Keadilan Post Edisi Magang 2021

Page 1

Keadilan Post

Edisi Magang 2021

Informatif, Komunikatif, Aspiratif

Dinamika Tata Kelola Sampah di Kota Istimewa


DARI KAMI Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Salam sejahtera untuk kita semua Tak lupa kami sertakan puji syukur atas ke hadirat Allah SWT juga selawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW atas kelancaran dan kemudahan yang didapat dalam proses terbitnya Keadilan Post Edisi Magang 2021. Dengan terbitnya produk ini, kami berupaya untuk menyajikan macam informasi yang faktual serta transformatif untuk pembaca. Pengerjaan buletin Keadilan Edisi Magang kali ini memakan waktu kurang lebih tiga bulan. Terdapat beberapa kendala yang kami hadapi, seperti koordinasi yang sulit antar tim magang karena berjauhan di kala pandemi. Dalam proses liputan, kesulitan dalam meminta informasi dari beberapa narasumber juga cukup menghambat pembuatan buletin ini. Namun, halangan tersebut tidak menyurutkan langkah kami dalam pengerjaan. Tekad dan semangat selalu mengiringi langkah untuk terus melanjutkan pembuatan produk. Atas nama LPM Keadilan kami haturkan mohon maaf bila terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam muatan produk Keadilan Post Edisi Magang ini. Kami membuka dan menerima kritik serta saran demi mengoreksi diri agar terwujudnya kemajuan dan hadirnya ketenteraman pada penerbitan produk kami selanjutnya. Kami membuka peluang bagi para pembaca untuk mengirimkan Surat Pembaca, Cerita Pendek, Puisi, Opini dan Artikel yang membahas permasalahan di lingkup Universitas Islam Indonesia, Daerah Istimewa Yogyakarta maupun nasional. Kami juga ingin kembali mengingatkan pembaca agar dapat mengakses berbagai produk LPM Keadilan melalui situs kami di lpmkeadilan.org. Terima kasih, Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

P

EDITORIAL

ertumbuhan signifikan dari berbagai perusahaan manufaktur dalam menciptakan produk mutakhir selama 20 tahun terakhir memang sebuah tanda positif bagi perkembangan sebuah negara. Namun, selain pengaruh positif yang diterima pasti ada banyak pengaruh buruk menanti. Dapat kita lihat salah satu contohnya dengan produksi sampah yang kian hari kian meningkat tinggi tanpa solusi pasti. Problematika tata kelola sampah agaknya menjadi sebuah tantangan bagi setiap provinsi dan juga pemerintah pusat. Keindahan dan keistimewaan suatu kota pasti tidak luput dari problematika tata kelola sampah. Hampir di seluruh wilayah Indonesia, terdapat peningkatan yang signifikan tiap tahun terkait volume sampah yang berada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) dalam timbulan sampah pada tahun 2020 sendiri tercatat sebanyak 36,7 juta ton dalam satu tahun. Daerah Istimewa Yogyakarta yang menjadi primadona bagi para turis dan kota idaman bagi para pelajar, ternyata berkontribusi pada kenaikan volume jumlah sampah. Dengan banyaknya pendatang, meningkat pula varian sampah yang dihasilkan. Hal ini menimbulkan persoalan yang serius dan cukup ramai diperbincangkan masyarakat. Pasalnya pada Desember lalu, akses Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Piyungan (TPST Piyungan) ditutup oleh warga sekitar karena dinilai sudah kelebihan kapasitas dan mengakibatkan banjir air lindi. Jika ditinjau kembali, kelebihan kapasitas ini sudah terjadi sejak lama. Namun, sangat disayangkan respon dari pemerintah terkait kelebihan kapasitas cenderung lemah sehingga terjadi pembiaran yang cukup lama. Peraturan serta sanksi terkait pengelolaan sampah sudah ada, tetapi tidak terlaksana dan ditegakkan dengan baik. Akibatnya kelebihan kapasitas saat ini sulit diuraikan dan dicarikan solusi yang tepat. Setelah ditelusuri, kondisi TPST Piyungan memang cukup memprihatinkan dengan volume sampah yang ternyata sudah membentuk tumpukan setinggi 15 meter. TPST Piyungan yang berlokasi dekat permukiman, menyebabkan warga menghirup aroma gas metana layaknya oksigen. Air tanah dan permukaan yang sudah tercemar air lindi sudah sangat berbahaya untuk dikonsumsi serta digunakan sehari-hari. Menilik realitas di lapangan, tentunya hal ini butuh pengentasan dan modifikasi dari seluruh lapisan. Pemerintah perlu mempertegas dan memperketat regulasi hukum dalam sistematika pengumpulan sampah yang baik pada metode pemilahan sampah organik dan anorganik sedari awal. Selain itu pemerintah juga dapat bekerja sama dengan pihak keamanan dan ketertiban umum supaya penerapannya dapat terkendali. Agar tidak terjadi kembali pelanggaran tanpa penegakan hukum yang tegas dan berakibat fatal terhadap lingkungan. Masyarakat juga bisa berkontribusi dengan menanamkan kesadaran untuk memilah sampah dari rumah. Kita dapat mulai menerapkan konsep reduce, reuse, dan recycle (3R) dalam setiap lini kehidupan. Untuk membayar sebuah perkembangan dari revolusi yang diciptakan, tentu harus ada tanggung jawab dari setiap pilihan dan perbuatan. Terciptanya harmoni dari aktivitas manusia dengan alam dapat memunculkan kolaborasi yang diidamkan.

2

Keadilan Post Edisi Magang 2021


FOKUS UTAMA

Kurangnya Pengawasan Tata Kelola di TPST Piyungan Memicu Banyak Problematika

Shafira/Keadilan Tumpukan Sampah di TPST Piyungan (24/5)

“Sampah adalah sesuatu yang tidak dipergunakan lagi, yang tidak dapat dipakai lagi, yang tidak disenangi dan harus dibuang. Maka sampah tentu saja harus dikelola dengan sebaik-baiknya, sedemikian rupa, sehingga hal-hal yang negatif bagi kehidupan tidak sampai terjadi,” -Azrul Azwar, Penulis buku Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan

U

Oleh: Himawan Gerrenove Vippianto

U Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah mengartikan sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan juga sebuah proses alam yang berbentuk padat. Peraturan normatif tersebut juga membagi ragam sampah menjadi tiga jenis di antaranya yaitu sampah rumah tangga, sampah sejenis rumah tangga, dan sampah spesifik. Baik undang-undang tersebut maupun Perda DIY Nomor 3 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga sama-sama mengartikan sampah rumah tangga sebagai sumber sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga. Kedua peraturan tersebut juga mengartikan sampah sejenis rumah tangga sebagai sampah yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan atau fasilitas lainnya. Sedangkan

untuk jenis sampah spesifik diartikan berdasarkan sifat kandungan zatnya yang memiliki sifat berbahaya, sampah yang timbul akibat bencana, ataupun juga karena belum ada teknologi yang mampu mengolah sampah tersebut. Melansir dari situs Biro Infrastruktur dan Sumber Daya Alam Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, terdapat berbagai proses yang dilakukan untuk mengelola sampah rumah tangga atau sampah yang sejenis sampah rumah tangga itu sendiri di dalam sebuah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), dilakukan mulai dari proses pemilahan secara biologi yang memanfaatkan mikroorganisme, hingga pengolahan secara kimia yang tujuannya untuk mengurangi volume dan daya cemar sampah dengan memanfaatkan suhu tinggi. Merujuk pada Perda yang sama, sebelum dilakukannya pemilahan,

sampah dibedakan menjadi beberapa sifat. Sifat tersebut di antaranya sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun, sampah mudah terurai, sampah yang dapat digunakan kembali, sampah yang dapat didaur ulang, dan sampah lainnya. Setelah dilakukannya pemilahan, sistematika penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dilanjutkan dengan pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah. Sebagaimana Perda DIY Nomor 3 Tahun 2013 yang mengatur tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis, TPST berfungsi sebagai tempat dilaksanakannya berbagai prosedur pengelolaan sampah tersebut. EcoRanger, sebuah organisasi program pemberdayaan masyarakat yang salah satu tujuannya berupaya untuk mewujudkan destinasi pariwisata Indonesia bersih akan sampah, menilai dalam artikelnya bahwa pemilahan

Keadilan Post Edisi Magang 2021

3


sampah merupakan proses penting demi hadirnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang tidak padat akan volume sampah. Mereka menjelaskan bahwa proses pengelolaan sampah di TPST akan menjadi lebih mudah dan hemat apabila masyarakat sebagai sumber asal sampah mampu memilah sampah yang mereka hasilkan sebelum dibuang serta memasuki berbagai tahapan proses pengolahannya di TPST. Berlangsungnya sebuah TPST secara optimal berfungsi sebagai tempat pemisah dan pengemasan sampah, sehingga sampah tersebut mampu didaur ulang. Sedangkan untuk sampah yang sulit atau mahal untuk dilakukan daur ulang dikategorikan sebagai sampah residu. Sampah-sampah residu seperti popok bayi, bahan logam, dan plastik memerlukan waktu sangat lama untuk terurai, karenanya sampahsampah tersebut diangkut dari TPST dan diteruskan ke TPA sebagai tempat pembuangan akhir.

2014 Tentang Kewenangan Pemerintah Daerah. Pada masanya tersebut, pemerintah kabupaten/kota dinilai oleh Jito kurang peka dalam mengantisipasi berbagai titik variabel hingga menunaikan kejadian seperti sekarang ini, “Kondisinya (TPA) dikembalikan ke kita itu sudah over capacity”. Ia melanjutkan kalau salah satu alasan utama muatan yang berlebih di TPA Piyungan hadir dikarenakan kurangnya pemilahan sampah yang terjadi di sana. “Di samping perencanaan umur pakainya sudah kadaluarsa jauhjauh hari sebelumnya dan juga sampahsampah sumbernya sekarang malah dari berbagai masyarakat (yang) tidak mau mengurangi sampah, memilah,” tuturnya. Pasal 30 Perda DIY Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga secara jelas mengatur sanksi barang siapa yang membuang sampah pada TPA atau TPST tanpa memilahnya terlebih dahulu akan dikenakan teguran, dan apabila pelanggar itu mengabaikan teguran tersebut akan dikenakan denda administratif sebesar tiga kali Banyaknya Volume Sampah biaya operasional pemilahan. Ilegal yang Mendekam Namun, nyatanya di TPA TPA atau Piyungan sendiri terdapat TPST Piyungan terletak pelanggaran mengenai di Desa Sitimulyo, pembuangan sampah Bantul. Menurut Jito yang tidak dipilah terlebih selaku Kepala Balai dahulu, mengakibatkan Pengelolaan Sampah dari adanya ber-bagai macam Dinas Lingkungan Hidup dan tumpukan sampah dari banyak Maryono Kehutanan (DLHK) DIY, TPST atau jenis seperti jenis sampah rumah tangga, TPA Piyungan mulai beroperasi sejak sampah sejenis rumah tangga, ataupun Tahun 1996. Rencananya TPA tersebut sampah spesifik. Ketiga jenis sampah hanya akan dipakai sampai dengan tersebut masing-masing memiliki sifat tahun 2012, meski demikian hingga serta konsentrasi yang berbeda pula, kini TPA Piyungan masih menjadi mengakibatkan perlunya ada proses tempat pembuangan sampah untuk pengelolaan khusus. “Sampah yang tiga kabupaten/kota di DIY, yaitu dibuang tidak sesuai dengan aturan Kabupaten Sleman, Bantul, juga Kota perundangan yang berlaku baik perda Yogyakarta (Karmantul). Akibatnya, ataupun undang-undang. Terus kami TPA ini mengampu muatan yang minta Polisi Pamong Praja (Satpol PP) berlebih sejak 2012. “TPA Piyungan untuk melakukan penegakan hukum, sudah sangat overload, bukan (sekadar) waktu itu alasannya baru tangani Covid,” overload lagi,” ucap Jito. jawab Jito saat dimintai keterangan. Problematika meluapnya volume Jito menegaskan kalau tidak sampah di TPA Piyungan bersumber adanya keseriusan dari pihak berwenang dari berbagai macam faktor perma- untuk menertibkan hal tersebut. Ia salahan pemerintah kabupaten dan kota pernah sempat melapor kepada Satpol sendiri sebagai pihak yang mengelola PP pada tanggal 1 Mei 2019 lalu. “Saya TPA Piyungan sebelum diambil alih menunjukkan bahwa ini lho terjadi penanganannya oleh Pemprov DIY namanya pelanggaran perda, baik berdasar amanat UU Nomor 23 Tahun itu alat angkutnya ataupun barang

4

Keadilan Post Edisi Magang 2021

yang dimasukkan atau sampah yang dimasukkan ke TPA Piyungan itu yang terjadi,” lanjutnya. Laporan tersebut berujung membawakan hasil yang nihil lantaran sampai sekarang belum ada penegasan yang dilakukan oleh aparat berwenang mengenai fenomena itu. “Jadi ya hanya diserahkan ke kami, tetapi tidak bisalah seperti itu. Kewenangan pun kami tidak ada untuk menertibkan itu,” cetusnya pasrah. Pengelola TPST atau TPA sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Perda DIY Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga memiliki kewenangan untuk menolak pembuangan sampah yang belum dipilah, namun Jito mengaku kalau ia tak bisa melakukan apa-apa selain menerima sampahsampah yang belum disortir tersebut karena pertimbangannya sebagai penanggung jawab fasilitas pelayanan publik. “Sampah kalau tidak diterima ya nanti itu malah dibuang ke mana-mana, ya kami tetap melayani,” jawabnya yang mengaku kalau ia tak melihat solusi lain mengenai polemik tersebut. TPA Piyungan memiliki letak geografis yang dekat dengan permukiman warga, akibatnya dengan dalih muatannya yang melebihi kapasitas berimbas kepada masyarakat sekitar. Ester Napitupulu selaku ketua pemulung di sana menceritakan bahwa saat hujan datang, genangan air berkumpul di tempat sekitar TPA tersebut. “Becek biasanya (saat hujan), anak-anak sekolah kalau mau berangkat ndadak lepas sepatu dulu”. Maryono, selaku Ketua Asosiasi Pemulung di sana juga mengungkapkan bahwa genangan air lindi tak hanya terdapat di jalanan sekitar TPA Piyungan. Air lindi mengalir melalui jalan yang terdapat di depan TPA tersebut hingga merambas masuk ke permukiman warga. “Itu menurut saya, penata dan pengelolaan (pengelola TPA Piyungan) yang kurang baik dan kurang bagus,” ungkap Maryono. Akibatnya, terdapat dampak yang dialami warga akibat luapan permasalahan yang timbul di TPA Piyungan. Warga sekitar sempat menutup akses masuk ke TPST Piyungan pada akhir tahun lalu sebagai bentuk protes


Shafira/Keadilan

terhadap drainase yang rusak hingga genangan air di sekitar TPST meluber ke mana-mana. Namun, kini drainase tersebut telah melewati tahap reparasi. “Mulai dari badan sampah itu sudah dibuat drainase semua,” ucap Jito. Ia juga mengungkapkan kalau TPST yang tiap harinya mengampu 700 ton sampah warga Karmantul itu hingga kini telah mendapati rencana perbaikan dari Pemda DIY dan tinggal menunggu pelaksanaannya. Dari berbagai rencana pembenahan itu, hadir sebuah ide untuk mengeksekusi skema unik yaitu diterapkannya Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). “Kita menyediakan lahan terus kalau misalkan badan usaha kekurangan modal nanti kita bisa support modalnya sampai 49 persen, nah nanti operasionalnya mereka yang menanggung”. Terjalinnya skema KPBU bertujuan untuk menghematkan anggaran pemerintah untuk mengurusi TPST Piyungan, juga mendatangkan pemain swasta baru yang nantinya akan meraih keuntungan finansialnya tersendiri. Badan usaha swasta yang nantinya mengelola TPST Piyungan dapat meraih keuntungannya sendiri dengan cara memproses sampah memakai berbagai sumber daya teknologi mereka sendiri yang lebih efisien dan modern dibandingkan dengan yang digunakan sekarang. “Yang namanya pengelolaan sampah itu tidak murah, sehingga pemerintah DIY itu pada pendapatan asli daerahnya itu kan kecil, akhirnya nanti rencana kedepannya itu menggunakan sistem kerjasama pemerintah dengan badan usaha”. Kerja sama antara pemerintah daerah

dan badan usaha tersebut ditargetkan akan terealisasi tahun 2022. Jito mengutarakan bahwa skema KPBU akan berlangsung juga nanti pasca selesainya rencana perluasan lahan TPA Piyungan. “Syaratnya itu nanti ramah lingkungan, dan (kapasitas) residunya 10 persen dari total sampah yang masuk di sana”. Ia mengestimasikan umur TPA Piyungan setelah diperluas nantinya diharapkan mampu mengolah dan mengampu sampah masyarakat Karmantul selama 20 tahun, di mana pengolahan sampah sepenuhnya diberikan kepada badan usaha. “20 tahun itu sistemnya nanti kerja sama pemerintah dengan badan usaha, bila nanti itu sudah selesai ya gak tahu nanti kebijakannya ke depan pemerintah yang nanti (pemegang keputusan selanjutnya) entah mau dikelola sendiri atau kerja sama lagi (dengan badan usaha)”. Ia meluruskan kalau badan usaha yang mengelola TPST Piyungan

nantinya akan diawasi serta di evaluasi pihak pemerintah secara ketat. “Di dalam perjanjian kerjasama (yang terdapat syarat) ‘kamu harus menggunakan standar ini (demi kesehatan lingkungan)’ kalau tidak, ya sudah nanti di dalam perjanjian apakah dibayar (penuh) atau dibayar separuh kan gitu”. Masyarakat sebagai sumber asal sampah juga dapat membantu pemilahan pada TPST atau TPA setempat dengan cara memilah sampah rumah tangga berdasar jenis dan sifat-sifatnya sampah itu. Bahkan kewajiban bagi semua orang untuk mengurangi sampah dan memilahnya sebelum dibuang ke TPST atau TPA hadir di Pasal 20 Perda DIY Nomor 3 Tahun 2013. Dengan dilakukannya perintah tersebut, diharap dapat membantu kondisi sampah di lingkungan hidup yang semakin genting ini. “Niatkan semua dengan ibadah untuk mengurangi sampah, bukan hanya di DIY yang mengalami krisis, tapi Indonesia, bahkan dunia,” pesan akhir Jito sebagai upaya pengurangan sampah.

Reportase bersama: Eka Detik, Talitha Fara, Ruhi Hairul, Mukhtar Pulungan, Afrizal Muhammad.

Shafira/Keadilan

Keadilan Post Edisi Magang 2021

5


LIPUTAN

Minimnya Sosialisasi Peraturan Pencegahan Kekerasan Seksual di UII

Ilustrasi Oleh : Hana/Keadilan

“Tidak mungkin kita membuat suatu kebijakan tanpa mengikutsertakan subjek, yang menjadi subjek dalam kebijakan tersebut,” -Yusril Asadudin Mukav, Direktur KAHAM Oleh: Pradika Muizzul M

K

asus kekerasan seksual pada Relasi yang tidak imbang di lingkungan kampus nampaknya lingkungan kampus juga bisa memunculkan masih menjadi gambaran buruk kasus kekerasan seksual. Seperti halnya dalam dunia pendidikan di Indonesia. dilansir dari Tirto.id, beberapa kasus Lingkungan Universitas Islam Indonesia kekerasan seksual di kampus yang terjadi (UII) juga tidak luput dari permasalahan melibatkan dosen dan mahasiswanya. tersebut. Contohnya adalah kasus Contoh kasus tersebut antara lain kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan dosen mesum yang melanggar kode etik di oleh Ibrahim Malik (IM). IM merupakan Universitas Diponegoro, dosen berinisial alumni UII yang diduga melakukan ZH melakukan pelecehan seksual terhadap pelecehan seksual. Akibat kasus tersebut, mahasiswinya di UIN Malang. Kemudian, gelar IM sebagai mahasiswa berprestasi pelecehan seksual oleh dosen di Universitas pun dicabut oleh pihak UII. Sumatera Utara. Dalam kasus tersebut, Dikutip dari Naskah Akademik telah menunjukan bahwa seseorang Rancangan Undang-Undang Tentang yang memiliki kuasa atas orang lain, bisa Penghapusan Kekerasan Seksual oleh mengambil keuntungan pribadi berupa Komisi Nasional Anti Kekerasan melakukan kekerasan seksual. Terhadap Perempuan, kekerasan seksual Eko Riyadi selaku Dosen dimaknai setiap perbuatan merendahkan, Hukum Hak Asasi Manusia FH UII menghina, menyerang, atau tindakan menjelaskan bagaimana kekerasan lainnya, terhadap tubuh yang terkait seksual tersebut secara umum terbagi dengan nafsu perkelaminan, hasrat dalam dua kelompok besar, yaitu secara seksual seseorang, atau fungsi reproduksi, fisik dan nonfisik. Kekerasan seksual secara paksa dan bertentangan dengan secara fisik misalnya seperti mencolek, kehendak seseorang yang mencubit, memegang, meremas, menyebabkan seseorang itu menggerayangi dan seterusnya. tidak mampu memberikan Sedangkan kekerasan seksual persetujuan dalam keadaan nonfisik misalnya dapat bebas. Dalam banyak kasus, melalui verbal. kekerasan seksual terjadi Melihat masalah tersekarena ketimpangan relasi but, Eko menegaskan “Kami kuasa, gender, atau sebab lain. Eko Riyadi sadar betul Universitas Islam Akibatnya, penderitaan atau kesengsaraan Indonesia harus melampaui ketentuandialami oleh para korbannya baik itu ketentuan normatif yang sudah ada.” secara fisik, psikis, seksual, kerugian Partisipasi pihak kampus menurutnya secara ekonomi, sosial, budaya, maupun di sini sangatlah diperlukan. Pihak politik. kampus dapat mengeluarkan peraturan

6

Keadilan Post Edisi Magang 2021

yang secara khusus mengatur permasalahan ini. Hal ini dikarenakan peraturan-peraturan umum yang sudah ada di kampus belum mampu menangani masalah ini. Ia menjelaskan terdapat dua hal yang menjadi pertimbangan untuk membuat aturan-aturan yang lebih khusus. Pertimbangan tersebut memiliki dua alasan. Pertama, klausul atau nomenklatur dari peraturan-peraturan yang sudah ada itu masih terlalu umum. “Peraturan itu terlalu umum misalnya tidak boleh melakukan perbuatan tercela, perbuatan kekerasan seksual kan termasuk kategori perbuatan tercela kan, tetapi kan ini terlalu umum,” ujarnya. Alasan kedua ialah dalam peraturan-peraturan yang sudah ada tersebut belum memiliki mekanisme untuk apa dan bagaimana perlindungan terhadap korban. UII sendiri dikabarkan telah membentuk tim untuk menyusun peraturan tersebut. Eko yang juga merupakan salah satu tim di sana membenarkan hal tersebut. “UII membuat penyusunan regulasi di mana saya terlibat jadi anggota timnya di situ. Itu menurut saya langkah yang sangat progresif yang dilakukan oleh UII,” ujarnya. Mengenai perkembangan peraturan tersebut, Syarif Nurhidayat selaku ketua tim penyusun draf peraturan ini menjelaskan bahwa peraturan tersebut sudah disahkan. “Peraturan sudah disahkan, di tahun 2020. Ini bukan lagi draf dan sudah disahkan melalui rapat


senat,” jawabnya. Peraturan Universitas tahun 2020 lalu. “Belum pernah dengar kekerasan seksual, siapa saja yang terlibat Nomor 1 Tahun 2020 Tentang sih kabar pengesahannya,” ujarnya. Ke- dalam penanganannya, jadi bukan hanya Pencegahan dan Penanganan Perbuatan banyakan dari mahasiswa tersebut, hanya sekadar dikembalikan ke BEH. Asusila dan Kekerasan Seksual telah mengetahui bahwa peraturan tersebut KAHAM sendiri berharap disahkan pada tanggal 24 Desember masih dalam bentuk draf. dari pihak kampus dapat menciptakan 2020 dan memuat 32 pasal di dalamnya. Hal yang sama juga dirasakan lingkungan pendidikan yang aman Tim penyusun dari peraturan tersebut oleh Direktur Klinik Advokasi dan bagi sivitas di lingkungan kampus UII. terdiri atas beberapa dosen dengan latar Hak Asasi Manusia (KAHAM), Yusril Sebelumnya, pihaknya pernah diundang belakang keilmuan yang berbeda, seperti Asadudin Mukav. Ia mengungkapkan oleh Kementerian Pendidikan untuk fakultas hukum, fakultas psikologi dan bahwa peraturan tersebut juga baru membahas penanganan kekerasan ilmu sosial budaya, aktivis gender dari diunggah ke kanal BEH UII pada 6 seksual di kampus. Dari hal tersebut pusat studi gender dan dari perspektif Hak Mei 2021 sehingga sangat jauh pihaknya menginginkan agar Asasi Manusia (HAM). Ia menambahkan dari tanggal pengesahannya kampus dapat menangani bahwa dokumen dari peraturan tersebut yaitu 24 Desember 2020. kasus kekerasan seksual bisa diakses di kanal Badan Etik dan KAHAM yang sempat dengan SOP yang bukan Hukum (BEH) UII. mengadakan diskusi pada hanya pantas melainkan juga Lebih lanjut ia menjelaskan 8 Maret 2021 mengenai memang dibutuhkan oleh bahwa semua dokumen terkait peraturan peraturan tersebut, terpaksa penyintas untuk dilaksanakan Yusril itu sudah diwadahi, legalisasi, dan publikasi menggunakan draf disaat peraturan oleh kampus. Korban menjadi salah melalui kanal beh.uii.ac.id. Seluruh civitas tersebut sudah disahkan. “Masih draf. satu entitas yang perlu dijaga dan tidak akademika UII (dosen, tenaga pendidik, Kami dapatnya itu kalo ngga salah Januari bisa disejajarkan dengan pelaku. Jadi, dan mahasiswa) bisa mengakses peraturan atau Desember tahun kemarin,” ujarnya. rasa aman tersebut bisa diperoleh dengan ini. Namun, untuk mengaksesnya sendiri Melihat masalah-masalah yang memperhatikan subjek-subjek dari memang diperlukan akun Single Sign On terjadi, ia menjelaskan bahwa hal ini peraturan yang dibuatnya, yaitu kampus, (SSO) UII karena peraturan ini merupakan masalah mendasar mahasiswa, dan pihak ketiga. Ketika suatu bersifat internal di universitas. mengenai bagaimana peraturan masih belum jelas arahnya ke Jadi, dengan kata lain keterbukaan dalam peraturan mana, tentunya kepastian hukum dan rasa peraturan ini dibuka hanya tersebut. “Kami sangat aman bagi seorang mahasiswa akan ikut untuk internal UII saja. menyayangkan ketika kampus tercederai. Ketika peraturan ini keluar sendiri tidak ada keterbukaan Untuk itu, karena peraturan ini dari lingkungan UII maka terkait pembentukkan, terkait sudah disahkan maka kampus diharapkan berada di luar tanggung jawab pengesahan, dan isi apa saja dapat mengindahkan keinginan Syarif Nurhidayat dalam draf itu,” ujarnya. Tindakan mahasiswanya selaku subjek dalam kampus. Terkait kabar bahwa peraturan tersebut juga dinilainya mencederai peraturan yang dibuatnya. “Cobalah ini masih minim disosialisasikan, posisi mahasiswa sebagai subjek dalam kampus bisa mengindahkan apa yang Syarif menjelaskan bahwa dari pihak peraturan tersebut. diinginkan mahasiswa. KAHAM juga kampus tidak memiliki agenda ataupun Muatan materi dalam peraturan salah satu entitas, salah satu subjek. kepentingan khusus untuk melakukan tersebut juga dinilai masih terlalu KAHAM juga mahasiswa-mahasiswa UII sosialisasi. “Semua norma yang berlaku normatif. KAHAM menilai masih ada yang tentunya mempunyai kebutuhan, di UII, tidak ada kepentingan khusus beberapa muatan materi yang perlu mempunyai pengaruh terhadap kebijakan untuk melakukan sosialisasi jika itu ditambahkan di dalamnya terutama yang dibuat oleh UII. Tidak mungkin memang berkaitan dengan semacam terkait Standard Operational Procedure (SOP) kita membuat suatu kebijakan tanpa alur organisasi, pengenalan sistem, dan dalam mekanisme penanganan kekerasan mengikutsertakan subjek, yang menjadi sebagainya,” ujarnya. seksual di kampus. SOP dianggap sangat subjek dalam kebijakan tersebut,” ujarnya. Sikap kampus yang minim penting dalam mengadvokasi korban Pihaknya sendiri masih memberi harapan mensosialisasikan peraturan ini tampak- kasus kekerasan seksual. “Menurut kami kepada kampus untuk memperbaiki nya berakibat buruk bagi lingkungan ngga bisa sembarangan mengadvokasinya kesalahannya. “Entah dalam mekanisme akademik UII. Hal ini bisa dilihat di di kasus kekerasan seksual dan saya pikir di kampus sendiri yang agak banyak mana sangat minim mahasiswa yang dalam peraturan yang disahkan itu hanya tugasnya, banyak pekerjaannya sampai mengetahui kabar pengesahan peraturan sekadar hal-hal normatif,” ujarnya. SOP pada akhirnya kami pikir usulantersebut. Setidaknya 17 mahasiswa UII juga diperlukan ketika dalam penanganan usulan kami belum diindahkan, belum yang dipilih secara acak, 15 diantaranya kasus kekerasan seksual dijelaskan akan dipertimbangkan, artinya dalam sisi ini tidak mengetahui bahwa peraturan dikembalikan kepada bidang kampus. mungkin kami positive thinking dalam tersebut telah disahkan. Safira Hanum, Hal ini penting karena berkaitan dengan artian kampus masih peduli terhadap salah satu mahasiswi dari Fakultas beberapa tindakan penanganan seperti kita,” lanjutnya. Hukum UII mengungkapkan bahwa pembentukkan Tim Pencari Fakta. dirinya tidak mengetahui bahwa per- Melalui SOP yang jelas, dapat diketahui Reportase bersama: Shafira Aretha, Ganis aturan tersebut sudah disahkan sejak bagaimana mekanisme penanganan kasus M, Fadhilah H, Meizar Kurniawan, Idham K.

Keadilan Post Edisi Magang 2021

7


8

Keadilan Post Edisi Magang 2021


FRAGMEN

Kehidupan Pengamen Musik Angklung di Yogyakarta Narator: Raihan Ramadhan Reportase bersama: Nisrina Sulistya, Hana Nafisah Z

Suasana meriah diikuti suara alunan musik angklung terdengar di Jalan Letjen Suprapto, Notoprajan, Ngampilan, Kota Yogyakarta. Terdapat suatu komunitas musik angklung yang beranggotakan delapan orang sedang memulai kegiatannya untuk mengamen. Mereka memulai kegiatannya mulai pada jam sembilan pagi sampai jam lima sore. Keberadaan mereka membuat pengendara yang berhenti menjadi terhibur dan nyaman di jalan. Suara serak basah Yanto, Ketua Kelompok Angklung di Jalan Letjen Suprapto tersebut menceritakan pertama kali mengenal musik angklung sejak tahun 2009 melalui sekelompok orang pengamen angklung keliling yang berasal dari Banyumas di pasar Prambanan. Hingga sekitar pada tahun 2015, ia mendirikan kelompok sendiri. Dalam melakukan kegiatannya mereka sering membawakan lagu-lagu jawa, pop, dangdut, dan lagu hits lainnya. Mereka belajar memainkan alat musik angklung secara otodidak. Setelah lampu merah menyala, seorang anggota ada yang bertugas untuk berkeliling dan menerima uang dari pengendara yang sedang berhenti. Senja mulai menampakkan keindahannya, menandakan usai sudah kegiatan hari ini. Tubuh yang lelah seakan kembali bersemangat, uang hasil mengamen seharian akan dibagi rata kepada semua anggota. Pendapatan yang mereka dapatkan tidak menentu, tergantung bagaimana situasi dan kondisi pada saat hari itu. Rata-rata setiap anggota mendapat 100 ribu, hingga paling tinggi 350 ribu per anggota, terkadang ketika hujan turun per anggota hanya mendapat 50 ribu karena turunnya hujan membuat kegiatan mereka terhenti sejenak hingga hujan reda. Kelompok pengamen angklung di Jl. Letjen Suprapto ini tergabung dalam komunitas Paguyuban Angklung Yogyakarta yang berisi 15 kelompok pengamen angklung, di bawah naungan Dinas Pariwisata. Sebelum dibentuk paguyuban, para pengamen angklung jalanan di Yogyakarta tidak memiliki izin resmi dari pemerintah yang berwenang. Hal itu membuat mereka sering berhadapan dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Mereka diburu dan ditangkap dengan anggapan bahwa mereka hanyalah sekumpulan gelandangan dan pengemis yang mengganggu kenyamanan umum. “Katanya pelanggaran perda (peraturan daerah), kita disamakan dengan gelandangan dan pengemis. Makanya kita pernah demo dulu di DPRD, kita ga terima disamakan dengan gelandangan dan pengemis, akhirnya kita disetujui oleh anggota DPRD,” ujar Yanto. “Kadang dikejar-kejar Satpol PP, sebelum adanya paguyuban memang kita kucing-kucingan dengan Satpol PP dan sekarang kita sudah gak papa,” lanjutnya. Selain untuk menghibur, mereka berangklung bukan tanpa alasan. Demi mencari sesuap nasi dan terpenuhinya kebutuhan hidup orang-orang terkasih, mereka rela menerjang teriknya siang. Berbagai suka dan duka dilewati bersama. Menapaki aspal jalanan kota, menghirup gas emisi kendaraan, dan bersahabat dengan polusi sudah menjadi rutinitas. Keberadaan dan kegiatan yang mereka lakukan seakan-akan membuktikan istimewanya Yogyakarta dengan segala kenyamanan di dalamnya hingga meresap di tiap sudut jalanan.


1

Hana/Keadilan

Pengguna Jalan

Menikma

4

Hana/Keadilan

Istirahat

Pemain A

7

Hana/Keadilan

Pengumpul Uang

Mene


2

Hana/Keadilan

ati Musik

Hana/Keadilan

Para Musisi Jalanan

5

6

Hana/Keadilan

Angklung

erima

3

Hana/Keadilan

Angklung

8

9

Hana/Keadilan

Hana/Keadilan

Hasil


DIALEK

RESENSI

Guru Aini : Memperjuangkan Kemerdekaan Belajar oleh Pendidik dan Terdidik Oleh: Kurniati Mulqiyah

“Dalam memperjuangkan kemerdekaan belajar dibutuhkan tekad dan semangat juang yang tinggi. Tak lupa pula, meyakini bahwa tak ada yang mustahil jikalau berkomitmen dalam usaha dan doa.”

G

uru Aini merupakan salah satu buku yang ditulis oleh Andrea Hirata dengan pembawaan kaya akan makna dan juga kesan yang apik. Tulisan yang disajikan cukup memberi banyak perhatian khusus akan kualitas pembelajaran dan juga perjuangan dalam kemerdekaan belajar. Buku ini mengisahkan tentang seorang guru Matematika dengan segudang prestasi pada bidang akademik yang memilih untuk mengabdikan dirinya pada salah satu daerah terpencil di pelosok negeri. Guru Matematika tersebut bernama Desi, guru yang memiliki tekad kuat untuk mengedukasi serta membantu meningkatkan kualitas generasi-generasi

12

penerus bangsa. Buku ini membuktikan bahwa tidak sedikit guru Matematika menyerah dengan hasil yang telah diperoleh oleh muridmuridnya. Sehingga sebagian besar guru Matematika memilih beralih profesi menjadi petani, nelayan, tukang ojek, pedagang kaki lima, atau tetap mengajar namun memilih pelajaran Bahasa Indonesia. Mendidik dengan tujuan mencerdaskan bukan hal yang mudah bahkan harus memiliki mental cukup kuat untuk menghadapi berbagai macam persoalan, karena setiap karakteristik murid tidaklah sama.

Keadilan Post Edisi Magang 2021


Sebagaimana pendidikan memerlukan sesuai porsi maka akan sesuai juga kekurangan dalam penulisan buku yang pengorbanan yang bernilai konstan atau pengendaliannya. Dalam hal ini, Guru ditulis oleh Andrea Hirata. tetap. Kelebihan dari buku ini Desi banyak memberikan dedikasinya Buku yang bertemakan melalui pembelajaran Matematika memberikan cukup banyak kesan pendidikan ini mengulas secara kreatif beserta caranya mengajar yang tidak dan pesan di setiap bait pembahasan konsep pembelajaran Kalkulus yang pernah sekalipun berubah dari masa ke sehingga pembaca akan disuguhkan dipadupadankan dengan kehidupan di masa. Guru Desi menjadi pionir terbaik dengan sederet kalimat kiasan yang masyarakat. Sebagai seorang guru, Guru dalam hal mendedikasikan ilmu dan bermakna terkait pendidikan. Buku Desi memperjelas sikap tegas kepada pengetahuannya bagi para murid. Tak ini pun memiliki jumlah halaman yang murid-muridnya. Kemahiran yang ada kata menyerah bahkan mengeluh tidak sedikit namun penulis dengan dimiliki oleh Guru Desi memberikan untuk terus mengajar dan menjadikan kemahirannya menyuguhkan tulisan isyarat kepada para pembaca untuk dirinya sebagai guru yang sederhana dengan sangat menarik. menekuni bidang yang telah dipilih dalam berpenampilan namun kaya akan Kekurangan buku ini, di akhir dengan sungguh-sungguh. Bahkan ilmu pengetahuan. Bahkan tanpa pamrih cerita terdapat bagian yang cukup sekalipun murid yang merasa tak ia mengajar dan selalu memberi dengan membingungkan terkait keadaan Aini mampu menggeluti bidang Matematika ikhlas, seperti saat ia memberikan di masa depan. Dari seluruh rangkaian dapat mengubah banyak perspektif bantuan kepada beberapa muridnya yang cerita yang telah dibahas, hanya bagian dalam kehidupannya hingga mampu mengalami kesulitan dalam memenuhi akhir cerita yang harus dibaca berulangmenaklukkan pelajaran ini. ulang kali agar ditemukan pemahaman kebutuhan sekolah. Namanya Aini, murid yang Ibu Aini memiliki keterikatan yang tepat. Namun, sejauh ini akhir memiliki cita-cita cukup besar namun dalam cerita masa lalu Guru Desi ketika cerita masih mengambang dan tidak ia tidak memiliki kemampuan dalam mengajar. Guru Desi bercerita kepada Aini memiliki arah tepat untuk menjadi mempelajari Matematika. Sehingga tentang Ibu dan juga kelompok belajarnya penutup. Adapun kekurangan terkait dengan adanya keinginan dan tekad yang tidak pernah bisa memahami kata yang dipilih oleh penulis dalam yang kuat, Aini berusaha keras merangkai sebuah kalimat, yaitu bagi untuk dapat masuk di kelas pembaca pemula tidak dapat “Dalam memperjuangkan kemerdekaan Guru Desi. Aini yang benarbelajar dibutuhkan tekad dan semangat juang memahami hanya dengan sekali benar buta akan pelajaran membaca. Dikarenakan adanya yang tinggi. Tak lupa pula, meyakini bahwa tak Matematika memiliki sikap pemaknaan yang cukup sulit ambisius dan mudah terharu ada yang mustahil jikalau berkomitmen dalam untuk dipahami jika hanya sekali usaha dan doa.” hingga menangis tersedumembacanya. Sehingga buku ini sedu. Ia selalu merasa tertantang disarankan untuk dibaca berulang kali dengan watak Guru Desi yang keras pelajaran Matematika. Seringkali mereka oleh pembaca pemula. dan disiplin. Idealisme tinggi dan juga membuat keributan di kelas hingga kecerdasan Guru Desi cukup membuat membuat Guru Desi marah. Sehingga ada Aini berdecak kagum. yang mengasumsikan bahwa Aini tidak Semangat juang belajar dalam mampu memahami diri Aini patut diberikan penghargaan pelajaran Matematika karena ia tidak mudah menyerah karena keturunan dari dengan kegagalan yang didapat terus- Ibunya yang sama-sama menerus. Bilangan biner yang selama tidak dapat memahami ini selalu didapatkannya pada pelajaran pelajaran Matematika. Matematika, kini berubah menjadi Ketimpangan angka 2,5 dengan strategi yang ia miliki. dalam pembelajaran Kemauan besar selalu menguasai bukanlah suatu kondisi dirinya, begitu juga dengan pelajaran memilukan dan tidak Matematika di mana pelajaran yang dapat dicarikan solusi dirasa sulit namun banyak memberikan terbaik. Peran Guru kesan menarik dalam setiap proses Desi dan Aini menjadi penyelesaiannya. sangat penting dalam Mendidik dan terdidik merupakan menjadi contoh di dua hal yang berkesinambungan masyarakat pada umumdan harus sesuai dengan apa yang nya, khususnya daerah diimplementasikan dan dipelajari. pelosok negeri yang Layaknya guru Bahasa Indonesia yang masih kekurangan guru sudah seharusnya tidak diberikan berkompeten serta jatah untuk mengajar Matematika akses pendidikan layak. begitupun sebaliknya. Semua harus Kelebihan membersamai Ilustrasi Oleh Kurnia/Keadilan

Keadilan Post Edisi Magang 2021

13


OPINI

Problematika Regenerasi Profesi Petani saat ini di Indonesia Oleh : Mustika Prabaningrum Kusumawati, S.H., M.H.*

K

ondisi Profesi Petani di Indonesia dan Sebab-sebab Menurunnya Minat Profesi Petani di Indonesia Berbicara mengenai petani di Indonesia, tidak lepas dari sejarah lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang lazim dikenal sebagai UUPA. Sudah 60 tahun UUPA berlaku hingga saat ini namun keberadaannya masih memiliki marwah yang luar biasa. Perjalanan panjang dalam proses pembentukan selama kurang lebih 12 tahun nyatanya memang tidak main-main dan memikirkan kepentingan pribadi atau politik semata. Para pembentuk undang-undang ini sangat memikirkan nasib bangsa Indonesia tidak hanya sebatas satu tahun, lima tahun atau sepuluh tahun, namun hingga puluhan tahun ke depan agar Indonesia dapat benar-benar makmur dan adil. Tidak seperti para pembentuk undang-undang saat ini yang terkesan membentuk undang-undang dengan sistem kebut semalam saja. Salah satu tujuan mulia dari lahirnya UUPA ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan, keadilan bagi negara dan rakyat terutama rakyat tani. UUPA ini secara khusus dipersembahkan bagi masyarakat tani yang pada kala itu masih sangat agraris dan untuk membawa

14

Ilustrasi oleh: Nisrina/Keadilan

pertanian petani sangatlah luas namun pada saat ini justru luas kepemilikan lahan pertaniannya sangat minim sekali bahkan ada yang kurang dari 0,5 hektar sehingga dikenal dengan sebutan ‘petani gurem’. Selain itu bagi petani yang bahkan tidak memiliki lahan pertaniannya sendiri harus ‘terpaksa’ mengerjakan lahan pertanian milik orang lain demi mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Ketiga, mulai terbentuknya paradigma dalam masyarakat bahwa profesi petani bukanlah profesi menjanjikan sehingga mayoritas penduduk Indonesia perlahan namun pasti mulai meninggalkan profesi ini dan beralih pada profesi lain yang dianggap lebih baik dan menjanjikan.

kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat terutama rakyat tani dibentuklah UUPA. Namun faktanya, jumlah Dampak Profesi Petani pada profesi petani di Indonesia kian hari Perekonomian Indonesia sebagai kian menurun. Bagaimana tidak, jika Negara Agraris pada zaman dahulu profesi petani Mendapati fakta mengenai selain menjadi profesi yang mulia penurunan jumlah profesi petani ini, juga berkaitan dengan kepemilikan mau tidak mau pasti berdampak luar lahan yang tidak main-main. Lambat biasa terhadap perekonomian Indonesia laun profesi ini semakin ditinggalkan yang dari dahulu dikenal sebagai khususnya bagi golongan muda. negara yang agraris. Negara agraris Ada berbagai faktor yang pada dasarnya merupakan negara yang menyebabkan turunnya minat profesi perekonomiannya sangat bergantung petani di Indonesia. Pertama, semakin dari sektor pertanian. berkurangnya lahan pertanian. Hal ini Sebagai sebuah negara yang disebabkan oleh bertambahnya agraris, Indonesia memiliki populasi penduduk Indonesia kemampuan luar biasa yang juga menyebabkan untuk dapat memenuhi kebutuhan akan lahan kebutuhan pokoknya untuk membangun sendiri tanpa perlu tempat tinggal cenderung melakukan impor bahkan lebih ‘diutamakan’ justru dapat membantu dan ‘mengorbankan’ negara-negara lain dalam lahan pertanian meski rangka memenuhi kebutuhan sudah terdapat aturan Mustika pokoknya melalui kegiatan yang mengakomodir bagaimana ekspor lalu peningkatan kesejahteraan proses membangun tanpa perlu masyarakat agar terhindar dari garis ‘mengorbankan’ lahan pertanian. Begitu kemiskinan juga merupakan dampak juga wacana pembangunan berbagai Indonesia sebagai negara agraris. Selain infrastruktur massal yang berdampak itu, keuntungan utama lainnya adalah terhadap jumlah lahan pertanian mewujudkan ketahanan pangan yang semakin berkurang meskipun dibangun mumpuni. dengan dalil demi kemaslahatan umum. Langkah yang Dapat Diambil Kedua, kondisi petani saat ini Pemerintah untuk Meningkatkan berbeda dengan petani pada zaman Minat Profesi Petani di Indonesia dahulu. Kalau zaman dahulu, lahan

Keadilan Post Edisi Magang 2021


Oleh sebab itu, langkah yang dapat ditempuh oleh pemerintah agar dapat meningkatkan minat masyarakat untuk menjadi petani di Indonesia dapat diawali dengan menjamin ketersediaan lahan pertanian yang cukup. Jangan sampai pembangunan dilaksanakan asalasalan demi memenuhi target sehingga mengorbankan lahan pertanian yang ada. Selain itu, berkaitan dengan ketersediaan lahan ini secara otomatis diharapkan tidak ada lagi petani yang kepemilikan lahan pertaniannya di bawah batas minimal serta tidak ada lagi petani yang hanya menggarap lahan pertanian milik orang lain. Ketika pemerintah sudah dapat

menjamin ketersediaan lahan maka langkah kedua adalah memberikan jaminan akan kehidupan petani dengan layak. Hal ini dapat dilakukan dengan menekan laju impor beras masuk ke Indonesia. Pemerintah dapat semaksimal mungkin memberdayakan hasil pertanian dari seluruh petani kita terlebih dahulu tentunya dengan harga wajar jangan sampai harga yang dibayarkan justru jauh di bawah harga pasar. Pola seperti ini secara langsung akan membantu peningkatan taraf hidup para petani dan secara tidak langsung pemerintah sudah sangat menghargai jerih payah para petani kita. Sampai kapan pun juga kita akan

selalu membutuhkan petani. Banyaknya jasa yang telah petani berikan terhadap ketahanan pangan kita haruslah dihargai. Oleh sebab itu, perhatian dan langkah konkret dari pemerintah sangatlah dibutuhkan. Terlebih lagi mengingat sejarah filosofis lahirnya UUPA yang sangat menghormati profesi petani dan menjadikan profesi petani ini sebagai ruh utamanya. Jangan sampai profesi petani yang merupakan profesi mulia ini justru semakin tergerus oleh zaman dan semakin ditinggalkan.

* Penulis merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

RESENSI

Dua Kelas yang Berbeda Oleh: Fadhilah H. Chesantia

“Kau tahu rencana apa yang tidak akan gagal? Tidak ada rencana. Kenapa? Hidup itu tidak bisa direncanakan,” – Kim Ki-Taek

F

ilm Parasite mengangkat isu sosial di negara Korea Selatan. Parasite diawali dengan menceritakan kehidupan keluarga Kim Ki-Taek bersama istrinya, Park Chung-Suk, dan kedua anaknya yakni Kim KiWoo dan Kim Ki-Jeong yang tinggal di rumah semi bawah tanah. Rumah kecil kumuh dengan ruangan sempit yang penuh dengan barang, toilet kotor dan mudah terendam banjir. Keluarga KiTaek miskin, mereka berempat tidak memiliki pekerjaan hingga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang terkadang membuat mereka harus mengerjakan apapun agar mendapatkan uang seperti mengambil pekerjaan sebagai pelipat kotak pizza. Suatu hari, teman Ki-Woo, MinHyuk, datang ke rumah mereka dengan memberikan batu keberuntungan serta menawarkan pekerjaan. Min-Hyuk menawarkan untuk menggantikannya sebagai guru les privat Bahasa Inggris kepada Ki-Woo untuk Park Da-hye. Da-hye merupakan anak perempuan dari keluarga Park Dong-ik dan Choi Yeon-gyo. Keluarga Park adalah pengusaha di bidang IT yang kaya raya. Demi menyambung hidup untuk keluarganya, diambillah pekerjaan yang

ditawarkan oleh Min-Hyuk. Ki-Woo menggunakan identitas palsu yang dibuat oleh KiJeong untuk dapat menyakinkan Yeon-gyo dan menjadikannya sebagai pengganti Min-Hyuk dengan panggilan Kevin. Yeon-gyo menceritakan bakat seni adik Da-hye, Park Da-Song, kepada Ki-Woo yang kemudian Ia mendapatkan ide untuk menyarankan guru seni bagi Da-Song. Guru seni yang dimaksud olehnya tak lain adalah adiknya sendiri, Ki-Jeong. Ki-Woo memanfaatkan keadaan dengan melakukan beberapa kecurangan untuk menjatuhkan pembantu rumah tangga dan sopir yang sudah bekerja lama di keluarga Park. Hingga Ki-Woo akhirnya dapat memasukkan satu-persatu anggota keluarganya untuk bekerja di rumah keluarga Park. Ayah dan Ibu Ki-Woo bekerja untuk menggantikan pembantu rumah tangga serta sopir lama keluarga Park. Keluarga Park tidak sadar bahwa yang bekerja dengan mereka adalah satu keluarga. Konflik dimulai dari pembantu rumah tangga yang lama bersikeras ingin masuk rumah untuk memeriksa sesuatu. Berawal dari drama kebohongan hingga dimulailah

pertarungan karena keserakahan oleh keluarga Kim. Parasit bila digambarkan merupakan situasi makhluk hidup yang menumpangi makhluk hidup lain dengan alih daya mencari untung semata untuk dirinya, perumpamaan tersebut sangatlah akurat digambarkan oleh keluarga Kim yang secara eksplisit pada film itu dijelaskan memiliki sifat-sifat layaknya sebuah parasit. Keluarga Kim yang miskin menggunakan kesempatan untuk mengambil keuntungan dengan menyediakan jasa kemewahan untuk keluarga Park yang kaya raya. Kesenjangan sosial yang terjadi karena perbedaan strata ekonomi antara keluarga Kim dan keluarga

Keadilan Post Edisi Magang 2021

15


Park pun terjalin hubungan simbiosis. Namun, keserakahan keluarga Kim dan diskriminasi kelas membuat hubungan simbiosis antara kedua keluarga tidak berlangsung lama. Film Parasite berlatar belakang perbedaan ekonomi sosial berhasil menggambarkan kesenjangan sosial lewat keluarga Kim dan keluarga Park. Kesenjangan sosial dapat terlihat dalam film ini ketika keluarga Park dapat memiliki segala kemewahan dalam hidupnya dan keluarga Ki-taek serba kekurangan hingga berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Perbedaan mencolok juga tampak pada lingkungan di daerah rumah keluarga Kim yang kumuh dengan bata-bata rumah hancur itu sangat bertolak belakang dengan rumah mewah berkilau dari keluarga Park. Berada pada kondisi sosial yang berbeda juga membuat kontras cara kedua keluarga berpikir dalam membangun keluarganya serta bertahan hidup hingga salah satunya terpaksa harus menjadi parasit dalam hubungannya dengan keluarga yang lain. Kesenjangan sosial yang di-ceritakan dalam Parasite sudah sangat akrab dengan masyarakat. Berawal dari masyarakat yang mengarahkan penggolongan dari status sosialnya berupa kekayaan, pendidikan maupun jabatan hingga menimbulkan terbentuknya hierarki stratifikasi sosial. Kesenjangan sosial bisa juga menimbulkan diskriminasi kelas. Film ini memberikan kesan yang melekat dengan kehidupan sekarang ini mengenai diskriminasi kelas. Bahwa yang dilakukan Park Dong-Ik saat merendahkan orang-orang yang bekerja padanya sebagai pandangan menunjukkan jika strata sosial tidak hanya pada perbedaan gaya hidup dalam kelompok sosial namun juga

terdapat simbol verbal seperti yang dilakukan Tuan Park. Kesenjangan sosial dalam masyarakat pasti terjadi di belahan dunia manapun termasuk Indonesia. Film Parasite cukup menggambarkan kehidupan masyarakat Indonesia yang masih terus menerus mengalami masalah kesenjangan sosial. Dilihat dari kondisi kehidupan masyarakat indonesia yang juga kontras seperti dalam film, persamaannya terletak pada infrastruktur di mana terdapat gedung-gedung mewah namun daerah sekitarnya masih terdapat permukiman kumuh. Kesenjangan sosial yang dirasakan masyarakat Indonesia itu diakibatkan oleh ketidakmerataan pembangunan antar wilayah. Hal itu jelas tampak dengan minimnya daerah maju dan masih banyaknya daerah tertinggal. Akibatnya masyarakat Indonesia kelas bawah sangat sulit untuk menikmati hasil pembangunan oleh pemerintah karena pembangunan belum rata. Film Parasite dikemas dengan detail menarik juga jalan cerita yang dibuat sangat rapi, sederhana serta dinamis membuat beberapa adegan tidak bisa ditebak hingga akhirnya membuat penonton dapat menafsirkan artinya sendiri. Parasite dapat memainkan imajinasi penonton tentang kejadian tak terduga yang akan datang. Laju cerita yang kian lama mencekam hingga memunculkan pertanyaan terhadap nasib setiap karakter. Penonton dapat ikut merasakan getirnya serta usaha keluarga miskin berjuang untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan dari segi visual serta sinematografi ditampilkan secara menawan dan epik hingga Parasite mampu menyampaikan pesan kuat untuk masyarakat lewat premis yang cukup sederhana dengan merepresentasikan realitas kesenjangan

Ilustrasi Oleh : Hana/Keadilan

16

Keadilan Post Edisi Magang 2021

sosial dalam masyarakat. Sayangnya pada film Parasite ini terlalu menggeneralisasi orang miskin. Menjadikannya penipu karena mereka berkebutuhan serta menghadirkan prasangka buruk, menggambarkan mereka sebagai tokoh yang licik berdasar stereotip. Demi meraup uang yang banyak, diceritakan keluarga Kim dengan segala tipu muslihatnya berjuang meraih keuntungan dari keluarga Park. Dapat dikatakan bahwa film ini telah menjelekkan orang miskin lainnya yang mungkin berhasil berjuang dengan sabar untuk bekerja keras dan penilaian yang baik. Meskipun film Parasite ini juga bergenre thriller namun terdapat adegan humor yang menjadikannya komedi gelap tidak begitu jelas, seperti adegan di mana anak dari keluarga Park dikejutkan oleh seorang lelaki yang selama ini telah diam-diam menempati bungker rumah mereka. Meski thriller dan comedy bukan gabungan genre yang sering dijumpai pada sebuah film, namun aspek ini malah membuat Parasite menonjol unik dibandingkan film-film yang hadir sebelumnya. Film Parasite cukup berhasil dinilai tinggi karena dapat benar-benar merepresentasikan kesenjangan sosial yang terjadi di banyak tempat, tak terkecuali juga Korea Selatan. Berdasar artikel dari KBS World, angka kemiskinan yang hadir di Korea Selatan pada tahun 2019 berjumlah 16,3 persen. Film ini dibalut dengan jalan kisah yang dapat menyadarkan penonton atas permasalahan kesenjangan sosial saat ini masih terus menerus terjadi termasuk di Indonesia. Situs wordbank mencatat pada September 2020 kalau sebanyak 10,19 persen, atau 27,55 juta penduduk Indonesia mengalami kemiskinan. Tidak heran karenanya, kalau ternyata masyarakat sudah mengetahui bahwa kehidupan itu memang terbagi dari beberapa kelas-kelas sosial yang ada dalam sistem kapitalisme seperti tampak dalam film Parasite ini. Film Parasite telah membantu penonton untuk melihat ketimpangan sosial dalam masyarakat. Tak heran, film ini banyak memborong ratusan piala dari berbagai festival film terutama Oscar 2020.


AKSARA

Trisula

Oleh: Rifqi Maulana Akbar

Ilustrasi oleh: Nisrina/Keadilan

Sisa dinginnya malam masih jelas terasa, angin kencang musim kemarau mendesis dan menembus celah-celah jendela kamar. Selimut dan sarung ini malas untuk diajak berpisah. Azan subuh akhirnya membangunkanku dari tidur pulas setelah seharian bekerja sebagai penjual buah. Segera aku mengambil air wudu dan bersiap untuk pergi ke masjid. Aku bersyukur bisa tinggal di dekat masjid dengan lingkungan dan warga yang baik. Selesai shalat kami tidak langsung membubarkan diri. Seperti biasa, kami berbincang terlebih dahulu untuk bertukar informasi atau meminta tolong jika ada masalah. “Benar, Bang Arman, kami sudah menyetorkan sejumlah uang kepada jenderal itu,” kata seorang jamaah yang juga temanku di pasar. “Sudah berapa lama sejak kalian dijanjikan mengenai pembangunan pasar baru itu?” tanyaku. “Sudah dua tahun, Bang,” katanya. “Baiklah, nanti coba kita cari informasi mengenai kebenaran pembangunan pasar baru tersebut,” pungkasku. Rupanya dua tahun yang lalu, teman-temanku yang berjualan di pasar pernah didatangi seseorang yang mengaku utusan jenderal. Si Utusan memberikan informasi bahwa pasar yang mereka tempati akan digusur. Informasi ini memang santer terdengar dan meresahkan mereka semua. Si Utusan mengatakan bahwa sang jenderal memberikan penawaran untuk penjualan kapling lahan yang akan dijadikan pasar baru. Selain itu sang jenderal tersebut juga menjanjikan sertifikat hak milik yang nantinya dapat dijual kembali atau diwariskan. Dengan cara mencicil, mereka nantinya dapat memiliki itu semua, tentunya dengan harga sejumlah luas yang dibeli. Namun setelah dua tahun berlalu, kejelasan tentang lahan itu seperti hilang tertelan bumi. Bahkan santer terdengar kabar bahwa lahan itu sudah ada namun semua sertifikat atas nama sang jenderal. Celakanya sertifikat itu dijaminkan ke bank oleh sang jenderal untuk bisnis yang lain. Mereka memercayainya karena sang jenderal selama ini merupakan pihak keamanan tidak resmi wilayah pasar. Kebetulan aku baru memasuki dunia jual beli buah setahun belakangan, sehingga tidak mengetahui perihal permasalahan ini. Ya, setahun belakang ini selain kuliah di Jurusan Hukum, aku mencoba berdagang buah untuk membiayai kuliahku. Sebenarnya aku tidak pernah cerita tentang kuliahku, tetapi di Jogja ini memang tidak ada hal yang bisa kusembunyikan hingga akhirnya aku ketahuan sedang berkuliah di Jurusan Hukum. Mungkin karena itu mereka mengadukan masalahnya kepadaku. Aku merasa tertantang, aku ingin membantu mereka sekaligus mengukur seberapa besar manfaat ilmu-ilmu hukum yang aku pelajari setiap hari. Sudah berhari-hari aku memikirkan strategi apa yang harus diambil untuk bisa memecahkan masalah ini. Rasanya seperti dihadapkan pada kegamangan bahwa ternyata begitu banyak masalah di negeri ini yang diibaratkan seperti membentur tembok saat berhadapan dengan penguasa. Tapi aku tidak tahan jika mengingat kegusaran serta wajah memelas mereka, hingga akhirnya aku bulatkan tekad untuk membawa masalah ini ke teman-teman di Lembaga Bantuan Hukum. Setelah kesepakatan diambil, kita akan menggunakan jurus trisula. Di mana kita akan menyerang melalui tiga kekuatan

Keadilan Post Edisi Magang 2021

17


dari tiga arah angin dan tiga peluang yang ada. Pertama, kita akan membawa masalah ini ke dunia pers, kita akan angkat masalah ini dan mencari tempat di media. Agar masalah ini bisa diketahui masyarakat, didengar aparat yang berwenang serta dibaca para pengambil keputusan. Kedua, kita akan laporkan masalah ini secara resmi ke pihak berwajib yaitu kepolisian. Ketiga, teman-teman dari LBH akan terus memantau dan mendorong agar kasus ini terus mendapat perhatian dan akhirnya segera ada penyelesaian. Dengan tiga jurus tersebut, diharapkan bisa saling mengawasi, saling mendukung, dan saling bersinergi. Strategi ini ternyata mujarab, gerombolan penipu itu mulai gelisah, ketenangan mereka terusik sehingga mulai mengeluarkan kekuatan untuk meredam. Mereka mendatangi para pedagang dengan mengancam, mengintimidasi, dan menekan. Mereka mengancam kenyamanan para pelapor, mengintimidasi keselamatan keluarga mereka, menekan mereka untuk segera menarik laporannya. Semburat merah sang surya semakin menghilang, burung walet ramai terbang kembali ke sarang. Selesai sholat maghrib berjamaah dengan raut wajah kusut dan penuh tekanan, Alif temanku sesama pedagang dari pasar menemuiku. “Bang Arman, kami mencabut laporan kami. Biarlah kami ikhlaskan uang kami. Daripada keselamatan keluarga kami terancam,” utarnya. Aku tidak kaget, ini sudah kuduga sebelumnya. “Kenapa Mas Alif ? bukankah kita sudah sepakat mau menyelesaikan ini bersama, kita sudah kepalang tanggung untuk mundur, Mas,” ujarku. “Tidak Bang, aku banting tulang, kerja siang malam, untuk keluarga, apa artinya kalau keselamatan keluarga kami harus dipertaruhkan?” Suara Alif tercekat. “Percaya saya Mas Alif, semua akan baik-baik saja. Kita hanya perlu sedikit kesabaran, yang penting Mas Alif dan teman-teman mengikuti saran dan strategi kami,” aku mencoba menenangkan Alif. “Bener bang, kami dan keluarga akan aman-aman saja? Apa yang harus kami lakukan, Bang?” Alif kelihatan bingung. “Kalau ada yang kembali datang mengancam, Mas Alif dan teman-teman pura-pura kompromi aja, iyakan apa yang mereka minta, tapi Mas Alif bilang minta identitas mereka,” jelasku sembari menyampaikan strateginya. “Baik, Bang, kami akan lakukan. Saya dan teman-teman percaya sama Abang” Alif mengiyakan. *** Matahari persis di atas ubun-ubun, keringatku mengalir membasahi badan. Dari kejauhan kulihat Alif tergopohgopoh menemuiku. “Bang, ini data orang-orang yang mendatangi dan mengintimidasi kami. Apa selanjutnya yang harus kami lakukan, Bang?” Alif berbicara dengan nafas memburu. “Baik Mas Alif, serahkan semua padaku dan temen-temen LBH, semoga masalah ini segera selesai,” jawabku menenangkan. Data tersebut sangat bermanfaat untukku dan teman-teman LBH. Berdasar data tersebut, kami mengirim surat ke kesatuan personel bersangkutan, melaporkan kejadian ancaman dan intimidasi mereka, kami minta pembinaan atas mereka. Dan tak lupa, surat juga kami tembuskan ke kesatuan atasan mereka sampai dua lapis ke atas dan ke sejumlah media massa. *** Semilir udara pagi sejuk menyelimuti kulit, burung pipit ceria menjemput nasibnya. “Makasih Bang, akhirnya perwakilan mereka datang menemui kami. Mereka berjanji akan mengembalikan semua uang kami. Luar biasa Bang, kami tidak menyangka akan berhasil seperti ini,” Alif bercerita dengan mata berbinar-binar. Rupanya mereka memilih mengalah, jurus trisula terbukti telah menggentarkan mereka. Kebenaran, kesabaran, dan strategi yang tepat dapat menyelesaikan masalah ini. Trisula dapat menghempaskan siapa saja yang berbuat curang.

18

Keadilan Post Edisi Magang 2021


KARIKATUR

Ilustrasi oleh: Rifqi/Keadilan

KEADILAN POST Informatif, Komunikatif, Aspiratif

PELINDUNG: PEMIMPIN UMUM LPM KEADILAN PENANGGUNG JAWAB: PIMPINAN REDAKSI LPM KEADILAN PIMPINAN REDAKSI: SHAFIRA ARETHA SEKRETARIS REDAKSI: THALITA FARA REDAKTUR: HIMAWAN GERRENOVE PRADIKA MUIZZUL M KURNIATI MULQIYAH EKA DETIK N FADHILAH H CHESANTIA RIFQI MAULANA

RAIHAN RAMADHAN AFRIZAL MUHAMMAD F MEIZAR KURNIAWAN MUKHTAR PULUNGAN GANIS MELIANA PUTRI RUHI HAIRUL IDHAM KHOLID

Keadilan Post Edisi Magang Diterbitkan Oleh LPM Keadilan

DESAIN DAN FOTO: NISRINA SULISTYA H HANA NAFISAH Z RIFQI MAULANA REPORTER: SELURUH REDAKSI MAGANG

JL. TAMAN SISWA 158 YOGYAKARTA HP +6282134344344 Website: www.lpmkeadilan.org Instagram: @lpmkeadilan Facebook: LPM Keadilan Twitter: @LPMKeadilan Email: lpmkeadilanfhuii@yahoo.co.id Line: @rjn3117b

Keadilan Post Edisi Magang 2021

19



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.