Keadilan Post Edisi Magang 2019

Page 1

Keadilan Post

Edisi Magang 2019

Informatif, Komunikatif, Aspiratif

Tanah Milik Siapa?


DARI KAMI

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Salam sejahtera bagi kita semua Puji syukur ke hadirat Allah Swt atas rahmat dan hidayah-Nya serta selawat dan salam kepada Nabi Muhammad Saw atas terbitnya Keadilan Post Edisi Magang 2019. Melalui produk ini kami berupaya menyajikan informasi yang faktual serta berimbang untuk pembaca sekalian. Kami haturkan terima kasih kepada kru magang yang telah bekerja secara semangat, cerdas, serta berani dalam proses pencarian, penulisan, dan penyusunan informasi sebagai muatan produk ini. Kemudian, terima kasih juga kepada para narasumber atas informasi yang disampaikan. Atas nama LPM Keadilan mohon maaf atas kekurangan dan kekeliruan dalam produk ini. Kami membuka kritik dan saran terkait produk serta membuka peluang bagi para pembaca untuk mengirimkan Surat Pembaca, Cerita Pendek, Puisi, Opini dan Artikel yang membahas permasalahan di lingkup Universitas Islam Indonesia, Daerah Istimewa Yogyakarta maupun nasional. Kami juga mengajak para pembaca untuk mengunjungi situs kami di lpmkeadilan.org. Melalui situs tersebut kami secara rutin membagikan berita, tulisan, dan karya kami. Terima kasih, Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

EDITORIAL Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dikenal dengan kota pelajar yang memiliki banyak keistimewaan. Tak hanya karena budayanya, kota ini juga istimewa karena sejarah yang dimilikinya. Dilansir dari situs resmi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangungan DIY, provinsi ini sudah memiliki hak istimewa atau otonomi khusus untuk mengelola wilayahnya yang merupakan warisan dari zaman sebelum kemerdekaan. Hak otonom DIY diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2012 Pasal 7 Ayat (2) tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UU Keistimewaan). Terdapat beberapa kewenangan dalam urusan keistimewaan salah satunya pertanahan. Kewenangan pertanahan dalam UU ini dibahas pada Pasal 32 dan 33 yang menjelaskan bahwa Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman merupakan badan hukum yang menjadi subjek hak milik atas tanah. Hak penggunaan atas tanah milik Kasultanan Ngayogyakarta dan Kadipaten Pakualaman diatur dengan serat kekancingan. Serat kekancingan sendiri berisi tentang hak-hak warga untuk menggunakan tanah Kasultanan sekaligus kewajiban yang harus dipenuhi. Kampung Magersari Dipoyudan merupakan salah satu bagian tanah milik Keraton yang diberikan hak penggunaannya kepada warga melalui serat kekancingan. Namun sangat disayangkan warga yang telah menempati kampung tersebut selama bertahun-tahun sempat terancam akan kehilangan tempat tinggalnya. Hal ini disebabkan karena pada tahun 2018 Tentara Nasional Indonesia (TNI) Korem 072 memiliki surat serupa dari Keraton yaitu surat yang menyatakan hak penggunaannya terhadap tanah di Dipoyudan. Hal ini dilatari karena pada sejarahnya Kampung Dipoyudan pernah dimiliki oleh Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger. Dari sinilah timbul konflik karena ketidakjelasan surat dari pihak manakah yang seharusnya diakui keabsahannya. Sehingga muncul ketidakpastian pihak mana yang berhak untuk menggunakan hak atas penggunaannya. Apakah pihak warga yang telah tinggal puluhan tahun lamanya dan dilindungi serat kekancingan? Ataukah pihak TNI yang juga memiliki surat serupa? Masalah ini menjadi lebih kompleks ketika TNI dengan kekuasaannya menggunakan cara-cara yang represif dan melakukan upaya paksa dalam eksekusi tersebut. Terlebih Kasultanan sebagai pihak pemerintahan tidak hadir untuk menyelesaian konflik. Konflik-konflik terkait masalah agraria memang sering kali lebih menyulitkan dan menyudutkan posisi rakyat kecil yang tidak memiliki kekuasaan untuk melawan. Hak-hak mereka seringkali diabaikan dan dikesampingkan untuk kepentingan suatu kelompok yang lebih berkuasa. Lebih-lebih jika konflik tersebut terjadi di DIY, di mana kepastian hukum bagi rakyat terkait pertanahan di beberapa daerah menjadi kabur karena UU Keistimewaan itu sendiri.

2

Keadilan Post Edisi Magang 2019


FOKUS UTAMA

Keadilan untuk Tanah Dipoyudan

Vania/Keadilan • Gapura Kampung Magersari Dipoyudan sebagai simbol penyambutan (13/10).

“Hasrat untuk memiliki duniawi dengan cepat mendingin, sedangkan keinginan untuk memiliki tanah tidak pernah berhenti dari hati manusia,” Gabriel Chevallier. Oleh: Ahmad Wildan Havaza

D.I Yogyakarta-Keadilan. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai banyak keistimewaan. Baik dari segi kebudayaan, kesenian, tatanan sosial masyarakat, maupun sejarah. Menurut sejarah, DIY diriwayatkan sudah memiliki wilayah, pemerintahan, dan penduduk terlebih dahulu dibandingkan dengan Indonesia sendiri. Karenanya, DIY memiliki keistimewaan khusus yaitu kewenangan seluas-luasnya untuk mengatur daerahnya sendiri. Kewenangan tersebut diatur pada UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Dengan dasar hukum tersebut, DIY berwenang untuk mengatur tentang kebudayaan, pertanahan, tata ruang, kelembagaan, hingga tata cara pengisian jabatan. Pengaturan tanah di Yogyakarta berdasarkan serat kekancingan yang diterbitkan oleh Keraton. Serat kekancingan itu sendiri memiliki empat jenis, yaitu Magersari, Ngindung, Anganggo, serta Anggaduh. Serat

tersebut dibagikan oleh Keraton ke beberapa pihak yang menempati tanah di Yogyakarta. Namun Masyhud Asyhari selaku dosen Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) mengatakan, “Peraturan yang dulu tidak berlaku dengan adanya Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1984 tentang Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) di DIY, UU Keistimewaan itu ditegaskan bahwa Keraton sebagai subjek hukum juga pemilik tanah di Yogyakarta”. Pemberlakuan UUPA berarti masyarakat memiliki hak atas tanah meskipun berada di Yogyakarta. “Implikasinya adalah masing-masing pihak diberi sesuai haknya,” ujar Masyhud. Kepemilikian atas tanah menyebabkan berubahnya bentuk tanah adat menjadi tanah nasional. Permasalahan di Dipoyudan Banyak konflik yang terjadi berkaitan dengan kewenangan mengenai pertanahan di DIY. Salah satu

kasus tersebut adalah sengketa hak penggunaan lahan antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan warga di Dipoyudan yang sampai saat ini belum menemukan titik terang dalam penyelesaiannya. Sengketa penggunaan lahan di Dipoyudan Patuk RT 28 RW 05, Kecamatan Ngampilan, Yogyakarta bermula ketika terjadi upaya paksa pengosongan beberapa rumah warga oleh pihak TNI. “Padahal kan kami selaku warga mempunyai hak yang sah dan terjamin dalam serat kekancingan itu. Selain itu, juga kewenangan melakukan eksekusi itu merupakan kewenangan pengadilan bukan TNI,” ujar Udi Marnoto, salah satu warga Dipoyudan. Selama itu pula warga telah menjalankan kewajiban sebagai pengguna hak atas tanah Magersari dengan melakukan perawatan atas aset di atasnya dan melakukan pembayaran rutin setiap bulan. Udi mengatakan bahwa setidaknya ada tiga rumah warga Dipoyudan yang dipaksa untuk dikosongkan pada waktu dini hari pada Oktober 2018.

Keadilan Post Edisi Magang 2019 3


• Plat warna hijau sebagai simbol tanah sengketa Dipoyudan (13/10).

Hal ini dipertegas oleh Sinto, salah satu warga Dipoyudan yang tidak bersedia menyebutkan nama terangnya. “Jadi kami memiliki serat kekancingan untuk tinggal di sini, tapi kami diberi perintah untuk meninggalkan rumah karena ada surat eksekusi dari pihak TNI,” ujar Sinto. Kiki Purwaningsih dan Andi M. A. Makkasau dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) FH UII menjelaskan tentang pendampingan yang mereka lakukan kepada beberapa warga Dipoyudan “Dari tim LKBH sendiri hanya enam warga yang kami dampingi, tidak semuanya, bahkan ada yang menghadirkan pengacara sendiri,” ujar Kiki. Tim LKBH FH UII menjelaskan permasalahan ini adalah sengketa antara TNI dan beberapa warga yang tinggal di lahan yang dikelola oleh Komandan Resor Militer (Korem) 072 Pamungkas. Kiki menerangkan bahwa pihak Korem Militer 072 Pamungkas mau meminta tanah serta bangunannya karena merasa itu hak mereka. “Karena sudah ada serat kekancingan dan itu sudah diterangkan dari pihak Keraton, ada suratnya, tanahnya itu milik Keraton, bangunannya punyanya yang mengelola, itu Korem,” ujar Kiki. Kus Sri Antoro, salah se- orang aktivis Jogja Darurat Agraria (JDA), memberikan data keterangan warga Dipoyudan yang disusun oleh JDA berupa power point kepada Keadilan. Data tersebut menunjukan bahwa komplek hunian yang ada di Dipoyudan dulunya dimiliki oleh Koninklijk Nederlandsch-

4

Vania/Keadilan

Dipoyudan atau dikenal dengan tanah Blok Pathuk, berstatus sebagai Sultan Ground. Disebutkan pula tanah tersebut dipinjam dan dikelola oleh TNI, sedangkan bangunan-bangunan yang ada di atasnya adalah milik TNI. Adanya permohonan pembatalan serat kekancingan oleh Korem Militer 072 juga ditegaskan oleh Udi. “Korem mengirimkan surat yang rapat, isinya meminta agar magersari yang sudah dipegang oleh warga dibatalkan dan menerbitkan magersari baru atas nama TNI.” Disebutkan pula pada data tersebut, akhirnya TNI mengeluarkan surat peringatan sebanyak tiga kali kepada warga Dipoyudan untuk melakukan pengosongan rumah. Kemudian rumah tersebut akan dijadikan sebagai rumah dinas anggota aktif. Akhirnya surat peringatan tersebut berujung pada eksekusi pengosongan rumah oleh TNI pada Oktober 2018 lalu.

Indische Leger. Setelah Indonesia merdeka, TNI lalu menjadikan komplek hunian itu menjadi rampasan perangnya. Lalu terbitlah Perda DIY Nomor 5 Tahun 1954 tentang Hak Atas Tanah di Daerah Istimewa Yogyakarta, menegaskan bahwa warga yang menghuni tanah milik Kasulatan Ketidaktuntasan Masalah Hingga sekarang masih bediberi hak pakai turun-temurun dan dihuni oleh keluarga TNI dengan dasar lum ada penyelesaian yang jelas atas surat penempatan Korem Militer 072 permasalahan di Dipoyudan. Warga sendiri pernah melakukan gugatan ke Pamungkas Yogyakarta. Pada tahun 2000, warga yang pengadilan atas tindakan eksekusi dari ada di Dipoyudan diperingati oleh TNI. “Wewenang untuk eksekusi kan Kawedanan Hageng Sri Wandowo, pengadilan setelah adanya keputusan Gusti Bendara Pangeran Harya yang inkrah, semisal TNI mau ek(GBPH) Joyokusumo, untuk mengurus sekusi itu harus melalui mekanisme serat kekancingan Magersari sekaligus pengadilan,” ujar Andi. “Nah masalahnya itu putusan menjadi abdi dalem dan juru kunci. Pada data yang diberikan oleh JDA, pengadilan itu tidak membahas disebutkan bahwa dengan adanya serat pokok perkara, putusannya NO (Niet kekancingan ini, warga yang ada di Otvankelijke verklard),” ucap Andi. Putusan tersebut didasari kaDipoyudan berharap adanya rena kurang subjek, salah perlindungan dari pihak subjek, atau terkait caKasultanan. cat formil dalam isi gu Pada data gatan, bukan mateyang diberikan oleh rinya. JDA juga menye TIM LKBH FH butkan bahwa pada UII menambahkan tahun 2018, Korem bahwa permasalahan Militer 072 Pamungkas ini sudah pernah dibawa mengirim surat kepada ke beberapa alternatif KH Panitrapura Keraton •Andi M. A. Makkasau penyelesaian. “Kemarin seNgayogyakarta tentang telah eksekusi sempat mengadukan ke Permohonan Pembatalan Serat kekancingan di Dipoyudan. Setelahnya, Komnas HAM (Komisi Nasional Hak pihak Keraton membalas permohonan Asasi Manusia), Ombudsman, Presiden tersebut dengan mengeluarkan surat juga. Presiden bahkan membalas surat balasan. Surat tersebut menyatakan pengaduan yang dikirim oleh TIM bahwa sebagian tanah-tanah di wilayah LKBH FH UII. Surat dibalas melalui

Keadilan Post Edisi Magang 2019


sekretaris negara untuk menyelesaikan secara internal dahulu, memerintahkan ke walikota,” ujar Kiki. Seperti yang dikatakan oleh Andi, meskipun sudah diperintahkan oleh Presiden, sengketa ini belum menemukan jalan tengahnya. “Walikota panggil dua pihak, pihak dari kita dan TNI, hasil akhirnya warga maunya gini, TNI gini, ya ga dapet apa-apa,” ucap Andi. “TNI sempat menyampaikan untuk warga mencari sendiri tempat penggantinya, warga sebenarnya ingin membayar nilai bangunan itu ke TNI,” kata Kiki. Tidak terpenuhinya masing-masing keinginan yang menyebabkan persengketaan ini tidak kunjung usai. TIM LKBH FH UII sebenarnya sudah memberikan usulan

LIPUTAN

terkait penyelesaian masalah ini, ngan nilai kontrak yang ditempatinya “Sebenarnya kami sendiri sudah sekarang (Dipoyudan).” mengirimkan surat perlindungan ke Masyhud juga menambahkan, Keraton, tapi intinya lepas tangan. “Misal harga tanah di Dipoyudan Keraton sebenarnya bisa 15 juta per meter karena menengahi masalah ini, daerah perkotaan, warga karena kepemilikan tadiberi pesangon yang nah ada pada pihak Kesama dengan daerah raton,” kata Kiki. perkotaan, jangan me Masyhud mengambil tumpuan dengatakan seharusnya ngan daerah lain yang permasalahan ini dapat jauh dari perkotaan, katerselesaikan dengan darena jangan lupa bahwa mai “Sebenarnya masawarga di sana juga pernah •Masyhud Asyhari lahnya tidak begitu rumit, berjasa pada negara kita.” hanya kedua belah pihak belum mendapatkan win-win solution.” Masyhud menjelaskan alternatif penyelesaian kasus ini “Seharusnya Reportase bersama: Vania Lutfi, Yolanda warga bisa pindah dengan baik apabila Eronisa, Imro’ah Qurrotul, Imroatur diberi kompensasi yang sepadan de- Rohmatillah

Terlambatnya Sosialisasi Taklim

Anisa/Keadilan

“Fakultas kita agak lama jalan Taklimnya sedangkan yang lain sudah mulai. Ya, karena masa transisi dan kita harus merekrut lagi para mualim,”- Ahmad Sadzali selaku Penanggung Jawab Taklim FH UII. • Ahmad Sadzali, Penanggung Jawab Taklim FH UII, menjelaskan terkait program Taklim FH UII(15/10). Oleh: Putri Ariyanti

Taman Siswa-Keadilan. Perguruan tinggi memiliki harapan besar pada setiap mahasiswanya, baik dalam hal akademis maupun spiritual. Begitu pula dengan Universitas Islam Indonesia (UII) yang memiliki harapan kepada mahasiswanya agar dapat menjadi lulusan dengan akhlak insan ulil albab. Salah satu upaya UII untuk mewujudkan nilai keislaman tersebut

adalah dengan menghadirkan program Taklim di dalam lingkup mahasiswa. Taklim merupakan program yang berada di bawah tanggung jawab Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam (DPPAI) dan sudah dilaksanakan sejak tahun 2016. Agar implementasi Taklim dapat dilakukan lebih mendalam, pihak universitas memberikan kewenangan pelaksanaan kepada fakultas. Muntoha selaku Wakil Dekan Tiga Bidang Kemahasiswaan,

Kerjasama, dan Alumni Fakultas Hukum (FH) UII menjelaskan konsep awal Taklim. “Ya, itu dulu karena zaman Pak Dekan kita ini (Abdul Jamil) jadi Wakil Rektor Tiga menggagas supaya alumni UII hafal juz 30. Awalnya seperti itu sehingga harapannya begitu dia lulus skripsi, jadi sarjana, juz 30 sudah dikuasai,” terangnya. Pelaksanaan Taklim di FH UII dikomando oleh sebuah tim yang terdiri atas tiga dosen dan enam

Keadilan Post Edisi Magang 2019 5


tenaga pendidik. Ketiga dosen tersebut Ketidaktahuan tersebut salah satunya hubungan kita dengan pimpinannya, adalah Ahmad Sadzali, Allan Fatchan diakibatkan karena belum selesainya bukan mualimnya”. Menurut Umar, Gani Wardhana, dan Ayu Izza Elvany. input penilaian data bagi mahasiwa hal-hal yang menyangkut dengan Sebelum tim dari fakultas dibentuk, yang mengikuti Orientasi Nilai Dasar mualim merupakan kewenangan langyang menjadi Penanggung Jawab Islam (ONDI). Pada beberapa kasus, sung penanggung jawab Taklim. Taklim FH UII periode 2016-2019 ialah mahasiswa yang seharusnya masuk Tak hanya terkait waktu mulai, Riky Rustam. dalam level dasar justru perihal sosialisasi berakhirnya Pada dasarnya Taklim tidak terdata sebagai peserta Taklim juga masih harus termasuk dalam penilaian pelaksanaan tahap lanjut. “Dia itu menunggu instruksi dari pembelajaran, sehingga tak ada da- sebetulnya di level DPPAI. Hal itu sesuai ya ikat terhadap mahasiswa. Agar da- dasar, tapi tiba-tiba dengan penuturan pat mempunyai daya ikat, kelulusan kok masuk ke level Riky Rustam, “Jelas Taklim menjadi salah satu syarat untuk lanjut gitu lho, berarti beda. Taklim ini kan mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata kan ada kesalahan kesebenarnya di bawah (KKN). Hal ini serupa dengan yang tika placement test dari otoritas DPPAI. Fadisampaikan Muntoha, “Anda bisa dosen yang menguji kultas hanya menduikut KKN kalau semua urusan bidang dia,“ ujar Sadzali. kung.” seperti ini sudah lulus. Otomatis kalau Kampus melalui Kendala komunikasi •Fakhruddin AM belum ujian Taklim, ya tidak bisa penanggung jawabnya telah metersebut kemudian berimbas KKN.” ngupayakan sosialisasi keberlanjutan juga kepada para mahasiswa. Alifio Namun pada praktiknya, ter- Taklim tiap semesternya. Penggunaan Dhaffa Wijaya, mahasiswa FH UII nyata masih ditemukan berbagai kendala teknologi media komunikasi melalui angkatan 2018, juga merasakan damdalam pelaksanaan Taklim, di antaranya grup sosial media salah satunya. Meski pak dari kendala tersebut. “Sudah seyaitu adanya kelompok-kelompok yang begitu, Fakhruddin AM selaku mualim kitar tiga bulan Taklim tidak berjalan, belum berjalan hingga beberapa bulan. masih mengalami salah paham terkait dikarenakan mualimnya itu tidak jelas.” Terlambatnya Taklim ini merupakan sosialisasi khususnya tentang jadwal dan Alifio juga menjelaskan bahwa akibat dari adanya masa transisi pada kurikulum. Sehingga berbeda dengan ia telah mencoba menghubungi mualim kepengurusan Taklim periode saat mualim lain, Fakhruddin yang bukan tetapi tidak mendapat respons sama ini. “Sedangkan tim yang disediakan berasal dari UII terpaksa terlambat sekali. “Untuk pihak kampus sendiri, untuk Taklim ini baru dibentuk ketika menjalankan Taklim kelompoknya. kami dan anggota belum sempat konmahasiswa baru sudah mulai masuk, “Karena mualim-mualim yang jalan tak. Ya, dengan pihak kampus belum,” sehingga pelaksanaan Taklim di FH UII tahu jadwal UII.” tambahnya kala ditanyakan tentang menjadi sedikit terlambat dibanding Ketika dimintai keterangan apakah ia mengadukan ke pihak fakulTaklim pada fakultas lain,” ujar Sadzali. atas tidak berlangsungnya Taklim yang tas terkait sulitnya komunikasi. Keterlambatan dan masa tran- bersangkutan, Fakhruddin berpendapat Di sisi lain, pihak kampus juga sisi ini juga berdampak pada kurangnya bahwa perihal yang disampaikan pada sebenarnya memiliki mekanisme sanksi sosialisasi yang diberikan fakultas ke- grup obrolan hanya bersifat informatif bagi mualim yang tidak menjalankan pada para mualim dan mualimah. Se- dan bukan suatu perintah. “Menurut proses Taklim dengan maksimal. Di hingga, berdampak juga pada komu- saya tidak ada perintah. Saya sebelum antaranya adalah dengan memberikan nikasi antara pihak mualim dan ada perintah formal, saya tidak teguran dan bahkan pergantian. Meski mualimah kepada anggota akan menjalani. Buktinya begitu, sebagai tindakan pencegahan kelompoknya. Hal ini sekarang ini.” pihak kampus pun merencanakan dikeluhkan pula oleh Kurangnya komunika- adanya bimbingan bagi mualim dan Sakinah Az-Zahra, si tentang otoritas dan mualimah. “Mulai dari tahun ini, Taklim pengampu Taklim kekoordinasi antara itu berorientasi pada kualitas tidak lompok 39 dan 41. DPPAI, FH UII, hanya rutinitas biasa,” jelas Sadzali. “Kurang sosialisasi ya Penanggung Jawab Konsep Taklim saat ini meantara, jadi mungkin Taklim, dan mualim mang berbeda bila ditinjau dengan pekarena kita jauh ya dari memang dirasa masih laksanaan tahun-tahun sebelumnya. pusat. Jadi ketika pusat menjadi kendala. Umar Di antaranya ialah berubahnya sistem itu seperti apa, di sini tuh Haris Sanjaya selaku Ke- dari satu penanggung jawab menjadi •Umar Haris Sanjaya belum bisa menyesuaikan.” pala Divisi Pengkajian dan tim yang dibentuk. “…kebijakannya Kendala tersebut juga diper- Pengembangan Keislaman di DPPAI itu kalau dari DPPAI itu 15 orang, kita sulit dengan adanya mahasiswa yang mengatakan, “Koordinasi cuma dengan sepakat kemarin itu satu kelompok 10 belum mengetahui kelompoknya sen- satu delegasi, itu diberikan kepada Wa- orang saja, biar efektif, biar berkualitas,” diri. Hal tersebut disebabkan adanya kil Dekan dan itu sudah jalan. Secara ujar Sadzali. Menurutnya, perubahan pergantian mualim yang berjalan di te- resmi kita menghubungi Wakil Dekan tersebut ialah demi memudahkan koorngah berlangsungnya kegiatan Taklim. dan ada koordinasi dengan beliau. Jadi dinasi pelaksanaan kegiatan Taklim.

6

Keadilan Post Edisi Magang 2019


Mengenai permasalahanpermasalahan di atas, Muntoha mengharapkan Taklim saat ini dapat berlangsung lebih baik dan terkoordinasi. “Saya kira ke depannya dapat mengarah ke hal yang positif kemudian mahasiswa tidak ada lagi

yang terjebak di tengah jalan karena hal ini. Kita harus perketat dan efektifkan pelaksanaan program Taklim agar sesuai harapan dan tujuan UII,” ujarnya. Muntoha juga menambahkan bahwa mahasiswa dan pihak fakultas harus saling menunjang sehingga masukan

dari mahasiswa sangat diperlukan agar masalah-masalah seperti ini dapat langsung diatasi.

Reportase bersama: Anang Rafli, Dewi Irawati, Angga Saputra, Anisa ‘Izzati

OPINI

RUU Pertanahan yang Mengkhianati Cita-Cita Reforma Agraria

Oleh: Sabiq Muhammad*

Kabar mengenai catatan buruk DPR RI periode 2014-2019 telah sampai segala penjuru negeri. Khususnya belakangan, kala kewenangan legislasi yang dihasilkan menuai penolakan. Selain karena kinerja yang buruk, apa yang dihasilkan melalui kewenangan legislasi menuai penolakan dari berbagai kalangan. Salah satu produk yang dihasilkan oleh DPR RI adalah RUU Pertanahan. Karena desakan melalui aksi unjuk rasa yang digelar di berbagai daerah akhirnya RUU Pertanahan ditunda pengesahannya. Ada berbagai alasan mengapa RUU ini ditolak masyarakat, salah satunya adalah terkait reforma agraria. Bangsa ini memiliki cita-cita besar reforma agraria demi kesejahteraan masyarakat. Ketika membicarakan reforma agraria maka ada hal yang harus dipahami bersama yaitu memahami kata “reforma” dan “agraria”. Agraria biasa kita pahami sebagai segala sesuatu yang ada hubungannya dengan tanah. Mulai dari pengelolaan hingga pembagiannya. Sedang reforma memiliki arti perombakan hingga penataan kembali. Tujuan utama reforma agraria dalah tanah untuk rakyat. Segala kepentingan yang meyangkut tanah demi kesejahteraan rakyat. Semangat utama reforma agraria ini adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, atau kita sering mengenalnya dengan UUPA. Cita-cita besar reforma agraria ini berusaha dikhianati oleh negara melalui RUU Pertanahan. Mengapa demikian? Tanah dengan ukuran meter persegi selalu memiliki makna politis. Berbeda dengan tanah dengan ukuran

Ilustrasi oleh: Erlang/Keadilan

kubik. Ibaratnya, demi sejengkal tanah orang rela berdarah-darah untuk mempertahankannya. Tanah itu menyangkut teritorial, tempat ia mencari kehidupan, maka relasi manusia dengan tanah itu tidak dapat dipisahkan. Pada akhirnya, berbicara mengenai tanah tak lepas dari konflik. Konflik ini kemudian dikenal sebagai konflik agraria. Pihak yang paling dirugikan dari konflik ini adalah rakyat. Data yang dihimpun oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), konflik agraria di era rezim Jokowi-Jusuf Kalla hingga 2018 mencapai 1.771 kasus paling banyak di sektor perkebunan yang melibatkan negara hingga swasta. Negara menggunakan TNI untuk merepresi masyarakat demi kepentingannya. Terlebih swasta juga bekerja sama dengan negara untuk kepentingannya. Swasta yang dimaksud ialah perusahaan. Mengapa negara hadir dalam konflik agraria? Apa kepentingan negara sehingga ikut campur? Pertanyaanpertanyaan itu bisa dijawab dengan

analisa ekonomi politik. Organisasi dagang lebih dulu lahir dibandingkan nation-state (negara-bangsa). Pada mulanya Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) datang ke tanah Nusantara pada awal abad ke-17 yang kini bernama Indonesia untuk memonopoli hasil rempah-rempah yang memang subur. Namun, ada persaingan dengan para pedagang dari Tionghoa dan Inggris. Sejak lama sebelum kemerdekaan, tanah di Indonesia memang menjadi ladang incaran para pedagang demi keuntungannya. Demi memaksimalkan monopoli itu, akhirnya Belanda berupaya untuk menguasai Indonesia untuk seluruhnya dengan membentuk Negara Hindia Belanda. Di abad ke-21 organisasi dagang telah banyak tumbuh dan berkembang. Akibatnya kepentingan yang lahir tentu semakin banyak. Karena besarnya kekuatan organisasi-organisasi dagang inilah memaksa negara untuk tunduk pada kepentingan organisasi dagang. Negara hanya dimanfaatkan

Keadilan Post Edisi Magang 2019 7


untuk memuluskan investasi yang bisa ditanam. Pada akhirnya terjadi eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam maupun manusianya. Hadirnya negara yang seharusnya bisa melindungi dan mensejahterakan rakyatnya ternyata tidak tercapai. Bukti dari peran negara dalam upaya eksploitasi itu ialah lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Bentuk eksploitasi tersebut saat ini ialah RUU Pertanahan. Bukti dari RUU Pertanahan yang jelas merugikan masyarakat ialah adanya sistem bank tanah yang tak lepas dari skema politik internasional. Bank tanah menurut Pasal 72 RUU Pertanahan adalah untuk melakukan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan dan pendistribusian tanah. Pengadaan tanah yang dimaksud berasal dari negara dan tanah hak. Persoalan ini tak lepas dari penyakit lama negara yang sebenarnya telah dihapuskan oleh UUPA yaitu algemene domeinverklaring yang bermakna “Semua tanah yang tidak terbukti bahwa atas tanah itu ada hak milik mutlak (eigendom) adalah domain negara”. Selama ini negara menjadi alat organisasi dagang melalui program pembangunan. Di mana pembangunan dengan dalih kepentingan umum kerap kali merenggut tanah hak mi-

8

lik masyarakat. Jika sudah terjadi seperti itu maka konflik agraria muncul dan lagi-lagi masyarakat yang menjadi korban. Karena dalam Pasal 91 RUU Pertanahan juga terdapat ketentuan pidana bagi orang yang menghalang-halangi aparat negara dalam tugasnya bahkan atas tanah hak milik masyarakat sendiri pun dapat dikenai pidana. Termasuk membela hak atas tanahnya jika terjadi penggusuran paksa yang dieksekusi oleh aparat yang bertugas. Sejarah munculnya pembuatan sertifikat tanah adalah upaya negara menguasai tanah yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Dahulu, tanah digunakan untuk kepentingan kolektif dan tidak ada klaim tanah milik pribadi. Dengan perjalanan panjang penyertifikatan tanah inilah sebagai bukti kepemilikan tanah, dan barang siapa yang tidak memilikinya maka akan dianggap milik negara dan disewakan kepada perusahaan entah lokal maupun asing untuk dimanfaatkan dengan izin Hak Guna Usaha (HGU). HGU yang dulunya menurut Pasal 29 UUPA untuk perusahaan maksimal dengan diperpanjang mencapai total 70 tahun, kini dalam RUU Pertanahan Pasal 26 total bisa mencapai 90 tahun. Mengapa persoalan HGU ini bermasalah? Dalam praktiknya,

Keadilan Post Edisi Magang 2019

yang memanfaatkan HGU adalah perusahaan besar dan mengesampingkan kepentingan pengusaha kecil. Contohnya, data yang dibuka oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) tahun 2017 bahwa kebanyakan HGU digunakan oleh perusahaan sawit. Akibatnya, semakin lama perusahaan di bidang perkebunan sawit memanfaatkan HGU, masyarakat sekitar bekerja untuk perusahaan sawit dan inisiatif untuk membuka lapangan usaha semakin sempit karena tidak adanya lahan. Banyak problematika yang muncul dari RUU Pertanahan ini. Terlepas dari apakah kita akan menolak atau menerimanya, tentu kita harus melewati tahap pengkajian supaya kita bersama-sama memahami dan memetakan masalahnya. Konsep “Tanah untuk Rakyat” sudah jauh dari cita-cita bangsa ini. Negara semakin semena-mena dengan program pembangunannya. Sikap kita sebagai mahasiswa yang menentukan bagaimana nasib rakyat ke depannya. Jika mahasiswa sudah lepas dari persoalan sektoral yang terjadi di masyarakat, maka bangsa ini akan semakin jauh dari kata “sejahtera”.

*Penulis merupakan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia


FRAGMEN

Jalan Wayang Menemukan Panggungnya Kembali Narator: Erlang Wahyu Sumirat Reportase bersama: Geary Abimanyu S.P, Vania Lutfi Safira Erlangga

Pada Kamis (18/10) suasana di Dusun Puluhdadi, Sleman tampak lebih ramai dibandingkan hari-hari biasanya. Orang-orang tampak berlalu lalang, berbondong-bondong menuju gedung balai pertemuan RW 92-02 yang terletak di tengah dusun. Segala kesibukan tampak tak terlepas dari serangkaian kegiatan Merti Dusun Puluhdadi yang diadakan sejak tanggal 13 sampai 18 Oktober 2019. Terlebih malam ini merupakan malam puncak dari serangkaian kegiatan Merti Dusun tersebut, agenda utama yaitu pagelaran wayang kulit dengan Dalang Ki Seno Nugroho yang dilaksanakan selama semalam suntuk. Rangkaian kegiatan itu dimulai dengan sambutan dari beberapa tokoh masyarakat, seperti Kepala Desa Caturtunggal, Camat Kecamatan Depok, dan tokoh masyarakat lainnya. Setelah memberikan sambutan, acara dilanjutkan dengan pemotongan pita sebagai tanda peresmian gedung pertemuan RW. Menjelang pukul sepuluh malam, acara pagelaran wayang kulit yang mengambil lakon Wahyu Pura Kencana itu dimulai secara resmi dengan penyerahan kayon kepada Ki Dalang Seno Nugroho. Pagelaran wayang kulit yang didukung oleh Dinas Kebudayaan DIY itu menunjukkan bahwa eksistensi kesenian tersebut dewasa ini kembali menemukan ‘panggungnya’. Karena tak seperti biasanya pertunjukan wayang yang sepi peminat, ternyata malam itu dihadiri ratusan warga baik tua maupun muda yang berasal dari berbagai daerah di Yogyakarta. Malam semakin larut, penonton bahkan terus bertambah memenuhi halaman balai pertemuan RW yang menjadi tempat berlangsungnya acara pagelaran wayang kulit. Ki Seno sebagai dalang wayang kulit saat ini namanya memang sedang naik daun, hampir setiap malam beliau diundang untuk tampil di berbagai wilayah, baik di dalam maupun di luar Yogyakarta. Pembawaannya yang khas dalam memainkan setiap lakon pewayangan mampu memberikan kesan tersendiri bagi para penggemarnya. Dalam setiap pertunjukan wayang terdapat banyak nilai-nilai kehidupan yang adiluhung. “Wayang disukai karena memang di dalam pertunjukan semalam suntuk mulai dari awal, pertengahan, sampai akhir pertunjukan wayang kulit itu terdapat tuntunan-tuntunan yang dapat diambil melalui cerita-cerita wayang semalam,” ujar Ki Seno ketika membuka goro-goro malam itu. Perubahan zaman menuntut para dalang untuk bisa membaca serta beradaptasi dengan situasi dan keadaan sekarang. Berbagai variasi ditambahkan di setiap pementasan untuk menarik lebih banyak penonton khususnya para generasi muda. Salah satu cara Ki Seno untuk membuat pertunjukan tidak membosankan adalah selalu menyelipkan guyonan ke dalam dialog antar tokoh di setiap pementasan. Ia juga memiliki kanal youtube yang dikelola oleh penggemarnya nan tergabung dalam grup Penggemar Wayang Ki Seno atau disingkat PWKS. Salah seorang penyiar streaming youtube PWKS live, Muhammad Muhidin mengungkapkan, “Ini sebagai salah satu sarana untuk menyiarkan wayang kulit sebagai pembelajaran bagi orang banyak, khususnya untuk menarik minat para generasi muda yang sekarang luar biasa”. Memang dalam menghadapi perkembangan zaman yang semakin pesat, para pelaku budaya dituntut untuk mampu menyesuaikan diri terhadap segala perubahan, hal ini tak lain demi ‘menyelamatkan’ seni budaya dari kepunahan.


1

Geary/Keadilan

Jejeran Wayang

Keramaian

4

Geary/Keadilan

Musik Pengiring

Sambuta

7

Geary/Keadilan

Sinden dan Kebaya

Tertaw


2

Geary/Keadilan

n Penonton

Geary/Keadilan

Lintas Generasi

5

6

Geary/Keadilan

an Lurah

wa Lepas

3

Geary/Keadilan

Sang Dalang

8

9

Geary/Keadilan

Geary/Keadilan

Menikmati Wayangan


DIALEK

RESENSI

ovel Anak Rantau merupakan novel ke-lima yang ditulis oleh Ahmad Fuadi. Sebelumnya Ahmad Fuadi juga menulis novel yang cukup populer hingga diangkat ke layar lebar seperti Negeri 5 Menara, Ranah 3 Warna, dan Rantau 1 Muara. Keempat novel tersebut memiliki tema yang tidak jauh berbeda, yaitu tentang persahabatan, perjuangan di tanah rantau, dan makna kehidupan. Hal yang berbeda pada novel ini, perantauan yang dimaksud justru mengenai perjalanan pulang pada kampung halaman sendiri. Pada dasarnya kita semua adalah anak rantau, kita semua tengah merantau di dunia ini. Belajar serta mencari bekal untuk kembali ke kampung halaman kita semestinya yaitu akhirat. Buku ini diperuntukkan bagi mereka yang

12

Oleh: Dewanti Ajeng Safitri

merasa berada di titik terendah dan membutuhkan kesempatan kedua. Terlebih orang tua dan anak yang saling mengasihi tetapi sulit dalam mengungkapkan dan untuk sahabat yang menjadi teman seperjuangan.

“ Aku pernah berperang karena

dendam dan marah akibatnya menyakitkan hati, baik ketika menang apalagi ketika kalah. Karena itu jangan berbuat apa pun karena dendam dan marah, tetapi bertindaklah karena melawan ketidakadilan

“

N

Karena Hidup adalah Perjalanan

Buku ini bercerita tentang seorang anak laki-laki bernama Donwori Bihepi yang biasa dipanggil Hepi. Awalnya Hepi tinggal di Jakar-

Keadilan Post Edisi Magang 2019

ta bersama ayahnya, Martiaz dan kakaknya, Dora. Hepi adalah anak yang pintar, suka membaca, dan pemberani, namun sayang perilakunya tidak disiplin dan nakal. Hal ini disebabkan karena kurangnya kasih sayang dan perhatian dari Martiaz yang sibuk bekerja. Suatu hari pada saat pembagian rapor, Hepi mendapatkan nilai kosong di lembar rapornya. Hal itu membuat Martiaz marah dan tidak tahu harus menghukum anaknya dengan cara apalagi. Hingga akhirnya tercetuslah ide untuk menghukum Hepi dengan cara membawa pulang ke kampung halaman Martiaz di Tanjung Durian. Selama di sana Hepi akan tinggal dengan kakek dan neneknya. Keputusan ayahnya tersebut membuat Hepi marah dan merasa dibuang. Terlebih Hepi tidak tahan untuk hi-


dup di kampung karena jauh dari kemudahan yang biasa dia dapat di kota. Akhirnya ia mencari berbagai cara untuk bisa kembali ke Jakarta, mulai dari mencuci piring hingga pekerjaan kasar lainnya. Selama di kampung tersebut Hepi mengenal dan berteman karib dengan dua anak yang juga menjadi sahabatnya yaitu Attar dan Zen. Bersama kedua sahabatnya, Hepi mendapatkan banyak pengalaman tak terduga, seperti menjadi detektif yang memecahkan misteri di Kampung Tanjung Durian. Dengan berbagai hal yang Hepi alami selama di kampung, dia sadar bahwa dendamnya itu menyelimuti rindu dan ketakutan mendalam akan ditinggal ayahnya. Hepi juga belajar bahwa pepatah yang mengatakan alam dapat menjadi guru itu memang benar adanya. Alam di sini ialah kampungnya yang menjadi tempat belajar dan berguru berbagai ilmu kehidupan yang tidak bisa dia dapatkan di Jakarta. Novel ini juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Salah satu kelebihannya yaitu novel ini menampilkan latar budaya Sumatera Barat khususnya Minang yang dapat menambah wawasan baru pada pembaca, seperti nilai-nilai moral yang tumbuh dalam masyarakat tersebut serta kosakata bahasanya. Selain itu, novel ini juga manampilkan adegan-adegan menegangkan sekaligus menyenangkan yang dialami tiga sahabat sehingga pembaca dibawa pada suasana masa kecil yang menyenangkan. Terlebih novel ini menyajikan pelajaran dan pengalaman hidup yang dapat diambil dari orang-orang terdahulu, seperti ce-

rita hidup Pandeka Luko. Novel Anak Rantau memiliki kronologis cerita yang runtut. Semua kejadian yang terjadi berisi kombinasi atau gabungan dari alur maju. Novel Anak Rantau terdapat tiga latar, yaitu latar waktu, latar tempat, dan latar sosial. Latar tempat dan latar waktu dalam novel ini sangat bervariasi karena kejadian yang terjadi mempunyai waktu berbeda-beda. Sebagian konflik batin yang terjadi disampaikan pengarang secara tersirat, yaitu pada tokoh utama yang mempunyai dendam kepada ayahnya sendiri karena ditinggal di kampung Minang bersama kakek dan neneknya membuat dia berambisi untuk mencari uang sendiri agar bisa kembali ke Jakarta. Meskipun begitu novel ini juga mempunyai kekurangan. Salah satunya adalah penggunaan kaidah literasi dalam novel ini tidak tersusun dengan baik. Seringkali ditemukan suatu diksi yang tidak pas dan kata-kata yang digunakan terbilang tidak baku dan efisien. Kemudian, akhir dari buku ini meninggalkan cerita yang bersifat menggantung, terdapat beberapa misteri yang dibiarkan. Berdasarkan novel tersebut, terdapat beberapa kutipan bermakna dan mengandung pembelajaran. Seperti, “Nasihat orang-orang tua di kampung sudah menebus alam bawah sadar mereka: hidup berakal, mata beriman,� dan, “Sebagai orang Minang, kalian wajib memahami sumpah sakti nenek moyang kita di Bukit Marapalam dahulu kala. Begini bunyinya ‘adat bersendi

syarak, syarak bersendi kitabullah, syarak mengatakan, adat memakai’. Maknanya, adat Minangkabau itu merujuk pada agama dan agama merujuk pada Alquran. Agama yang memberikan fatwa, adat yang melaksanakannya. Antara agama dan adat itu tidak untuk dipertentangkan, tapi saling bersandar satu sama lain. Kalian amalkan agama, tapi kalian hormati pula adat istiadat kita yang kaya ini. Adat yang baik kita pakai, yang buruk kita buang.� Kesimpulan dari cerita ini juga mengajarkan para perantau di luar sana yang harus bertahan seorang diri di kampung orang. Sehingga di situlah pentingnya sifat suka menolong, keteguhan hati, serta menjaga komitmen. Amanat yang terkandung dalam novel adalah tentang di balik kesedihan pasti ada jalan menuju kesuksesan. Memaafkan, melepaskan, dan melupakan, itulah gambaran dari isi novel tersebut yang mengajarkan untuk tidak beputus asa dan senantiasa berusaha. Novel ini mengajarkan kita untuk selalu ‘pulang’. Pulang pada hati yang memaafkan, pemahaman yang baik, dan juga kampung halaman. Secara umum novel ini memuat cerita kekeluargaan, persahabatan, petualangan, dan lingkungan hidup. Bahwa dengan pulang ke kampung halaman kita dapat menemukan kembali pelajaran yang hilang.

Ilustrasi oleh: Ajeng/Keadilan

Keadilan Post Edisi Magang 2019 13


IKLAN LAYANAN MASYARAKAT INI DIPERSEMBAHKAN OLEH LPM KEADILAN FH UII

14

Keadilan Post Edisi Magang 2019


RESENSI

Teror dan Keberhasilan Oleh: Akhiruddin Syahputra Lubis

I

“Jadilah apa yang kamu inginkan, dan berbanggalah. Dan jika kamu menemukan seseorang yang layak untuk dipertahankan, jangan pernah melepaskannya. Ikuti jalanmu sendiri, kemanapun dia akan membawamu.� –Stanley Uris (It: Chapter Two)

t: Chapter Two adalah film horor supernatural yang dirilis tahun 2019. Film ini merupakan sekuel dari It tahun 2017. Penonton yang disuguhi oleh film ini akan terasa sulit apabila tidak menonton seri sebelumnya. Film ini disutradarai oleh Andy Muschietti dan sebuah skenario oleh Gary Dauberman. Film ini menampilkan persahabatan antara Bill, Mike, Beverly, Ben, Richie, Eddie, dan Stanley di sebuah daerah bernama Maine, Derry. Melalui persahabatan itu pula, mereka pun berkumpul kembali demi menghadapi teror yang mencekam. Ketika mereka masih kecil, Kelompok Pecundang (nama persahabatan mereka) sempat diteror oleh Pennywise, badut seram pengganggu dan pembunuh manusia di Derry. Setelah 27 tahun, kedamaian di Derry kembali terusik dengan sejumlah kematian misterius. Pennywise kembali meneror kota tersebut. Kisah diawali dengan Don Hagarty menyaksikan kekasihnya, Adrian Mellon, terbunuh oleh Pennywise di pinggiran sungai setelah dilempar oleh sekelompok remaja homofobia dari atas jembatan. Kejadian tersebut akhirnya mendorong Mike untuk memanggil Kelompok Pecundang agar kembali ke Derry. Hal ini tak terlepas karena ikatan janji yang pernah mereka ikrarkan untuk membunuh Pennywise di masa lalu. Tidak mudah untuk menyatukan mereka kembali, sebab adanya rasa trauma masa lalu yang menyelimuti para anggota Kelompok Pecundang. Di dalam perjalanan menuju ke Derry, semua kenangan masa kecil mereka perlahan menghantui benak mereka. Mereka mengawali nostalgia dengan pertemuan makan malam di sebuah restoran Cina. Saat itu Mike mulai membantu teman-temannya mengingat kembali janji masa kecil, di sisi lain mereka tersiksa oleh halu-

sinasi. Halusinasi yang dialami pun membuat mereka merasa takut dan tidak mau untuk bergabung kembali demi menepati janji masa kecil. Tetapi Mike tidak putus asa, dengan berbagai pendekatan yang dilakukan akhirnya semua setuju untuk bergabung. Terdapat hal unik ketika menyaksikan film ini. Berdekatan dengan waktu rilis film ini di bioskop, sedang terjadi demo besar-besaran di Indonesia. Aksi demo tersebut mengusung nama #ReformasiDikorupsi. Sebuah demo yang mempertanyakan kembali kebijakan pemerintah yang dianggap mencederai nilai-nilai reformasi. Padahal seperti yang kita ketahui, perjuangan memperoleh reformasi pemerintahan merupakan hasil dari pertarungan besar melawan rezim Orde Baru. Pertarungan yang mencapai puncaknya pada 21 tahun lalu dan mengantar akan terciptanya rezim demokratis di Indonesia. Meski tidak secara langsung, film ini dapat dikaitkan dengan sejarah yang telah dialami oleh Indonesia kala itu. Indonesia pernah memiliki sejarah kelam ketika masa Orde Baru berkuasa selama 32 tahun, di mana penguasa yang otoriter selalu berlaku sewenang-wenang terhadap warganya. Dengan kepercayaan dan persatuan antara masyarakat dan mahasiswa, maka mereka turun ke jalan untuk menuntut reformasi dan menumbangkan pemerintahan yang otoriter. Betul saja setelah demo besar-besaran yang dilakukan masyarakat dan mahasiswa, pemerintah tersebut tumbang. Akan tetapi bertahun-tahun kemudian tepatnya pada tahun 2019, eksistensi nilai-nilai reformasi tersebut mulai terancam. Dimulai dengan

rencana disahkannya beberapa Rancangan Undang-Undang (RUU), mulai dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga adanya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. RUU-RUU tersebut mendapat tentangan keras dari berbagai kalangan dan mencapai puncak kala disahkannya UU KPK yang justru dinilai melemahkan institusi tersebut. Padahal menurut sejarahnya, semangat anti korupsi yang diusung KPK merupakan salah satu bentuk dari keberhasilan reformasi. Belum lagi ditambah dengan kasus-kasus lain seperti, konflik di Papua serta lengahnya pemerintah da-

lam menangani isu pembakaran hutan di Kalimatan dan Sumatera. Gabungan dari keadaan-keadaan tersebut kemudian menuntun pada terjadinya aksi besar-besaran di berbagai kota di Indonesia. Puncaknya ialah di Senayan kala ribuan mahasiswa membanjiri jalanan dan mencoba masuk ke gedung DPR RI. Pada gerakan ini pula, isu tentang kembalinya rezim yang tidak demokratis mulai membanjiri benak masyarakat. Menurut hemat Penulis, kem-

Keadilan Post Edisi Magang 2019 15


kerumitan dari skenario yang terlalu sering menampilkan transisi dua waktu, yaitu masa lalu dan kini. Sehingga menjadikan jalan cerita terasa membosankan di pertengahan mengingat durasi yang panjang. Kemudian, korelasi antara kompleksitas dengan panjangnya durasi film tersebut menjadikan penonton harus sigap dan cepat dalam memahami. Hal ini menjadi pemahaman yang sulit bagi

“

Ketika kalian tidak menepati luka janji di tangan, maka kalian telah membuka pintu-pintu ketakutan

“

balinya Pennywise setelah 27 tahun menghilang dapat menjadi metafora dari keadaan saat ini. Sifat Pennywise yang suka meneror anak kecil nampak mirip dengan penguasa kejam yang kebijakannya tidak ramah pada rakyat biasa. Sedangkan Kelompok Pecundang dalam cerita ini dapat menjadi simbol dari bersatunya berbagai elemen masyarakat setelah lama terpisahkan. Pada akhirnya, Kelompok Pecundang mampu mengalahkan ego dan menyatukan kekuatan untuk benar-benar menaklukkan Pennywise. Sedangkan masyarakat yang melakukan demo saat itu, berhasil membuat ditundanya RUU KUHP dan RUU Pertanahan. Meski sedikit berbeda, karena di akhir dari gerakan masyarakat kala itu, persatuan mulai meredup. Masyarakat mulai kurang yakin sampai batas manakah mereka harus mengawal reformasi yang katanya dikorupsi. Sehingga berbeda dengan kisah It: Chapter Two, pada #ReformasiDikorupsi sulit buat ditentukan siapa pemenangnya. Apakah rezim penguasa yang bangun dari tidur panjangnya atau masyarakat yang bersatu? Di balik keseruan ceritanya, sebenarnya film ini memiliki beberapa kekurangan. Salah satunya ialah

penonton awam. Akan tetapi banyak pula kelebihan film ini. Yakni terkait pesan mengenai bagaimana eratnya persahabatan dapat saling melengkapi dan mendukung untuk tidak mudah berputus asa. Film ini berhasil menampilkan persahabatan yang kuat antar karakter. Peristiwa yang dihadapi para karakter dalam film ini, masih

berhubungan dengan masa lalu mereka. Penulis naskah, Gary Dauberman, cukup jeli mengangkat konflik yang personal untuk masing-masing karakter, sekaligus tak mudah ditebak. Dari segi cerita, teror yang ditampilkan nampak semakin mencekam karena didukung oleh akting yang baik dari para aktor. Adegan-adegan seram juga didukung oleh perpaduan grafis yang menarik tapi tak berlebihan. Bagi penonton yang tidak terbiasa dengan menonton genre horor, film ini dianjurkan karena tidak terlalu sadis dan menegangkan. Film ini memberi pesan tersirat bahwa perjuangan akan membawa pada hasil yang baik ketika kita percaya semua pasti bisa diatasi. Sebesar dan sekuat apapun kekuatan jahat yang menimpa suatu negara, jika masyarakat bersatu pasti rezim jahat bisa dikalahkan. Selain itu, film ini mengandung pesan bahwa masing-masing individu mempunyai rasa takutnya sendiri, maka apapun rintangan yang dihadapi di depan mata harus tetap dihadapi sehingga lambat laun dapat terkikis.

Ilustrasi oleh: Erlang/Keadilan

16

Keadilan Post Edisi Magang 2019


AKSARA

Profesi Beristana Oleh: Muchammad Kawtsar

Ilustrasi oleh: Geary/Keadilan

K

ehadiran pagi yang diiringi pekikan suara ayam membuat Ibrahim terbangun. Waktu menunjukkan pukul lima pagi, tanda ia ha- rus segera mengambil wudu dan membangunkan istri serta anaknya. Sehabis salat subuh dan meminta restu dari-Nya, Ibrahim bergegas mempersiapkan diri, mengambil topi jerami serta cangkul yang menemaninya dalam berprofesi sebagai seorang Petani. Baginya, kehadiran pagi yang hangat adalah cerminan bahwa istana kedua telah menunggu untuk dikunjungi. Istana kedua tersebut adalah sawah yang telah ia rawat sejak ayahnya masih hidup. Kini, sawah itu telah diwariskan kepadanya, sehingga ia mempunyai beban amanah yang harus ditanggung. Setelah sarapan bersama dengan istri dan anak perempuan yang ia sayangi, Ibrahim pergi keluar menuju sofa kayu yang berada di depan rumah, memakai sandal jepit hitamnya serta menurunkan standar sepeda untuk dipakai berkendara menuju Sekolah

dan sawah. Sebelum pergi, ia tak pernah lupa untuk meminta doa dari sang istri agar hari-hari yang dilewati selalu mendapatkan berkah dari Yang Maha Kuasa. Istrinya juga tak pernah lupa mendoakan serta memberikan serenteng kotak bekal untuk Ibrahim makan ketika matahari tepat berada di ujung kepala. Perjalanan mengarungi hari pun dimulai dengan mengantarkan anak perempuannya ke sekolah, kemudian dilanjutkan dengan mengayuh sepeda menuju sawah. Sesampainya di sawah, ia tak pernah langsung mulai bekerja. Biasanya ia akan duduk di sebuah gubuk kecil tanpa tembok, menyetel radio usang, dan menikmati senandung nada yang keluar dari dalam mesin tersebut sembari memandang keindahan sawah yang telah dirawat selama ini dengan sebaik-baiknya. Ketika waktu mulai menunjukkan pukul delapan pagi, barulah ia mulai meletakkan cangkul dipundak serta bergegas berjalan melewati jalan-jalan setapak nan sudah

disusun sambil berdoa dan mengucap syukur dalam hati atas nikmat Tuhan yang telah dicucurkan. Ibrahim kemudian melihat secara teliti satu per satu padinya, jika tumbuh subur dengan baik, maka ia akan tersenyum dan kembali memberikan perawatan. Akan tetapi, jika kemudian dilihat padi tersebut layu dan gagal untuk meneruskan manfaatnya, maka Ibrahim akan bersedih. Ia pun mencabut serta menggantinya dengan bibit baru beserta harapan bisa menghasilkan padi yang tumbuh subur dan sehat. Walau terkadang tidak semua padi bisa melewati fase pertumbuhan dengan baik, rasa sedih yang timbul dari hatinya tetap mampu membangkitkan rasa semangat Ibrahim untuk lebih baik lagi dalam menanam serta merawat. Tak lupa juga, ia selalu menanamkan bibit-bibit baru ke dalam petakan kosong yang belum ditumbuhi oleh padi. Hal ini dilakukan sembari menunggu padi-padi yang lain tumbuh. Saat matahari rasanya sudah berada tepat

Keadilan Post Edisi Magang 2019 17


ayahnya tersebut. Setelah menjemput, mereka berdua pulang sambil bercerita mengenai kegiatan-kegiatan yang sudah dilalui oleh sang anak perempuan. Suka duka yang dilewati oleh sang anak tetap diapresiasi dan diberi semangat oleh Ibrahim untuk tetap memahami makna hidup di dunia ini. Rumah pun sudah di depan mata, ia segera memarkirkan sepeda dan masuk ke dalam rumah dengan hadirnya sambutan hangat dari sang istri. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam,

“ Ibrahim yakin bahwa Tuhan

selalu menyertai dalam setiap kegiatan yang dilakukan serta tidak akan membiarkan hambanya melalui cobaancobaan yang berat diluar batas kemampuan,

“

di pucuk kepala, ia memberhentikan pekerjaan dan berjalan kembali menuju gubuk. Sesampainya di gubuk, ia mulai membuka renteng nasi, memilah-milah antara lauk satu dengan yang lain, kemudian berdoa dan menyantap bekal dari sang istri. Selesai makan, ia kemudian berwudu dan melaksanakan salat zuhur di gubuk. Ketika salat sudah selesai dilakukan, maka ia segera kembali ke pekerjaannya hingga senja pun mulai berakhir untuk memanjakan mata-mata manusia. Ibrahim mengayuh kembali pedal sepeda menuju rumah teman lamanya. Kebetulan pula rumah itu dekat dengan sekolah anak perempuannya, sehingga saat pulang, anaknya akan menumpang terlebih dahulu di sana. Sudah lama ia menitipkan anaknya di sana, dikarenakan jarak rumah dengan sekolah sangatlah jauh dan tidak memungkinkan bahwa anaknya akan berjalan kaki, maka salah satu langkah terbaik adalah dengan menitipkan anaknya di sana. Anaknya tidak nakal, dia sangat sopan dan santun serta rajin membantu pekerjaan-pekerjaan rumah, sehingga sangat membantu teman

tanda Ibrahim harus segera beristirahat mengingat esok harinya ia akan kembali menjalani siklus rutinitas yang sama. Menjadi Ibrahim yang berprofesi sebagai petani tidaklah mudah, walau dengan mengambil pilihan tersebut

akan memperoleh istana tersendiri. Berbagai tantangan-tantangan tiada henti menghampiri. Bahkan dengan lamanya proses pertumbuhan padi ia pernah ditawari sebuah bibit yang dapat mempercepat pertumbuhan, akan tetapi ia menilai bahwa zat tersebut justru tidak menjadikan tumbuh subur dan sehat. Karena baginya, padi diolah untuk bisa memberikan manfaat serta kesehatan bagi makhluk hidup yang mengonsumsi. Akibat penolakan yang dilakukan itu, tak jarang ia mendapat hinaan, kecaman, bahkan kerusakan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. Cobaan terhadap gagalnya padi untuk tumbuh juga menjadi sebuah penekanan tersendiri bagi Ibrahim. Akan tetapi, sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dalam kondisi dan situasi apa pun haruslah bersabar serta tetap berdoa. Ibrahim yakin bahwa Tuhan selalu menyertai dalam setiap kegiatan yang dilakukan serta tidak akan membiarkan hamba-Nya melalui cobaan-cobaan yang berat di luar batas kemampuan.

Ilustrasi oleh: Geary/Keadilan

18

Keadilan Post Edisi Magang 2019


KARIKATUR

Keadilan Post Informatif, Komunikatif, Aspiratif

PELINDUNG: PEMIMPIN UMUM LPM KEADILAN

PIMPINAN REDAKSI: IMROATUR ROHMATILLAH

DESAIN DAN FOTO: ERLANG WAHYU SUMIRAT GEARY ABIMANYU S. P. ANISA ‘IZZATI DEWANTI AJENG SAFITRI EVA WIDYASTUTI ANANG RAFLI MAHESA TARISKA SALSABILA* KHALIF RAIHAN SOVANO* ALIZA INOVA MAULANA*

SEKRETARIS REDAKSI: IMRO’AH QURROTUL ‘AINI

REPORTER: SELURUH REDAKSI MAGANG

PENANGGUNG JAWAB: PIMPINAN REDAKSI LPM KEADILAN

REDAKTUR: MUCHAMMAD KAWTSAR PUTRI ARIYANTI VANIA LUTFI SAFIRA E. YOLANDA ERONISA S. AHMAD WILDAN HAVAZA AKHIRUDDIN S. LUBIS DEWI IRAWATI ANGGA SAPUTRA FARHAN SYAHREZA MUHAMMAD SYUKRON ILHAM

Keadilan Post Edisi Magang Diterbitkan Oleh LPM Keadilan

JL. TAMAN SISWA 158 YOGYAKARTA HP +6282134344244 Website: www.lpmkeadilan.org Instagram: @lpmkeadilan Facebook: LPM Keadilan Twitter: @LPMKeadilan Email: lpmkeadilanfhuii@yahoo.co.id Line: @rjn3117b

Keadilan Post Edisi Magang 2019 19



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.