,” ujarnya. Lebih lanjut, dia menambahkan, perkembangan teknologi tidak boleh menghilangkan interaksi atau komunikasi di antara ayah, ibu, dan anak. “Jadi, gadget enggak mungkin kita larang, karena itu memang sudah menjadi suatu kebutuhan di era globalisasi ini. Cuma pemakaiannya, kebutuhannya, dan bagaimana pemanfaatannya itu yang harus selalu kita waspadai,” imbuhnya. Pada kesempatan tersebut, Puan juga mengajak sejumlah peserta untuk berinteraksi langsung dengannya di atas panggung. Interaksinya dengan peserta dari kelompok Bina Keluarga Lansia dan Lansia Hebat, Elsye Toloh bahkan mengundang gelak tawa seluruh hadirin. Pasalnya, perempuan lanjut usia itu tak segan mengakrabkan diri dan mencandai Puan. Kemeriahan dan kehangatan semakin terasa ketika di akhir acara dilakukan flashmob bersama-sama.

ini tidak berjalan antara cucu dengan kakek-neneknya. Begitu juga antara anak dengan orangtuanya. Ini yang paling penting,” tuturnya. Menurut dia, komunikasi tiga generasi itulah yang kemudian harus juga menjadi target untuk ditingkatkan terus. “Bahwa miskomunikasi, salah komunikasi, bisa berakibat tidak baik bagi suatu keluarga yang menetap satu atap. Apalagi, indonesia ini rata-rata cucunya itu dititipkan kepada kakek-

Dalam acara puncak peringatan Harganas itu, turut hadir Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise dan sejumlah kepala daerah, baik gubernur maupun walikota/bupati. Selain itu, hadir pula Pelaksana Tugas Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sigit Priohutomo beserta para pejabat BKKBN di tingkat daerah.

Era digital Menurut Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sukaryo Teguh Santoso, penekanan akan pentingnya interaksi di acara puncak peringatan Harganas merupakan salah satu

pendekatan yang dilakukan BKKBN untuk membangun ketahanan keluarga. Selain berinteraksi atau berkomunikasi, pendekatan lainnya ialah berkumpul, berbagi, dan memberdayakan. “Kenapa ditekankan untuk berinteraksi, karena di era digital ini berkumpul saja belum cukup. Seringkali kita berkumpul, tapi setiap orang sibuk dengan handphone-nya. Makanya, perlu ada interaksi atau komunikasi secara langsung. Nah, dari interaksi itu akan muncul berbagi. Berbagi yang dimaksud, misalnya, berbagi pengalaman,” katanya. Teguh menjelaskan, ketika orangtua berkumpul bersama anaknya, kemudian melakukan interaksi, maka orangtua dapat berbagi pengalaman dengan anaknya. Dari berbagi itu, lanjut dia, kemudian dapat menumbuhkan kepedulian pada keluarga tersebut. Pada akhirnya, diharapkan kepedulian juga timbul pada lingkungan sekitar, sehingga keluarga itu bisa memberdayakan masyarakat. “Definisi di undang-undang itu, keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk melalui perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhannya, bertakwa, dan memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang. Nah, hubungan yang serasi, selaras dan seimbang itu bisa terwujud melalui empat konsep tadi. Berkumpul, berinteraksi atau berkomunikasi, berbagi, dan memberdayakan. Tidak hanya anggota keluarga itu senditi, tapi juga dengan lingkungannya,” tuturnya.

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

47


Warta Jabar

Iwa Karniwa

SELESAIKAN MASALAH KEPENDUDUKAN DARI DESA, PEMPROV GELONTORKAN 27 MILIAR Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan menjadikan desa-desa di Jawa Barat menjadi basis untuk menyelesaikan permasalahan kependudukan. Dalam hal ini, peran BKKBN juga akan diperkuat untuk memperluas implementasi program pengendalian penduduk.

S

ekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Iwa Karniwa mengatakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah menganggarkan Rp. 27 miliar kepada Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jabar. Hal ini menurutnya, sebagai upaya untuk mengoptimalkan kinerja Sumber Daya Manusia (SDM), khususnya bagi para penyuluh Keluarga Berencana (KB). “Tentunya pemprov jabar akan terus mendukung, bahkan untuk tahun 2018 dan 2019 itu sudah disiapkan anggaran sebesar Rp 27 miliar untuk tenaga

48 | Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018

penggerak desa. Dengan adanya dukungan dana dari pemprov, BKKBN bisa menyeleksi masyarakat ataupun tokoh-tokoh yang dijadikan penyuluh. Selama ini kita terus kawal, bahkan alokasi itu hampir dicoret. Itu bukti kongkrit pemprov dukung penyelesaian sebagian permasalahan kependudukan,� jelas Iwa di sela acara Seminar Hari Kependudukan Dunia yang digagas BKKBN Jabar di Hotel Tjokro, Jln.Cihampelas Bandung, Selasa (28/8) lalu. Ia menambahkan, dorongan itu sangat penting, mengingat tantangan Jabar ke depan


cukup besar dengan jumlah penduduk telah mencapai 48,3 juta jiwa. Sementara, hanya baru ada 15% desa di Jabar yang mengalokasikan anggarannya untuk kependudukan. Oleh karena itu, peran serta semua pihak dalam mengatasi permasalahan kependudukan di Jawa Barat sangatlah diperlukan, khususnya pemerintah desa yang dalam hal ini langsung berhadapan dengan masyarakat. Lebih lanjut kata Iwa, dilihat dari kerjanya, para penyuluh KB juga nantinya diharapkan dapat mengajak masyarakat untuk memahami tiga hal. Pertama untuk mengendalikan penduduk, lalu kedua menjaga kesehatan ibu dan anak dan ketiga meningkatkan dari sisi ekonomi. “Desa perlu jadi basis menyelesaikan permasalahan pendudukan. Harapannya desa bisa mengalokasikan anggaran untuk mendidik tokoh-tokoh penting yang ada di desa untuk bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat desanya, terutama untuk 3 hal, pertama bagaimana mengendalikan jumlah penduduk, kedua bagaimana supaya menjaga kesehatan ibu dan anak, ketiga meningkatkan basis ekonominya. Jadi program kb bukan hanya kb saja, tapi 3 hal tersebut dan apabila disinergikan dengan apbd yang ada desa, langkah

ini akan signifikan untuk menyelesaikan persoalan terkait kependudukan,” paparnya. Disinggung mengenai anggaran ideal setiap desa, Iwa mengatakan akan disesuaikan dengan tipikal dari desa itu sendiri. Apabila tingkat penduduknya kecil, tentu anggarnnya pun akan kecil. Begitu pula sebaliknya. “Prinsipnya kita serahkan dengan berdasarkan data dan fakta yang kita sampaikan kepada desa untuk mengalokasikan anggarannya,” tandasnya.

Pembangunan Desa Berwawasan Kependudukan Senada dengan Iwa, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Sukaryo Teguh Santoso, mengatakan bahwa konsep kependudukan harus dipahami dengan benar oleh semua pihak. Menurutnya, kependudukan bukan hanya berbicara soal jumlah, namun juga mengenai perkembangan kualitas. Sehingga, Teguh menilai, keberadaan para tokoh atau ulama dalam masalah pengendalian penduduk melalui desa ini sangat penting untuk dipahami bersama. “Kependudukan juga menyangkut soal aspek kualitas,

dinamika lingkungan, sosial, budaya dan lainnya. Makanya perlu peran serta para tokoh atau ulama yang dirasa efektif memberikan pemahaman,” ujar Teguh. Ia menjelaskan, pembangunan berwawasan kependudukan selalu memperhintungkan berbagai aspek untuk membangun masyarakat secara berkelanjutan. Dalam hal ini, desa pun dipilih sebagai sasaran karena mayoritas populasi masyarakat Jawa Barat berada di pedesaan. Disamping itu, desa juga menjadi salah satu agenda prioritas nasional sesuai arahan Presiden Joko Widodo yakni membangun kesejahteraan dari pinggiran. “Alasan lainnya yaitu aspek kesejahteraan. Jadi pertambahan penduduk itu berkorelasi dengan peningkatan kemiskinan. Kemiskinan ini banyaknya di desa-desa, kalau kota lebih ke kesenjagan. Kalau desa dibangun dengan baik, maka masyarakat tak perlu migrasi ke kota,” tambah Teguh. Teguh pun optimis, di tahun 2019 angka fertilitas Jawa Barat akan kembali turun di angka 2,2, terlebih dengan komitmen yang telah diberikan Pemprov Jawa Barat saat ini. Kemudian, pihaknya juga akan mengadvokasi pemilik kebijakan di desa agar mengalokasikan dana untuk program KB. “Insyaallah kalau komitmennya seperti yang disampaikan Pak Sekda, Insyallah kita akan capai. Apalagi Pemda Provinsi Jawa Barat mengalokasikan anggaran kepada dua ribu tenaga penggerak desa, yang itu di Indonesia hanya di Jawa Barat. Provinsi lain ga ada,” pungkasnya.

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

49


Warta Jabar

Sigit Priohutomo

Hak Asasi Keluarga Berencana BKKN Peringati Hari Kependudukan Sedunia Tak banyak pihak menyadari bahwa pelayanan keluarga berencana (KB) merupakan hak asasi manusia. Padahal, saat ini KB merupakan salah satu kebutuhan dari masyarakat yang ingin menunda atau mengatur kelahirannya. Dengan begitu, akses terhadap program KB adalah hak asasi manusia.

I

tulah satu pesan penting Plt Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sigit Priohutomo pada peringatan Hari Kependudukan Sedunia 2018. Sigit menegaskan, pelayanan KB harus

dilandasi kepada pemenuhan hak asasi manusia, untuk mempertahankan pelayanan keluarga berencana di sektor pemerintah dan swasta yang merata dan berkualitas. Juga meningkatkan permintaan atas

50 | Warta Kencana | Nomor 35 Tahun 2018

metode kontrasepsi modern. Pada saat yang sama, meningkatkan bimbingan dan pengelolaan di seluruh jenjang pelayanan dan lingkungan yang mendukung untuk program KB yang efektif, adil, dan berkelanjutan.


“Kami terus berkomitmen mendukung upaya inovasi dan penelitian operasional dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas program sehingga menyediakan akses pelayanan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi untuk kehidupan reproduksi yang sehat dan aman. Dengan demikian, dapat terwujud peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB sesuai dengan siklus reproduksinya,” ungkap Sigit dalam sambutan tertulisnya untuk peringatan Hari Kependudukan Sedunia 2018. Sigit menjelaskan, hasil Sensus Penduduk tahun 2010 dan Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) 2015 semakin jelas menunjukkan bahwa pertambahan dan pertumbuhan penduduk di Indonesia meningkat. Isu pertambahan jumlah penduduk ini menjadi ancaman terhadap daya dukung dan daya tampung bumi. Hal ini bahkan menjadi pemikiran dunia karena populasi dunia juga tumbuh dengan cepat. Menurut data lembaga kependudukan PBB, UNFPA, populasi dunia saat ini mencapai hampir 7,6 miliar akan meningkat menjadi 8,6 miliar pada tahun 2030, 9,8 miliar pada 2050, dan 11,2 miliar pada 2100. Untuk Indonesia, jumlah penduduk Indonesia saat ini hampir mencapai 262 juta, dan rata-rata laju pertumbuhan 1,43 persen. Populasi penduduk Indonesia bisa menembus 321 juta jiwa di tahun 2045, dan penduduk Indonesia akan semakin terkonsentrasi di perkotaan dengan angka 63,1 persen dari jumlah populasi. Survei Demografi Indonesai (SDKI) 2017 menunjukan hasil cukup menggembirakan, di mana angka fertilitas total (TFR) menurun menjadi 2,4 dari 2,6

pada hasil survei sebelumnya. Bagi Sigit, hal ini memberikan harapan untuk terjadinya penurunan laju pertumbuhan penduduk pada masa yang akan datang. Salah satu upaya menekan laju pertumbuhan penduduk adalah program keluarga berencana. Program KB bukan hanya digunakan untuk menekan pertumbuhan penduduk, tetapi juga menyelamatkan nyawa para ibu. “Hasil SDKI 2017 menunjukkan masih terjadinya kesenjangan antarprovinsi, TFR terendah (2,1) di Bali dan Jawa Timur, tertinggi (3,4) di NTT. Demikian pula pemakaian kontrasepsi suatu cara atau CPR tertinggi (76) di DI Yogyakarta dan terendah (38,4) di Papua. Hal ini menggambarkan bahwa KB belum sepenuhnya terlayani sebagai hak asasi di seluruh pelosok tanah air. Maka, pemerintah berkewajiban untuk mendukung program KB,” tandas Sigit. Hadirnya Kampung KB, sambung Sigit, diharapkan dapat mendekatkan pelayaan KB dan program pembangunan lainnya kepada masyarakat. Juga memberikan pelayanan terpadu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama mereka yang berada di daerah terpencil, tertinggal, dan perbatasan. Sigit menggarisbawahi tingginya laju pertambahan dan besarnya jumlah penduduk masih menjadi tantangan bagi bangsa Indonesia dalam mewujudkan terselenggaranya pembangunan berkelanjutan. Persoalan lain yang cukup berpengaruh terhadap upaya terselenggaranya pembangunan berkelanjutan di Indonesia adalah keberagaman komposisi penduduk.

“Motto nasional ‘Bhinneka Tunggal Ika’ mencerminkan keberagaman varietas etnis, budaya, bahasa, dan agama yang dapat ditemukan dalam batas-batas negara yang merupakan kepulauan terbesar di dunia. Meski sebagian pihak melihat komposisi penduduk sebagai elemen pembangunan bangsa, namun di lain pihak hal kondisi ini menjadi tantangan pembangunan ketika terjadi ketimpangan. Sebut saja misalnya ketimpangan distribusi pendapatan yang tinggi dan distribusi pembangunan wilayah yang tidak merata, termasuk ketimpangan dalam masyarakat mendapatkan informasi dan pelayanan KB,” papar Sigit. Perlu diketahui bahwa penduduk merupakan pelaku dan penerima manfaat dari pembangunan (people-centered development). Dinamika kependudukan, baik jumlah, struktur, dan mobilitas penduduk harus diperhatikan dalam perencanaan pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas akan menjadi modal dalam pembangunan. Namun demikian, bila SDM tidak berkualitas akan menjadi beban bagi pembangunan. “Seringkali kita mendengar bahwa program kependudukan dan KB tidak menjadi prioritas daerah, terutama daerah dengan jumlah penduduk masih jarang, atau yang PAD-nya rendah. Atau sebaliknya, ada sebagian kalangan yang merasa sudah cukup mampu secara finansial dapat membiayai anaknya, beranggapan boleh memiliki anak banyak. Padahal, perlu diingat, bahwa membesarkan anak, bukan hanya tanggung jawab individu orang tuanya semata. Namun, juga terkait dengan tanggung jawab kolektif pada level masyarakat dan negara,” tegas Sigit.(*)

Nomor 35 Tahun 2018 | Warta Kencana |

51


Hari Keluarga Nasional 29 Juni 2018

Cinta Keluarga. Cinta Terencana. Cinta Indonesia.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.