Keadilan Post Edisi Desember 2018
Informatif, Komunikatif, Aspiratif
Liputan
Keberlanjutan Nasib Dana Mahasiswa IP Opini
Membahas Sepak Bola dan Suporternya
Mengintervensi Langkah Keluarga Mahasiswa
DARI KAMI Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Salam sejahtera bagi kita semua Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah Swt dan selawat tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad Saw atas terbitnya Keadilan Post Edisi Desember 2018. Produk ini merupakan salah satu wujud bakti kami dalam menyajikan media yang informatif, komunikatif, dan aspiratif. Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada seluruh narasumber dan segenap rekan LPM Keadilan yang telah meluangkan waktu serta pikirannya untuk berkontribusi dalam penggarapan, penyusunan, hingga terbitnya Keadilan Post Edisi Desember 2018 ini. LPM Keadilan membuka peluang kepada para pembaca, mahasiswa, maupun dosen untuk mengirimkan tulisan berupa Surat Pembaca, Opini, Artikel, Cerita Pendek, dan Puisi kepada kami, berupa permasalahan di lingkup Universitas Islam Indonesia dan region Daerah Istimewa Yogyakarta. Kami juga mengajak para pembaca untuk mengunjungi situs kami di lpmkeadilan.org. Melalui lpmkeadilan.org kami secara rutin membagikan tulisan dan karya-karya kami. Tak lupa, kami atas nama LPM Keadilan memohon maaf sebesar-besarnya apabila ada kekeliruan dan kekurangan dalam terbitan ini. Kami sangat terbuka untuk membenahinya, sehingga kami membuka ruang kritik dan saran sebagai bahan koreksi untuk terbitan berikutnya. Terima kasih, Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
EDITORIAL Berdiri pada tahun 1950, Keluarga Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (KM UII) adalah salah satu kelompok mahasiswa tertua di Kota Yogyakarta. Dengan berlandaskan student government (SG), secara percaya diri KM UII mengusung konsep yang dijalankan dari, untuk, dan oleh mahasiswa. Suatu konsep yang patut diapresiasi karena dianggap telah mengagungkan nilai-nilai kemandirian dan independensi. Setidaknya begitulah yang tertera pada situs dpm.uii.ac.id. Secara konsep, nilai-nilai usungan KM UII terhitung optimis karena memiliki harapan agar mahasiswa dapat berkreasi dengan leluasa tanpa tekanan dari pihak mana pun. Tapi kembali lagi, tujuan-tujuan tersebut merupakan harapan yang perlu direalisasikan. Realisasi inilah yang menjadi pertanyaan pada jalannya pemerintahan Dewan Permusyawaratan Mahasiswa UII (DPM UII) periode 2017-2018 lalu. Bukan tanpa alasan, terhitung kurun waktu hampir dua bulan saja telah tiga kali pihak rektorat turut serta dalam penyelesaian masalah yang dijalani mahasiswa. Masalah pertama terjadi pada Pesona Ta’aruf 2018 (Pesta 2018) yang berlangsung bulan Agustus lalu. Saat itu, salah satu akun media sosial mahasiswa bernama @uii.story mendapat panggilan dari rektorat untuk menyelesaikan masalah terkait unggahannya mengenai Pesta 2018. Unggahan tersebut sendiri dinilai menyinggung salah satu organisasi eksternal kampus. Setelah ditelisik, diketahui pula panggilan dari rektorat tersebut sama sekali tak melibatkan DPM UII ataupun organisasi lain yang merupakan bagian dari KM UII. Bahkan Ade Mazhar selaku Ketua DPM UII Periode 2017-2018 juga mengakui bahwa pihaknya sama sekali tak mendapat panggilan dari kampus untuk mendampingi permasalahan tersebut. Cukup membingungkan, karena kasus antara admin @uii.story tersebut sebenarnya adalah permasalahan antar mahasiswa. Selain kasus yang terjadi pada Pesta 2018 tersebut, terhitung pihak rektorat juga dua kali turut serta dalam permasalahan yang terjadi pada acara mahasiswa penuh kontroversi, Gradasi. Seperti yang kita ketahui, Gradasi sendiri akhirnya harus dihentikan di tengah turnamen akibat beberapa insiden. Mengenai bentuk turut serta ataupun intervensi rektorat pada acara tahunan ini dapat dibaca tulisan kami yang berjudul Menghakimi Independensi KM UII. Tergantung dari mana menilainya, tapi apabila kita menganggap intervensi rektorat banyak terjadi karena ketidaktegasan DPM UII periode lalu maka angin segar perubahan itu telah berhembus pada Senin (26/11). Saat wakil-wakil kita di tingkat universitas baru saja diangkat menjadi DPM UII. Mari berharap wakil-wakil kita ini mampu menjaga nilai independensi dan kemandirian sehingga tak lagi hanya menjadi kumpulan kalimat di situs, peraturan dasar, serta visi misi DPM UII. Sehingga kegiatan-kegiatan mahasiswa mampu dijalankan dengan nyaman tanpa perlu khawatir akan diintervensi tiap kali ada permasalahan. Kami sebagai bagian dari KM UII pun tentu juga tak kalah berharapnya agar nilai independensi dan kemandirian ini bisa diterapkan secara tegas. Toh, bagaimana pun adanya intervensi dari pihak kampus merupakan bentuk tersirat dari betapa tak bisa dipercayanya mahasiswa dalam menyelesaikan masalahnya. Mari buktikan bahwa KM UII bisa menjalankan pemerintahan dari, untuk, dan oleh mahasiswa dengan baik.
2
Keadilan Post Edisi Desember 2018
FOKUS UTAMA
Menghakimi Independensi KM UII
Ainun/Keadilan
Dilandasi SG, KM UII harus dijalankan secara independen dan mandiri. Maka dengan tujuan lembaga mahasiswa dapat berkreasi dengan leluasa tanpa intervensi, dua nilai tersebut harus dijalankan secara tegas. Lantas, bagaimana pemerintahan KM UII menjalani nilai-nilai tersebut beberapa waktu belakangan? • Pembukaan Pesta 2018 yang dilakukan oleh pihak-pihak rektorat bersama pejabat KM UII Periode 2017/2018 di UII (15/09) Oleh: Rizaldi Ageng Wicaksono
D.I. Yogyakarta-Keadilan. 21 September 1950, Keluarga Mahasiswa Universitas Islam Indonesia (KM UII) resmi berdiri. Dengan semangat kemandirian KM UII mendeklarasikan sebagai kelompok mahasiswa berlan-daskan student goverment (SG). Dikutip dari web resmi Dewan Permusyawaratan Mahasiswa (DPM) UII, “Secara umum, student goverment bermakna pemerintahan dari, untuk, dan oleh mahasiswa.” Dilansir dari dpm.uii.ac.id, pelaksanaan sistem kelembagaan SG harus memenuhi dua aspek, yaitu kemandirian dan independensi. Menurut laman web tersebut kemandirian diartikan sebagai berdiri sendiri dan tidak bergantung kepada pihak mana pun. Sedangkan independensi diartikan bebas dan merdeka. Adanya dua aspek tersebut membuat KM UII harus independen dalam seluruh kegiatan mahasiswa. Poin ini termuat secara jelas dalam situs web dpm.uii.ac.id,
“Dalam hal kegiatan, seluruh proses perencanaan, pelaksanaan hingga pertanggungjawaban dilaksanakan secara mandiri oleh lembaga mahasiswa.” Bahkan secara jelas juga dipaparkan, “Harapannya, lembaga mahasiswa dapat berkreasi dengan leluasa, tanpa intervensi, “pesanan”, dan tekanan dari pihak manapun”. Hal ini diperkuat lagi dengan adanya misi DPM UII periode 2017/2018 dalam Garis Besar KM UII ke-38 yang berbunyi, “Mewujudkan kemandirian Student Goverment Keluarga Mahasiswa Universitas Islam Indonesia.” Lebih lanjut terkait independensi, KM UII memiliki sikap politik yang bebas dan merdeka. Atas dasar hal tersebut, membuat KM UII bebas menentukan sikap politik, tidak ada pihak mana pun yang dapat mengintervensi atau memengaruhi secara kelembagaan. Memang tak dapat dipungkiri bahwa KM UII adalah bagian dari universitas. Atas hal tersebut, KM UII masih terhubung dengan elemenelemen birokrasi kampus, seperti rektorat ataupun dekanat untuk ranah
fakultas. Akan tetapi dalam laman web milik DPM dijelaskan bahwa hubungan tersebut bersifat sebatas koordinasi. Intervensi Warek III dalam kegiatan KM UII Fungsi independensi ini pun menjadi perhatian pada acara-acara yang dihelat KM UII beberapa waktu belakangan. Salah satunya adalah yang terjadi pada acara Pesona Ta’aruf 2018 (Pesta 2018) yang diselenggarakan pada 15-17 Agustus 2018. Pesta 2018 yang merupakan ajang untuk memperkenalkan mahasiswa baru pada lingkungan UII ini dihiasi dengan beberapa insiden. Mengutip dari berita berjudul Regulasi Tidak Pasti, Permasalahan yang Sama Terulang Kembali yang diterbitkan oleh media himmahonline.id, “Salah satu akun Instagram dengan akun @uii.story memperbincangkan terkait spanduk dan videotron yang ditayangkan saat kulper (kuliah perdana).” Pada berita himmahonline.id itu juga dijelaskan bahwa tindakan pemasangan spanduk dan penayangan pada videotron sebagai bentuk
Keadilan Post Edisi Desember 2018
3
keberpihakan UII kepada organisasi ekstra, yaitu Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Hal tersebut akhirnya mengakibatkan admin Instagram @uii.story Egian Pratama harus dipanggil pihak rektorat terkait unggahannya. Pemanggilan oleh rektorat tersebut berlangsung tanpa perwakilan dari DPM UII ataupun organ KM UII lainnya. “Tidak ada DPM pada saat pertemuan karena itu murni HMI UII meminta pihak Warek III menyelesaikan masalah ini,” ujar Rohidin selaku Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan, dan Alumni UII (Warek III). Sedangkan Alif Madani, mahasiswa Fakultas Psikologi dan Sosial Budaya (FPSB) yang menemani Egian saat dipanggil pihak rektorat mengutarakan pendapatnya mengenai ketiadaan DPM UII ini. Menurutnya permasalahan admin @uii.story dengan HMI UII masih pada ranah permasalahan antar mahasiswa di lingkup kampus walaupun bersangkutan dengan organisasi eksternal. Menurut Alif timbulnya permasalahan ini tak terlepas dari kebijakan yang dibuat DPM UII dalam kegiatan Pesta 2018. “Seharusnya masalah kemarin itu juga DPM hadir untuk menjelaskan kenapa bisa terjadi, tapi kok hanya ada HMI UII dan Wakil Rektor III di sana,” lanjut Alif Madani. Alif juga mengutarakan mengenai urgensi adanya lembaga internal kampus di dalam mediasi waktu itu. “Harusnya DPM FPSB juga ada untuk mengadvokasi, sing aku bocahe mereka, DPM U kudune yo ono karena aku mahasiswa UII dan orang-orang itu juga mahasiswa UII.” Ade Mazhar selaku Ketua DPM UII Periode 2017-2018 juga menanggapi terkait kasus dipanggilnya admin @uii.story. Menurutnya, walaupun akun tersebut bukanlah organ dalam Student Goverment tetapi admin tersebut adalah mahasiswa UII. “Jadi kalau melihat dua poin tersebut, seharusnya kami datang, tapi kok tidak disurati untuk datang atau setidaknya ditelepon. Jadi itu murni keputusan pihak rektorat, Alif, sama HMI UII.” Acara KM UII lainnya yang juga sampai melibatkan turut serta rektorat adalah Gradasi V LEM UII
4
2018 (Gradasi) pada bulan September lalu. Gradasi sendiri merupakan pesta olahraga dan seni yang dilangsungkan secara tahunan di lingkup UII. Awalnya DPM UII tidak menyetujui adanya Gradasi. Menurut Ade Mazhar, bahwa terdapat beberapa pertimbangan atas ketidaksetujuan itu. “Di awal DPM tidak mau karena kami sudah menimbang ibarat kata ospek (Pesta 2018) ribut.” Gradasi pun kemudian tetap diselenggarakan berdasarkan permintaan dari Rohidin. Ia mengatakan bahwa pada awalnya DPM UII sudah sejak awal memprediksi akan ribut. “Tapi saya selaku Warek III pada saat itu mengungkapkan, jangan kemudian sesuatu yang penting dikalahkan oleh hal-hal yang sifatnya tidak penting,” ujar Rohidin ketika ditanya terkait permintaannya agar Gradasi harus tetap diadakan. Alasan khusus mengapa Rohidin tetap bersikukuh Gradasi harus diadakan yakni karena prestasi UII sangat rendah dalam hal olahraga. “Caranya bisa tinggi ya kita harus punya bibit, di mana carinya bibit ini kalau bukan dari Gradasi?” Menurutnya Gradasi adalah suatu ajang yang penting mengingat kegiatan tersebut adalah wadah pengembangan minat dan bakat mahasiswa. Meski Rohidin telah optimis dengan pilihannya untuk tetap melanjutkan Gradasi, ricuh antar suporter tetaplah tak bisa dihindari. Salah satunya pada pertandingan basket antar Fakultas Hukum (FH) melawan Fakultas Teknik Industri (FTI). Pada pertandingan yang diakhiri ricuh antar suporter tersebut, Rohidin sampai turun tangan. “Setelah pertandingan basket ternyata ribut, saya datang. Kegiatan tidak dihentikan dan saya minta mereka evaluasi,” ujar Rohidin. Akhirnya Gradasi harus berhenti setelah adanya empat kali perkelahian suporter antar fakultas. Akhirnya hingga menciptakan dua kasus ke ranah pidana, “Sehingga memang bahasanya sudah tidak efektif lagi untuk dilanjutkan,” ujar Ade Mazhar. Ade Mazhar menyampaikan bahwa setelah perkelahian kedua, pihak rektorat menyampaikan pesan melalui
Keadilan Post Edisi Desember 2018
Mirza/Keadilan • Rohidin saat ditemui Keadilan Rabu (17/10)
Rohidin. “Andai kata Gradasi ada keributan lagi Gradasi di-stop.” Kegiatan Gradasi sendiri akhirnya diberhentikan setelah adanya ancaman Warek III dan Wakil Dekan Kemahasiswaan Fakultas Teknik Industri (Wadek FTI) untuk mundur jika Gradasi tetap berlanjut. “Jadi begini mas, untuk masalah pertimbangan seperti yang diucapkan Pak Rohidin seperti ultimum remidium, langkah terakhir,” ujar Ade Mazhar menanggapi ancaman Warek III dan Wadek FTI. Atas adanya berbagai permasalahan tersebut Abdul Jamil selaku Mantan Warek III berpendapat bahwa intervensi yang dilakukan Rohidin wajar dilakukan. “Kalau itu membahayakan kenapa tidak intervensi?” Ketika ditanya mengenai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Warek III untuk melakukan intervensi Jamil memiliki pendapat. “Memang kalau tidak ada tupoksi itu terus tidak ada intervensi? Kalau disitu ada perkelahian apakah saya harus diam? Bisa dipidanakan kalau membiarkan.” Jamil mengatakan bahwa intervensi Rohidin adalah hal yang sudah benar. “Pak Rohidin sebagai Warek III mendukung kesuksesan pekerjaan anak-anak mahasiswa kelembagaan, tapi kalau terjadi hal yang membahayakan, dia berhak mengintervensi.” Jamil mengritik ketidaksiapan panitia mengadakan acara Gradasi. Hal tersebut dapat dilihat dari sikap panitia misalnya tidak berani melakukan diskualifikasi salah satu tim atau fakultas
yang melakukan tindakan berlawanan wong student goverment, kok tanya pada dengan regulasi. Jamil juga berpendapat saya,” ungkap Rohidin. Menurutnya, bahwa tujuan Gradasi yaitu pembibitan, dinamika itu harus dipahami sebagai kalah dengan berbagai perkelahian potensi bukan kelemahan. Oleh tersebut. karenanya, ia menganggap apa Terkait tujuan bila terjadi perbedaan bukan pembibitan di bidang berarti harus diselesaikan olahraga dan seni, dengan cara-cara yang Jamil mengutarakan otoriter. bahwa acara Gradasi Perkataan Rohidin sudah tidak efektif. pun sebenarnya Ia pun menawarkan senada dengan tualternatif agar megas pokoknya senyerahkan penyelengbagai Warek III. Ia garaan pembibitan pamengungkapkan bahwa • Abdul Jamil da unit kegiatan mahasiswa hubungan yang dilakukan (UKM) masing-masing. Bahwa dengan KM UII sebatas koordinasi UKM olahraga dan kesenian dapat atau kemitraan, bukan instruktif. Hal membentuk kompetisi sendiri dengan itu berbeda dengan organisasi KM tujuan regenerasi. “Tapi tujuannya universitas lain yang biasanya berada di harus jelas, pembibitan, jadi yang udah bawah birokrat kampus langsung. senior-senior tidak boleh ikut,” ujarnya. Rohidin menekankan bahwa Di satu sisi, Rohidin yang betapa independennya SG yang terlibat dalam dua permasalahan di bahkan tidak punya hubungan hierarkis atas, mengungkapkan bahwa masalah struktural dengan universitas. “Dia mahasiswa seharusnya diselesaikan merupakan organisasi independen, dalam lingkup mereka. Ia sempat yang gitu kan mengatur diri nya sendiri, menyinggung terkait fungsi sistem SG kemudian membuat program dari yang ada. dirinya sendiri, mengelola anggaran “Itu dinamika yang ada, oleh dirinya sendiri,” ungkap Rohidin seharusnya silahkan selesaikan sendiri, ketika ditanya idealita dari gerak KM
UII. Independensi yang dikatakan Rohidin diperkuat juga dengan kalimat yang disampaikan oleh Mazhar terkait permasalahan Gradasi. Ia mengutip kalimat yang diungkapkan oleh Rohidin terkait turun tangannya ketika mediasi diadakan. “Dalam hukum, kalian yang berbuat, kalian yang bertanggung jawab, tidak bisa diwakilkan dengan orang lain.” Terkait aturan, tidak ada sinergitas antara sifat kemandirian KM UII yang tertulis dalam PDKM UII dengan Wewenang dan Tanggung Jawab (WT) Warek III. “Tugas dan wewenang tersebut masih berupa kompilasi,” ujar Rohidin. Namun, ketika tim reportase Keadilan ingin meminta bukti tertulis, Rohidin tidak memperbolehkan, “Ngapain kalian ngambil-ngambil dokumen.” Di situs universitas pun tidak ada peraturan yang mengatur WT Warek III UII. Akhirnya tidak ada kejelasan sampai pada titik apa birokrasi kampus dapat ikut campur kegiatan yang dibuat oleh KM UII. Reportase bersama: Mirza Agung, Dhieka Perdana, Wahyu Prasetyo, Ade Putra, Arrasyid Nurazmi, Aldhyansah Dodhy.
KARIKATUR
Keadilan Post Edisi Desember 2018
5
LIPUTAN
Keberlanjutan Nasib Dana Mahasiswa IP
Ilustrasi Oleh: Dimas/Keadilan • Area IP yang terletak di lantai tiga FH UII (12/04)
Pendidikan mahasiswa tercederai, berbagai upaya telah dilakukan hingga akhirnya induk kampus ikut andil dalam permasalahan anaknya. Oleh: Puji Indah Astuti
Taman Siswa-Keadilan. Memperoleh pendidikan layak ialah salah satu hak warga negara Indonesia yang tidak dapat dipungkiri. Pendidikan juga berperan penting sebagai tolok ukur untuk pembentukan karakter dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hal tersebut selaras dengan tujuan negara Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Tetapi, faktanya pendidikan di Indonesia banyak yang tercederai oleh oknum-oknum tertentu. Contohnya kasus di Sulawesi Selatan, ratusan kepala sekolah se-Kabupaten Gowa terlapor menyalahgunakan dana pendidikan gratis. Selain itu, juga terdapat dugaan kasus korupsi dilakukan oleh beberapa rektor universitas negeri di Indonesia yang menerima aliran dana pembahasan anggaran proyek dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tak perlu jauh-jauh, penyelewengan dana mahasiswa juga terjadi di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII). Melalui berita berjudul Mahasiswa
6
IP Terkendala Kuliah yang diangkat oleh situs web Keadilan dijelaskan bahwa terdapat penyelewengan dana mahasiswa International Program (IP) FH UII oleh oknum. Pada berita yang sama Dodik Setiawan Nur Heriyanto selaku Sekretaris Program Studi IP FH UII menjelaskan hasil temuannya. Bahwa awal merebaknya kasus ini akibat terjadi ketidaksesuaian data antara mahasiswa aktif dengan jumlah Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) yang dibayarkan. Ia menemukan kejanggalan pada Januari silam. “Pada saat saya ada (menjabat) di IP pada bulan Januari saya melihat ini tidak beres,” tuturnya. Usut punya usut kasus ini sudah terjadi sejak tahun 2013 namun pertama kali tercium pada tahun 2017. Awal mula kasus ini karena pada saat itu terdapat perubahan sistem pembayaran SPP. Menurut Abdul Jamil selaku Dekan FH UII mengatakan bahwa sebelum tahun 2017 pemegang kendali IP bukan berada pada tingkat fakultas melainkan oleh universitas. “Sehingga pihak fakultas tidak dapat mengontrol secara langsung sistem pembayaran
Keadilan Post Edisi Desember 2018
SPP mahasiswa IP,” ujarnya. Akibatnya, beberapa mahasiswa tidak tercatat transaksinya di sistem UII. Menurut Abdul Jamil terdapat puluhan mahasiswa IP yang menjadi korban dengan kerugian yang beragam. “Ada yang satu orang 4 juta, ada yang 15 juta,” ujarnya. Ari Wibowo selaku Mantan Ketua Badan Etika dan Hukum (BEH) menjelaskan bahwa kisaran kerugian yang dialami oleh kampus sekitar 300-400 juta rupiah. Mengenai pelaku dari penyelewengan dana ini Ari juga mengkonfirmasi bahwa yang bersangkutan adalah tenaga pendidik bernama Setiawan. Ia menambahkan bahwa Setiawan telah terbukti melakukan penyimpangan terhadap uang mahasiswa yang semestinya dibayar ke universitas. “Akan tetapi digunakan untuk kepentingan pribadinya.” Ari menjelaskan bahwa pada saat itu sistem pembayaran SPP mahasiswa IP tidak harus berurutan. Sebelumnya, mahasiswa yang menunggak pembayaran SPP dapat membayarnya di semester
selanjutnya. Namun, berdasarkan kerugiannya masih tergolong kecil yang Bukopin, SHM (sertifikat hak milik)sistem yang baru akhirnya diketahui masih mampu diatasi sendiri sehingga nya itu. Karena orang itu gak ada aset adanya penyimpangan terhadap uang ia segera melunasi tagihan. lagi.” mahasiswa. Saat mahasiswa ingin Salah satu korban bernama Kerugian yang diderita oleh membayar ternyata sistem tidak Muhammad Fathurrahman, Halilintar sendiri mencapai 55 juta menerima karena masih Mahasiswa IP angkatan rupiah. Kerugian tersebut dihitung banyak tagihan yang 2015, mengaku bahwa sendiri olehnya secara manual belum dibayarkan. kerugian yang di- karena pada saat membayar pada Menurut deritanya mencapai Setiawan sejak semester dua dulu tak Syarif Nurhidayat, kurang lebih 10 menggunakan bukti pembayaran. Atas Ketua BEH, bahwa juta. Namun telah upaya yang ditempuhnya ini Halilintar Setiawan yang saat dikembalikan sebesar pun bisa mendapatkan kembali seluruh itu berposisi sebagai 2 juta rupiah. Ia juga uangnya. Staf Akademik IP mengaku sudah tidak telah memanfaatkan memiliki tunggakan ke Tindakan Kampus sistem. “Pak Setiawan kampus saat ini. “Itu mah Ari yang banyak ber• Syarif Nurhidayat itu bermain memanfaatkan dilunasi dari uang sendiri.” kecimpung saat awal kasus ini situasi kontrol yang lemah sehingga dia Kampus sendiri telah merebak menjabarkan tentang babisa main dengan aman dengan durasi memberikan keringanan bagi tung- gaimana tindakan kampus. Saat yang cukup panjang”. Ia menambahkan gakan para mahasiswa yang dananya mengetahui siapa pelaku dan ke mana bahwa Setiawan sebenarnya tidak diselewengkan oleh Setiawan. Jamil dilarikannya uang, tim memberikan memiliki wewenang atas pembayaran mengatakan bahwa mahasiswa boleh dua rekomendasi untuk penyelesaian SPP. untuk tidak membayar terlebih dahulu. kasus ini. Pertama, penjatuhan sanksi Menurut Syarif, hingga saat ini “Tetapi besok ketika lulus anda harus kepada tenaga pendidik yang terkait. diketahui Setiawan murni melakukan selesaikan dulu. Kan anda masih punya Kedua, agar pihak universitas dapat dan memanfaatkan sendiri keadaan utang kepada UII.” memberikan pendampingan yang wajar yang ada tanpa campur tangan orang Berbagai macam jalan tengah kepada mahasiswa yang dirugikan. lain. Meski begitu ia juga menganggap telah diambil pihak kampus namun Mengenai rekomendasi pertindakan Setiawan itu cukup aneh. masih banyak uang mahasiswa yang tama, Ari menjelaskan bahwa BEH “Orang yang dalam satu organisasi belum kembali. Ari mengatakan, sendiri telah memberikan sanksi berat tidak terlalu banyak satu… dua… “Memang ada yang sudah diganti, kepada Setiawan. Rekomendasi sanksi tiga… ya ndak lebih dari lima orang hanya dua orang kalau enggak salah, berat itu kemudian telah disetujui oleh mengelola tapi sampai jebol segitu tapi selebihnya itu belum ada yang pihak rektorat. “Karena sanksi berat besar menurut saya itu agak aneh,” diganti.” dengan jenis tertentu itu memang katanya. Ia juga menambahkan bahwa Sejak terungkap, kasus ini harus dikeluarkan oleh Yayasan Badan saat diangkat menjadi Ketua BEH ia tak sudah berjalan cukup lama meskipun Wakaf.” lagi menindaklanjuti lebih jauh karena sebenarnya sudah ada tim investigasi Pada wawancara kami pada investigasinya dianggap telah selesai. yang dibentuk rektorat bersama dengan Rabu (24/10), Syarif juga menjelaskan Seorang alumni IP bernama BEH untuk menangani. status terkini dari Setiawan. Saufa Ata Taqqiya yang juga menderita Sebelumnya, kasus ini “Ya kalau status sekarang kerugian menjelaskan tentang rasa sempat ditangani masih karyawan, kapercayanya kepada Setiawan. Saufa oleh Departemen rena setahu saya juga beranggapan bahwa Setiawan Advokasi Lembaga belum ada putusan merupakan orang yang nampak Eksekutif Mahadari yayasan unbaik sehingga ia mau saja membayar siswa FH UII. tuk menyatakan kepadanya. “Ngga ada kecurigaan ke B e r l a r u t dia berhenti kan situ.” nya kasus ini begitu.” Atas masalah penyimpangan membuat Halilintar Mengenai tersebut Saufa mengalami kerugian Cakra Negara, Maharekomendasi kedua, sebesar 350 ribu rupiah, yang baru siswa IP angkatan Ari menjelaskan lebih • Halilintar disadari ketika tak bisa mendaftar 2013 yang juga menjadi lanjut. “Rekomendasinya Cakra Negara wisuda. “Setelah cek di Unisys ternyata korban mengupayakan sendiri adalah agar universitas di tagihan masih ada satu yang belum nasib uangnya. Demi mendapatkan bisa memberikan pendampingan dilunasi yaitu tagihan remidi yang dulu dananya tersebut, Halilintar juga yang wajar kepada mahasiswa yang dibayarkan ke Pak Setiawan,” ucapnya. melakukan perjanjian secara personal dirugikan, jika ingin melanjutkan ke Saufa menjelaskan bahwa tidak yang memungkinkan dia mendapatkan proses hukum baik pidana maupun ingin terlalu lama mempermasalahkan jaminan dari Setiawan. “Jadi ternyata perdata”. Ari memberi penjelasan lebih hal tersebut. Menurut Saufa jaminannya itu dia masukkan ke lanjut terhadap maksud pendampingan
Keadilan Post Edisi Desember 2018
7
tersebut. Menurutnya jika ingin memproses ke arah pidana maka akan berakhir dengan dipenjaranya pelaku apabila telah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Namun, jika mengharapkan uang kembali maka harus melalui gugatan perdata. Pihak kampus memberi jalan dengan cara membuatkan perjanjian perdata untuk mengembalikan uang mahasiswa. Langkah-langkah yang telah diambil antara lain sudah dibuatkan surat pernyataan antara Setiawan dengan para mahasiswa untuk mengembalikan dana tersebut. Syarif mengatakan bahwa pihak UII juga memberikan upaya mediasi supaya kasus ini selesai ditingkat internal. Proses mediasi sendiri dilakukan dengan bantuan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum FH UII. Syarif menambahkan ada desas-desus bahwa akan diadakan skema penyelesaian yang menguntungkan mahasiswa. UII berencana melakukan pengambil alihan piutang dari mahasiswa. Dengan begitu, mahasiswa
perdata sebaiknya tak perlu lagi membayar tunggakan ke penyelesaian kampus. “Sehingga dana yang mestinya ditempuh dalam kasus ini, yaitu secara diberikan kepada mahasiswa itu akan litigasi atau non litigasi. “Non litigasi dan negosiasi, mediasi atau litigasi diberikan oleh UII ke mahasiswa melalui jalur peradilan”. Ia dan Pak Setiawan hutangnya juga menekankan bahwa bukan ke mahasiswa tapi penting bagi pihak ke UII.” yang dirugikan untuk Syarif memenghitung terlebih negaskan bahwa pihak dahulu jumlah aset kampus memilih temilik pelaku. tap tenang karena Rizky juga meinformasi ini mungkin dipandang lebih baik nambahkan bahwa • Rizky Ramadhan tak disampaikan keluar. terdapat langkah lain Baried Hal ini terkait dengan yang bisa ditempuh sebagai kepentingan UII juga, sehingga ada penyelesaian. Langkah itu adalah pengtingkat kehati-hatian yang cukup gabungan perkara pidana dan perdata. dikontrol oleh pengambil kebijakan Melalui cara ini penuntutan kerugian untuk mengantisipasi agar tidak bisa dilakukan oleh penuntut umum. memperburuk citra kampus. “Kalau “Tetapi ada kekurangannya, kerugian misalnya mereka menghindari untuk yang dapat ditanggung adalah kerugian menyebutkan ya saya pikir itu bagian yang bersifat materiil dan terbatas dari hak mereka,” tambahnya. berdasarkan PP (Peraturan Pemerintah) Rizky Ramadhan Baried, terhadap KUHAP tersebut.” Dosen Hukum Perdata FH UII, bersama: Aldhyansah Dodhy, menanggapi penyelesaian isu tersebut Reportase Qurratu Uyun, Kirana Nandika, Adrian Hanif, berdasar perspektifnya. Bahwa Aha Azadi, Rizki Astikasari.
DIALEK
8
Keadilan Post Edisi Desember 2018
FRAGMEN
Menjaga Eksistensi Pasar Tradisional di Era Modern Narator: Natalia Rahmadani Papuana Dewi Reportase bersama: Ainun Akhiruddin, Rahadian D. B. Suwartono
Pancaran sinar matahari bergairah menyengat kulit, saat ribuan warga berkumpul menyemarakkan acara Grebeg Pasar 2018 sebagai rangkaian dari HUT Kota Yogyakarta ke-262 pada Sabtu, (20/10). Acara berslogan “Pasare Resik, Atine Becik, Rejekine Apik, Seng Tuku Ora Kecelek” ini disambut dengan antusias oleh warga terutama para pedagang. Para pedagang dari berbagai pasar tradisional memberikan penampilan terbaiknya. Mereka sengaja libur sejenak dari rutinitas perdagangan untuk ikut menjadi peserta dalam acara tahunan ini. Ketua Panitia II Grebeg Pasar 2018, Dwinanto Sujatmiko mengemukakan, “Peserta grebeg pasar tahun ini mencapai 2000 orang dengan membawa 31 gunungan yang merupakan hasil unggulan dari setiap pasar di Kota Yogyakarta”. Dwinanto juga menyampaikan bahwa acara ini merupakan wujud rasa syukur para pedagang pasar terhadap pemerintah yang telah memberikan ruang untuk mencari nafkah. Selain itu, ia juga berharap acara ini dapat menjadi ajang promosi pasar tradisional yang tetap tenar di tengah maraknya tempat perbelanjaan modern. Anak muda pun diajak untuk turut berbelanja karena pasar tradisional sekarang lebih bersih, rapi, dan juga terjangkau harganya dibanding dengan yang modern. Sama dengan tahun sebelumnya acara dimulai dari Pasar Beringharjo hingga Pasar Ngasem. Mulai pukul 10:40, sepanjang ruas jalan Pasar Beringharjo telah ditutup untuk akses kendaraan umum karena para pegadang dari berbagai pasar telah hadir memadati tempat. Sepanjang jalanan terlihat berbagai macam gunungan khas masing-masing, seperti Pasar Klithikan yang tidak membawa hasil pasar berupa sayur-mayur melainkan helm, gitar, kaos bola, dan lain sebagainya. Ada pula Pasar Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta yang menyajikan gunungan berbentuk hewan iguana. Seorang pedagang dari Pasar Gading, Suparjo, dengan wajah sumringah menyatakan bahwa pasarnya menurunkan sekitar 30-an peserta dan membawa satu gunungan. “...berisi sayur-mayur dengan jumlah total mencapai satu juta rupiah, yang merupakan sumbangan dari para pedagang pasar dan dinas,” tambahnya. Ia pun menyatakan bahwa kecilnya pasar membuat gunungan mereka tak sebesar yang lainnya, tapi hal tersebut tidak meruntuhkan semangat dalam mengikuti acara ini. Pukul 13:00 acara Grebeg Pasar2018 mulai terselenggara dengan diawali tarian serta pelepasan dua ekor merpati dan 262 burung pipit sebagai simbol usia Kota Yogyakarta saat ini. Acara ini juga memperebutkan trofi bergilir serta hadiah menarik dari Wali Kota dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Yogyakarta. Sesampainya di tempat persinggahan terakhir yaitu Pasar Ngasem, para warga sudah bersiap-siap untuk merayah gunungan yang disajikan. Bahkan, terlihat beberapa wanita tua yang tengah membawa kantong plastik guna mengisi hasil rayahannya kelak. Keributan tidak dapat terelakkan saat gunungan-gunungan pasar telah sampai di depan panggung yang dihadiri oleh Wali Kota, perwakilan TNI, Polri, serta beberapa pejabat lainnya. Terlihat warga dengan arogannya berebut gunungan hingga menyebabkan beberapa orang tersungkur hingga ke trotoar. Terlihat sesosok wanita paruh baya yang ikut merayah gunungan di dalam keramaian. “Ya, sebenarnya apa saja saya mau, tapikan sulit jadi hanya mendapatkan kubis dan kacang panjang,” kata Juminem, wanita patuh baya itu, saat kami temui. Ia mengaku senang membawa anak dan cucu perempuannya ikut menyaksikan acara ini. Ia juga tidak keberatan dengan reaksi warga yang berebut gunungan, “Tidak apa-apa, biar seru jadinya ramai.” Antusiasme warga membuktikan bahwa Grebeg Pasar 2018 ini masih menjadi hal menarik yang enggan untuk dilewatkan. Acara yang melibatkan semua kalangan dan elemen masyarakat pun membuatnya memiliki daya tarik tersendiri. Kesemarakan Grebeg Pasar 2018 pun bisa menjadi salah satu bukti bahwa pasar tradisional tetaplah mampu bersaing di tengah ramainya opsi tempat perbelanjaan saat ini.
1
Rahadian/Keadilan
Pejabat Kota Turu
Tumpah Ruah
4
Ainun/Keadilan
Bregada Pengiring Gunungan
Kostum
7
Rahadian/Keadilan
Gunungan Telah Siap
Gunungan
2
3
Rahadian/Keadilan
Ainun/Keadilan
ut Menyaksikan
Menyapa Warga
5
6
Ainun/Keadilan
Ainun/Keadilan
Kemeriahan Acara
m Megah
9
8
Rahadian/Keadilan
Ainun/Keadilan
Perabot
Royok Berkat
RESENSI
Tak Selalu Seperti Apa yang Negaraku Mau Oleh: Aprillia Wahyuningsih
“Aku menulis cerita pertamaku 26 tahun yang lalu di pangkalan militer yang dijaga ketat di Israel. Waktu itu aku yang berusia 19 tahun, adalah prajurit menyedihkan dan depresi, yang menghitung hari untuk mengakhiri wajib militer.” - Etgar Keret.
B
kepolosan seorang anak kecil bahkan di tengah situasi perang sekali pun. Misalnya pada kisah berjudul Pastrami. Digambarkan saat itu sirene serangan udara terdengar, Etgar yang sedang bersama Lev dan istrinya pun cemas. Hingga akhirnya, dengan mengikuti instruksi Home Font Command—tentara Israel—mereka bertiga harus tengkurap. Lev yang masih berusia tujuh tahun dan penuh rasa penasaran pun menolak untuk tengkurap tanpa penjelasan. Shira, istri Etgar melakukan hal lain yang dapat membuat Lev tengkurap. “Kamu mau bermain game roti tangkup pastrami (sejenis roti lapis khas Israel-red.)?” Shira bertanya kepada Lev. “Apa itu?” Lev bertanya. “Mommy dan aku adalah sekerat roti,” ucap Etgar. “Dan kamu adalah sepotong pastrami, dan kita harus membuat roti tangkup pastrami secepat yang kita bisa,” lanjutnya. Akhirnya mereka melakukan apa yang diinstruksikan Etgar. “Ini asik,” kata Lev, dan tersenyum. Kisah ini kurang lebih cukup mampu menggambarkan betapa jenakanya kehidupan keluarga mereka dalam situasi genting sekali pun. Selain tentang anaknya Etgar od Go : The Seven Judul juga menceritakan kehidupan Years keluarga yang telah jauh berbeda Penulis : Etgar Keret dengannya. Misalnya pada kisah Memuja Idola saat dia membahas ng Pustaka Penerbit : PT. Benta tentang kekagumannya pada kakak laki-lakinya. Sebaliknya, : 2016 Tahun di kisah lain ia juga membahas tentang kakak perempuannya an Tebal : 198 Halam yang kini menempuh hidup jauh berbeda darinya. Kakaknya ini Cetakan : Pertama hidup sebagai Yahudi taat yang memiliki banyak anak. Mengenai banyaknya jumlah anak yang
uku ini merupakan memoar yang dibuat oleh seorang penulis Israel bernama Etgar Keret. Ia merupakan seorang penulis cerita pendek, novel grafis, dan skenario untuk film serta televisi yang cukup produktif. Selain itu, Etgar juga rutin menulis opini untuk media-media Israel di Palestina, serta menyampaikan pesan-pesan perdamaian dan kompromi demi mencapai hal tersebut. Ia bahkan sempat diboikot oleh Israel akibat pesan-pesannya tersebut. Sebaliknya, kritikannya justru mendapatkan apresiasi dari negara-negara Islam. Berkat memoar ini pula, Etgar dapat memperoleh nominasi The Man Booker Internasional Prize 2016. Memoar ini sendiri, menceritakan tentang tujuh tahun mengesankan yang telah dialami oleh Etgar. Cerita dimulai saat ia mengantarkan istrinya ke rumah sakit untuk melahirkan anak pertamanya. Lahirnya Lev, anak mereka pun, menjadi awal dari tujuh tahun tersebut. Hadirnya Lev dalam hidup Etgar mampu menjadi inspirasi dalam beberapa cerita di memoar ini. Kebanyakan cerita tersebut dikemas dengan jenaka, menggambarkan
12 Keadilan Post Edisi Desember 2018
Ilustrasi oleh: April/Keadilan
dimiliki kakaknya ini, Etgar sampai membuat lelucon tentang tak bisanya ia untuk menghafal seluruh keponakannya tersebut. Pada bagian Cinta pada Wiski Pertama ia menggambarkan bagaimana sosok ayahnya yang selalu berjuang demi anak dan istrinya. Hingga akhirnya kesedihan dialami oleh Etgar saat ayahnya dinyatakan menderita sakit kanker lidah stadium akhir. Penyakit itu ternyata tidak bisa dilawan. Hingga akhirnya ayahnya meninggal dunia. Melalui memoar ini Etgar memaparkan perjalanannya sebagai seorang penulis dari Israel yang tak setuju dengan adanya peperangan. Cukup ironis mengingat sebelumnya ia merupakan seorang prajurit perang. Kedamaian suatu hal yang diharapkan semua orang, termasuk Etgar. Ia mencoba mencari kedamaian tersendiri dengan berbagai cara yang dapat dilakukan bersama keluarga dan orang-orang yang saat ini berada di sekitarnya. Pada perjalanannya ke berbagai negara, termasuk Indonesia, ia menegaskan bahwa sesungguhnya perdamaian erat kaitannya dengan adanya toleransi. Meski awalnya ia pun harus mendapatkan suatu asumsi yang buruk oleh negara-negara muslim dunia, karena ia adalah seorang Yahudi.
Memoar dengan sampul kuning ini sungguh unik dihiasi ilustrasi jenaka yang mampu menarik orang untuk membaca. Ilustrasi menggambarkan ayah, ibu, dan satu anak laki-lakinya tidur bersama dalam satu tempat tidur dengan posisi yang tak wajar. Sampul tersebut kurang lebih mampu menandakan betapa jenakanya kisah-kisah yang diangkat oleh penulis dalam memoar ini. Cara mengemas cerita pada memoar ini memang unik namun sangat membantu para pembacanya. Memoar ini dibagi atas tujuh bagian bahasan yang sangat pendek-pendek, sehingga pembaca pun tidak bosan dalam membaca di setiap bagiannya. Hal tersebut dimulai pada tahun pertama
hingga tahun ke tujuh. Etgar menulis dengan apik mengenai perjalanan anaknya sejak lahir hingga umur tujuh tahun. Plot yang digunakan dalam novel ini cenderung campuran, penulis sering kembali menceritakan hal-hal yang sudah ia lalui. Penulis juga menceritakan segala hal dengan berbagai ekspresi yang kuat. Mulai dari lucu, mengharukan, kepedihan, dan humanis. Nilai-nilai dalam cerita ini mengusung hal-hal yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, mulai dari toleransi hingga kehangatan keluarga. Novel ini merupakan terjemahan dari bahasa asing. Akan tetapi dalam penerjemahannya ada beberapa kalimat yang kadang kurang sesuai
sehingga membutuhkan beberapa saat untuk memahami maksud dari kalimat tersebut. Hal tersebut dapat menjadi kendala bagi pembaca dalam memahami alur cerita memoar ini. Cerita yang diangkat oleh penulis sangatlah ringan dan sederhana sehingga sehingga memoar ini dapat dibaca oleh seluruh kalangan. Namun, kesederhanaan tersebut tak berarti memoar ini tidak menghadirkan polemik yang membuat pembaca merenung. Berbagai pengalaman yang diceritakan dalam memoar tipis ini pun dapat menjadi pembelajaran bagi kita tentang bagaimana manusia menjalani hidup.
Perjuangan Mengungkap Kebenaran Oleh: Rizki Nur Astikasari
T
“Ketika kekuasaan mulai melenceng dari kebenaran, jurnalisme harus berjuang melawan.” – The Post
he Post merupakan film sejarah jurnalistik berdasarkan kisah nyata The Washington Post, salah satu penerbit surat kabar terkenal di Amerika Serikat (AS). Film ini disutradarai oleh Steven Spielberg dengan Janusz Kamiński yang bertindak sebagai sinematografer hingga John Williams sebagai komposer musik. Sementara di jajaran aktor dan aktris terdapat Meryl Streep, Tom Hanks, Sarah Paulson, hingga Matthew Rhys. Film ini mulai diproduksi pada 30 Mei hingga 25 Agustus 2017. Kemudian pada tanggal 22 Desember 2017 film ini dirilis di AS dan 12 Januari 2018 mulai tayang secara global. Spielberg membuka film ini dengan kisah dari medan perang Vietnam tahun 1966. Pada saat itu terdapat analis militer bernama Daniel Ellsberg yang bertugas untuk terjun ke medan secara langsung guna mengamati perkembangan perang Vietnam. Ketika itu Daniel Ellsberg menyadari bahwa keputusan pemerintah AS ternyata banyak menyia-nyiakan tentaranya di perang Vietnam. Kemudian dia mengambil tindakan dengan menyalin dokumen rahasia yang bernama Pentagon Papers.
Sebagai informasi, Pentagon Papers Film : The Post adalah serangkaian dokumen paling ra: Steven Spielberg Sutradara hasia (klasifikasi Top Secret) Departemen Per: Drama Genre tahanan terkait keterlibatan pemerintah AS : 116 menit Durasi dalam Perang Vietnam. Dokumen ini terdiri dari 47 volume yang disusun dalam rentang Washington Post yang tengah berjuang tahun 1967-1969, mencakup 3000 mempertahankan bisnis dan eksistensi halaman narasi dan 4000 halaman mereka. The Washington Post yang merupakan bisnis keluarga ini mulai dokumen pendukung. Daniel Ellsberg kemudian berjalan di bawah kepemimpinan baru mengopi dokumen tersebut dan Katherine “Kay” Graham setelah memberikannya kepada Neil Shenaan, pemimpin sebelumnya, suami Kay, salah seorang wartawan The New meninggal dunia. Di tengah gonjangYork Times. Koran tersebut adalah ganjing situasi ekonomi, The Washington yang pertama kali mempublikasikan Post tengah bersiap go public di bawah salah satu isi Pentagon Papers. Mereka arahan Ben Bradlee, sang Pemimpin menunjukkan betapa sebenarnya AS Redaksi. Keberhasilan berita dari The sudah kalah di Perang Vietnam namun dengan sengaja membiarkannya terjadi New York Times mengenai Pentagon Papers berlarut-larut, mengorbankan banyak mengalahkan berita yang dikeluarkan nyawa tentara muda. Pemberitaan The Washington Post. Informasi mengenai tersebut langsung menyita perhatian dokumen rahasia yang dimiliki The New publik, termasuk salah satunya Gedung York Times membuat The Washington Post panas. Putih. untuk bersa Sementara itu, di Washington, Bertekad ing, reporter Washington Post pun terdapat surat kabar lokal yakni The
Keadilan Post Edisi Desember 2018
13
Ilustrasi Oleh : Mirza/Keadilan
menemui Daniel Ellsberg dan mendapatkan salinan lengkap dari makalah tersebut. Namun, rencana Washington Post untuk mempublikasikan makalah Pentagon Papers terancam oleh perintah penahanan Federal yang bisa membuat mereka semua didakwa karena melakukan kontroversi. Terlebih setelah nasib malang yang menimpa The New York Times karena pemerintahan Presiden Nixon mengancam keras aksi pembocoran Pentagon Papers ke publik, mereka pun digugat. Kay harus memutuskan apakah memilih mundur demi keamanan perusahaan serta relasinya dengan pemerintahan atau menerbitkan dan memperjuangkan kebebasan pers. Kay dihadapkan pada dilema berat oleh dewan direksinya. Beberapa (terutama Ben Bradlee) mendorongnya untuk menerbitkan artikel tersebut dengan pertimbangan bahwa seharusnya pers tidak bisa didikte pemerintah. Sebagian yang lain menentangnya karena berpotensi menyebabkan para investor akan menarik sahamnya dari The Washington Post. Kay ingin tetap berpegang pada prinsip kebebasan pers. Tapi di sisi lain Kay juga tidak ingin kehilangan perusahaannya, karena kemungkinan terburuknya adalah The Washington Post tutup dan ia dipenjara karena melawan pemerintah. Di bawah
berbagai tekanan tersebut Kay pun memutuskan untuk meneruskan perilisan berita Pentagon Papers ini. Belum lagi, Kay harus berjuang mempertahankan posisinya di industri media yang kala itu dijalankan oleh mayoritas pria. Ia harus bisa mempertahankan idealisme kejurnalistikan, sementara di sisi lain, persahabatan dan jaringan dengan pemerintah jadi taruhannya. Apalagi Kay berkawan dekat dengan Robert McNamara, salah satu tokoh sentral dalam Perang Vietnam. Tak seperti dramadrama politik lainnya, kisah dalam film ini lebih banyak menceritakan konflik internal antara Kay dan Bradlee, alih-alih berfokus pada panggung besar pergolakan pemerintahan AS. Namun naskah milik Liz Hannah dan Josh Singer ini memang sedari awal mengangkat kekuatan film ini yaitu mengenai integritas badan jurnalis dalam tugas mereka untuk memberikan informasi kepada publik secara luas. Dilihat dari sisi sinematografi, keseluruhan film sangat menarik disaksikan. Padanan warna bertema 60an dengan latar belakang Washington dan New York, seakan membawa penonton menjelajah waktu kembali ke masa lalu. Semuanya itu, dibalut komposisi musik yang sesuai sehingga terasa lengkap. Menarik pula untuk melihat bagaima na cara kerja perusahaan surat kabar di masa lalu, saat semuanya masih bersifat analog. Mulai dari suara mesin tik yang terdengar di seluruh penjuru newsroom hingga dapur gedung percetakan tradisional. Kemudian bagian yang menarik adalah ketika Spielberg menyuguhkan adegan para petugas percetakan harus menyusun satu per satu panel huruf untuk dicetak di surat kabar, per halaman. Kegeniusan sang sutradara juga terlihat saat ia berhasil membangun ketegangan meski film ini bukan bergenre thriller. Adu argumen antara Kay dengan Ben, kegentingan di ruang
14 Keadilan Post Edisi Desember 2018
redaksi dan percetakan membuat penonton ikut larut di dalamnya. Ekspresi Kay dalam meladeni ulah Ben, tangisnya di kamar cucu, hingga keputusannya membuat perlawanan memiliki daya tarik memikat yang tersendiri. Kemudian di atas segalanya, yang menjadi sorotan utama adalah suguhan ceritanya. Meskipun berdasarkan kisah nyata, namun kemasannya terasa cukup. Beragam sudut pandang digarap dengan baik tanpa kehilangan makna. Dari topik kesetaraan gender, kebebasan pers hingga urusan politik dan peperangan, semua dapat tersaji dengan baik. Ditambah lagi, banyak aktor dan aktris memilih menggunakan gerak tubuh serta sorot mata berbeda untuk menjelaskan emosi-emosi yang tersaji di film ini. Jika mengingat film ini adalah drama sejarah mungkin membutuhkan sedikit pengetahuan akan latar kisah untuk benar-benar dapat menangkap maksud tiap referensi dan dialog yang datang bertubi-tubi. Dialog demi dialog berjalan secara runtut sehingga diperlukan konsentrasi dan fokus yang baik saat menyaksikan film ini. Apalagi di bagian awal film, diperlukan kecermatan yang lebih terhadap para tokoh. Banyaknya orang yang ada dalam film tersebut terkadang menimbulkan kebingungan tersendiri. Film-film jurnalistik memiliki daya tarik tersendiri, terlebih yang mengangkat kisah-kisah nyata. Selain film ini, di tahun 2015 pun telah dirilis drama jurnalistik berjudul Spotlight yang berhasil menang di Academy Award untuk kategori film terbaik. Jika di Spotlight para reporter sibuk mencari narasumber, di sini Spielberg menyajikan riuhnya ruang redaksi, rapat para reporter tanpa henti, dan proses editor yang harus teliti, hingga tempat produksi tradisional. Kisah dalam film ini mungkin memang terjadi di masa lampau, namun pesan dan tema yang dibawakannya tetap relevan hingga jaman sekarang. Film berdurasi 116 menit ini memikat dan penuh pesan moral serta dapat menjadi rekomendasi bagi mereka yang meniti karir di bidang jurnalistik.
Jangan biarkan POLITIK Jangan TAHUN biarkan tahun politik memecahbaelah belah kita memecah kita Bhinneka Tunggal Ika
IKLAN LAYANAN MASYARAKAT INI DIPERSEMBAHKAN OLEH LPM KEADILAN Keadilan Post Edisi Desember 2018
IKLAN LAYANAN MASYRAKAT INI DIPERSEMBAHKAN
15
AKSARA
Melisa
Oleh: Qurratu Uyun Ramadani Z.
Ilustrasi oleh: Adrian/Keadilan
Namanya Melisa Gadis kecil dengan segurat luka Tepat di bawah mata sendunya Tampak jelas, sedikit basah karena darah Menghitam, terpapar polusi tak terarah Dia terpejam, alih-alih tertawa mendengar umpatan Berpikir, di tanah apa dia berdiri Melisa tidak peduli, katanya Tapi siapa sangka hujan turun di kaki langit Menelisik rasa penasaran, dia menggumam Tanpa peduli di tanah apa kini, dia mulai berlari Beralas aspal dan kejamnya klakson jalanan Rambut ikal tak terurus itu tampak mengkilap Seirama langkah kaki, lantang berteriak “Berhenti!� Gadis mungil itu, berkelahi dengan waktu Gurat luka di wajahnya mulai berbenah Entah air mata atau memang menangis darah Melisa tidak peduli, terus berlari bersama makian Satu pun tak kuasa menghentikan Bahkan seperti tak bernyali Di hadapan gadis kecil itu, bumi berhenti berputar Melisa! Melisa! Tidak bergeming Batu kerikil dipijaknya Menjadi senjata tak bertuan Gemuruh jiwa tak beraturan Amarah, kekecewaan, kehampaan Gadis mungil itu, tahu apa tentang kematian Gadis kecil itu, tahu apa tentang penindasan
16 Keadilan Post Edisi Desember 2018
Melisa menggigil Tahukah dia sedang menggali nestapa Diambilnya kerikil, lempar tepat pada jas berdasi “Berhenti!� Tatapannya tajam, dasi itu tak bergeming Tetap menawan, tetap berwarna, tetap megah Gadis malang, usahanya sia-sia Melisa merintih, merindukan ibunya yang terbunuh Melisa mengeluh, meratapi jasad ayah dan adiknya Tertunduk, tak tahu berbuat apa Jerit tangisan tak lagi menakutkan Seiring buldoser menghujam peraduannya Pilu terdengar, gubuk-gubuk hancur berantakan Tata kota katanya, inventasi gemah bualnya Melisa! Melisa! Kemarilah, ganti bajumu yang dekil Tak usah kau hiraukan congkaknya mereka Memang begitu, istana tetap selalu menawan Takkan berubah, sampai anak-anak terbuang melawan Entah bersama pena, tenaga, atau air matanya Dunia tetap berputar, kau dengar Melisa! Melisa!
Hening. Pukul enam petang hari, takkan terlupa Sejarah negerinya, kenangan pahit baginya Melisa tertengadah, digerayangi kesepian Gurat yang mustahil hilang, untuk apa lagi diobati Dari demo rusuh ekonomi terpuruk Tanah lapang saksi kemelaratan Berjudi dengan kemanusiaan Keadilan, entah basi atau sekarat Di dunia Melisa, sang buas tak lagi berwajah domba Di negeri Melisa, sang penjagal bukan sekedar menghujam senjata Di negeri Melisa, menyangsikan penguasa adalah pengkhianatan Di tanah Melisa, kotak pandora terlarang dipertanyakan Hujan masih setia menemani Gadis mungil itu tersenyum, bahagia Sesaat sebelum gelombang besar menjemputnya Masih dipeluknya tumpukan koran yang basah “Setan kalian!� Menghilang Melisa terbang bersama pesakitannya Seiring terbukanya kotak pandora Sepercik harapan, menunggu dilabuhkan Yogyakarta, November 2018 Keadilan Post Edisi Desember 2018
17
OPINI
Membahas Sepakbola dan Suporternya Oleh: Rovel Birowo*
Menyedihkan, mungkin itulah kata yang tepat untuk menggambarkan wajah persepakbolaan kita dewasa ini. Di lapangan, tidak usah muluk-muluk membandingkan dengan negara besar Asia, di level ASEAN saja kita tertinggal dari Malaysia, Thailand, bahkan Filipina. Sebaliknya, di luar lapangan kata-kata menyedihkan memang pantas disematkan kepada kondisi kita saat ini. Kacaunya federasi, timpangnya sanksi terhadap satu tim dengan tim lainnya, hingga suporter yang semakin hari semakin beringas. Hal-hal tersebut seakan tak menunjukan wajah asli Indonesia sebagai negara yang gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo. Baru-baru ini terjadi kasus kerusuhan suporter yang terjadi pada laga Persib versus Persija. Pada laga lanjutan Gojek Liga 1 tersebut Haringga Sirila harus meregang nyawa dengan cara yang tidak manusiawi. Singkat cerita pukul 13:00 di area Pintu Biru Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), penyamaran Haringga terbongkar. Ia dikabarkan berani mengeluarkan identitas The Jakmania (suporter Persija)-nya dengan memfoto stiker ‘’Jakartans’’ yang ia bawa. Beberapa oknum Bobotoh (suporter Persib) yang melihat aksi tersebut secara spontan langsung mengejar Haringga. Mereka juga berteriak kalau orang yang mereka kejar tersebut merupakan anggota The Jakmania. Haringga yang jelasjelas kalah jumlah langsung dikeroyok puluhan Bobotoh di dekat gerobak pedagang bakso di GBLA. Dilihat dari video viral di media sosial, Bobotoh secara beringas menghajar Haringga dengan apapun benda yang berada di dekat mereka seperti kayu, piring, dan lain sebagainya. Lebih ironis lagi, di antara pengeroyok itu juga terdapat anak kecil yang ikut menghajar dan menyeret Haringga. Tak diketahui apakah oknum tersebut dalam keadaan sadar atau tidak, yang pasti mereka mengeroyok sembari tertawa
Ilustrasi oleh: Adrian/Keadilan
layaknya ‘merayakan kemenangan’. Berkaca dari kasus Haringga tersebut, bisa kita sedikit tarik kesimpulan bahwasanya masih terdapat budaya bobrok atau sisi gelap masyarakat kita. Kita sering menyaksikan atau paling tidak membaca bahwa betapa mudahnya warganet kita merundung orang orang yang salah berpendapat di media sosial. Kerap kali hal tersebut seringkali diselesaikan dengan jalan kekerasan tanpa mencari fakta terlebih dahulu tentang kebenaran pelaku. Seringkali terjadi banyak pengeroyok yang tidak tahu duduk perkaranya namun dengan ‘senang hati’ menyerang si pelaku karena ikut-ikutan. Mereka seakan punya alasan pembenar, padahal kita ketahui bahwa ranah ini sudah ada organ yang berwenang mengaturnya. Kembali lagi ke topik kita soal keganasan suporter Indonesia. Apabila dibandingkan dengan perseteruan di luar negeri semisal El-Classico antara Barcelona versus Real Madrid yang lahir disebabkan duel nasionalisme antara Spanyol versus Katalunya. Hal ini berbanding 360 derajat dengan ‘ElClassico’ Indonesia antara Persib dan Persija yang didasari hal sepele. Rivalitas Bobotoh dan The Jakmania, seperti yang dituturkan pengamat sepak bola Bandung, Eko Maung pada Pikiran Rakyat, dimulai dari kesalahpahaman yang terjadi pada
18 Keadilan Post Edisi Desember 2018
pertengahan 90-an. Ketika itu, keduanya sama-sama kecewa karena tidak bisa menyaksikan laga Persib versus Persija di Stadion Siliwangi, Bandung. Keduanya bentrok karena Bobotoh kecewa ada The Jakmania yang bisa masuk stadion. Sebaliknya para The Jakmania merasa kecewa sudah datang jauh-jauh tapi tidak bisa masuk stadion. Insiden ini terus berlanjut dan semakin membesar karena adanya saling balas pada pertemuan-pertemuan setelahnya, bahkan hingga memakan korban jiwa. Setelah itu segalanya menjadi semakin rumit untuk diurai. Setelah sekian peristiwa kerusuhan antara suporter yang menimbulkan banyak korban jiwa, timbul pertanyaan dengan cara apa kebiasaan buruk ini dapat dihentikan? Apakah hanya cukup dengan pemberian sanksi atau dibutuhkan cara efektif lain dalam menangani masalah ini. Belajar dari negeri Ratu Elizabeth nan jauh disana, mereka memunculkan terobosan pasca Tragedi Hillsborough tahun 1989 yaitu dengan didirikannya Football Banning Orders (FBO). Badan ini melakukan registrasi terhadap individu yang dilarang menghadiri laga sepak bola. Kegagalan untuk memenuhi larangan tersebut terhitung sebagai tindakan kriminal. FBO merupakan spectators act, suatu legislasi mengikat yang dikeluarkan parlemen Inggris. Menurut Football
Association (FA), legislasi ini menjadi senjata terkuat untuk memberantas kejahatan di sepak bola. Tentu, FBO atau peraturan semacam tersebut hanya bisa dijalankan di Indonesia apabila aparat berwenang dapat mengidentifikasi dan mengisolir oknum suporter tertentu. Pemerintah Inggris juga membentuk United Kingdom Football Policing Unit dengan tujuan menghimpun intelijen dan menemukan pembuat onar, pemimpin gerombolan, atau mereka yang terkena larangan ke stadion. Selain kursi bernomor, stadion harus dilengkapi dengan CCTV yang terintegrasi dengan monitor keamanan. Hal tersebut teramat penting untuk mengidentifikasi oknum-oknum di antara puluhan ribu suporter yang datang ke stadion. Masih terkait dengan peraturan infrastruktur penunjang keamanan dan kenyamanan stadion, pemerintah Inggris mengeluarkan Goverments Guide to Safety at Sports Ground (Green Guide). Green Guide ialah sebuah kitab yang menetapkan segala aspek tentang keamanan stadion sepakbola.
Kitab tersebut menjadi panduan bagi seluruh klub profesional Inggris dan berisi syarat yang harus dipenuhi agar klub mendapat sertifikat keamanan. Pemerintah lokal mengeluarkan dan memonitor sertifikat tersebut. Dua dekade sejak edisi ketiga Green Guide dikeluarkan menyusul Tragedi Hillsborough, 30 stadion baru dibuat di Inggris. Sebagian klub menjual stadion lama dan membangun ulang stadion baru yang memenuhi standar, sisanya merombak tribun berdiri menjadi duduk. Tentu masih ada beberapa hal lain yang menunjang FA dalam hal memberantas kekerasan di kalangan suporter. Hal itu datang dari para suporter sendiri dan momen di lapangan. Henry Winter, kolumnis ternama Inggris pernah menulis di media Telegraph bahwa mengenai perbaikan budaya suporter ini. Pengawasan mandiri oleh fan, terbentuknya majalah dan asosiasi suporter, bergulirnya Premier League, serta tangisan Paul Gascoigne di Semifinal Piala Dunia 1990 semua bersatu padu menggerakkan suporter
Inggris ke arah lebih baik. Berat memang untuk mengikuti langkahlangkah yang telah ditempuh oleh FA tersebut, terutama bagi klub-klub dalam mendapatkan dana demi merenovasi stadion. Penulis rasa, sudah waktunya kita memutus mata rantai setan kekerasan di sepak bola Indonesia demi mengembalikan titahnya sebagai alat pemersatu. Hal ini sesuai layaknya yang dulu digaungkan oleh pendiri Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia yaitu Soeratin, dan kelak harapannya dapat menjadi contoh baik bagi generasi kedepannya. Tidak bisa tidak, mata rantai kekerasan seperti ini harus segera dihapuskan. Sangat mungkin terobosan itu tidak memuaskan beberapa kelompok. Bisa saja terobosan yang diambil itu dinilai tidak adil bagi beberapa kalangan. Tidak mengapa, yang penting adalah terobosan itu harus efektif memutus mata rantai kekerasan yang sudah tak manusiawi ini. * Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa Sepak Bola FH UII Periode 2018-2019
Keadilan Post Informatif, Komunikatif, Aspiratif
PEMIMPIN UMUM: RAHADIAN D. B. SUWARTONO
PIMPINAN LITBANG: RIZALDI AGENG WICAKSONO
SEKRETARIS UMUM: WAHYU PRASETYO
STAF LITBANG: APRILLIA WAHYUNINGSIH ADRIAN HANIF S. TIARA ROBIATUL*
BENDAHARA UMUM: QURRATU UYUN RAMADANI PIMPINAN REDAKSI: ALDHYANSAH DODHY PUTRA
PIMPINAN PENGKADERAN: AINUN AKHIRUDDIN
ADE PUTRA F. HARAHAP
STAF PENGKADERAN: NATALIA RAHMADANI P. D. PUJI INDAH ASTUTI ARRASYID NURAZMI AHA AZADI A. G. DANDY TRY YACOBY*
DESAIN DAN FOTO: MIRZA AGUNG RAHMATULLAH DIMAS AULIA RAHMA
REPORTER: SELURUH PENGURUS KEADILAN
REDAKTUR: KIRANA NANDIKA RAMANIYA DHIEKA PERDANA CITRA U.
RIZKI NUR ASTIKASARI
ADHITYA NEGARA
Keadilan Post Diterbitkan Oleh LPM Keadilan
JL. TAMAN SISWA 158 YOGYAKARTA TELP (0274) 377043 – 379171 / HP 085783364392 Website: www.lpmkeadilan.org Instagram: @lpmkeadilan Facebook: LPM Keadilan Twitter: @LPMKeadilan Email: lpmkeadilanfhuii@yahoo.co.id Line: @rjn3117b
Keadilan Post Edisi Desember 2018
19