Keadilan Post
Edisi Januari 2017
Informatif, Komunikatif, Inspiratif
Isu-Isu, Kini Hanya Pilihan dan Reaksioner
D A Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh R I Salam sejahtera bagi kita semua
Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT dan shalawat serta salam tercurah untuk baginda Nabi Besar Muhammad SAW atas terbitnya Keadilan Post edisi Januari 2017. Kami berupaya menyajikan informasi yang aktual dan berimbang bagi K pembaca sekalian di awal tahun ini. Tak lupa kami haturkan terimakasih kepada seluruh narasumber yang bersedia meluangkan A waktunya dan berpartisipasi dalam penggarapan Keadilan Post edisi ini. M Kami membuka peluang kepada mahasiswa, dosen, maupun segenap pembaca untuk mengirimkan tulisan berupa Surat I Pembaca, Opini, Artikel, Cerita Pendek, dan Puisi kepada Redaksi LPM Keadilan, berupa permasalahan di lingkup Universitas Islam Indonesia dan sekitar Daerah Istimewa Yogyakarta. Atas nama LPM Keadilan, kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kekeliruan dalam terbitan ini. Kami selalu membuka ruang kritik dan saran sebagai bahan koreksi untuk terbitan berikutnya. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
E D I T O R I A L
Sudah 71 tahun berdiri, kini nama Universitas Islam Indonesia (UII) telah berkembang pesat menjadi salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Sejak didirikan pada 8 Juli 1945 dengan nama Sekolah Tinggi Islam (STI), UII tidak hanya bertujuan sebagai ‘industri’ pendidikan saja. Namun lebih jauh UII didirikan untuk memberikan pendidikan tinggi Islam, sehingga dapat melahirkan orang-orang yang berguna bagi masyarakat di kemudian hari. Adanya UII sendiri juga sebagai bukti akan kesadaran berpendidikan bagi masyarakat pribumi, karena pada saat itu pendidikan tinggi adalah milik Kolonial. Hal ini sesuai dengan cita-cita beberapa tokoh nasional saat itu untuk mendirikan UII. Pembukaan buku Sejarah dan Dinamika Universitas Islam Indonesia menjelaskan beberapa hal yang menjadi alasan didirikannya UII. Seperti, “UII bukan hanya sebagai lembaga pendidikan yang hanya menjalankan proses pendidikan, tetapi juga ingin melakukan pembelajaran terhadap bangsanya pada tingkatan perguruan tinggi”. Oleh karena itu adanya UII tidak hanya bermanfaat bagi mereka yang mengenyam pendidikan di sana, tetapi lebih luas, bahwa output yang dihasilkan dari lahirnya UII dapat memberikan kebaikan untuk masyarakat. Kita tahu perkembangan UII saat ini tidak bisa terlepas dari peran lembaga mahasiswa yang ada di dalamnya. Berawal dari Senat Mahasiswa STI pada 1946, Himpunan Mahasiswa Islam pada 1947, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa sebagai lembaga legislatif dan Dewan Mahasiswa sebagai lembaga eksekutif di tahun 1950. Kemudian Badan Koordinasi Kemahasiswaan sebagai lembaga legislatif dan Koordinatoriat Unit Aktivitas sebagai lembaga eksekutif pada tahun 1978. Selanjutnya, Dewan Permusyawaratan Mahasiswa dan Lembaga Eksekutif Mahasiswa serta Badan Perwakilan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa Fakultas di tingkat fakultas mulai tahun 1993. Namun pada tahun 1998 terjadi perubahan nama lembaga di tingkat fakultas, Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas serta Lembaga Eksekutif Mahasiswa. Selain itu masih ada peran aktivisme mahasiswa melalui jalur pers, di antaranya Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Muhibbah—pada tahun 1980 berubah menjadi Himmah—serta LPM tingkat fakultas seperti LPM Keadilan dan LPM Ekonomika. Peran serta lembaga kemahasiswaan saat itu sangatlah ‘masif ’, terlihat dari arah gerak dan semangat mereka dalam semarak mahasiswa sebagai agen perubahan. Tidak hanya fokus terhadap isu orde baru yang menjadi musuh bersama, isu-isu regional juga turut menjadi perhatian. Terlihat pada akhir 1980-an saat menggarap isu-isu kerakyatan, seperti keterlibatan mereka dalam menangani kasus penentangan pembangunan Waduk Kedung Ombo di Jawa Tengah. Selain itu, permasalahan internal kampus ketika mengusut kasus dugaan korupsi yang dilakukan rektorat dalam pembangunan kampus ‘Antara’ yang memakan korban jiwa dengan meninggalnya Slamet Saroyo sebagai ketua tim penyelidik pembangunan, serta pembelian lahan untuk kampus UII terpadu di Kaliurang. Kini setelah melewati berbagai terpaan berat, dalam perjalanannya pergerakan mahasiswa hanya sekadar sebagai ajang eksistensi dari ‘kampus perjuangan’ sendiri. Terlihat dari pergerakan lembaga mahasiswa saat ini, isu-isu yang diangkat dan berlanjut menjadi aksi tanpa ada pengawalan lebih lanjut. Kebanyakan dari aksi yang dilakukan hanyalah aksi reaksioner terhadap permasalahan elite yang terjadi di kancah nasional. Adanya isu regional seperti penggusuran masyarakat Parangkusumo karena upaya pelestarian gumuk pasir, perlawanan masyarakat Samin di lereng pegunungan karst Kendeng di Pati terhadap pembangunan pabrik semen, penolakan masyarakat Kulon Progo atas pembangunan bandara, hanya dilakukan oleh segelintir mahasiswa saja. Urgensi dari isu lokal tampak kalah bersaing dengan isu-isu nasional seperti halnya pelemahan lembaga anti rasywah Komisi Pemberantasan Korupsi dan permasalahan pendidikan, ataupun permasalahan kampus yang dinilai lebih berdampak pada mahasiswa. Menyadur pada penjelasan sejarah UII yang terdapat dalam website-nya, di akhir tulisan terdapat kutipan Bung Hatta pada saat peresmian UII, “...di Sekolah Tinggi Islam ini akan bertemu agama (religion) dengan ilmu (science) dalam kerja sama yang baik untuk membantu kesejahteraan masyarakat...” Kesejahteraan masyarakat memang menjadi poin penting dalam pergerakan mahasiswa. Ihwal ruang lingkup isu regional maupun nasional, mahasiswa saat ini harus paham akan arah gerak mereka. Permasalahan apa yang lebih urgen untuk dibela, sehingga dampak dari adanya suatu aksi dapat lebih dirasakan oleh masyarakat, sesuai dengan tujuan berdirinya kampus ini.
2
Keadilan Post Edisi Januari 2017
F O K U S U T A M A
Kampus Perjuangan, Menara Gading Pergerakan Mahasiswa! “Dia menjadi sangat elit, lepas dari akarnya. Apa yang dibicarakan dan apa yang dilakukan tidak lagi dirasakan manfaatnya oleh mayoritas masyarakat kelas bawah, memang besar Dia bicara atas nama ‘rakyat’, tetapi rakyat yang dibicarakan ini tidak tahu apa-apa, kita putus komunikasi dari mereka,...” − Amir Effendi Siregar dalam Buku Mahasiswa Menjawab Kemandekan. Oleh : Ade Putra Febrianto Harahap
Ilustrasi Oleh : Zein/Keadilan
• Aunur Rohim Faqih selaku Dekan FH UII menemui mahasiswa yang melakukan aksi terkait cuti bersama para karyawan dan dosen (21/11).
Tamansiswa-Keadilan. Kampus perjuangan yang merupakan julukan Universitas Islam Indonesia (UII), diberikan karena gigihnya perjuangan pendiri dan pendahulu UII. Hal itu dilakukan dalam rangka mendukung perjuangan yang dilakukan para pahlawan dalam memerdekakan bangsa Indonesia. Menanggapi makna kampus perjuangan, Suparman Marzuki, Dosen Fakultas Hukum (FH) UII menuturkan, “Kampus perjuangan karena di kampus ini dirumuskan, dibangun visi sebagaimana visi di UII itu citacitanya melakukan ulil albab”. Maksud ulil albab adalah cendekiawan yang terus memperjuangkan kebenaran tanpa henti. Perjuangan bukan hanya tercermin dari usaha mahasiswa, tetapi juga oleh seluruh akademisi UII. Bergerak dan berjuang sesuai dengan posisi serta perannya masing-masing yang membuat UII juga sering disebut ‘kampus yang tidak pernah tidur’. Dia menambahkan, “Tidak pernah tidur memikirkan bagaimana mencapai kebenaran, keadilan.” Mohammad Agus Maulidi, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM)
FH UII berpandangan bahwa kampus ini Berbeda dengan Agus dan didirikan oleh pejuang-pejuang bangsa. Meika, Syarif Nurhidayat selaku Namun makna kampus perjuangan Dosen FH UII mengatakan bahwa tidak hanya sebatas pada pendiri UII, kampus perjuangan ialah pengtetapi juga dinamika di dalamnya. Selain gambaran yang dilakukan oleh itu, menurut Agus, alumni-alumni UII civitas akademika serta alumni dalam memiliki peranan penting, karena nilai membela hak-hak masyarakat. Hal juang dan integritas yang tinggi. Me- itulah yang menjadi pembeda UII ngutip pernyataan Mahfud MD dalam dari kampus-kampus lain. Karena suatu seminar, Agus mengatakan, “UII orientasi yang diberikan UII tibesar karena mahasiswanya, artinya dak terbatas pada pengetahuan keterlibatan mahasiswa memang keilmuan, melainkan ideologi. besar di situ.” Ni’matul Huda, Sependapat dengan Dosen FH UII menuAgus, Meika Arista, turkan, “Perjuangan Mahasiswa FH UII dalam arti yang besar angkatan 2014 meadalah perjuangan nuturkan bahwa mencetak kaderkampus perjuangan kader atau calonerat kaitannya dengan calon pemimpin pendiri dan pendahulu yang bisa memperUII. Namun makna juangkan aspirasi kampus perjuangan timasyarakat”. Bahwa dak hanya sebatas pada kampus perjuangan usaha yang dilakukan paadalah idealita yang ra pendahulu, “Seharusnya kan • Meika Arista ingin dibangun oleh pendiri perjuangan itu kan terbangun terus UII. Mahasiswa seharusnya tidak menerus, ada generasi di angkatan-ang- hanya berkutat pada permasalahan katan bawahnya,” ujarnya. nasional, namun juga regional.
Keadilan Post Edisi Januari 2017
3
Dengan memerhatikan masalah sekitar dan bukan terbawa situasi nasional yang belum jelas permasalahan sebenarnya. “Jangan sampai apa yang ada di depan kita, kita nggak ngerti persoalan itu,” jelas Ni’matul. Demisioner Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) FH UII, Dipo Septiawan mengakui, “Pada saat itu ada isu yang benar-benar urgen kita lakukan, pertama aksi badan wakaf ”. Dia menambahkan bahwa pada periode 2015 sampai 2016 belum ada pembahasan mengenai isu dalam lingkup regional, pengawalan hanya sebatas momentum yang bersifat reaksioner. Sedangkan permasalahan agraria saat itu berbenturan dengan ihwal badan wakaf yang lebih dirasakan oleh mahasiswa. Periode yang begitu singkat menjadi dalih dalam melakukan pengkajian permasalahan. “Cuman untuk pengkajian satu tahun itu, di samping periode yang begitu singkat, sehingga kita tidak banyak bisa berbuat,” ujarnya. Berbeda dengan Dipo, Ardiansyah Maulana Mutaqin Ketua DPM FH periode lalu mengatakan sempat mengawal isu Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) di Yogyakarta. Implementasi atau alokasi Gepeng tidak sesuai Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis, membuat permasalahan ini penting untuk dikawal. Selain permasalahan Gepeng, dia juga mengawal kasus pertanahan di Parangkusumo, yang ditransformasikan
kepada DPM FH periode selanjutnya, “Untuk fokus mengkaji Minerba di dikarenakan masa jabatannya selesai. daerahnya masing-masing ataupun Mi Di samping itu, Ardiansyah sen- nerba di tanah nasional,” ungkapnya. diri mengakui bahwa dia tidak meng- Pembahasan mengenai isu regional yang ajak mahasiswa secara umum akan dikawal belum ada hingga melainkan secara persosaat ini. LEM mendanal. Demisioner DPM pat rekomendasi dari itu menyayangkan Lembaga Bantuan kurangnya respon Hukum Yogyakarmahasiswa terhadap ta serta Lembaga ajakan yang dilakuKonsultasi dan Bankan LEM mautuan Hukum FH pun DPM melalui UII untuk mengamimbar orasi— wal isu agraria yang depan LEM. “Ya ada di Yogyakarta. paling cuma dilihatin “Itu sifatnya hanya reaja, dilihat-lihat gitu aja,” komendasi, jadi akan kami • Muhammad ungkapnya. godok dulu,” tuturnya. Rasyid Ridho Agus mengatakan bahwa belum Menanggapi rekomendasi yang ada diskusi regional yang diadakan DPM diterima LEM, Dipo mengatakan maupun LEM, “Kalau DPM dan LEM bahwa permasalahan agraria yang ada belum, LEM lagi sibuk raker (rapat di Yogyakarta juga penting, namun kerja) dalam satu minggu ini mereka dianggap begitu konkrit dan kompleks masih raker”. Sejauh ini baru kerjasama untuk dijadikan titik fokus. Masih banyak dengan beberapa organisasi eksternal kasus penting yang harus diperhatikan seperti Gerakan Mahasiswa Nasional seperti perekonomian, pendidikan, Indonesia, Pergerakan Mahasiswa Islam dan penistaan agama. “Coba cari isuIndonesia, Himpunan Mahasiswa Islam, isu reaksioner, supaya meningkatkan serta Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim bargaining lembaga itu sendiri,” ujarnya. Indonesia. Selanjutnya permasalahan Peraturan Ketua Umum LEM FH UII, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Muhammad Rasyid Ridho, mengata- (Dikti) dianggap lebih berpengaruh kan bahwa periode ini—2016 sampai terhadap mahasiswa, meskipun terlalu 2017—telah dirancang program jangka pragmatis untuk dipersoalkan. “Karena pendek, menengah, dan panjang. Sesuai ruang lingkupnya benar-benar dibatasi Musyawarah Nasional LEM Hukum oleh Dikti,” ucapnya. Indonesia yang diadakan di Universitas Mengenai urgensi isu nasional Cenderawasih Jayapura, Mineral dan atau regional, Ni’matul memandang Batu bara (Minerba) lingkup nasio- bahwa tidak ada masalah untuk ikut nal dan regional menjadi perhatian. berkontribusi dalam isu nasional. Namun, terkait kapasitas kita sudah layak atau tidak untuk membahas isu nasional juga harus diperhatikan. Bila dilihat, isu lokal atau regional jauh lebih penting, karena permasalahan regional yang tidak terselesaikan akan berdampak ke nasional. Jadi, jika ingin bicara soal isu nasional juga harus paham terkait isu regionalnya. “Razia anak jalanan itu ternyata bisa berimbas ke nasional karena kemudian lahir kebijakan,” tambahnya. Penyelesaian isu-isu seputar Yogyakarta akan muncul ke nasional apabila dituntaskan dengan serius. “Yang bagus itu kan yang mengakar, sehingga kalo dilanjutkan periode berikutnya tinggal di mana lagi yang Zein/Keadilan belum,” ujarnya. Aksi longmarch Keluarga Mahasiswa UII pada hari HAM sedunia yang mengangkat solidaritas Meika menyampaikan bahwa
• Aceh sekaligus permasalahan agraria (10/12).
4
Keadilan Post Edisi Januari 2017
Dimas/Keadilan • Suparman Marzuki, Dosen FH UII, memberikan pandangannya terkait makna perjuangan mahasiswa saat ini (15/12).
mahasiswa FH UII kurang responsif terhadap permasalahan aktual. “Mereka kayak cuman membahas hal-hal yang kurang substantial. Misalnya contoh kemaren itu ya, yang tentang dosen piknik—cuti dua tahunan,” ucapnya. Permasalahan tersebut juga perlu untuk diperhatikan, namun tetap tidak mengabaikan isu yang lebih substansial.
Mahasiswa fakultas hukum seharusnya tidak sekadar melakukan aksi lalu berakhir, namun ada upaya tindak lanjut untuk masalah tersebut. Suparman menambahkan, “Nah, Saya melihat gerakan mahasiswa fakultas hukum ini grambyang nggak karukaruan. Semua isu dikejar sama dia, yang penting gengsi”. Banyak masyarakat
sekitar merasakan ketidakadilan yang dilakukan oleh negara, khususnya penegak hukum. Era ini tidak lagi terlalu dipusingkan dengan persoalan politik dan otoriter negara. Maka dari itu arah perjuangan harus diubah, karena permasalahan yang ada sekarang jauh lebih luas dan kompleks. Pergerakan mahasiswa seharusnya lebih fokus di permasalahan hak-hak masyarakat. Di lain sisi, Syarif Nurhidayat mengatakan bahwa mahasiswa seharusnya tidak akan kehabisan topik untuk dibahas. Masalah yang dihadapi sekarang adalah konsistensi dalam mengawal isu tersebut hingga selesai. “Kan sekarang budayanya rame selesai, kita nggak punya ketahanan yang cukup untuk konsisten,” tutur Syarif. Seharusnya mahasiswa bersikap objektif dan memiliki keberpihakan yang jelas. Menjadi mahasiswa bukan tentang keluar kelas ikut aksi, tetapi mampu menyelesaikan situasi sulit. Reportase bersama: Aisyah Humaida, Dimas Aulia R., Fajrul Umam A.R., Sehabuddin Ardiansyah, Moh. Zein Rahmatullah
K A R I K A T U R
Keadilan Post Edisi Januari 2017
5
L I P U T A N
Trotoar Menjadi Lahan Parkir, Pejalan Kaki Menyingkir Penggunaan trotoar yang menjadi lahan parkir seolah-olah telah menjadi hal biasa. Ketika jumlah pengendara bermotor terus bertambah seiring dengan tidak tercukupinya tempat parkir, menjadi penyebab dari pengalihan fungsi area pedestrian. Oleh: Tiara Robiatul Adawiyah
tidak menanyakan identitas lebih lanjut tentang pemberi keterangan tersebut. Elanto juga meng-crosscheck ke pihak UII, “Aku juga minta untuk ketemu dengan siapapun atasan yang ditemui. Mereka kemudian tidak mau mengantarku masuk karena alasannya mereka belum datang (karena masih jam setengah sembilan pagi),” jelasnya. Saat diminta klarifikasi Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Yogyakarta mengenai tindak lanjut dari laporan tersebut, Lukman Hidayat, Kepala Seksi Optimalisasi Perparkiran mengatakan bahwa pihaknya tidak pernah memberi izin untuk parkir di area pejalan kaki. “Katakanlah nanti ada sarana parkir Fahmi/Keadilan di trotoar, kita akan coba manggil du• Siswi SMP saat berjalan melewati tempat parkiran yang seharusnya menjadi lahan untuk pejalan lu kepada UII, apalagi di sana ada kaki di gedung Pascasarjana FH UII (24/12). majelisnya. Jadi kita mohon perhatian, D.I. Yogyakarta-Keadilan. Gedung itu ya. Dulu mungkin hanya cukup sisi untuk bisa parkir di wilayahnya,” pungPascasarjana Fakultas Hukum Univer- sini sudah mencukupi, lalu sekarang kasnya. sitas Islam Indonesia (FH UII) me- makin banyak itu jadi tegel itu kepake,” Gedung Pascasarjana FH UII miliki tanah dengan luas terbatas dan ujar Agus. Penyediaan parkir tersebut berada di sebelah timur Sekolah Memahasiswa dengan jumlah yang be- bukan hanya dipakai oleh mahasiswa nengah Pertama Negeri 8 Yogyakarsar, terletak di pusat kota, di Jalan Pascasarjana UII, namun juga untuk ta. Favian Afrheza Fattah merupakan Cik di Tiro. Awalnya bertempat di umum. siswa kelas IX di sekolah tersebut, Jalan Taman Siswa, dipindahkan ka- Sementara itu, Elanto mengatakan bahwa dia sudah tiga rena terjadi gempa pada tahun 2006, Wijoyono sebagai penggiat tahun melewati jalan di demembuat pascasarjana menempati ruang publik, ditemui pan pascasarjana saat henbangunan milik Badan Wakaf (BW) di Combine Resource dak pulang dan selalu hingga saat ini. Namun, penempatan- Institution, memberidipenuhi oleh motor nya hanya sementara, sesuai dengan kan komentar bahwa yang parkir. Dia jupenuturan Agus Triyanta selaku Ketua fungsi trotoar diguga tidak mengetahui Program Studi (Kaprodi) pascasarja- nakan untuk pejalan terkait perlindungan na, “Sebenarnya pindahnya sementara. kaki, bukan lahan hak bagi pejalan kaNah, karena fakultas hukum rusak, di- parkir. Masalah troki ketika ditanyai. bangun pasca (pascasarjana) pindah di toar ini merupakan “Nggak tau, tapi kalo sini,” ujarnya. fenomena yang sangat dipikir-pikir sih harus Sempitnya lahan Pascasarjana rumit. “Sekarang kita nya ada,” jelasnya. FH UII berbanding terbalik dengan bicara trotoar tidak hanya Sementara itu, salah jumlah mahasiswa maupun pengunjung fungsi, tapi juga kenapa bisa • Elanto Wijoyono satu pengguna lahan parkir yang yang menggunakan kendaraan ber- terjadi pelanggaran sih. Kok bisa ada ditemui saat menggunakan area pemotor. Mengakibatkan fungsi trotoar izin ini itu yang dikeluarkan, sementara destrian, Fiki Randi Aneke, memberikan beralih menjadi lahan parkir untuk me- seharusnya tidak,” ujarnya. alasan terkait parkir di trotoar, “Soalnya nampung kendaraan roda dua. Elanto juga menanyakan kepada kan kita parkir ada orang yang ngarahin Saat dikonfirmasi mengenai salah satu satpam yang berjaga mengenai buat parkir di sini”. Dia menekankan pengalihan fungsi trotoar menjadi tem- alasan lahan itu dijadikan area parkir. bahwa kalau tidak diarahkan untuk parpat parkir, Kaprodi mengatakan bahwa Satpam tersebut menjelaskan bahwa la- kir di trotoar, pastinya akan parkir di dahal tersebut sudah ada sejak pindah dari han yang dimaksud merupakan ruang lam area gedung. Jalan Taman Siswa. “Itu kan mestinya milik UII, karena sudah membayar Pihak pascasarjana sendiri beryang dilarang, itu yang ada tegelnya ke pemerintah kota. Sayangnya, dia upaya untuk mencari penyelesaian, be-
6
Keadilan Post Edisi Januari 2017
berapa perkuliahan akan dipindahkan ke kampus FH di Jalan Taman Siswa, namun terkendala persetujuan dari BW. Agus menambahkan, “Tapi kan yayasan enggak boleh, karena apa? Karena yayasan punya planning akan memindahkan fakultas hukum ke utara (kampus pusat).” Kaprodi Pascasarjana menjelaskan bahwa yang bertanggung jawab dalam hal sarana-prasarana adalah BW “Kalau prasarana tanggung jawab badan wakaf, memang itu statuta UII dan peraturannya mengatakan begitu,” tegasnya. Dia juga menambahkan bahwa yang seharusnya dipanggil oleh Dishub adalah BW, agar nantinya mereka yang menegur pihak pascasarjana. Terkait sarana-prasarana, pihak pascasarjana hanya berkontribusi untuk pembayaran listrik dan perawatan-perawatan lain. Saat ditemui terpisah, Endro Kumoro, selaku Sekretaris BW UII mengatakan pembelaannya terkait hal tersebut, “Orang bisa lewat di parkiran situ. Jadi kan di tengah ada jalan, untuk pejalan kaki toh trotoar itu? Iya bisa lewat, enggak menutup.” Sedangkan terkait penyediaan lahan parkir yang tidak memadai, Endro memberi komentar, “Ya mereka jangan bawa kendaraan kalau ke yayasan. Parkirnya kan ada di dalam, masih ada tempat”. Dia menambahkan bahwa jika parkiran di dalam penuh, tukang parkir akan mengatakan sudah tidak ada tempat lagi, agar pengendara motor
Putri/Keadilan
tidak parkir di trotoar. Untuk penambahan lahan parkir baru, Endro menyatakan bahwa tidak ada izin berupa surat yang ditujukan ke pihaknya. Pihaknya mengaku belum ada pembicaraan terkait kewenangan penambahan lahan parkir. Menanggapi pernyataan tersebut, Lukman menjelaskan bahwa masalah trotoar ini bukan hanya masalah peraturan yang harus ditaati. “Bahasa Sumateranya itu handergeni atau nama lainnya toleransi sesama pengguna jalan. Jadi, karena ironi sekali umpama nanti pejalan kaki di jalan ndilalah kenapa-kenapa, alasannya wah itu trotoar dipakai untuk parkir,” jelasnya.
ya akhirnya parkir di jalan. Ini kan jadi problem.” Dishub sebagai pihak pelaksana peraturan daerah tersebut, menegaskan bahwa fungsi trotoar memang untuk pejalan kaki. “Trotoar kan diperuntukkan bagi pejalan kaki. Jadi, kalau ada peruntukan lain, memang itu melanggar aturan yang ada,” ungkap Lukman. Sementara itu, saat dikonfirmasi soal teguran dari pihak Dishub, Endro mengatakan bahwa BW hanya dimintai data dan belum ada teguran. Yayasan pernah diundang ke sana, namun hanya diberi penjelasan. Terkait penertiban, dia menambahkan, “Ya nanti kalo dinas perhubungan melarang, ya udah yang Peraturan Mengenai Trotoar dilarang yang umum aja, nggak boleh Menurut Pasal 1 angka 8 Per- parkir situ.” aturan Walikota Yogyakarta Nomor Elanto menyampaikan, baik itu 62 Tahun 2009 tentang Perubahan lembaga sendiri maupun dari pemePeraturan Walikota Yogyakarta Nomor rintah kota, tidak ada inisiatif untuk 45 Tahun 2007 tentang Petunjuk melakukan perubahan di masing-maPelaksanaan Peraturan Daerah Kota sing pihak. “Pemerintah kotanya juga Yogyakarta Nomor 26 Tahun 2002 tidak serius menanggapi informasi, tentang Penataan Pedagang Kaki kemudian lembaga itu sendiri juga seLima, dijelaskan bahwa trotoar adalah perti tidak terjadi apa-apa,” ujarnya. Dia bagian dari jalan yang fungsi utamanya menegaskan jika ada indikasi pelangdiperuntukkan bagi pejalan kaki. garan, bukan kewenangan individu un Menurut Zairin Harahap, selaku tuk menindaknya. Warga hanya bisa meDosen Fakultas Hukum UII, trotoar ngabari, mengawasi, dan melaporkan merupakan fasilitas umum. Namun saat pada pihak yang berwajib. “Seharusnya ditanyakan pendapat mengenai masalah ketika kemudian pemerintah atau aparat Perparkiran, dia mengatakan, “Jadi ini mendapat laporan ini dari warga, ada sebenarnya saling mengait, misalnya tindakan proaktif dari mereka, tapi orang buka kampus nggak ada parkirnya, sampai sekarang nggak ada. Hampir setiap hari lewat sana ya situasinya seperti itu,” sesalnya. Dia juga berharap agar kejadian ini tidak berlanjut terus menerus. Di sisi lain, Favian juga mengharapkan adanya perlindungan bagi hak-hak pejalan kaki. Sejak kelas VII, dia sering melewati jalan tersebut ketika pulang Faluthi/Keadilan sekolah dan selalu dipenuhi oleh motor-motor yang parkir • Zairin Harahap, Dosen FH UII, memberikan di trotoar. “Ya trotoarnya, pendapat mengenai fasilitas umum (24/12). pokoknya nggak ada gangguan itu,” harapnya. • Endro Kumoro, ketika diwawancarai permasalahan lahan parkir Pascasarjana (24/12).
Reportase bersama: Paisal Salman A., Farzan Sirajuddin, Faluthi Faturahman, Putri Ayu P., Arrasyid Nurazmi, Fajri Nur I.
Keadilan Post Edisi Januari 2017
7
Keadilan Post Informatif, Komunikatif, Aspiratif
PEMIMPIN UMUM : MOH. ZEIN RAHMATULLAH SEKRETARIS UMUM : ARYO BUDI PRASETYO BENDAHARA UMUM : SEHABUDDIN ARDIANSYAH PEMIMPIN REDAKSI : FAJRI NUR IMAM REDAKTUR PELAKSANA KEADILAN POST : YUNIAR DWI ASTUTI REDAKTUR PELAKSANA KEADILAN ONLINE : FALUTHI FATURAHMAN DESAIN DAN FOTOGRAFI : DIMAS AULIA R., ARIF ROHMAN, INA RACHMA N., SEKAR SANTI N. EDITOR BAHASA : NURUL AULIA, AISYAH HUMAIDA, ADE PUTRA F.H., FARZAN SIRAJUDDIN, SYARIF AFIF, TEGAR DWI PERMATA, FAJRUL UMAM A.R., SRI DEVI A.F.
PIMPINAN LITBANG : M. ARIEL FAHMI STAF LITBANG: ARRASYID NURAZMI, AMIR MAKHRUF N., TIARA ROBIATUL A., PUTRI AYU P., DIAN RACHMANINGSIH, ISMAIL SANI A.M.
Keadilan Post Diterbitkan Oleh LPM Keadilan
PIMPINAN PENGKADERAN : PAISAL SALMAN A. STAF PENGKADERAN : SURAYYA AZZUHRA S., DANDY TRY YACOBY, CHANDRA IZMI, MADA PUDYATAMA REPORTER : SELURUH PENGURUS KEADILAN
JL. TAMAN SISWA 158 YOGYAKARTA TELP (0274) 377043 – 379171 / HP 085736629140 Website: www.lpmkeadilan.com Instagram: @lpmkeadilan Facebook: LPM Keadilan FH UII Twitter: @keadilanpress Email: lpmkeadilanfhuii@yahoo.co.id
Demonstran 411 dan 212
D I A L E K
kemarin banyak banget..
Hati-hati, ada kepentingan politik!
Pemukiman masyarakat Parangkusumo kemarin digusur…
Kok sedikit mahasiswa FH UII yang dateng?
Pascasarjana Fakultas Hukum UII enggak punya tempat parkir motor?
Yogyakarta banyak bangun hotel...
Ada, tuh di trotoar jalan!
Akibatnya warga sekitar jarang mandi, susah air!
Usahanya badan wakaf makin banyak yaa? Serius? Tapi kok biaya kuliah makin naik?
Bang Alek
8
Keadilan Post Edisi Januari 2017
Lek Di
Kami Hanya Butuh Tempat Aman untuk Belajar Narator : Arif Rohman Fotografer : Tegar Dwi Permata Arif Rohman Langit begitu kelabu dan deburan ombak memecah kesunyian pada Rabu siang tanggal 14 Desember. Sekelompok relawan berkumpul di sebuah gubuk tua yang berlantaikan pasir dan dihiasi dengan kertas berlambangkan garuda, berada di pesisir Pantai Parangkusumo, serta bendera merah putih berkibar dengan gagah di atapnya. Selain itu di sudut berbeda terdapat gambar Soekarno dan Sultan Hamengkubuwono IX yang katanya adalah sebuah ‘jimat’. Gubuk itu merupakan tempat belajar informal anak-anak selepas mereka pulang dari sekolah formal, berdiri sejak Agustus 2016 dan diberi nama Sanggar Belajar Kuncup Melati Mandiri (SBKMM). Inisiator dari sanggar belajar ini adalah perempuan paruh baya bernama Kawit, dia menghibahkan bangunan gubuknya agar dapat dipergunakan sebagai tempat belajar sekaligus bermain untuk anak-anak. Sungguh malang, kini nasib sanggar yang dicita-citakan sebagai tempat belajar dan bermain bagi anak-anak nan aman, terhindar dari pengaruh lingkungan hiburan malam, sudah rata dengan tanah. Penggusuran yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bantul dengan dalih konservasi atau pelestarian alam gumuk pasir, mengakibatkan bangunanbangunan di zona inti akan ditertibkan atau diratakan. SBKMM yang termasuk dalam zona inti tidak dapat luput dari penggusuran. Petugas Satuan Polisi Pamong Praja dan anggota Polisi berseragam lengkap dengan jumlah tak kurang dari 20an personil disertai satu unit excavator atau warga sekitar menyebutnya backhoe tiba di lokasi. Para relawan sanggar dengan heroik menghadang aparatur negara tersebut. Mereka mencoba bernegosiasi agar tidak menghancurkan bangunan sanggar. Negosiasi berlangsung alot tanpa hasil, petugas berdalih mereka hanya menjalankan perintah. Setelah petugas selesai melucuti ‘jimat-jimat’ yang terpasang, backhoe pun mulai merapat ke bangunan sanggar untuk bersiap meluluhlantakkannya. Mulai dari mengurai atap kemudian mendorong dinding dengan ‘cakarnya’, tidak sampai sepuluh menit bangunan sanggar sudah rata dengan tanah. “Mereka dirampas haknya Tergusur dan lapar Bunda relakan darah juang kami Tuk membebaskan rakyat” Sembari menyanyikan lagu “Darah Juang”, para relawan sanggar menyaksikan robohnya gubuk kecil saksi perjuangan mereka dalam mewujudkan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan. Menyaksikan riuhnya penggusuran dan suara gemuruh backhoe ketika menghantam bangunan, kambing di sekitar sanggar pun mengembe’ tak nyaman karena menjadi korban penggusuran. Petugas pergi dengan gagahnya setelah menyelesaikan tugas meratakan bangunan sanggar, dengan diringi oleh orasi para relawan yang protes terhadap perbuatan mereka. Anak-anak dan para relawan sanggar kini hanya bisa meratapi puing-puing bangunan, sesekali memilah dan memilih dibarengi mengusap air mata, berharap masih ada yang bisa dimanfaatkan dari reruntuhan. Saat ini mereka mengokupasi sebuah bangunan milik Dinas Pariwisata Bantul yang sudah mangkrak sekitar sepuluh tahunan, untuk melakukan aktivitasnya sampai mendapatkan tempat baru. Sebelum mengokupasi bangunan yang berada di sebelah timur gumuk pasir itu, mereka sudah mencoba meminta izin kepada dinas terkait, tetapi hasilnya nihil dan terpaksa menempatinya tanpa izin. Walau dihantui dengan resiko pengusiran dari tempat baru ini, tetapi yang terpenting kegiatan sanggar tetap berjalan dan anak-anak dengan jumlah kurang lebih 20 jiwa ini masih bisa belajar dan bermain di tempat aman.
F R A G M E N
1
Gubuk Sanggar Belajar Kuncup Melati Mandiri
“Darah Juang” me
2
Eksistensi
Pengawasan pro
3
Petugas melucuti ‘Jimat’ dan indentitas sanggar
Mencari harta yang tersi
4
7
elawan ‘Cakar Besi’
Harapan yang terkubur
8
5
Tempat baru hasil okupasi
osesi ‘Cakar Besi’
9 6
isa di bawah sang pusaka Jeritan rakyat
Keharmonisan dari Timur
R E S E N S I
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Ilallah, wallahu akbar. Allahu Akbar wa Lillah Ilham,” seru Donatus, pria 38 tahun yang beragama Nasrani di Fakfak Papua. Oleh: Aryo Budi Prasetyo
‘M
elawat ke Timur’ adalah sebuah buku yang menceritakan hal-hal menarik di daerah Indonesia Timur yang jarang diketahui oleh orang banyak atau bahkan tidak sama sekali. Berawal dari pengalaman seorang jurnalis yang meliput keberagaman Islam di Kepulauan Maluku dan Papua pada bulan Juni hingga Juli 2015, Kardono Setyorakhmandi mencoba menulis semua pengalaman yang dia dapatkan dalam perjalanannya. Bagian pembukaan buku yang tergolong ringan dibaca ini, kita akan disuguhi sejarah beberapa masjid yang berada di Maluku, mulai dari awal pembangunannya, pemindahannya hingga beberapa mitos atau legenda yang melekat. Sekadar informasi, masjid tua di daerah timur memang sering berpindah tempat secara fisik, alasannya karena kedatangan Bangsa Portugis yang mulai mencari sumber daya dan rempah-rempah pada pulau yang subur tersebut. Sehingga, secara tidak langsung membuat penduduk lokal berpindah tempat beserta masjid mereka. Jurnalis tersebut mengungkapkan kekagumannya pada rasa toleransi beragama para penduduk sekitar. Semisal saat penulis menceritakan perjalanan ke salah satu masjid tua di Maluku Utara bersama dengan dua orang lokal yang beragama Nasrani pada bulan Ramadan. Saat Kardono membolehkan kedua temannya untuk minum maupun merokok di dalam mobil yang mereka tumpangi, mereka mengiyakan. Niatan itu diurungkan karena perjalanan sudah sampai di perkampungan Islam. Sikap tersebut diambil untuk menghargai saudara mereka yang sedang berpuasa, pertanda rasa saling menghargai sudah terinternalisasi pada diri mereka.
12
Agama dan adat bersatu dalam kesatuan yang rukun, inilah gambaran inti dari tulisan jurnalis. Penulis memaparkan kondisi beragama di Kepulauan Maluku dengan beragam kemajemukannya. Mereka tidak menganut aliran tertentu dalam beragama seperti di Jawa. Islam di daerah ini memang sangat menyatu dengan adat. Contohnya di daerah Maluku, tepatnya di Ternate dan sekitarnya, laki-laki wajib menggunakan penutup kepala berwarna putih dan dilarang menggunakan sarung, karena adat memang mengaturnya demikian. Sementara untuk perempuan dilarang sholat di masjid, karena adat mempercayai daripada saat sholat lalu mengeluarkan haid dan mengotori masjid, maka diputuskan dilarang sama sekali. Hal tersebut untuk menghindari kutukan yang dipercaya. Dalam hal agama, yang paling menarik untuk dibaca dari buku ini adalah di daerah Fakfak, Papua, terutama di ‘Kepala Pulau Burung’. Wilayah ini menganut adat Satu Tungku Tiga Batu, yang diartikan bahwa tiga agama hidup rukun. Keluarga di Indonesia Timur juga mengenal marga, biasanya satu marga di daerah Fakfak memiliki tiga agama,
Keadilan Post Edisi Januari 2017
Judul Buku: Melawat ke Timur Penulis: Kardono Setyorakhmandi Penerbit: BUKU MOJOK Tahun terbit: 2015 Tebal: 184 Halaman
yaitu Islam, Nasrani, dan Katolik. Bila dalam satu keluarga mayoritas adalah Islam, maka salah satu anggota keluarga tersebut disuruh masuk Nasrani atau Katolik. Hal ini beralasan agar dalam satu marga atau satu keluarga memiliki kepercayaan yang berbeda dalam satu rumah. Artinya, penduduk lokal menggunakan adat satu tungku tiga batu. Berbeda dengan di Maluku, mereka mengenal Perjanjian Darah atau Pela, sebagai salah satu adat untuk mempersatukan persaudaraan. Berawal dari sumpah darah leluhur mereka, Said Perintah dan Thomas Matulessi melakukan Perjanjian Darah. Said telah mengobati kaki Thomas Matulessi atau lebih di kenal dengan nama Kapiten Pattimura, yang gambarnya terpampang dalam mata uang 1.000 rupiah. Awalnya, kedua orang tersebut menusukkan benda tajam ke jari masing-masing hingga mengeluarkan darah, lalu ditampung pada satu kuali berisi air yang kemudian diaduk dan diminum secara bersamasama. Hal inilah yang kemudian membuat mereka bersaudara. Adalah hal yang wajar bila anggota panitia pembangunan masjid banyak yang beragama Nasrani dan Katolik, begitu juga sebaliknya. Rasa persaudaraan mereka begitu kental dan tidak memandang agama. Mereka anak adat yang patuh pada adat, bukan orangorang yang meninggikan agama di atas kepercayaan orang lain. Contoh lagi semisal saat Ramadan tiba, di Fakfak, orang Nasrani dan Katolik juga ikut berbondong-bondong merayakan Idul Fitri lengkap menggunakan baju koko dan peci putih. Bahkan mengumandangkan takbir bersamaan dengan saudaranya yang Muslim, begitu pula sebaliknya saat Natal tiba. Banyak hal mengenai sesuatu yang banyak dicari orang, sejatinya telah tersimpan rapi dan dijaga kelestariannya oleh penduduk Indonesia Timur dengan adatnya. Akan tetapi, pada tahun 1999 hingga 2002 di Maluku pernah ada konflik karena adanya provokator dari luar daerah. Hal tersebut mereda karena pengaruh Papalele (bahasa Maluku untuk
Ilustrasi oleh: Ina/Keadilan
pedagang) dan tukang ojek di daerah sekitar. Meski dalam keadaan konflik, para Papalele dan tukang ojek antar kampung tetap berkerja demi mencari makan. Inilah yang lama-kelamaan menyadarkan para penduduk, bahwa hal yang ditimbulkan hanya kesia-siaan belaka dan lambat laun mengakhiri konflik tersebut. Faktor lain terjadinya konflik bukanlah provokasi agama, karena dari landasan adat yang kuat mereka tidak akan terpengaruh, ibarat jerami basah yang disumut api kecil, tidak akan menyala. Konflik biasanya di mulai dari pemuda kampung yang sedang pesta minuman keras di pinggir jalan lalu berpapasan dengan pemuda daerah lain dan saling bertatap mata. Mereka akhirnya bentrok, hal inilah yang menyulut kemarahan antar kampung. Memang kebiasaan buruk di daerah Indonesia Timur adalah gemar meminum alkohol, hal itu juga dipengaruhi dari angka pengangguran
pemuda yang tinggi. Inilah yang membuat banyak kejahatan sosial bermunculan. Hal yang akan membuat pembaca betah dalam buku ini adalah si penulis yang mencantumkan fotofoto hasil dokumentasinya. Pembaca dibuat mudah dalam memahami dan menggambarkan apa yang diceritakan. Akan tetapi, sering kali peletakan foto dalam buku ini kurang pas. Hal ini dikarenakan antara foto dan tulisan yang merujuk pada gambar tersebut ada jarak sekitar 1 hingga 2 halaman yang dirasa pemborosan. Gambaran penulis yang spesifik tentang kearifan lokal Indonesia Timur yang khas dan sangat menjunjung tinggi adat dan tulisan sangat mudah dicerna. Walaupun bagi yang belum mengetahui Indonesia Timur secara langsung. Beberapa kata banyak menggunakan bahasa daerah, penulis mencoba menggambarkan dengan gaya bahasa orang timur sesuai dengan
pengalaman yang didapat. Untuk menghindari ketidakpahaman kata, hal tersebut diminimalisir dengan adanya glosarium pada awalan buku ini yang memudahkan pembaca mengetahui kata-kata asing dalam buku. Ini menjadi nilai tambah dari penulis. Buku setebal 184 halaman ini juga lengkap dengan indeks yang tercantum di halaman belakang buku dan memudahkan pembaca untuk mengetahui hal apa saja yang diulas jurnalis. Sayangnya, pembahasan terakhir dalam buku ini juga memberikan pengalaman membaca yang kurang mengenakkan. Awal buku yang menceritakan mengenai isu agama, tibatiba berubah menjadi tips berlibur ke Kepulauan Raja Ampat. Pasalnya, penulis menceritakan juga kisah akhir perjalanannya di Indonesia Timur itu dengan menyelam di dalam laut Raja Ampat yang terkenal. Hal ini terasa melompat dan kurang sesuai dengan bahasan awal. Kesimpulan dari buku yang bertema Indonesia timur ini sangatlah enak dibaca saat senggang maupun padat aktifitas. Sebab isi tulisan di buku ini sangatlah mudah dicerna dan sangat menarik bagi yang belum mengetahui Indonesia timur secara langsung. Gambaran yang diberikan lebih spesifik ke kearifan lokal Indonesia timur yang khas dan sangat menjunjung tinggi adat, yang harusnya mampu menginspirasi para pembaca ketika hendak melakukan sesuatu kepada orang lain. Terutama kepada saudara sebangsa dan setanah air.
Mengukuhkan Kedaulatan Diri dalam Alunan Distorsi “Aku Adalah Tuhan� Gebukan drum bertempo cepat, permainan melodi yang melengking tinggi melebur dengan alunan distorsi down tuned bisa menjadi alternatif bagi penikmat musik yang bosan dengan musik kebanyakan. Terlebih lirik yang menohok bisa menimbulkan keresahan bagi pendengar. Oleh: Dandy Try Yacoby dok. Ilustrasi oleh: Ina/Keadilan
Keadilan Post Edisi Januari 2017
13
Artis : Beside Judul Lagu : Aku Adalah Tuhan Album: Against Ourselves Tahun: 2008 Genre: Melodic Death Metal Label Rekaman: Absolute Proud Durasi : 03.34 Menit
P
ada 9 Februari 2008 terjadi kerusuhan saat digelar launching album perdana grup musik metal Beside di Gedung Asia Africa Cultural Center. Kerusuhan diduga lantaran gedung tempat berlangsungnya acara mengalami kelebihan kapasitas sehingga menewaskan 11 orang karena berdesakdesakan. Kejadian itu merupakan yang paling buruk sejak kemunculan musik metal di Indonesia pada tahun 90-an, dan menjadi pukulan telak sekaligus mencoreng nama musik metal. Selain itu tentu membuyarkan kebahagiaan Beside yang baru saja meluncurkan album baru sejak kurang lebih satu dekade berkiprah di dunia musik metal. Peristiwa itupun seolah mempertegas bahwa musik metal dekat dengan minuman keras, narkotika, kerusuhan, keanarkisan, bahkan dianggap sebagai musik setan. Stigma tersebut tidak sepenuhnya benar, karena pada dasarnya kerusuhan dan keanarkisan tidak hanya terjadi dalam pagelaran musik metal saja. Aliran musik lain pun dapat menimbulkan keributan ketika acara tidak dipersiapkan secara matang. Sebagai aliran alternatif, musik metal juga sarat makna, tak kalah dengan karya-karya Iwan Fals yang terkenal akan kritik terhadap pemerintahan. Musik metal juga tidak kalah dengan lagulagu Bimbo yang bernuansa religi dan mengingatkan kita tentang kehidupan. Banyak karya dari grup musik metal memiliki gagasan yang baik, tidak hanya sekadar bermodal permainan musik keras dan vokal scream. Seperti yang dilakukan band beraliran Melodic Death
14
Metal, Beside dalam lagunya “Aku Adalah Tuhan”. *** Ujung Berung yang terletak di timur Kota Bandung, bisa disebut sebagai rahim yang melahirkan grup musik metal. Pada era 90-an banyak bermunculan grup musik beraliran serupa seperti Burgerkill, Jasad, dan Siksa Kubur. Beside sendiri lahir pada tahun 1997, saat musik metal sedang menjamur. Meskipun dalam perjalanannya sering mengalami bongkar pasang personel dengan komposisi baru yaitu Agung ‘Agrog’ Surya (Vokal), Tri Afrizal (Bass), Roy (Gitar), dan QQ (Gitar), serta Baby (Drum), Beside masih bisa tetap eksis bermusik hingga saat ini. Aliran Melodic Death Metal yang dipilih Beside merupakan sub dari aliran Death Metal. Mereka memilih aliran ini dengan maksud agar menjadi grup yang berbeda, dibanding kebanyakan grup musik yang saat itu memilih aliran Death Metal. Perbedaannya aliran Melodic Death Metal menggunakan banyak permainan melodi dan alunan distorsi yang lebih kasar. Selain itu karakteristik vokal (scream) juga lebih kasar.
“Ku langkahkan kakiku menuju surga Ku langkahkan kakiku menuju neraka! Setiap nafas yang kuhirup adalah hak Setiap hak yang kumiliki kan ku genggam Atas nama jiwa, atas nama diri Aku tuhan untuk diriku sendiri Kalian mencoba mengubah takdirku Dengan menyeret-nyeret rentanya sayap jiwaku Mencoba membungkam nafas pikiranku Caci makiku untuk kalian”
Keadilan Post Edisi Januari 2017
(Aku Adalah Tuhan— Beside)
Di album perdananya ini, Beside mengeluarkan 12 lagu, dua di antaranya hanya instrumental, salah satunya lagu “Aku Adalah Tuhan”. Secara keseluruhan, di album ini lagu-lagu yang dibawakan Beside bertemakan sindiransindiran dan filosofi tentang kehidupan. Beside terlihat menggunakan kata-kata yang cenderung keras, ketus, dan kontroversial dilihat dengan pemilihan kata “Aku Adalah Tuhan”. Meskipun demikian, lirik dari lagu “Aku Adalah Tuhan” sangat sarat makna. Tentu maksud lagu ini bukan untuk menyatakan ketidakpercayaan kepada Tuhan apalagi mendaku sebagai Tuhan. Lirik lagu “Aku Adalah Tuhan” merupakan bentuk satir atas kehidupan manusia yang sekarang sudah terkekang dan tidak bisa berdaulat atas dirinya sendiri. Dalam lagu ini, Beside menyinggung manusia kelas menengah dan kelas atas yang semakin lama semakin terkekang dengan pilihan hidup. Lirik yang ditulis oleh Owank ini mampu menampar kaum kelas atas dan pemilik modal. Mereka sebagai orang dengan strata lebih tinggi dan dianggap terhormat pun tidak bisa berdaulat atas dirinya. Mereka sudah terkekang dan menjadi budak dari profit, tergiur dengan kenyamanan gaya hidup mewah dan kemampanan materi. Sudah sangat jarang manusia yang bisa merdeka atas dirinya sendiri. Semuanya sudah terhimpit dengan situasi kehidupan yang membuat mereka seperti kerbau dicocok hidungnya. Lagu ini juga bisa menyasar bagaimana kaum menengah dan atas membuat pola kehidupan yang menyebabkan masyarakat desa tidak mampu berdaulat atas hidupnya. Terbayang juga ketidakberdayaan kaum pekerja yang terhimpit keadaan dan mau tidak mau harus mengikuti kemauan para pemilik modal serta melupakan hal yang disebut dengan kedaulatan diri. Lagu ini tentu memiliki beberapa kekurangan, salah satunya di beberapa bagian terdengar nada vokal yang sedikit tidak pas dengan tempo musik yang mengiringi. Lagu ini pun tidak dapat didengar semua kalangan, terlebih anak kecil. Hal tersebut dikarenakan penggunaan kata “Aku Adalah Tuhan” yang dapat disalah-
artikan apabila pendengar tidak bisa menangkap apa makna yang hendak disampaikan dalam lagu ini. Seperti yang sudah menjadi ciri khas lagu-lagu metal, dalam lagu ini Baby sang drummer mengiringi lagu dengan tabuhan drum dan tempo yang cepat. Alunan melodi bernada tinggi melebur dengan gitar bernada rendah serta permainan distorsi yang kasar menjadi perpaduan yang pas dalam lagu ini. Secara keseluruhan tabuhan drum
oleh Baby, iringan gitar yang dimainkan Hinhin dan Irsyad bisa berpadu dengan petikan bass yang dimainkan oleh Paneu dan vokal oleh Owank—susunan personel Beside saat menggarap lagu “Aku Adalah Tuhan”. Meskipun lagu metal belum bisa diterima semua kalangan, namun lagu “Aku Adalah Tuhan” dirasa bisa membakar semangat pendengar awam. Selain itu, lagu ini dapat membuat pendengar menghentakkan kaki ataupun
melakukan air guitar dan air drum—purapura memainkan gitar atau drum—saat mendengarkan lagu ini. “Aku Adalah Tuhan” juga bisa dijadikan alternatif bagi penikmat musik yang bosan dengan aliran musik yang mainstream. Terlebih bagi pendengar yang bosan dengan lirik lagu-lagu kebanyakan yang bertemakan cinta.
Balada Aksi Mahasiswa
O P I N I
“Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran dan salah sebagai kesalahan.” – Soe Hok Gie Oleh : Gagah Satria Utama*
A
ksi reaksioner Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) terhadap masalah cuti bersama para karyawan dan dosen di akhir minggu ke tiga bulan November lalu menjadi problematika menarik untuk dibahas. Karena dalam kacamata yang saya lihat, tidak semua mahasiswa-mahasiswi kecewa dengan agenda cuti bersama tersebut. Hal yang muncul menjadi pertanyaan, perlukah untuk bereaksi seperti itu? Pentingkah? Jarak kampus FH UII dari tempat tinggal saya di Condong Catur sekitar 10 kilometer. Pagi itu saya berangkat 30 menit lebih awal agar tepat pukul 07.00 tiba di kelas. Namun selang 20 menit, diumumkan bahwa kelas kosong sebab cuti bersama. Bagi saya ini kekecewaan besar, karena saya rugi waktu, rugi pembelajaran. Di sisi lain saya merasa bersyukur atas waktu yang lebih longgar sebab bisa menyempurnakan tugas yang ditunda pengumpulannya, dan menerima kenyataan bahwa dosen juga butuh waktu luang. Mayoritas mahasiswa yang saya temui waktu itu berteriak, “Yes! Kosong” dalam hal ini mereka merasa bahagia. Beberapa hari kemudian, tepatnya Senin 20 November terjadi hal yang memang sudah didengung-dengungkan yaitu aksi mengkritik cuti bersama para karyawan dan Dosen FH
UII. Aksi ini dipromotori oleh lembaga kemahasiswaan: Lembaga Ekskutif Mahasiswa dan Dewan Perwakilan Mahasiswa FH UII. Peran lembaga mahasiswa dalam menampung aspirasi dan mewakili kepentingan mahasiswa dengan pihak kampus merupakan tugas penting dan sentral. Para mahasiswa mempercayakan kepada student government dan student representatives untuk mewakili dalam menjalankan peranan yang seharusnya dan tindakannya menjadi wajah dari mahasiswa itu sendiri. Namun sebagai lembaga yang diharapkan dapat menjadi corong aspirasi dan penghubung kepada semua elemen, mulai dari masyarakat melalui pengabdian hingga para dosen dan pimpinan kampus. Para segelintir mahasiswa ini malah melakukan tindakan reaksioner berupa demo atas cuti bersama dua tahunan. Dosen memang memiliki peran penting dalam mendampingi mahasiswamahasiswi untuk menuntut ilmu, namun hal ini bukan berarti dosen tidak berhak untuk cuti dari rutinitas mengajarnya. Cuti adalah hak bagi setiap orang yang bekerja. Demo yang dilakukan oleh mahasiswa dalam menanggapi persoalan cuti tersebut seolah-olah menyatakan pelaksanaan cuti merupakan hal tabu. Kecelaan yang berakibat buruk pada FH
UII sebab tidak sesuai dengan standar kerja UII, kerja dosen tidak profesional, melanggar hak mahasiswa, bahkan menyebabkan mahasiswa menjadi bodoh. Padahal sebagai mahasiswa FH harusnya cerdas dalam melihat kondisi dan situasi, menilai benar dan salah dari suatu tindakan. Permasalahannya adalah apakah cuti bersama dosen merupakan suatu ketidakbaikan atau merupakan hal yang wajar. Seharusnya mahasiswa lebih kritis dalam mengkaji peristiwa tersebut. Jika melihat Pasal 79 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; Pasal 31 Peraturan Pemerintah tentang Dosen; dan Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia tentang Hari Libur dan Cuti Bersama yang dikeluarkan setiap tahunnya, mahasiswa FH harusnya tahu bahwa cuti merupakan hak setiap orang yang bekerja. Hal ini menjadikan cuti bukanlah suatu kecelaan, karena terdapat mekanisme dan pembatasan yang membuat cuti tidak bisa dilakukan seenaknya. Para Dosen FH UII sebagai pekerja juga memilki hak untuk cuti, serta membutuhkan waktu untuk dirinya dan keluarganya. Orang tua saya merupakan dosen di sebuah universitas negeri. Ketika saya
Keadilan Post Edisi Januari 2017
15
Ilustrasi oleh: Zein/Keadilan
melakukan operasi mata tahun lalu, beliau mengambil cuti hingga lebih dari dua minggu untuk menunggui puteranya yang rawat inap di rumah sakit. Namun, beliau tidak mengesampingkan kewajibannya, beliau mengganti semua kuliah yang beliau tinggalkan. Artinya, cuti sejatinya bukan merupakan hal yang tabu, tetapi cuti adalah hal yang manusiawi bahkan sah di mata hukum. Lantas apa yang salah dari cuti dua tahunan Dosen FH UII? Menilik dari teori organisasi, reward merupakan hadiah yang diberikan pemberi kerja kepada para pekerjanya agar dapat lebih berprestasi dan meningkatkan semangat kerja. Dosen yang memiliki porsi kerja cukup melelahkan dengan padatnya jadwal, juga perlu untuk mendapat hadiah berupa waktu untuk istirahat atau berlibur. Hal ini dimaksudkan untuk memaksimalkan kinerja dosen dalam mengajar ataupun melakukan penelitian. Sebagaimana diketahui bersama bahwa tugas mahasiswa sebagai agent of change, namun mahasiswa hari ini hanya berkutat pada persoalan lingkup fakultas saja, mengkritik fakultas setelah itu bubar, kemudian tindakan selanjutnya apa? Perlu diingat bahwa dua tahun yang lalu, hal ini pernah terjadi ketika mayoritas dosen dan karyawan mengambil cuti hingga perpustakaan tutup, pelayanan administrasi kosong, mahasiswa tidak bisa mendapatkan pelayanan dari kampus. Lantas mahasiswa langsung menjalankan aksi penyegelan terhadap ruang dekan dan perpustakaan. Pasca aksi tersebut ma-
16
salah itu diselesaikan melalui audiensi dan melahirkan keputusan bahwa pihak kampus akan melakukan pengkajian ulang terhadap kebijakan cuti bersama. Namun hal ini terjadi lagi dalam kasus yang hampir serupa. Perbedaannya pihak kampus lebih bijaksana dalam mengatur pelaksanaan cuti bersama tersebut dengan tetap tersedianya pelayanan kampus. Tetapi mahasiswamahasiswi tetap tidak terima dengan ketidakhadiran dosen di kelas dan audiensi kembali dilakukan sebagai bentuk penyelesaian. Berkaca dari kejadian dua tahun lalu, menyiratkan bahwa aksi kemarin tidak memiliki makna, karena pada akhirnya kembali diselesaikan dalam tahapan audiensi. Kalau bisa diselesaikan secara empat mata, mengapa harus massal. Hasilnya pun tidak memiliki langkah konkrit karena hanya berupa pernyataan dan komitmen bersama yang entah akan bertahan sampai kapan. Artinya dalam hal ini penyelesaiannya prematur dan tidak memiliki makna, dua tahun lagi mungkin saja akan terjadi hal yang sama. Mahasiswa saat ini berusaha membawa perubahan dengan mengkritisi hal-hal yang sejatinya kurang urgen. Padahal terdapat banyak hal yang seharusnya bisa lebih dikritisi oleh mahasiswa. Misalnya, masalah keputusan Presiden Jokowi dalam memberikan hak milik kepada warga negara asing, atau sikapnya yang jorjoran mengundang investor asing, hingga terbitnya Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa asing boleh menguasai hingga 100 persen sumber daya vital negara dan masalah-
Keadilan Post Edisi Januari 2017
masalah lain yang merugikan Indonesia. Mahasiswa-mahasiswi yang melakukan aksi tersebut mengatakan bahwa tindakan cuti bersama dosen ini menganggu kegiatan belajar mengajar. Padahal aksi reaksioner ini yang justru menggangu kegiatan belajar mengajar. Pada saat melakukan orasi, suara menggema di seantero FH UII menyebabkan suasana belajar mengajar tidak kondusif, menimbulkan ketidaknyamanan saat pembelajaran. Jadi, terdapat pertentangan di sini, apa yang sebenarnya didapatkan dari aksi reaksioner terhadap cuti? Jawabannya masih menjadi tanda tanya besar. Respect dosen kepada mahasiswa menjadi berkurang. Ibarat durhaka kepada orang tua. Di kala orang tua istirahat atau mengambil jatah libur untuk mengurusi anak-anaknya satu sampai dua hari dengan tetap memangku kewajiban, mahasiswa justru menyambutnya dengan kritik. Mahasiswa yang dulunya dapat menjatuhkan presiden, sekarang hanya mengurusi hal-hal kecil yang berkutat pada kampusnya dengan tidak memikirkan hal-hal besar yang sejatinya lebih perlu untuk dikritisi. Ini semua menjadi bias, karena hal-hal yang seharusnya diselesaikan dalam konteks yang lebih mudah justru dilakukan dengan cara sulit dengan show-off. Menunjukkan sesuatu kepada khalayak ramai bahwa segala sesuatu haruslah diselesaikan dengan aksi. Mengutip teori organisasi modern, ketika dalam suatu konteks tindakan yang diambil oleh orang-orang tertentu dapat memengaruhi lingkungan ataupun sebaliknya. Apa yang dilakukan oleh lembaga mahasiswa, menjadikan dampak bagi mahasiswa lain secara keseluruhan. Bukan hanya berkaitan dengan pembelajaran setelahnya, tetapi memang sejak awal aksi reaksioner ini terlalu dibesar-besarkan dan bukan pada tempatnya. Ini sungguh di luar bayangan, sudah hilang identitas Mahasiswa FH UII dalam menyelesaikan maupun mengkritik sesuatu dengan efektif dan efisien. Mahasiswa hukum memiliki kelebihan dibanding dengan mahasiswa yang lain, karena mahasiswa hukum mampu menilai hal-hal yang benar dan salah. Mampu menganalisis dengan lo-
gika hukum, sehingga harusnya mampu lebih ‘awas’ dan cerdas dalam menyelesaikan masalah. Mahasiswa hukum seharusnya bertindak lebih dari sekadar pencitraan, serta dapat menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah yang lebih besar. Mengkritik ataupun mempertanyakan sesuatu pada dasarnya dibolehkan, bahkan FH UII sangat membuka
diri untuk dikritik. Sebagai agent of change dan mahasiswa yang baik, harus memahami makna rahmatan lil alamin yang disandang UII. Ada pola-pola yang lebih etis dalam menyelesaikan masalah dalam ukuran kepantasan yang bisa ditolerir. Gunakan aksi jika memang diperlukan. Aksi merupakan jalan terakhir yang bisa diambil dalam hal ini sebagai ultimum settlement, namun
sebelumnya pastikan untuk menggunakan alternatif lain untuk menyelesaikan suatu masalah.
*Mahasiswa FH UII Angkatan 2013
Saya Bukan Pelacur! Oleh: Aisyah Humaida
J
um sama sekali tidak menyalahkan emak, ketika harus menjadi tumbal atas utang-utang yang tak sanggup emak lunasi. Jum tak memiliki dendam apapun pada emak, ketika akhirnya rentenir datang dan membawa paksa Jum. Tidak ada perlawanan yang emak lakukan untuk menahan kepergian Jum. Emak hanya menggenggam jemarinya kuat dan mengiringinya dengan muka basah yang pasrah. Bagi Jum ini hanya sebab emak tak punya pilihan. Jum tetap yakin cinta emak penuh. Begitupun sayang Jum pada emak yang bulat. Bahkan ketika nasib Jum berubah menjadi budak, perasaan Jum tetaplah sama. Tak ada yang salah dari perbuatan emak. Jum masih saja mengisi hariharinya dengan tangis atas perpisahannya dengan emak. Jum meratapi nasib yang tidak pernah baik padanya. Baginya hidup melarat bersama emak adalah pilihan terbaik. Dia sama sekali tidak terpesona dengan perlakuan manis rentenir. Kamar yang layak, pakaian yang pantas, dan makanan yang sehat sama sekali tidak membuat bibir Jum tersenyum. Berkali-kali Jum hanya mendiamkan ketika diajak berbicara, bahkan ketika pujian cantik dilayangkan tetap saja membuat Jum bergeming. Jum tetap menyebutnya Tuan, walaupun rentenir telah memperkenalkan nama aslinya. Suatu sore rentenir mengajaknya pergi, membawa Jum ke salon dan membelikan pakaian bagus. Kemudian sebelum Jum kembali ke kamar, dia berpamitan pada Jum untuk meninggalkan rumah selama tiga hari. “Sekalipun aku pergi, tetaplah di rumah,” ucapnya. Keinginan Jum untuk menemui emak begitu kuat, andai rentenir itu tidak melanjutkan kalimatnya. “Jangan pernah melangkah keluar dari kamar!” Jum hanya mengangguk pasrah dan beranjak pergi dari hadapannya. Bagi Jum perlakuan manis rentenir punya waktu
***
kadaluwarsa, Jum tak pernah yakin dia benar-benar begitu baik. Perkiraan Jum benar, di tengah hujan lebat rentenir pulang dari perjalanannya. Memasuki kamarnya dan memintanya mandi. Ucapnya tak lagi halus, dengan setengah teriak dia memaksa Jum untuk segera beranjak mandi. Sebelum Jum selesai mandi, rentenir mendatanginya dengan wajah beringas menatapi tubuh telanjang Jum. Dengan cepat Jum membalikkan badan, memunggungi rentenir dan berusaha meraih handuk untuk menutupi diri. Sigap, rentenir menahan kedua tangan Jum, kemudian merapatkan badannya dengan memeluk Jum dari belakang. Sembari mencium, rentenir berbisik, “Aku sadar kau cantik, dan aku tak pernah melewatkan kesempatan.” Tak banyak yang Jum bisa lakukan, selain teriak kesakitan yang kalah dengan suara hujan. Setelah sadar Jum kedinginan, dia menariknya ke atas kasur dan tetap melanjutkan pergulatan. Rentenir tak peduli dengan air mata yang mengalir dari kedua mata Jum. Bahkan raut rentenir begitu puas melihat Jum yang kecapaian. Sembari menyelimuti Jum, dia berbisik lagi, “Dan ini akan terus berlanjut untuk hari-hari selan-
jutnya”. Jum tetap diam bahkan ketika rentenir memegang bibirnya dan memaksanya bicara. Sebelum rentenir meninggalkan Jum, dia memeluk Jum sekali lagi, “Untuk yang kita lakukan hari ini adalah tiket bagimu untuk keluar dari kamarmu, tapi tetaplah dalam rumah.” *** Jum tak paham maksud rentenir mengurungnya dalam rumah, menyediakan lengkap segala kebutuhannya. Selain mendahagakan kehausan rentenir dan melarang tahu segala identitasnya kecuali nama. Tak jarang rentenir memberi Jum hadiah selepas perjalanannya yang berhari-hari. Jum mulai tersenyum dan menyahut ketika rentenir mengajaknya berbicara. Jum juga menawarkan diri untuk menghidangkan masakannya, saat sarapan pagi sebelum rentenir pergi. Bagi rentenir, Jum adalah sebuah aset komplit yang dapat memenuhi kebutuhannya. Tapi bagi Jum, rentenir tetaplah orang yang memisahkannya dengan emak dan berusaha tidak terbuai dengan segala perlakuan manisnya. Lambat laun, Jum mulai mengenali kebiasaan rentenir. Kapan dia pergi, datang, dan minta dilayani oleh Jum. Tapi tetap saja Jum belum mengetahui
Keadilan Post Edisi Januari 2017
17
A K S A R A
pekerjaan rentenir. Terkadang dia pergi dengan setelan jas rapi, tak jarang hanya berbaju santai untuk perjalanan yang berhari-hari. Walaupun Jum telah dipersilahkan mendiami segala ruangan, tapi kamar rentenir tetap tempat terlarang untuk dimasuki Jum. Tak jarang Jum menghitung-hitung waktu kapan dia bisa memasuki kamar pribadi rentenir. Tidak banyak yang ingin Jum tahu tentang rentenir, hanya soal pekerjaan dan kemana setiap dia pergi. Hari ini Selasa minggu ketiga, semalam harusnya rentenir datang ke kamar Jum. Mungkin sebab dia datang terlalu larut, maka terbebaslah Jum untuk melayaninya. Tapi absennya rentenir malam tadi malah membuat Jum bersolek lebih. Rentenir tiba di meja makan lima belas menit lebih cepat dari biasanya, sedangkan Jum belum selesai memasak. Jum menyadari hal yang tidak biasa terjadi dan dengan suara lembut dia menyapanya, “Selamat pagi, Tuan. Mohon ditunggu sebentar”. Rentenir menatap Jum aneh, dia menyadari sapaan pagi yang jarang terjadi dan gincu warna merah di bibir Jum. Kemudian rentenir berdiri dari duduknya dan memeluk Jum dari belakang serta tak lupa menempelkan kedua tangannya pada area yang berakibat suara desahan keluar dari mulut Jum. Jum sepertinya merencanakan adegan pagi memihak padanya. Setelah beberapa kali desahan keluar dari mulut Jum, rentenir memintanya untuk berpindah ke ruang tidur. Sebelum berbelok ke kamar, Jum mengeluh, “Belum sempat saya bersihkan kamar, sebab bangun kesiangan. Mungkin saya dipersilakan di kamar Tuan?” Tanpa berpikir panjang, kalimat formal Jum dibalas dengan anggukan oleh rentenir. Jum melayani rentenir berbeda dengan biasanya, sesekali dia berucap manja, bergelayut mesra, dan menghadiahkan banyak ciuman pada rentenir. Dia tak banyak menolak perintah rentenir seperti pelayanan sebelumnya. Tampaknya rentenir cukup puas dengan perlakuan Jum. “Kenapa kamu tidak seperti ini dari awal?,” tanya rentenir. Dan Jum hanya tersenyum sebagai jawaban. *** Untuk hari-hari berikutnya rentenir mempersilakan Jum memasuki kamarnya. Melepas birahinya, mengantar tidurnya. Rentenir tak perlu repot lagi
18
Ilustrasi Oleh: Ina/Keadilan
menegak pil demi malam yang nyenyak. Cukup memeluk Jum dari arah yang dia mau. Menempelkan kedua tangannya pada bagian tubuh Jum yang dia suka. Mendengar setiap desahan dan erangan Jum yang terdengar indah di telinganya. Bagi rentenir membagi kasurnya yang lebar pada Jum adalah cara tepat untuk melepas penat, melupakan urusan, dan mendapat kesenangan. Ketika rentenir berhasil dibuat tidur oleh Jum. Sekeliling kamar ditatap lekat, beberapa tumpukan kertas tak luput dari pandangan Jum. Sedikit demi sedikit Jum mengenal wujud asli orang yang mengurungnya bak burung di sangkar emas. Malam ini rentenir pulang dengan setengah mabuk. Tanpa banyak kata dia menyeret Jum yang tengah duduk santai di sofa ruang tamu, melumat habis bibir Jum. Dengan raut tak sabar, dia gendong Jum ke kamarnya. Membuka habis pakaian dan menindih tubuh Jum tanpa ampun. Kali ini terakhir sebelum Jum pergi meninggalkan kamar, telepon genggam rentenir dia periksa. Tidur rentenir yang lelap tak membuatnya sadar ketika ibu jari ditempel pada tombol utama telponnya. Setelah berhasil membukanya, banyak pesan dan percakapan Jum baca. Jum mulai paham siapa rentenir yang merawatnya ini. Namun, dua pesan terakhir yang menyebut namanya, membuatnya bingung. Untuk apa dia turut dalam urusan rentenir? *** Jum mengenal dirinya sebagai perempuan cerdik yang sulit memaafkan. Emak berkali-kali meminta maaf pada Jum karena tidak bisa membiayai Jum sekolah sampai tingkat
Keadilan Post Edisi Januari 2017
menengah atas. Jum tidak menyalahi emak, tapi tidak bisa memaafkan dirinya ketika harus kalah dengan keterbatasan. Dua kali dalam seminggu Jum pergi ke perpustakaan kecamatan, meminjam beberapa buku untuk dibawa pulang. Selesai membantu emak di ladang atau menjelang tidur malam Jum membaca buku-buku yang dipinjamnya. Sesekali dia mendongengkan untuk emak. Sebagai hiburan atas penat seharian. Masih belum bisa Jum pastikan apa pekerjaan rentenir sebenarnya. Apakah dia hanya makelar politik atau menjadi bagian orang yang duduk di parlemen dan berembel atas nama rakyat. Tapi Jum yakin rentenir termasuk orang-orang yang bermain kotor untuk mendapat segala keuntungan. Menjadi rentenir adalah salah satu cara untuk pemutaran modal. Emak adalah salah satu korbannya. Tanpa peduli emak bagian orang kaya atau lemah untuk diraup keuntungan. Sikap Jum tak banyak berubah setelah mengetahui banyak hal tentang rentenir. Dia tetap tersenyum seperti biasa dan melayani sesuai waktu. Kemudian di sore yang cerah, rentenir mengajaknya pergi dan meminta untuk berdandan secantik mungkin. Jum berfirasat ini menjadi bagian dari percakapan yang dia temukan dalam telpon rentenir. Perkiraan Jum tidak salah, rentenir mengantarnya ke sebuah hotel dan berpesan sebelum pergi. “Kamu temui dua orang di hotel ini, catatan nomor kamarnya sudah aku masukan ke dompetmu. Pulanglah naik taksi.” Jum sadar menjadi alat untuk mempengaruhi orang-orang dalam politik rentenir. Pada kamar pertama dia menemui lelaki muda yang tengah
“
... Sebenarnya bapaklah yang pelacur. Bapak menyanggupi permintaan orang-orang dengan bayaran selangkangan. Bapak menjual segala kehormatan yang bapak punya dengan cara yang lebih jijik dari pelacur.
“
sibuk dengan laptopnya. Sepertinya dia tahu tujuan Jum mendatangi kamarnya, “Ini pasti dari Pak Oka ya? Tunggu sebentar ya”. Jum tak banyak berucap, dia hanya mengangguk, sesekali memutar bola matanya untuk menatap sekeliling barang yang memenuhi kamar orang yang ditemuinya. Kemudian setelah setengah jam menunggu, lelaki di hadapannya berkata lagi, “Mbak, dipersilahkan naik ke lantai tiga. Jangan lupa untuk melakukan yang terbaik ya, Mbak”. Kalimat terakhir cukup membingungkan Jum, namun sebab kerlingan mata lelaki itu membuat Jum paham maksud dari ucapannya. Lelaki kedua yang Jum temui seorang paruh baya dengan raut kesepian. Dia tersenyum manis pada Jum bahkan seolah mengerti tujuan Jum mendatangi kamarnya. Tanpa berbasabasi dia melepas pakaiannya di hadapan Jum. “Oka tahu betul selera saya,” ucapnya mengagumi kencantikan Jum. Sedangkan Jum masih diam sambil menatap. Lelaki itu berbicara lagi, “Anda tidak melihat betapa saya terlalu antusias atas kunjungan anda. Tetapi mengapa anda tidak kunjung melepas pakaian?”. Sembari tersenyum, Jum membalas, “Bapak belum menjelaskan apapun, kenapa saya harus melepas pakaian?” Dengan terkekeh lelaki itu menjawab lagi, “Anda ini pelacur. Pastinya tahu apa yang harus anda lakukan.” Raut Jum sedikit berubah ketika dirinya disebut pelacur, namun dia masih bisa menguasai dirinya. Jum mulai melepas pakaian, dan lelaki itu semakin bersemangat melihatnya. Jum mulai melayaninya namun dia tak memberi kesempatan pada lelaki itu untuk mendaratkan tangannya di badan Jum. Dengan penguasaan diri yang tenang, Jum mengajak lelaki yang begitu haus di depannya berbicara. “Bapak, apa perbedaan diri saya dengan Bapak?” Tanya Jum hati-hati. “Saya ini politisi dan anda hanyalah seorang pelacur. Apakah kurang jelas perbedaan saya dengan anda?” Lelaki itu menjawab dengan bangga. “Saya bukan pelacur. Bagi saya Bapaklah yang seorang pelacur.” “Saya tidak bekerja menggunakan selangkangan, anda yang melakukan itu”. Jum hanya diam menanggapi kalimat terakhir lelaki tua itu.
Kemudian Jum tak lagi menahan kedua tangan lelaki itu, Jum membiarkan bebas memegangi bagian tubuhnya. Si lelaki mengajak Jum berbicara lagi, “Kenapa anda begitu cantik?” Jum membelai rambutnya, dan bertanya, “Kenapa bapak tidak menjelaskan pada saya, sebab apa saya datang ke sini”. Lagi-lagi dia hanya terkekeh, “Anda tidak akan paham kalau saya jelaskan. Ini urusan saya. Dan anda adalah pelicin saya”. Jum mulai mengerti kenapa dia datang dan melayani lelaki tua yang begitu pongah ini. Lamunan Jum dihentakkan oleh pertanyaan lelaki tua itu, “Kenapa anda tidak segera melepas celana anda?” ucapnya dengan nada gusar. Jum memegangi kepalanya, menatap kuat bola matanya, “Bapak, saya bukan pelacur. Saya tidak hidup dengan menjual kehormatan saya. Saya datang ke sini tidak untuk melayani bapak. Sebenarnya bapaklah yang pelacur. Bapak menyanggupi permintaan orang-orang dengan bayaran selangkangan. Bapak menjual segala kehormatan yang bapak punya dengan cara yang lebih jijik dari pelacur”. Lelaki itu sama sekali tidak menyangka perempuan di depannya akan mengatakan bahwa dirinya bekerja atas nama selangkangan. Dia geram, malu, marah pada dirinya dan perempuan di hadapannya. Dia benarbenar malu menyadari dirinya telanjang dengan perempuan yang sama sekali tidak dikenalnya. Rasanya ingin memarahi Oka, pesaing politiknya yang membawa perempuan cantik ke kamar hotelnya. Tapi dia sadar bahwa tindakannya akan menambah deret perbuatannya yang memalukan. Suap, korupsi, gratifikasi,
tak lupa nikmat perempuan, semua dia ambil demi melegakan nafsunya. Banyak cara dia tempuh tanpa peduli nilai kehormatan dirinya, asal harta dan tahta masih di bawah kendalinya. Setelah terdiam lama, dia berkata pada Jum, “Saya tahu dari mana anda berasal. Pulanglah ke rumahmu. Ini bukan bayaran atas pelayanan yang anda berikan, tapi ongkos untuk anda pulang.” *** Emak terkejut melihat Jum berdiri di depan pintu rumah reotnya. Dia memeluk haru anak semata wayangnya. Setelah kepergian Jum, emak semakin kurus. Dengan kulit yang mulai keriput, emak mengusap wajah Jum“. Akhirnya kamu pulang juga, Nak,” ucapnya senang. Emak yakin Jum pasti kembali ke rumah. Emak juga yakin Jum pasti menemukan cara untuk pulang. Itu sebabnya ketika rentenir datang emak tak berucap apapun pada Jum. Emak hanya menggenggam erat tangan Jum. Sebulan setelah kepulangan Jum ke rumah, beberapa berita di layar televisi dipenuhi wajah lelaki tua itu. Rautnya lesu dan badannya berbalut rompi oranye. “Jum, kamu mengenal orang itu?” Tanya emak membuyarkan lamunannya. “Tidak, Mak,” kilahnya. “Ayo kita segera pulang, belanja emak sudah selesai,” ajak emak. Jum mengangguk, mengapit lengan emak, menuntunnya pulang. Selama perjalanan ke rumah, Jum bertanya-tanya dalam hati kemana rentenir pergi. Bukankah harusnya menjadi bagian dalam kejahatan yang dilakukan bersama lelaki tua itu. Mengapa wajah rentenir sama sekali tidak terlihat di layar televisi toko tadi. Jum sadar bahwa dia pernah menjadi pemuas dahaga laki-laki. Tapi dia bersikeras bahwa dirinya bukanlah pelacur. Dia tak pernah merelakan dirinya untuk menjual kehormatan demi bertahan hidup. Pelacur bukan saja yang mencari receh di balik selangkangan, tetapi yang menjual kehormatan dirinya untuk memperoleh kedudukan, memperbanyak harta atau untuk segala nikmat dan kesenangan pun disebut pelacur.
Keadilan Post Edisi Januari 2017
19