Kpost juni

Page 1

Keadilan Post Informatif, Komunikatif, Aspiratif

Edisi Juni 2014

FOKUS UTAMA

Gandar/Keadilan • Kantor DPPAI yang bertempat di gedung Kahar Mudzakkir UII (18/06).

Nilai Islam UII di Tengah Problematik Tes BTAQ Tes BTAQ sebagai instrumen sederhana untuk mengukur kemampuan keislaman mahasiswa UII masih menyisakan polemik. Baik dari segi waktu pembinaan, tenaga pelaksana, hingga para pengujinya. Oleh: Ismail Sani Ali Manggala

Yogyakarta-Keadilan. Universitas Islam Indonesia (UII) merupakan institusi pendidikan yang berlandaskan Catur Dharma, salah satunya yaitu dakwah Islamiah. Landasan itulah yang menjadi ciri khas UII sebagai perguruan tinggi yang mencita-citakan lulusannya mempunyai latar belakang nilai keislaman. Hal itu direalisasikan melalui pengembangan mahasiswa yang berbasis Islam, diantaranya ialah kegiatan pesantrenisasi yang nanti akan dievaluasi melalui penilaian tes Baca Tulis Alquran (BTAQ). Pembekalan melalui pesantrenisasi ini dianggap sebagai pemberian kemampuan dasar bagi seorang

muslim. Hal itu diutarakan oleh Kepala Divisi Pendidikan dan Pembinaan Dakwah (PPD) Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam (DPPAI), Supriyanto Pasir. Dia menambahkan, bahwa BTAQ digunakan sebagai indikator karena bisa mengukur kemampuan dasar seorang mahasiswa dalam pengetahuannya tentang agama Islam. Elemen penilaian dalam BTAQ antara lain kelancaran membaca, menulis, dan hafalan ayat Alquran, serta tata cara praktik ibadah salat dan thaharah. Dalam Peraturan Rektor Nomor 7 Bab IV, Strategi Pencapaian Kompetensi Keislaman melalui pendekatan

Ko-Kurikuler Tahun 2011, disebutkan bahwa keislaman merupakan kompetensi dasar yang harus dicapai lulusan UII. Program ko-kurikuler berbentuk aktivitas yang dirancang, dikelola, dan menjadi tanggung jawab institusi progam studi, direktorat yang bersesuaian seperti DPPAI—untuk aktivitas antara lain Orientasi Nilai-Nilai Dasar Islam (ONDI), LKID, BTAQ—dan DPPM. Salah satunya melalui kegiatan pesantrenisasi yang diakhiri dengan tes BTAQ. Untuk itu sistem akademik mensyaratkan kelulusan BTAQ bagi mahasiswa yang akan mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN).

Keadilan Post Juni 2014

1


Jamroni selaku Kepala Divisi Pengkajian dan Pengembangan Keislaman (PPK) DPPAI mengatakan, langkah tersebut merupakan upaya universitas untuk mempersiapkan mahasiswa-mahasiswa yang hendak mengikuti KKN. Persiapan itu dilakukan agar mahasiswa siap dari segi keislaman sebelum mereka terjun untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat. Tes BTAQ sendiri masuk dalam rangkaian pesantrenisasi tahap pertama yang diadakan di kampus terpadu Kaliurang. Kegiatan yang diselenggarakan oleh DPPAI tersebut merupakan tindak lanjut dari kegiatan ONDI serta Placement Test Agama (PTA), seperti yang dijelaskan oleh Aunur Rohim Faqih, salah satu dosen Fakultas Hukum (FH) UII. PTA adalah kegiatan pengujian terhadap mahasiswa sebagai sarana untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki. Kemudian mahasiswa diberi treatment sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki dalam pembinaan berikutnya. Sebagai tindak lanjut dari PTA, maka hasil dari pelaksanaan tersebut dapat menempatkan peserta pembinaan berdasarkan kemampuan pemahaman keagamaannya. Secara garis besar, pembinaan dikelompokkan dalam tiga tingkatan, yaitu: Tingkat Dasar; Tingkat Menengah; dan Tingkat Lanjut. Dari semua kategori tersebut mahasiswa diwajibkan untuk mengikuti pembinaan yang dimulai pada semester pertama. Setelah melalui beberapa hari—pesantrenisasi, mahasiswa akan diuji oleh dosen peng-uji yang ditunjuk oleh DPPAI berasal dari berbagai fakultas yang ada di UII. Oleh karena itu, penunjukkan dosen penguji dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai hal karena tidak semua dosen UII bisa menjadi penguji dalam tes BTAQ. Jamroni mengungkapkan bahwa dosen yang menjadi penguji tentunya harus mempunyai pemahaman tentang agama Islam dengan baik. “Kita utamakan dosen-dosen yang punya background pesantren,” ujarnya. Penentuan dosen penguji itu

• Jamroni, selaku Kepala Divisi Pengkajian dan Pengembangan Keislaman saat dimintai keterangannya mengenai BTAQ (18/06).

Gandar/Keadilan

dilakukan dengan merinci dosen-dosen yang direkomendasikan oleh fakultas. Setelah itu, penunjukkannya ditentukan melalui Surat Keputusan (SK) Rektor kepada dosen yang ditunjuk menjadi penguji. Untuk menyamakan pemahaman terkait standar penilaian dalam tes BTAQ, DPPAI mengumpulkan dosendosen penguji sebelum pengujian dilaksanakan.

sendiri. Walaupun sudah ditentukan standarnya oleh DPPAI, tapi penilaian subjektif dosen penguji tidak bisa dilepaskan dalam penentuan nilai kelulusan tes BTAQ. Hal itu tidak dipungkiri oleh Moh. Hasyim, salah satu dosen FH UII yang juga menjadi dosen penguji. Dia berkata, “Ketika di lapangan itu, ya namanya saja ujian lisan, jadi sangat tergantung pada dosen yang menguji”. Senada dengan Hasyim, Jamroni menambahkan, hasil pengujian merupakan penilaian prerogatif dosen, tidak ada campur tangan pihak DPPAI dengan hasil ujian. “Yang berhak menilai dosen penguji. Kita tidak bisa mengintervensi,” ungkapnya. Ari Mulya, mahasiswa Fakul-

Pengaruh Dosen Penguji dalam Penilaian Dalam format yang ada di DPPAI, penilaian BTAQ terdiri dari dua kategori, yaitu Baca Tulis Alquran dan Praktik Ibadah. Klasifikasi penilaian Baca Tulis Alquran terbagi dalam tiga unsur penilaian. Kategori selanjutnya Data Jumlah Kelulusan Tes BTAQ adalah Praktik Ibadah yang terdiri dari tiga unsur penilaian 8 April 2014 24 April 2014 14 Mei 2014 28 Mei 2014 juga. Terkait peran mu-syrif— pemandu—terhadap kelulusan BTAQ ketika pesantrenisasi, hanya sampai pada fungsi pengJumlah MaJumlah MaJumlah MaJumlah Maawasan dan pemantauan ma- hasiswa Ikut hasiswa Ikut hasiswa Ikut hasiswa Ikut Ujian: 292 Ujian: 222 Ujian: 72 Ujian: 27 hasiswa. Hasil pemantauan itu Mengulang Lulus Sumber: web DPPAI dijadikan pertimbangan untuk para dosen penguji dalam menentukan tas Ekonomi (FE) jurusan Manajemen kelulusan BTAQ. Hal tersebut sesuai menjelaskan, banyaknya mahasiswa dengan yang diterangkan oleh Muam- yang tidak lulus dalam ujian BTAQ mar Rachman, mahasiswa FH angkatan bisa juga terjadi karena ada perbedaan 2010 yang pernah menjadi musyrif. Dia pandangan di antara dosen penguji menjelaskan, ”Kalau dikatakan peng- mengenai standar minimal kelulusan. aruh banget, enggak. Tapi itu berpeng- Menurut mahasiswa angkatan 2010 ini, aruh, karena itu (hasil pemantauan) kan ada beberapa mahasiswa yang memiliki jadi perbandingan”. kemampuan kurang justru bisa lulus, Dalam pro- tergantung dosen yang menguji. “Ada Kompenen Penilaian Tes BTAQ ses penilaian, do- teman-teman yang agamanya bagus, Baca, Tulis, Alquran Praktik IbaNilai Maksisen diberikan ke- cuma waktu ujian itu dia dapat dosen dah mal wenangan untuk yang enggak sesuai, punya standar yang Kelancaran Membaca Sholat 30 memberikan nilai tinggi. Jadi nilai dari mahasiswa itu seHafalan Surat Thaharah 10 berdasarkan uku- harusnya sekian, tapi enggak sesuai sama Menulis Hafalan Doa 10 ran subjektifnya pengujinya, akhirnya enggak lulus,” tu-

Keadilan Post Juni 2014

2


BTAQ, Jamroni menegas- butuhkan pembimbingan BTAQ, DPkan bahwa pihaknya su- PAI menyediakan fasilitas secara gratis. dah memberikan pedoman Hal itu diungkapkan oleh Arjun Thopenilaian berupa format huri, alumni Fakultas Ilmu Agama Islam standar penilaian. “Kita tahun 2013 yang pernah bertugas menkan sering rapat koordinasi, jadi musyrif sejak 2009 hingga 2012. Dia untuk penyamaan visi misi berkata, “(Pihak DPPAI) Memberikan kepada dosen penguji ini bimbingan gratis bagi temen-temen maselalu kami lakukan,” tam- hasiswa yang mau belajar Alquran lebih bahnya. Dia mengungkap- jauh lagi”. Namun tidak semua mahasiswa kan, pemberian penilaian merupakan mengetahui kejelasan informasi menhak dari dosen penguji. DPPAI tidak bisa meragukan hasil penilaian dosen. genai bimbingan dari DPPAI. Hal ini “Berarti saya tidak percaya dong dengan terlihat dari pengakuan Ari bahwa dia dosen UII,” ungkapnya. Maka dari itu tidak diberi tahu tentang adanya bimbdirinya menambahkan, DPPAI memilih ingan tersebut. Dia melakukan latihan orang yang memiliki kompetensi yang BTAQ dengan inisiatif sendiri. Berbeda deng-an yang diungkapkan oleh Aribaik dan penilaian objektif. Terkait dengan permasalahan na Pramudita, mahasiswa FE jurusan kontrol saat pelaksanaan BTAQ dari Akuntansi angkatan tahun 2010. MenuDPPAI terhadap dosen penguji, Aunur rutnya, bimbingan BTAQ hanya untuk menjelaskan bahwa evaluasi hanya di- peserta yang tidak menguasai seluruh komponen yang diberikan. Ketika ada lakukan secara spontan untuk mengesatu atau lebih komponen yang tahui perkembangan mahaterpenuhi, maka peserta tidak dasiswa pada saat ujian. “Cuma pat mengikuti bimbingan BTAQ. selalu ada evaluasi untuk Sementara itu, menurut ketemengetahui seluruh ujian kita rangan yang disampaikan oleh selama ini, mahasiswa kita Jamroni, bahwa DPPAI sudah sudah sema-kin meningkat menyediakan fasilitas untuk maatau tidak. Cross-check itu yang hasiswa yang membutuhkan penting spontanitas,” ujar• Arjun Thohuri bimbingan. “Nah sekarang sudah nya. Senada dengan pernyataan kita fasilitasi, Mas. Setiap mahasiswa Aunur, Supriyanto mengatakan pihak yang ujian BTAQ belum lulus, lebih dari DPPAI hanya melakukan tindakan dua kali. Silakan ikut kursus di sini. Les, evaluatif terhadap kinerja dosen peng- membaca Alquran dan ibadah. Gratis uji setelah ujian BTAQ selesai. Jika ada enggak usah bayar,” ucapnya. Sedangkan kaitan tentang pemdosen penguji yang menguji tidak sesuai binaan bagi mahasiswa yang mengulang standar, maka bisa diberikan teguran. “Dosen itu bertanya di luar dari materi BTAQ, Supriyanto menjelaskan, bahwa nanti dilaporkan ke saya. Mahasiswa bisa usaha itu bisa dilakukan melalui pembikita panggil, untuk kita uji lagi, sebab dia naan di tingkat fakultas. Dia mencon‘dianiaya’ dan dosen kita tegur,” jelas- tohkan di Fakultas Teknik Industri yang nya. Apabila ada mahasiswa yang mera- menjalankan pembinaannya melalui sa bisa, tapi tidak diluluskan oleh dosen Asistensi Agama Islam (AAI). Pembipengujinya, maka dia bisa mengajukan naan itu dilakukan dengan melibatkan protes. “Dia • Aunur boleh protes Rohim Faqih juga to, dan kita sebagai salah satu fasilitasi,” tamdosen bahnya. penguji

• Supriyanto Pasir, Kepala Divisi Pendidikan dan Pembinaan Dakwah menerangkan permasalahan tes BTAQ (19/06).

Gandar/Keadilan

turnya. Dalam pengujian BTAQ yang termasuk dalam rangkaian pesantrenisasi, tiap tahun selalu ada mahasiswa yang tidak lulus. Seperti yang dilansir salah satu buletin pers mahasiswa di UII edisi Maret 2013, penyebab dari hal itu bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor itu ialah penilaian yang berbeda diantara dosen penguji dan faktor dari dalam diri mahasiswa yang kadang lalai ketika pesantrenisasi. Dalam rentang waktu tahun 2008 sampai 2012, ratarata persentase kelulusan mahasiswa yang lulus pesantrenisasi berkisar antara 73 persen sampai 79 persen. Sisanya, sekitar 21 persen sampai 27 persen tidak lulus. Bagi mahasiswa yang tidak lulus ini diwajibkan untuk mengikuti ujian ulang. Contohnya Novita Ayu Karmila, mahasiswi FH UII angkatan 2011 ini menuturkan jika dia harus melakukan ujian BTAQ ulang, dengan biaya 20 ribu rupiah di DPPAI yang berlokasi di kampus terpadu Kaliurang. Mahasiswa yang mengikuti ujian BTAQ ulang belum pasti akan lulus. Data yang didapatkan dari web DPPAI menunjukkan, selama bulan April dan Mei banyak mahasiswa yang mengikuti ujian BTAQ ulang namun tidak lulus. Per-bulannya, ujian dilaksanakan sebanyak dua kali. Dalam hasil pengujian BTAQ, baik dalam rangkaian pesantrenisasi maupun ujian ulang, tidak ada kontrol mengenai penentuan nilai oleh DPPAI. Namun secara peraturan tertulis memang sudah ditentukan, “Kita punya dasar secara normatifnya,” jelas Jamroni. Ketika diklarifikasi mengenai pengawasan saat pelaksanakan

Permasalahan Ujian BTAQ Ulang Memang bagi mahasiswa yang mengulang dan mem-

tes BTAQ (18/06).

Ismail/Keadilan

Keadilan Post Juni 2014

3


pemandu yang berasal dari mahasiswa di setiap fakultas untuk membimbing mahasiswa lainnya yang belum lulus BTAQ. Namun, dia tidak memungkiri kalau itu tidak berjalan secara maksimal di beberapa fakultas, seperti FH. Semua itu membutuhkan kebijakan dari tiap pimpinan fakultas, semisal dengan memasukkan AAI sebagai bagian dari komponen penilaian dalam salah satu mata kuliah. “Bahkan di FTI, AAI masuk komponen penilaian Mata Kuliah Ibadah dan Akhlaq,” jelasnya. Demi merevitalisasi dan memaksimalkan BTAQ sebagai usaha mewujudkan UII yang mempunyai

dakwah Islamiah, menurut Aunur perlu dilakukan pembenahan. Bentuk pembenahan itu diantaranya pembenahan sistem, administrasi, kualitas penguji, dan penjadwalannya. Dia pun menekankan tentang pentingnya PTA untuk pemetaan sebagai patokan pembinaan keagamaan mahasiswa. Untuk itu diperlukan pembekalan yang lebih komprehensif kepada mahasiswa, seperti yang dilontarkan oleh Abdul Jamil, Wakil Rektor III. Menurut dia, belum maksimalnya hasil BTAQ merupakan akibat dari tidak maksimalnya pembinaan di pesantrenisasi. Karenanya, Jamil merencana-

kan ke depan akan menjalankan pesantrenisasi dengan meletakkan character building sebagai landasan. Hal itu dilakukan melalui pesantren selama satu tahun yang kemungkinan baru bisa diterapkan pada angkatan 2015. Karena pesantrenisasi selama empat hari yang berjalan saat ini menurutnya tidak maksimal. “UII wajib memproses dia (mahasiswa) supaya dia itu layak menjadi orang UII yang beragama Islam,” imbuhnya. Reportase bersama: Devi Triana., Gandar Mahojwala., Ida Elsha N., Ranu Rahman A., Rini Winarsih, Sekar Santi N., dan M. Zein R.

EDITORIAL Terwujudnya Universitas Islam Indonesia (UII) sebagai rahmatan lil’alamin, memiliki komitmen pada kesempurnaan (keunggulan), risalah islamiah, di bidang pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat dan dakwah, setingkat universitas yang berkualitas di negara-negara maju. Salah satu program untuk mengukur hasil realisasi dari visi UII di atas, yakni dengan adanya ujian Baca Tulis Alquran (BTAQ) yang termasuk dalam satu rangkaian kegiatan pesantrenisasi. Ujian ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan Orientasi Nilai-Nilai Dasar Islam (ONDI) serta Placement Test Keagamaan (PTA), guna mewujudkan nilai keislaman sebagai kompetensi dasar yang harus dicapai para lulusan UII. Dalam hal ini, pihak yang berwenang memfasilitasi kegiatan tersebut adalah Direktorat Pendidikan dan Pengembangan Agama Islam (DPPAI). Namun pada pelaksanaannya, BTAQ masih terdapat beberapa permasalahan. Masalah pertama, pihak DPPAI hanya mengutamakan dosen-dosen lulusan pesantren. Kedua, tidak adanya kejelasan mengenai mekanisme untuk menjadi dosen penguji, sehingga selama ini pola perekrutan hanya berupa rekomendasi dari masing-masing fakultas. Selain itu, ketidakjelasan juga terdapat pada standar baku dalam memberikan penilaian. Dosen penguji yang notabene menjadi komponen penting dalam kelulusan ujian BTAQ—baik ujian BTAQ biasa maupun ujian ulang—sehingga malah menetapkan standar penilaiannya sendiri. Sehingga dalam realitanya, mereka malah tidak tunduk pada standar penilaian yang sudah ditetapkan oleh DPPAI. Padahal, DPPAI sudah memiliki standar penilaian tersendiri yang seharusnya digunakan oleh dosen penguji ketika memberikan penilaian terhadap mahasiswa. Tingginya penilaian subjektif dari dosen penguji berimbas pada ketidaklulusan mahasiswa dalam ujian BTAQ. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa mahasiswa yang mengeluh, yaitu dengan adanya perbedaan pandangan dalam pemberian penilaian antara dosen penguji satu dengan yang lain. Jumlah mahasiswa yang tidak lulus ujian BTAQ setiap tahunnya menandakan bahwa peran DPPAI dalam menjalankan program ini masih kurang maksimal, terutama terkait pengawasan ketika ujian BTAQ berlangsung. Pihak DPPAI belum melakukan pengawasan saat ujian BTAQ berlangsung. Padahal, permasalahan yang timbul yakni karena subjektifnya penilaian dari dosen penguji. DPPAI hanya menerima hasil akhir berupa angka-angka. Hal ini ditengarai karena DPPAI tidak mengawasi secara langsung, baik perihal sesuai atau tidaknya dosen penguji dalam mengujikan materi maupun pada saat pemberian nilai pada peserta. Fungsi kontrol dari DPPAI terhadap dosen penguji hanya ada pada saat proses terakhir, yang berupa evaluasi. Permasalahan ketidaklulusan ujian BTAQ juga tidak terlepas dari mahasiswa sebagai peserta ujian. Pihak DPPAI menilai, peserta kurang mempersiapkan materi ujian BTAQ dengan baik, sehingga tidak lulus dan harus menempuh ujian ulang. DPPAI sebenarnya sudah memberikan fasilitas berupa bimbingan gratis bagi mahasiswa yang tidak lulus ujian. Bimbingan tersebut berguna untuk peserta yang kurang mampu memenuhi kriteria penilaian untuk mendapat tuntunan ekstra agar nantinya dapat menempuh ujian BTAQ. Di sini timbul permasalahan baru, terutama bagi mahasiswa yang lokasinya terpisah dari kawasan kampus terpadu, seperti Fakultas Hukum dan Fakultas Ekonomi. Masalah informasi dan mekanisme bimbingan gratis tersebut kurang sampai kepada peserta ujian BTAQ. Terbukti dengan ketidaktahuan mahasiswa akan adanya bimbingan tersebut. Juga untuk ujian BTAQ ulang, permasalahan lokasi yang terpusat di kampus terpadu agaknya memberatkan mahasiswa. Beberapa dari mereka mengeluhkan hal ini. Untuk kembali merevitalisasi dan memaksimalkan BTAQ sebagai usaha mewujudkan UII yang mempunyai dakwah islamiah, masih banyak hal yang perlu diperbaiki. Jangan sampai program pesantrenisasi dan BTAQ ini hanyalah sebagai formalitas bahkan ritual tahunan semata, yang dapat mengaburkan esensi dari pesantrenisasi dan BTAQ itu sendiri.

Keadilan Post Juni 2014

4


LIPUTAN

Tumpulnya Hasil Permintaan Transparansi Dana Transparansi dana didapatkan dengan kesulitan, tetapi keberlanjutannya tidak dapat dirasakan oleh mahasiswa. Saat usaha maksimal belum juga mendapatkan hasil yang memuaskan, dimana titik kesalahan sebenarnya? Oleh : Meila Nurul Fajriah

Zayanti Mandasari, relawan yang pernah bertugas di Klinik Keterbukaan Informasi Publik UII membenarkan hal tersebut. “Jadi UII ini dapat dikategorikan sebagai badan publik yang keuangannya berasal dari mahasiswa. Nah dan terdapat juga bantuan dari pemerintah,” ujarnya. Proses permohonan permintaan transparansi dilakukan melalui tahap sidang mediasi oleh KIP DIY. Sebelumnya, pihak DPM FH mendaftar dan kemudian mengajukan beberapa berkas perlengkapan. Setelah berkas dinyatakan lengkap, maka pihak-pihak yang bersangkutan diundang ke persidangan Meila/Keadilan dalam tahapan mediasi yang difasilitasi dapatkan laporan pertanggung jawaban oleh KIP DIY. Pada sidang pertama, keuangan tersebut. Hal tersebut disepa- hanya diikuti oleh pihak penggugat saja kati juga oleh Karimatul Ummah selaku tanpa dihadiri oleh pihak dekanat selaku dosen FH UII. “Ya, karena dia (DPM tergugat. Selang beberapa hari setelah FH) minta keseluruhan transparansi sidang pertama diadakan, pihak dekanat anggaran, dan itu dosen pun enggak ber- membuat sebuah Tim Mediasi yang terdiri dari beberapa dosen FH UII. Tim hak sebenarnya,” tegasnya. Tidak puas dengan hasil yang Mediasi dibagi ke dalam dua kelompok, didapatkan dari pihak dekanat, DPM bagian litigasi yang diketuai oleh Abdul FH mencoba untuk membawa masalah Jamil dan non litigasi diketuai oleh Mukini kepada pihak KIP DIY. Menurut min Zakie. Dua hari menjelang sidang kekajian mereka, kasus ini bisa diajukan kepada pihak yang berwenang untuk dua diadakan, Tim Mediasi dari pihak mengadili. Pasal 1 ayat (3) Undang- non litigasi memanggil pihak DPM Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang FH untuk bermusyawarah bersama. Keterbukaan Informasi Publik disebut- Hasilnya yaitu pihak tergugat akan memkan, “Badan Publik adalah Lembaga Ek- berikan apa yang diminta oleh pihak penggugat dengan catatan gusekutif, Legislatif, Yudikatif, gatan dicabut. Menurut Mukdan badan lain yang fungsi min, yang bisa diberikan oleh dan tugas pokoknya berkaitan dekanat hanyalah berupa lapodengan penyelenggaraan neran keuangan yang ditujukan gara, yang sebagian atau selukepada senat, bukan rincian biruh dananya bersumber dari aya yang dikeluarkan oleh kamAnggaran Pendapatan dan pus sebagaimana yang diminta Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja • Aulia Rifqi Hidayat oleh DPM FH. Sebab, rincian Daerah, atau organisasi non pemerintah keuangan fakultas hanya boleh dipegang sepanjang sebagian atau seluruh dana- dan diaudit oleh Yayasan Badan Wakaf nya bersumber dari Anggaran Pendapa- Universitas. Gugatan akhirnya dicabut oleh tan dan Belanja Negara dan/atau Ang- garan Pendapatan dan Belanja Daerah, pihak penggugat setelah mendapatkan sumbangan masyarakat, dan/atau luar transparansi dana dari pihak Tim Mediasi. Selanjutnya, transparansi dana tersenegeri.” • Laporan pertanggungjawaban keuangan Dekan FH UII kepada Senat (19/06).

Yogyakarta-Keadilan. Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (DPM FH UII) melayangkan surat permohonan permintaan transparansi dana kepada pihak Dekanat FH UII. Permintaan yang tidak disambut dengan baik, inilah yang kemudian menyebabkan pihak DPM FH melaporkan kepada pihak Komisi Informasi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (KIP DIY) pada akhir April 2014 lalu. M. Agvian Megantara, selaku Ketua DPM FH menjelaskan bahwa permintaan transparansi dana yang dilakukan bukanlah tanpa sebab. Pihaknya menginginkan adanya keterbukaan informasi dari pihak dekanat dalam hal keuangan kampus. “Biar transparan, biar kita tahu alokasi dana itu lari kemana saja, terus penggunaan dan realisasinya juga,” ujar Mega. Usaha yang dilakukan oleh DPM FH baik formal dan informal tidak membuahkan hasil. Pasalnya pihak dekanat tetap tidak mau mengabulkan permintaan mereka. Pihak dekanat beralasan jika permohonan itu dikabulkan akan melanggar Statuta UII. Di peraturan itu, disebutkan bahwa fakultas bertanggung jawab atas penggunaan keuangan kepada Senat Fakultas. Oleh karenanya mahasiswa tidak bisa men-

Keadilan Post Juni 2014

5


wewenang Saifudin sudah dilimpahkan kepada Wakil Dekan selanjutnya. Terkait hal pemberian laporan keuangan, Mukmin membenarkan kalau bukan Saifudin langsung yang memberikan kepada pihak DPM FH, tetapi Tim Mediasi non litigasi. Hal itu dikarenakan, pihak dekanat sudah memberikan wewenang kepada tim mediasi non litigasi, untuk menyelesaikan kasus tersebut di luar proses sidang KIP DIY. “Ya, karena pada awalnya kan saya minta (pihak dekanat), apapun yang saya ambil langkah itu, yang penting targetnya tidak diteruskan,” tegas Mukmin saat dimintai pendapat di ruang dosen. Kemudian Mukmin selaku Tim Mediasi yang juga berkedudukan sebagai Sekretaris Senat Universitas menjelaskan, bahwa rincian pengeluaran seharusnya ditanyakan kepada pihak Yayasan Badan Wakaf. Karena menurut dia, pihak yayasan-lah yang mengaudit seluruh keuangan universitas termasuk fakultas. Laporan yang diberikan oleh pihak dekanat kepada senat hanya laporan dalam bentuk umum. “Kalau rincian awal yang sampai mungkin kuitansi segala macam tentang keuangan, ya kepada badan wakaf. Badan wakaf yang mengaudit, silahkan saja kesana,” tambahnya.

• Mukmin Zakie, Tim Mediasi non litigasi pada kasus transparasi dana FH UII (17/06).

Zein/Keadilan

but diumumkan ke mahasiswa FH UII pada tanggal 13 Mei 2014 melalui akun jejaring sosial twitter Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) FH UII dan DPM FH UII. Akan tetapi, data itu hanya berbentuk laporan pihak fakultas kepada pihak Senat Fakultas tanpa ada penjelasan apapun terkait laporan tersebut dari pihak DPM FH. Selain menyebarkan laporan keuangan, ternyata pihak internal DPM FH juga menganalisis dan membahas beberapa kejanggalan yang menurut mereka mencurigakan. Kejanggalan itu berupa beban transport mengajar, beban pengembangan laboratorium, beban transport hadir, beban rekreasi dan beberapa kejanggalan lain yang mereka temukan. Setelah itu, DPM FH berusaha untuk meminta penjelasan dan memusyawarahkan temuan tersebut kepada pihak dekanat sebelum nantinya disebarkan kepada mahasiswa FH UII. Ketika DPM meminta penjelasan, pihak dekanat yang diwakili oleh Saifudin menolak untuk memberikan penjelasan. Karena alasan laporan tersebut adalah laporan yang diberikan untuk Senat Fakultas. Alasan lainnya, pada akhir bulan April Saifudin sudah tidak lagi menjabat sebagai Wakil Dekan FH UII. Kemudian, dia berdalih bahwa yang memberikan hasil laporan tersebut yaitu Tim Mediasi non litigasi, bukan dekanat. Saat ditemui tim Keadilan pun, dia juga menolak untuk berbicara. Karimatul membenarkan sikap Saifudin yang menolak saat dimintai kejelasan transparasi dana. Menurut dia, hak dan

Keadilan Post Juni 2014

6

Tindak lanjut kasus terhadap mahasiswa Aulia Rifqy Hidayat, mahasiswa

FH UII angkatan 2012 menyayangkan tidak adanya penjelasan oleh DPM FH atas transparansi keuangan yang telah mereka dapatkan. “Sudah bagus tapi belum maksimal. Karena yang maksimal itu ya memang selain tahu terperinci kita bayarnya kemana saja, trus juga tahu total dananya berapa, dibayarkan kemana saja. Trus efektif atau tidak duit tadi,” ungkapnya. DPM FH pun merasa kesulitan dalam hal pembacaan dan pemahaman laporan keuangan tersebut. Kesulitan itu dibenarkan oleh Mukmin Zakie. “Saya sudah menjelaskan, diberikan juga susah kita untuk membaca itu,” ujarnya. Dia menambahkan, bahwa kesulitan dalam hal pembacaan dikarenakan ketidakpahaman DPM FH dalam hal penulisan laporan yang ada. Senada dengan Mukmin, Karimatul menambahkan, “Kita aja enggak bisa kalo bukan bidang keuangan.” Mengenai keberlanjutan kasus tersebut, DPM FH berharap kepada periode selanjutnya, untuk mengadakan public hearing mengenai laporan keuangan fakultas yang dilakukan oleh pihak dekanat. Karena untuk saat ini, mereka hanya memfasilitasi pemberian data kepada mahasiswa melalui akun jejaring sosial twitter. Saat ditemui Keadilan, DPM FH masih mencoba untuk meminta penjelasan dari dekanat, tetapi, dengan belum adanya ketetapan dekan yang baru oleh fakultas, permintaan diberhentikan. Selain itu, banyaknya agenda yang sedang dilakukan oleh mereka—dekanat—juga berdampak pada berhentinya kasus ini tanpa ada hasil akhir yang jelas. Untuk mengantisipasi ketidakberlanjutan kasus tersebut, DPM FH

• Karimatul Ummah, dosen FH UII memberi tanggapan mengenai laporan pertanggungjawaban keuangan (17/06).

Fajrul/Keadilan


yang akan mengakhiri masa periodenya dalam beberapa minggu ke depan, sudah mencoba untuk mentransformasikan hal ini kepada DPM FH selanjutnya. Pernyataan ini dibenarkan oleh Harry Setya Nugraha selaku anggota DPM FH terpilih periode 2014/2015. Dia mengatakan, “...itu yang kemudian di-amanahkan sama DPM sekarang un-

tuk jadi PR legislatif ke depan”. Penyebaran data transparansi dana tersebut juga kurang disambut baik oleh mahasiswa. Saat ditanyakan mengenai reaksi mahasiswa, Mega mengatakan, “Tidak ada reaksi. Mereka itu bereaksi kalau tentang remediasi, kuota key-in, ya sudah”. Hal ini pula yang menjadi perhatian Harry, “Yang menjadi

kekhawatiran saya, usaha teman-teman DPM untuk membuka transparansi dana ini dianggap sebelah mata oleh teman-teman mahasiswa lainnya, yang bisa dikatakan ya sedikit apatis,” ungkap dia. Reportase bersama : M. Indra W. A. Bagan, Mada Pudyatama, Fajrul Umam A.R., Sri Devi Annisa Fitri, Nuranisyah.

SEKITAR KITA

Konsumen dengan Perlindungan Hak Pemateri memberikan kasus-kasus yang pernah dia tangani. Masalah penggugatan maskapai Lion Air, hingga parkiran di daerah Jakarta yang membuatnya mendapat julukan ‘advokat seribu rupiah’. Oleh: Rendu Saadan Thandi Yogyakarta-Keadilan. Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Selasa (17/06), mengadakan kuliah umum. Acara yang bertemakan “Membedah Berbagai Permasalahan yang Dihadapi Konsumen di Indonesia, Upaya Solusi, dan Perlindungan Hukumnya” dengan menghadirkan pembicara, David M. L. Tobing, SH., M.Kn. dari Koordinator Komisi II Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Republik Indonesia dan aktivis pembela konsumen. Acara yang digelar di ruang sidang utama FH UII ini dimulai pukul 13.00 dan tidak dipungut biaya. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kerjasama antara Memorandum of Understanding (MoU) UII dengan BPKN, dalam rangka memberikan edukasi kepada masyarakat. Menurut David, acara ini bersejarah karena baru pertama kali diselenggarakan oleh komisioner BPKN. Masalah konsumen di Indonesia semakin kompleks, diantaranya dengan sikap konsumen yang terima-terima saja dan kurang mengkritisi pelanggaran hak-hak konsumen. Acara yang semestinya dimulai pukul 13.00 ini mundur dari rencana awal, dan baru dimulai pada pukul 13.25. Diawali dengan pembukaan oleh pembawa acara dan sambutan yang disampaikan oleh Aunur Rohim Faqih, selaku Pejabat Sementara FH UII. M. Syamsudin, selaku moderator, membuka sesi penyampaian materi dengan memperkenalkan profil pemateri dan beberapa video selingan tentang

David terkait permasalahan konsumen dalam talkshow Kick Andy dan Mata Najwa. Dalam waktu sekitar setengah jam, jumlah audiens bertambah dan kursi-kursi mulai terpenuhi. Peserta itu diantaranya adalah mahasiswa FH UII— khususnya yang menempuh mata kuliah Hukum Perlindungan Konsumen, Hukum Dagang, dan Hukum Telematika—,mahasiswa FH se-Yogyakarta, akademisi, dan organisasi perlindungan konsumen di Daerah Istimewa Yogyakarta, serta beberapa peserta umum. Pemateri mulai menjelaskan isi materinya kepada peserta. Dengan tema yang diberikan, David mengupas permasalahan secara global dan mengambil dasar-dasar yang penting di bidang konsumen. Pemberian kasus-kasus terbaru

yang ada di masyarakat semakin membuat menarik materi yang diberikan, sehingga peserta dapat memahaminya. Dalam acara ini, David menjelaskan bahwa konsumen memiliki hak atas perlindungannya terhadap pelaku usaha. Perlindungan konsumen bertujuan untuk melindungi hak-hak bagi konsumen dalam mengonsumsi, memilih, dan mendapatkan barang dan atau jasa yang sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Materi yang disampaikan semakin menarik, terlebih ketika David memberikan pengetahuan lebih dengan kasus yang dia punya. Salah satunya saat dia menggugat permasalahan delay maskapai Lion Air. Saat itu, David selaku penumpang dari pesawat Lion Air memosisikan dirinya sebagai konsumen. Pada saat dia hendak melakukan perjalanan menggunakan maskapai tersebut, muncul pemberitahuan delay pesawat selama 90 menit. David menggugat atas keterlambatan pesawat tersebut ke pengadilan karena dia memiliki hak atas kon-

• Studium Generale bertema permasalah yang dihadapi oleh konsumen di Indonesia yang diselenggarakan oleh PSH dengan BPKN di FH UII (17/06).

Benny/Keadilan

Keadilan Post Juni 2014

7


• Foto bersama dengan David L. Tobing di akhir acara (17/06).

Tegar/Keadilan

sumen. Dan David adalah orang ketiga yang menggugat Lion Air atas kasus yang serupa. Dia juga bercerita mengenai kasus kenaikan biaya parkir yang pernah ditanganinya. David menggugat PT. Securindo Packtama Indonesia, pengelola lahan parkir di Supermarket Continent, Jakarta Pusat, yang menaikkan tarif parkir dengan jumlah yang tidak sesuai dengan Peraturan PerundangUndangan yang berlaku pada tahun 2003 hingga tingkat Mahkamah Agung dan akhirnya gugatan dikabulkan. Akibat gugatan itulah, David sering disebut dengan julukan ‘advokat seribu rupiah’ atau ‘pengacara seceng’. Dalam seminar ini juga dibahas mengenai UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menjelaskan mengenai, segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk perlindungan kepada konsumen. Perlindungan yang dimaksud adalah yang bersifat preventif dan represif. Esensi dari UU ini yaitu adanya sistem perlindungan konsumen yang berkepastian hukum dan keterbukaan, meningkatkan kesadaran konsumen untuk melindungi diri, serta meningkatkan tanggung jawab pelaku usaha. Dari esensinya, konsumen memiliki hak yang tercantum dalam Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen tentang Hak Konsumen. Pasal ini membahas mengenai hak-hak apa saja yang bisa didapat oleh konsumen. Setelah hak terpenuhi, Pasal 5 UU Perlindungan Konsumen menjelaskan bahwa konsumen memiliki kewajiban. Sebelum hak dipenuhi, konsumen memenuhi kewajibannya agar mendapatkan hak-haknya. Menariknya materi yang disajikan dan pemateri yang berkompeten membuat beberapa mahasiswa tertarik

Keadilan Post Juni 2014

8

pada gugatan pemadaman listrik. Dalam perkara ini, gugatan diterima karena hakim tidak mempermasalahkan notifikasi. Setelah gugatannya tidak dapat diterima, muncul putusan Mahkamah Konstitusi untuk menghapus Pasal 57 huruf d dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 yang tidak tepat karena tidak memuat rumusan yang jelas. Selanjutnya pada sesi kedua tanya-jawab, hanya ada satu orang peserta yang bertanya. Pasifnya audiens pada sesi kedua ini menjadikan acara berakhir pada pukul 15.00. Padahal, dalam rundown, acara ini seharusnya selesai pukul 16.00. Sebelum acara dimulai, pemateri juga mempersiapkan materi dan menambah persiapan-persiapan lain untuk dapat menjawab pertanyaan dari peserta. Pertanyaan yang dilontarkan para peserta kadang tidak terkait pada tema atau penjelasan. Pemateri telah mempersiapkan bahan agar dapat menjawab pertanyaan peserta. “Misalnya tadi ada yang menanyakan tentang perdagangan elektronik, itu sudah saya persiapkan jawabannya,” ujar David terkait persiapan sebelum dia memberikan materi. Derri menanyakan tentang adanya perlindungan konsumen terhadap transaksi perdagangan elektronik. Dan David menjawab sudah ada rancangan mengenai perdagangan elektronik itu sendiri. Di akhir acara, PSH memberikan kenang-kenangan kepada BPKN sebagai tanda atas selesainya kuliah umum tersebut, yang dilanjutkan dengan sesi berfoto bersama pemateri yang diikuti panitia dan peserta acara. Untuk publikasi, panitia telah menggunakan beberapa media seperti poster, spanduk, undangan-undangan, pemberitahuan melalui situs web dan pemberian surat-surat melalui fax dan e-mail. Tidak hanya di wilayah kampus,

untuk hadir dalam kuliah umum ini. Namun, ada juga mahasiswa yang datang hanya untuk memenuhi absensi. Salah satunya untuk mata kuliah Hukum Perlindungan Konsumen yang diampu oleh Syamsudin. Kasus-kasus konsumen yang ada dan materi yang mudah dipahami, menjadikan peserta lebih mengerti penjelasan dari pemateri. David juga menjelaskan materi dengan semangat, sehingga keadaan semakin kondusif ketika peserta mendengarkan dengan saksama. Setelah penyampaian materi, sampailah acara pada sesi tanya-jawab. Di sesi pertama, ada lima orang peserta yang bertanya, diantaranya adalah kalangan mahasiswa dan akademisi. Salah satu peserta yang menarik perhatian audiens meminta penjelasan dari pemateri mengenai permasalahan konsumen yang mendapat produk kadaluwarsa. Kemudian dia juga menanyakan apakah lambang Garuda boleh digunakan pada jersey atlet sepak bola. Dalam kasus gugatan warga negara atau Citizen Lawsuit (CLS) yang diajukan oleh David atas lambang Garuda di jersey tim nasional, terdapat pelanggaran pada UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Dalam kasus ini, David menggugat • David L empat pihak yaitu Presiden, MenTobing saat mempreteri Pendidikan Nasional, Persatuan sentasikan Sepak bola Seluruh Indonesia, dan mengenai perusahaan sepatu Nike. perlindungan konsumen Tetapi pengadilan tidak me(17/06). nerima gugatan David, karena hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menilai adanya kekurangan notifikasi kepada warga negara. David mengkritisi terkait penolakan gugatannya tersebut. Dia memberikan contoh

Saadan/Keadilan


panitia juga mengundang instansi-instansi, akademisi, dan mahasiswa FH se-DIY untuk turut serta dalam kuliah umum tersebut melalui undangan. Saat ditanya mengenai persiapan kuliah umum ini, David mengatakan sudah sangat baik. “Paling tidak, sosialisasi tentang acara ini sudah dilakukan sejak beberapa hari yang lalu. Jadi sudah sangat baik dari audiensi yang sangat banyak,” tuturnya ketika ditemui Keadilan seusai acara. Namun menurut salah satu mahasiswa, masih ada kekurangan dari acara ini. Seperti peserta yang keluar masuk ruangan saat acara berlangsung. “Kalau kekurangan sih terlalu pasif. Banyak mahasiswa yang mereka tuh masuk, terus abis itu keluar lagi. Istilahnya, kayak sepi banget gitu lah kuliah umum ini,” tutur

Wulandari Setyoningrum, salah satu peserta acara yang juga seorang mahasiswa FH UII angkatan 2011. Dari kuliah umum tersebut, peserta mendapat pengetahuan mengenai kepekaan pada konsumen, hak-hak para konsumen serta para pelaku usaha. Salah satu peserta, Derri Pahrullah, mahasiswa FH UII angkatan 2011 mengatakan jika dia mendapat lebih banyak informasi dari acara ini. Pengetahuan para peserta pun bertambah terutama mengenai kasus-kasus konsumen yang ada pada masyarakat, serta cara penyelesaian untuk menghadapi permasalahan yang ada. Setelah peserta dapat memahami isi materi yang disampaikan, para peserta dapat menyosialisasikannya dan memahami kembali untuk mengimple-

mentasikannya. “Saya akan melapor kalau ada hak saya yang terlanggar sebagai konsumen,” tambah Wulan. Nafiatul Munawaroh, selaku sekretaris dalam kepanitiaan acara ini menyampaikan beberapa harapan seusai acara, yaitu agar para peserta dapat mengembangkan pengetahuan mengenai perlindungan konsumen. Selain itu, setiap adanya sengketa dalam permasalahan konsumen, audiens juga harus bisa menindak lanjutinya, tidak hanya diam saja, serta mau bergerak untuk menangani gugatan atas hak-hak dari konsumen. Reportase bersama: Tegar Dwi Permata, Siska Novista, Benny Trisdiyanto.

DARI KAMI

Assalamualaikum Wr. Wb Salam sejahtera bagi kita semua Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW kita haturkan atas terbitnya Keadilan Post edisi Juni 2014. Kami menyajikan informasi yang berimbang dan teraktual bagi segenap pembaca. Kami haturkan terima kasih kepada narasumber dan tak lupa kepada seluruh pengurus yang turut andil dalam penulisan dan penyusunan Keadilan Post edisi Juni 2014. Atas nama LPM Keadilan kami mohon maaf apabila ada kesalahan dalam terbitan ini. Pembaca pun dapat mengirimkan surat pembaca kepada kami, baik itu permasalahan di lingkup UII dan sekitar Yogyakarta. Kami juga selalu menerima kritik dan saran sebagai koreksi untuk terbitan selanjutnya. Selain itu kami membuka peluang untuk mahasiswa, dosen ataupun publik untuk menulis di Keadilan Post dalam rubrik Opini dan Artikel. Redaksi Wassalamualaikum Wr.Wb

Keadilan Post Informatif, Komunikatif, Aspiratif

KEADILAN POST DITERBITKAN OLEH LPM KEADILAN PEMIMPIN UMUM SEKRETARIS UMUM BENDAHARA UMUM

: JEFREI KURNIADI : RINI WINARSIH : SISKA NOVISTA

PIMPINAN REDAKSI REDAKTUR PELAKSANA SEKRETARIS REDAKSI

: ADITYA PRATAMA PUTRA : DANAR MASYKUR S. : DEVI TRIANA

KOOR. KEADILAN POST KOOR. KEADILAN ONLINE DESAIN EDITOR BAHASA

: KAUSAR WILDANTIO A. : IDA ELSHA NASTITI : BENNY TRISDIYANTO SEKAR SANTI NASTITI RENDU SAADAN THANDI YUNIAR DWI ASTUTI : M. INDRA W. A. BAGAN TEGAR DWI PERMATA FAJRUL UMAM A. R.

LALU SUBANDARI SRI DEVI ANNISA FITRI FOTOGRAFI : AUSSY NURBANI DINAR LUTFANI HUSNA N. FALUTHI FATURAHMAN INA RACHMA N. PIMPINAN LITBANG : KAUKAB RAHMAPUTRA STAF LITBANG : M. ADHIKA RAHMANTO ISMAIL SANI A.M. MOHAMMAD ZEIN R. YOGI WIRANUGRAHA PUTRI AYU PRAYOGO DIAN RACHMANINGSIH PIMPINAN PENGKADERAN : MUDZAKIR STAF PENGKADERAN : RANU RAHMAN A.

MADA PUDYATAMA MEILA NURUL. FAJRIAH NURANISYAH IRKHAM ZAMZURI GANDAR MAHOJWALA P. HENDRA Y. REPORTER : SELURUH PENGURUS KEADILAN JL. TAMAN SISWA 158 YOGYAKARTA 55515 TELP (0274) 377043 - 379171 / HP 082120986712 lpmkeadilanfhuii@yahoo.co.id

Keadilan Post Juni 2014

9


FRAGMEN

Keranjang Penyambung Kehidupan Seorang lelaki paruh baya tengah mencari nafkah untuk kelangsungan hidup keluarganya. Dengan menjual keranjang pakaian yang terbuat dari anyaman bambu, dia bersahabat dengan gelapnya malam Yogyakarta. Sugi namanya, seorang bapak yang berasal dari dusun Tangkil, Delingo, Bantul. Keranjang pakaian itu hasil dari buatan tangannya sendiri. Sugi, dalam membuat keranjang dibantu oleh Istri yang mengidap gegar otak karena kecelakaan lalu lintas. Pembuatan keranjang ini memakan waktu yang tidak sebentar, minimal dua hari hingga keranjang tersebut siap untuk dijual. Dengan alat yang sederhana, Sugi dan istrinya melakukan pembuatan keranjang mulai dari ngirat atau memotong bambu tipis-tipis. Kemudian memasuki proses pewarnaan. Setelah itu mulai menganyam, hingga berbentuk keranjang. Dengan berbekal motor yang masih dicicil, Sugi melewati lika-liku jalan menuju Yogyakarta. Dahulu sebelum memiliki motor, bapak dari dua anak ini menempuh jalur itu dengan berjalan kaki, saat berangkat maupun pulang dari berjualan sambil memikul keranjangnya. Bapak yang sudah memasuki usia 63 tahun tersebut biasanya menjual dagangannya di tempat yang menurutnya strategis, seperti di kawasan Universitas Gajah Mada, Selokan Mataram, dan di depan Balai Kota Yogyakarta. Keranjang yang dijual Sugi memiliki harga yang bervariasi sesuai dengan ukurannya. Mulai dengan harga 35 ribu untuk keranjang paling kecil hingga seharga 50 ribu untuk yang paling besar. Tidak jarang calon pembeli menawar hingga setengah dari harga yang ditawarkan. Meskipun sudah terjadi tawar-menawar, dia belum pasti mendapatkan hasil. Akan tetapi apabila pembeli setuju dengan harga yang ditawarkan, maka itu rejeki bagi Sugi. Menunggu menjadi hal yang biasa bagi Sugi, rasa bosan tidak pernah terlintas dalam benaknya, rasa takut diabaikan, apalagi gelap malam bukan halangan. Baginya, nafkah untuk keluarga dan biaya pengobatan istrinya menjadi prioritas utama. Rasa lelah tidak dirasakan meskpun ketika pulang kerumah dia hanya beristirahat selama dua jam. Tidak ada yang mudah hidup di dunia, dan seorang penjual keranjang pakaian ini memilih untuk tidak menyerah. Hidup apa adanya, sesuatu yang sudah ditanamkan oleh orang tuanya sejak dahulu dan tidak pernah dia ingkari.

1

Uni/Keadilan

Proses pembuatan tutup keranjang

2

Ina/Keadilan

Membelah tali pengikat keranjang

3

Ina/Keadilan

Saling membantu


4

5

Adhika/Keadilan

Pola anyaman keranjang

6

Ina/Keadilan

Mengawali anyaman Adhika/Keadilan

Menunggu pembeli

Narasi : Yuniar Dwi A.

7

Foto : Yuniar Dwi A., Ina Rachma N., M. Adhika R.

Adhika/Keadilan

Akhirnya terjual


RESENSI

Gugatan Orang-orang Terusir Ketika keyakinan dianggap sesat, bahkan menjadi alasan pembenar melakukan intimidasi, tindak kekerasan, dan termasuk tindakan yang tidak berprikemanusiaan. Oleh : Yogi Wiranugraha

Judul

: Maryam

Penulis

: Okky Madasari

Penerbit

: Gramedia Pustaka Utama

Tebal

: 288 halaman

Tahun terbit

: 2012

M

aryam kecil tumbuh di lingkungan pesisir pantai, sebuah kampung bernama Gerupuk di sudut timur pesisir selatan Pulau Lombok. Maryam lahir dan tumbuh dalam keluarga yang taat menjalakan ajaran Ahmadiyah. Semua orang di kampungnya mengetahui bahwa kelurga Maryam agak sedikit berbeda. Keluarganya kadang menerima tamu dari tempat yang jauh untuk mengadakan pengajian, karena mempunyai kelompok pengajian sendiri dan tidak pernah mau ikut pengajian bersama warga sekitar. Tidak pernah ada yang mempermasalahkan apa yang Maryam dan kelurganya yakini. Mereka hidup harmonis dan saling berdampingan dalam perbedaan. Tidak seperti anak-anak kebanyakan di Gerupuk yang bersekolah di madrasah, Maryam di sekolah negeri. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menuntut segala ilmu dan aman dari intimindasi, justru tidak demikian bagi Maryam. Saat kelas lima sekolah dasar, dia merasa gelisah. Sebab dalam buku pelajarannya, dia menemukan tulisan yang menyatakan Ahmadiyah ajaran sesat. Maryam takut, dia merasa berdosa dan membayangkan siksaan yang akan diterima oleh orang-orang yang berdosa. Inilah yang membuat dia gamang akan keimanannya. Semakin tumbuh dewasa, Maryam semakin menyadari

Keadilan Post Juni 2014 12

memang ada yang berbeda antara dia dan keluarganya dengan para tetangga terkait keyakinan. Ketika iman Maryam mulai goyah, orang tuanya-lah yang berperan untuk menguatkan imannya dengan berbagai cara, seperti tidak pernah absen mengajaknya ke pengajian-pengajian orang Ahmadi, sebutan untuk orang yang menganut Ahmadiyah. Termasuk ibunya yang selalu bercerita tentang kisah orang-orang dari masa lalu yang dimusuhi, banyak orang yang ditindas, dan dianiaya ketika mengatakan kebenaran. Sejak saat itu Maryam akrab dengan kata sesat dan tidak merubah keyakinannya. Kata sesat ini juga kerap kali didengar Maryam. Kata sesat memang sangat sensitif ketika sudah disematkan pada individu maupun kelompok, terlebih jika kata ini dikaitkan dengan kepercayaan. Karena merujuk pada jalan yang tidak benar, menyimpang dari kebenaran. Selanjutnya, cerita mengenai keputusan Maryam untuk melanjutkan kuliah ke Surabaya menjadi titik dimana dia mulai meninggalkan kampung hala-

Ilustrasi oleh: Yogi/Keadilan

man dan orang tuanya. Di kota pahlawan itu, dia tinggal bersama keluarga Zul yang juga seorang Ahmadi, sahabat bapaknya. Orang tuanya khawatir dia akan bertemu dengan orang luar—bukan Ahmadiyah. Dalam beberapa kesempatan, bapaknya sering bercerita tentang kegagalan rumah tangga yang dialami orang Ahmadi yang menikah dengan orang luar. “Segala kesengsaraan dan kesusahan muncul,� ucapnya pada Maryam. Kekhawatiran orang tuanya tidak terbukti karena dia menjalin hubungan dengan Gamal, seorang pemuda yang juga Ahmadi. Maryam bertemu dengan Gamal dari acara-acara pengajian rutin Ahmadiyah. Gamal merupakan menantu idaman orang tuanya di Lombok. Selain sama-sama Ahmadi, dia juga orang yang berpendidikan. Hingga suatu ketika Gamal menghilang dan membuat Maryam terpuruk. Di tengah keterpurukanya, Maryam terus berusaha menyelesaikan kuliahnya dan buru–buru melamar pekerjaan. Akhirnya, Maryam pindah ke ibu kota karena pekerjaan yang mengharuskannya berada di Jakarta. Saat gejolak kehidupannya yang ditinggal pergi oleh Gamal, Alam datang dan menjadi penyelamat kehidupannya. Namun di sisi lain, Alam bukan seorang Ahmadi. Hubunganya dengan Alam jelas tidak


diinginkan oleh orang tuanya. Tetapi, Maryam bersikeras melanjutkan hubunganya dengan Alam dan memilih meninggalkan keyakinanya yang sejak kecil dia pegang. Meninggalkan orang tuanya dengan rasa kecewa. Perjalanan rumah tangganya dengan Alam dia lalui dengan tidak mulus. Maryam begitu mencintai Alam, sampai-sampai dia rela menanggalkan kepercayaanya. Ketika orang tua Alam mulai menginginkan kehadiran cucu, Maryam tidak kunjung juga dikaruniai anak. Orang tua Alam mengaitkan hal itu dengan masa lalu Maryam yang seorang Ahmadi dan menganggap itu adalah hukuman atas kepercayaan dia dulu. Inilah yang membuat rumah tangga Maryam dan Alam tidak dapat dipertahankan. Dia memilih bercerai dan kembali pada orang tuanya di Lombok dalam situasi penuh rasa penyesalan atas apa yang telah dia pilih selama ini, meninggalkan orang tuanya. Maryam mendapati tempatnya menjadi asing dan berbeda, orang-orang di sana seperti tidak mengenal dia. Maryam terkejut ketika dia mendapati keluarganya sudah tidak menetap lagi di Gerupuk. Walaupun rumah yang dulu dia tinggali masih berdiri kokoh, keluarganya sudah tidak tinggal lagi di sana. Keluarganya terusir dari kampungnya sendiri. Hanya karena orang-orang di kampungnya menganggap sesat. Tetangga yang tadinya mam-

pu hidup harmonis dalam perbedaan, kini menjadi beringas. Menganggap apa yang mereka percayai adalah satu-satu kebenaran dan apa yang berbeda harus disisihkan, seperti halnya keluarga Maryam. Novel ini merupakan karya Okky Madasari yang ketiga setelah karya sebelumnya Entrok dan 86. Dia merupakan penulis yang cukup produktif, karena sejak novel pertamanya, Entrok pada 2010, setiap tahunnya Okky berhasil meluncurkan novel baru. Hingga Saat ini Okky sudah meluncurkan empat novel yaitu Entrok, 86, Maryam dan Pasung Jiwa. Novel Maryam ini juga mendapatkan penghargaan Khatulistiwa Literary Award saat usia Okky masih relatif muda, 28 tahun. Untuk menulis novel Maryam, Okky melakukan riset langsung ke Pulau Lombok, guna menemui dan mewawancarai para pengungsi Ahmadiyah yang terusir dari kampungnya. Selain itu, pemilihan kata yang dia gunakan dalam novel ini, membuat karyanya ‘membumi’. Itu semua tak terlepas dari pengalamannya di dunia jurnalistik. Kata-kata yang dia tulis sederhana, tanpa menghilangkan esensi yang ingin disampaikan. Okky berhasil menggambarkan sosok Maryam dengan pergolakan batin yang terjadi, pengorbanan cinta yang dibalut dengan perbedaan keyakinan. Namun, buku ini memiliki kekurangan pada beberapa bagian

Menilai dari Sebuah Inti yang Terdalam

Kisah yang mengajarkan kita, untuk tidak menilai sesuatu dari penampilan luar. Lihatlah apa yang sebenarnya ada di balik penampilan itu.

Oleh: Faluthi Faturahman

Sutradara dan penulis: Teddy Soeraatmadja Pemain: Donny Damara, Raihaanun Tanggal rilis: 30 September 2011 Durasi : 75 menit

A

wal film ini memperlihatkan latar waktu dini hari di sebuah jalan yang diberi pencahayaan lampu remang, yang menambah suasana kesuraman dalam suatu malam. Tak lama dan tak jauh, terlihat sosok seseorang yang tidak terlihat jelas, sosok itu terlihat blur di kejauhan. Hasil gambar blur tersebut terlihat disengaja, membuat cerita ini lebih dramatis dan suram. Dengan tambahan suara latar musik yang menggugah perasaan, penonton akan terasa dihipnotis serta dipaksa untuk ikut merasakan emosi dan pikiran sosok itu. Dari sosok tadi, terlihat sebuah

yang sedikit vulgar. Membuat novel ini kurang layak di baca oleh orang yang belum dewasa. Dari segi cerita, novel ini berakhir dengan cerita yang anti klimaks, sehingga menimbulkan pembaca bertanya-tanya seperti apa kelanjutan nasib Maryam dan keluarganya. Dalam novel ini, Okky tidak berbicara tentang Ahmadiyah dan larut dalam perdebatan tentang kesesatan. Lebih luas lagi novel ini berbicara tentang orang-orang yang terpinggirkan. Melalui kisah Maryam, dia menggambarkan hal lain yang sedang terjadi di negara ini, dimana tindakan intoleransi merebak dimana-mana. Novel ini sebuah gugatan yang disampaikan pada penguasa—pemerintah—atas hak perlindungan. Ini terlihat pada bagian terakhir novel, Maryam menggugat penguasa mereka dengan surat. Dia tidak meminta lebih, hanya ingin agar hidup mereka normal. Tidak ada intimidasi, penghinaan, pengucilan dan penindasan atas dasar apapun. Seolah ingin menyampaikan, untuk menjadikan negara ini seperti taman bunga yang berwarna warni. Gugatan Maryam bukan hanya untuk penguasa, tetapi juga untuk kita semua yang terkadang menyikapi perbedaan dengan tidak bijak.

warna merah menyala. Semakin dekat tampak seseorang dengan badan dan cara berjalan yang tegap layaknya lelaki. Tetapi ada sesuatu yang berbeda, sosok itu menenteng sepatu hak tinggi di tangan kanan dan rambut palsu di tangan kirinya. Lalu, warna merah tadi merupakan pakaian yang tidak biasa dipakai seorang lelaki. Pakaian yang sangat mini, terlihat ketat dan juga memperlihatkan belahan dada serta paha si lelaki. Sosok itu bernama Syaiful, atau biasa di panggil Ipuy di lingkungannya. Ipuy, hidup sebagai waria—pekerjaan dan gaya hidup. Tidak terlihat ada paksaan, malah dibilang menikmati dan menerima hidup seperti itu. Ipuy diperankan oleh Donny Damara. Sebagai aktor senior, akting

Keadilan Post Juni 2014 13


dok.

Donny terlihat hidup dan menjiwai sosok Ipuy, tidak terasa setengah-setengah atau dipaksakan. Dari film ini Donny mendapatkan penghargaan Best Actor pada Asian Film Awards 2012 di Hong Kong. Lalu tokoh utama yang lain, seorang gadis bernama Cahaya, anak yang dilahirkan dari hubungan Ipuy dan istrinya 19 tahun yang lalu. Cahaya diperankan oleh Raihaanun, istri Teddy Soeriaatmadja sutradara dan penulis film Lovely Man sendiri. Sosok Raihaanun sebagai Cahaya terlihat alim. Dia memakai pakaian layaknya seorang anak pesantren pada umumnya. Dia hanya ingin bertemu sosok ayahnya, seorang ayah yang pernah ada dalam hidupnya. Cahaya dan ibunya yang ditinggal Ipuy 15 tahun lalu, membuat anak ini rindu dan penasaran pada sosok ayahnya. Kemudian, dia hanya tahu alamat tempat tinggal ayahnya, dan tak pernah tahu apa yang dilakukan Ipuy. Hanya bermodal uang yang ngepas, Cahaya pergi dengan menggunakan kereta ekonomi. Cahaya berencana mencari ayahnya dalam satu malam saja. Dia berjalan tidak tahu arah, hanya mengikuti kakinya berjalan. Pertama kali datang ke kota besar, dia terlihat takjub melihat gedung-gedung tinggi bertingkat.

Keadilan Post Juni 2014 14

Dalam perjalanan, dia bertanya-ta-nya dimana tempat ayahnya. Orang pertama yang ditanya Cahaya, tidak mengetahui alamat tersebut. Tidak pupus semangat, dia terus berjalan mencari dan bertanya pada orang yang mengetahui letak alamat ayahnya. Akhirnya Cahaya berhasil menemukan alamat yang dicari. Dengan kepolosan anak desa, dia menanyakan nama Syaiful dan mengatakan bahwa dirinya adalah anak Syaiful. Dia merasa bingung ketika banyak orang yang tinggal di lingkungan Ipuy merasa heran dan tidak percaya. Seorang tetangga Ipuy bahkan mengatakan, “Hah! Kamu anaknya Ipuy? Ipuy bisa juga punya anak ye”. Cahaya terlihat bingung kembali, ketika dia disuruh mencari Ipuy di luar rusun. Kata tetangganya, Ipuy kerja di sekitar jalan itu. Tidak jauh dari sana, dia berjalan keluar menuju jalan besar. Tak percaya ayahnya bekerja di sana, karena yang dia lihat hanya mobil, motor, kendaraan umum, jalan besar dan fly over yang menjulang di atasnya. Dia bertemu dengan salah satu waria yang ada di jalan, dan menanyakan apa ada kantor atau tempat usaha di sekitar situ. Namun tidak ada tempat usaha di jalan, yang ada hanya waria yang menggoda pelintas jalan. Ketika dia bertanya mengenai ayahnya, Ipuy, waria tadi menunjuk salah satu temannya. Iya, dia adalah Ipuy, seseorang yang bekerja sebagai waria. Di sisi jalan Ipuy merokok, belum menghiraukan Cahaya yang mendekati, dengan menggunakan pakaian mini merah menyala, memakai wig yang menutupi bahunya. Namun Cahaya tidak jadi mendekat, dia berpaling, pergi. Merasa kecewa melihat ayahnya yang bekerja sebagai waria. Tidak lama, Ipuy dengan rasa penasaran mengejar Cahaya dan menanyakan siapa dia dan mau apa,

“Siapa loe, ngapain cari-cari gue?” Cahaya yang terlihat shock dan sedih, menjawab, “Aku Cahaya, aku cuma mau ketemu Bapak.” Film yang berjudul Lovely Man bercerita tentang kehidupan seorang waria yang juga harus berperan sebagai bapak dari seorang anak. Film ini, banyak mendapat perhatian dari dunia perfilman luar negeri. Lovely Man diputar dalam beberapa festival perfilman di berbagai negara, salah satunya Palm Spring International Film Socciety. Dengan ciri khas gaya seorang waria, yang biasa mengganti kata aku dengan eke ditambah dengan tingkah genit dari seorang lelaki, membuat film ini memiliki bumbu humor tersendiri, dan inilah yang dapat membuat penonton tertawa. Di samping itu, masih ada yang dapat kita ambil. Misal, dari dialog kedua tokoh utama yang sederhana saja, namun dapat menyentuh dan bermakna sangat dalam. Tetapi masih ada beberapa kekurangan dalam Lovely Man. Dilihat dari jalan cerita yang pada akhirnya menggantung dan penataan kamera yang terus bergerak-gerak sehingga mengganggu kefokusan pengambilan gambar. Selain itu kalangan masyarakat Indonesia sendiri, masih banyak yang belum bisa menerima film dengan tema waria. Masyarakat masih menganggap hal-hal yang ada di film ini bertentangan dengan budaya di Indonesia. Namun tetap, Lovely Man patut diacungi jempol. Film karya anak bangsa ini diakui industri perfilman dunia. Padahal jika dilihat dari hasil penggarapan film ini saja, bisa dibilang sangat sederhana. Latar tempat serta waktu yang tidak begitu banyak dan luas, membuat film ini terasa simpel, namun tetap berbobot. Tidak banyak film Indonesia dapat diterima masyarakat dunia dan masih berpatokan pada tuntutan pasar. Hal ini sangat membatasi kreativitas, tidak bisa selamanya industri film hanya eksis di pasar Indonesia. Harus ada bukti bahwa bangsa Indonesia juga bisa membawa dunia filmnya ke kancah Internasional. Seperti kata-kata Ipuy di film ini, “Kamu adalah kamu,” artinya kita harus menjadi diri kita sendiri, tidak bisa menjadi orang yang hanya ikut dalam arus kehidupan.


OPINI

Mengembalikan Esensi Pengabdian Masyarakat Oleh: Mia Permata Sari*

D

emokrasi kita telah berjalan selama lebih dari 15 tahun. Namun, banyak suara minor dari berbagai daerah di Indonesia yang terabaikan, atau mungkin sengaja diabaikan. Gaung otonomi daerah yang digadanggadang akan menjadi salah satu solusi untuk kesejahteraan yang merata bagi masyarakat, pada praktiknya kini masih mengalami stagnasi. Hal tersebut bukanlah omong kosong belaka. Mari kita lihat contoh nyata dari kawan-kawan kita di timur Indonesia. Biarkan mereka menceritakan tentang kesendok. jangan yang ada di daerahnya. Tentu sangat mengulik kepedihan hati kita sebagai rakyat Indonesia. Minimnya infrastruktur yang ada di daerah, membuat ketertinggalan ini semakin nyata. Rendahnya kualitas pendidikan dan sedikitnya jumlah sekolah hingga perguruan tinggi, membuat kesenjangan ini semakin terlihat jelas. Hal ini perlu untuk diperhatikan lebih oleh negara. Negeri ini sudah lama merdeka. Namun tangis rakyat dan jerit kelaparan masih terdengar dimanamana. Padahal kita sering mendengar pemberitaan media tentang pesatnya pertumbuhan ekonomi, tetapi masih banyak rakyat yang sengsara kedinginan tidak bertempat tinggal. Tidak pula mengecap ‘manisnya’ devisa negara. Hingga detik ini, mereka masih mempertanyakan kesejahteraan yang merata. Alih-alih membicarakan globalisasi, kondisi mereka sekarang masih banyak yang buta huruf dan tertinggal dalam pendidikan. Sangat ironi kiranya, jika fakta itu disandingkan dengan kita yang sibuk mengejar gemerlapnya kehidupan dunia dengan segala fasilitas yang ada. Alangkah ngerinya negeri ini! Website resmi Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal merilis tiga kriteria daerah tertinggal. Pertama, perekonomian masyarakat, dengan indikator utama persentase keluarga miskin dan konsumsi perkapita; Kedua,

sumber daya manusia, dengan indikator utama angka harapan hidup, rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf; Ketiga, prasarana—infrastruktur. Berdasarkan kriteria tersebut, maka saat ini terdapat 183 kabupaten yang dikategorikan sebagai daerah tertinggal. Daftar kabupaten tersebut telah dimasukkan dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 sebagai target Pembangunan Daerah Tertinggal. Saat ini 70 persen daerah tertinggal terdapat di kawasan timur Indonesia. Diberitakan dalam www.kemendagri.go.id, website resmi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terdapat kurang lebih 27.360 desa tertinggal tersebar diseluruh Indonesia. Ketertinggalan daerah-daerah di Indonesia berdampak pada rendahnya perkembangan dan kualitas hidup masyarakat. Hal itu telah menjadi rahasia umum bagi kita. Lalu bagaimana peran mahasiswa yang konon merupakan agen perubahan bangsa? Mahasiswa sibuk berdiskusi tentang realita yang terjadi. Sibuk berdialektika tanpa ada follow-up nyata untuk saudara-saudara kita. Mampukah mahasiswa untuk dapat memperjuangkan kebebasan mereka dari belenggu kebodohan, jika tidak sedikitpun memberi kepedulian kepada masyarakat. Kita sebagai mahasiswa me-

miliki sarana untuk turut membantu. Memberi sedikit kontribusi bagi masyarakat. Salah satu sarana itu yakni Kuliah Kerja Nyata (KKN). Namun apa daya, KKN yang ada saat ini hanya berkisar di lokasi yang bukan daerah terbelakang. Tempat diadakannya KKN pun ditentukan oleh pihak kampus. Entah apa yang menjadi parameter penentuan lokasi KKN tersebut. Lucunya, kegiatan KKN mahasiswa saat ini sebagian besar hanya pada hal-hal sepele yang kurang produktif. Seperti pembuatan pelang nama, pengadaan tempat sampah, pengecatan gapura dan lain sebagainya. Lalu dimana letak esensi kita sebagai mahasiswa yang merupakan agen pencerah dan agen perubahan, jika ilmu yang kita dapatkan hanya mentok pada bangku perkuliahan serta praktik kegiatan-kegiatan KKN yang sepele terus terjadi. Saya memimpikan agar disediakan program KKN mandiri. Yakni KKN yang dapat menentukan secara mandiri lokasi pelaksanaannya. Hal ini kiranya akan menjadi solusi yang dapat menjawab peran kita sebagai mahasiswa. Dengan tersedianya program KKN mandiri, mahasiswa akan dituntut secara aktif untuk mencari informasi mengenai daerah-daerah yang memang benar-benar membutuhkan. Hal itu membuka kesempatan bagi mahasiswa untuk mengimplementasikan peran yang seharusnya. Berada di lokasi yang benar-benar membutuhkan akan mengantarkan mahasiswa untuk mengonsep program-program aplikatif yang sesuai dengan kebutuhan daerah dimana ia akan mengabdi. KKN mandiri telah dilaksanakan di pelbagai universitas di Indonesia. Salah satunya adalah Universitas Gajah Mada (UGM). Setiap tahunnya banyak mahasiswa UGM melakukan KKN di berbagai pelosok negeri seperti: tanah Papua, Flores, Nusa Tenggara dan berbagai daerah lainnya yang jarang atau bahkan tidak pernah kita temui dalam

Keadilan Post Juni 2014 15


sistem KKN penempatan kampus atau sering saya sebut dengan KKN konvensional. Pengabdian diri selama KKN di pelbagai penjuru negeri dengan program-program kerja yang telah disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat, inilah yang menjadi semangat kita bersama untuk melihat kembali urgensi KKN. Apakah hanya sebagai formalitas belaka atau memang semangat mengabdi inilah esensi KKN sesungguhnya. Penulis yakin, dengan rancangan program sosialisasi dan program aplikatif yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, sedikit demi sedikit melepaskan saudara–saudara kita dari keterbelakangan dan kebodohan. Setidaknya hal ini menunjukkan kepada mereka bahwa kita peduli dan ingin berjuang bersama. Tentunya, KKN mandiri tidak lepas dari peran serta kampus. Diperlukan sinergitas antara berbagai pihak dalam penyelenggaraan KKN mandiri ini. Selain keaktifan dari mahasiswa, dituntut pula kesediaan kampus untuk membantu berbagai proses

guna kelancaran program pengabdian masyarakat ini secara proaktif. Hal ini kiranya adalah langkah kecil yang dapat kita lakukan untuk mereka. Menerapkan pengetahuan dan menyebarkan informasi selama di lokasi KKN. Berkontribusi secara nyata tentu akan sangat membantu bagi perkembangan masyarakat. Jika KKN yang dilaksanakan saat ini hanya berorientasi pada kegiatan sepele, perlu dikhawatirkan mahasiswa kini hanya akan mengejar sesuatu yang sifatnya pragmatis dan kurang peka atas realita sosial yang ada. Bukan hanya itu saja, kini kita semakin jauh dari asas gotong royong. Asas yang diilhami dari budaya asli bangsa dimana kita satu sama lain peduli dan saling menopang dalam kekurangan. Kegiatan KKN hanya sebagai kegiatan seremonial yang sifatnya prosedural. Hanya digunakan sebagai syarat untuk penulisan skripsi atau mendapatkan gelar sarjana tanpa melihat esensi didalamnya. Padahal disanalah ‘tempat’ yang sebenarnya bagi mahasiswa. KKN merupakan bentuk peng-

abdian mahasiswa kepada masyarakat. Didalam pengabdian itu mahasiswa diharapkan mampu mengimplementasikan ilmu yang didapat di bangku kuliah untuk mencapai kesejahteraan dan sebesar-besar manfaat bagi masyarakat. Sangat mengherankan ketika kampus selalu menggemakan pengabdian kepada masyarakat, namun di lain sisi menutup ‘keran’ pengabdian yang sebenarnya. Lalu pengabdian yang dimaksud itu yang seperti apa, dan masyarakat yang dimaksud itu adalah masyarakat yang mana dan bagaimana? Hal ini sangat perlu untuk dipertanyakan. Memang banyak hal yang dapat kita lakukan bagi saudara-saudara kita disana. Pertanyaannya kemudian adalah kapan kita dapat melakukannya. Ketika lulus nanti kita akan sibuk untuk mencari perkerjaan. Lalu apa yang dapat kita lakukan? Maka dari itu menjadi mahasiswa adalah saat yang tepat untuk melakukannya. Dengan KKN mandiri merupakan langkah nyata untuk pengabdian masyarakat yang sebenarnya. *Penulis adalah mahasiswa FH UII angkatan 2012

DIALEK Gak bisa KKN karena terganjal BTAQ Ya … harus ngulang dan bayar lagi Tidak lulus BTAQ karena dosen penguji Katanya, penguji pun gak diseleksi Mahasiswa UII kok gak bisa ngaji Malu ah… sama Islamnya Data transparansi yang di-publish masih mentah Masa data mentah di-publish gitu aja, kasihan yang ga paham dong

Disana-sini saling menjelekkan PraJoko Terus yang baik siapa? Ormas garis keras mulai anarki Ho o dab … praktik intoleransi Gang dolly mungkin tak lagi beroperasi Si singa betina ngamuk, kaumnya dipandang sebelah mata sih!

Keadilan Post Juni 2014 16


PROFIL

Mendobrak Keterbatasan Demi Kesejahteraan

• Tarjono Slamet, pendiri Mandiri Craft (17/06).

UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat ditegaskan bahwa penyandang cacat berhak untuk memperoleh pekerjaan, penghidupan yang layak, dan mendapat perlakuan yang sama tanpa diskriminasi. Undang-undang ini menjadi landasan Slamet untuk mensejahterakan temantemannya. Oleh : Dian Rachmaningsih

Saat ini, lapangan pekerjaan untuk para penyandang disabilitas di kota Yogyakarta masih terbilang minim. Banyak instansi-instansi pemerintah atau swasta yang masih belum mampu mempekerjakan kaum difabel. Memang banyak faktor yang mempengaruhi, mulai dari kaum disabilitas yang membutuhkan fasilitas khusus untuk menunjang segala bentuk kegiatan, serta pengaruh status pendidikan dapat menjadi penghalang. Belum lagi kebanyakan orang tua yang memiliki anak difabel membatasi dunia anaknya sejak dini. Mereka tersingkirkan, namun tidak di Yayasan Penyandang Cacat Mandiri Craft. Berjalan dari ujung lorong ruangan, perlahan menghampiri sembari mengelap keringat di tangan dan dahinya dengan menggunakan tangan. Perawakannya sedikit tambun, tidak tinggi tidak juga pendek. Ukuran proporsional bagi laki-laki paruh baya. Dia adalah Tarjono Slamet, pendiri Mandiri Craft. Yayasan yang berdiri secara independen ini diperuntukkan bagi para penyandang cacat. Tidak sedikitpun terlihat diwajahnya rasa sedih atau malu, ketika dia meceritakan kisah pahit yang dialaminya 24 tahun yang lalu. Tubuhnya terkena setrum arus listrik tegangan tinggi pada saat menjalani tugas kerja bersama kedua temannya di Perusahaan Listrik Negara (PLN) unit Klaten. “(Jari-jari) tangan saya dua-duanya tidak bisa digerakkan, kemudian kaki kiri diamputasi,” ucapnya sambil melirik jari-jari tangannya. Sejak itu, dia dan kedua temannya menjadi penyandang disabilitas, kemudian terpaksa pensiun dini. Hal itu

Dian/Keadilan

merupakan titik balik kehidupan yang dialami Slamet. Pria kelahiran Batang Tahun 1974 ini tidak lantas putus asa terhadap musibah yang menimpanya. Ketika dalam masa keterpurukan atas kejadian yang dialaminya, dia banyak bertemu dengan orang-orang difabel. Selang setahun, ketika memiliki kesempatan, Slamet memutuskan untuk bersekolah dengan beasiswa yang dia cari sendiri di Oakland University, Selandia Baru. Pembiayaan penuh selama tiga tahun dari pemerintah Australia tersebut, menghantarkannya menjadi seorang D3 Ilmu Sosial. Dia berharap potensi yang dimilikinya dapat dikembangkan untuk membantu teman-teman difabel lainnya. Pulang ke Indonesia, bekal sudah dibawa. Pelajaran sosial, praktek lapangan, dan kuliah yang berpindahpindah selama tujuh bulan sekali ke lima negara bagian Australia juga pernah dilakoninya. Bertemu dengan teman baru dari pelbagai negara membuat dia mengerti kehidupan manusia. Pengalaman itu menjadi modal awalnya untuk merintis karir. Tahun 1994, setelah kembali dari pendidikan, Slamet bergabung di Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (Yakkum) Yogyakarta. Disana, potensi yang telah dia kantongi sebelumnya kini semakin bertambah. Dia diajarkan untuk membuat proposal membangun usaha dan memproduksi kerajinan tangan dari kayu oleh guru besarnya di Yakkum, MC. Leenan Collin, seorang voulenteer disana. Slamet bekerja selama 10 tahun di Yakkum. Setelah merasa me-

miliki keahlian yang cukup, dia keluar dari Yakkum dan membuat usaha sendiri.“Melihat situasi lapangan, teman-teman difabel pada minta-minta dijalan. Tujuan pertama saya ingin memberi, berbagi ilmu dan kemampuan kepada temen-temen difabel,” katanya lirih. Mandiri Craft menjadi bukti nyata kesungguhannya. Bermodalkan dana pribadi sebesar 70 persen serta bantuan dari orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia sebesar 30 persen, Slamet mencoba merintis usahanya dari nol. “Awal mula inisiator ya saya sendiri, kemudian saya bentuk tim enam orang saya rekrut dari Yakum yang sudah memiliki kemampuan membuat kerajinan mainan,” tutur Slamet. Mereka menjadi supervisor untuk membimbing sekaligus tim produksi, juga memberi pelatihan. Ketika ditemui usai jam makan siang hari itu, Nur Wakidi mengungkapkan hal yang sama, “Kami dulu kan berkelompok, dari Yakkum lalu memutuskan untuk memisahkan diri supaya lebih mandiri, membuka usaha sendiri,” ungkapnya. Nur adalah teman Slamet sejak di Yakkum Craft, hingga saat ini bekerja di bengkel kerajinan mainan Mandiri Craft, proses mengebor salah satu keahliannya. Tidak hanya itu yang dilakukan Slamet, pada awal berdirinya Mandiri Craft tahun 2003, dia juga telah menggandeng 25 orang untuk dipekerjakan di bengkel kerajinan miliknya. Semua pekerja merupakan kaum difabel penderita cacat fisik. Mereka bersama melakukan kegiatan industri, memasarkan hasil kerajinan tangannya sampai mancanegara seperti Australia, Selan-

Keadilan Post Juni 2014 17


dia Baru, dan beberapa negara lain di Eropa. Berkat relasi yang dibangun Slamet ketika bersekolah dan kursus di luar negeri, omset pasarannya kian tinggi, usaha yang dirintis berbuah manis. Pasang Surut Sampai pertengahan tahun 2006, semuanya kembali mengalami rintangan. Rumah produksi yang berlokasi di Jalan Parangtritis kilometer 9 menjadi saksi bisu kesuksesan yang dirasakan Slamet serta kawan-kawan. Hingga pertengahan 2006, perubahan terjadi sedemikian drastis. Gempa di Bantul kala itu berdampak hebat pada yayasan miliknya, rumah produksi yang dibangun dengan keringat telah hancur, mesin-mesin tidak bisa dioperasikan kembali, kejadian itu juga menyisakan duka, salah satu pengrajin meninggal akibat gempa. Ditambah saat itu Mandiri Craft masih terikat kontrak buyer dengan orang asing, namun modal produksi sudah habis. Duka bagi mereka, yang bisa dilakukan Slamet dan kawan-kawan saat itu hanyalah merenung, tanpa dapat berbuat lebih. Usaha miliknya sempat collapse 4 bulan, tidak berproduksi dan tidak melayani pesanan, mati suri. Ketika temannya dari Belanda datang menjenguk, angin segar datang menghampiri Slamet. “Mereka memberi harapan bagi kami, mereka membuatkan shelter bengkel kerja. Shelter penginapan dari bambu, sampai sekarang masih ada,”dia menceritakan dengan nada semangat. Pascagempa, pria yang diangkat sebagai direktur oleh teman kelompoknya ini kemudian bangkit kembali. Proposal yang diajukan kepada Hendicap Internasional, membuatnya mem-

Nanda/Keadilan

Keadilan Post Juni 2014 18

peroleh bantuan mesin • Arif serta semua peralatan. Man- Wibowo sebagai diri Craft yang hancur, lalu sekretaris dibangun kembali dilokasi Mandiri Craft berbeda, Jalan Parangtritis yang dimiliki Slamet kilometer 7,5. Sampai kini (17/06). berdiri dua bangunan saling menyerong, dibagian depannya terpampang plakat “Red Cross Japanese”. Yang memperlihatkan bahwa bangunan ini dibangun atas donasi Jepang. Arif Wibowo, selaku Sekretaris Mandiri Craft mengiyakan hal itu. Pria yang bergabung dengan Mandiri Craft sejak 2010 atas ajakan Slamet itu mengatakan bahwa semua fasilitas yang mereka gunakan saat ini adalah hasil pemberian dari donatur luar negeri. “Yang nyewa tanah juga dari pihak Malaysia, sayangnya enggak ada bantuan dari pemerintah sama sekali,” tambahnya. Mandiri Craft yang semula mati suri berangsur bangkit kembali dan sistemnya semakin berkembang. Dulunya tidak ada setting pemasaran kini mulai dibangun, serta sistem kerja diperbaharui. Yang terpenting dari usahanya ini adalah memperkerjakan orang-orang difabel agar tetap berdiri teguh dengan tujuan awalnya. Pasar yang dituju adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Non Government Organization (NGO), kemudian masuk pasar lokal di area Malioboro, serta mulai memasarkan produknya di hotel-hotel kawasan Yogyakarta. Sempat pula waktu itu pasar Australia memutuskan kerja sama dengan Mandiri Craft. Karena permintaan tidak sesuai. Kualitas dan kuantitas yang diminta tidak sebanding dengan harga yang ditawarkan. “Ekspornya otomatis terhenti, kan kita harus mencari pasaran lagi yang mem• Tarjono butuhkan wakSlamet tu panjang. Itu dengan beberapa pengalaman pahasil hit bagi kami,” kerajinannya tutur Nur Waki(17/06). di, ketika ditanyai mengenai suka dukanya. “Karena usaha itu ada pahit ada manis. Ketika tujuan kita mulia, banyak sekali tantangan

Jefrei/Keadilan

halangan yang datang,” imbuh Slamet. Mobil, puzzle, miniatur hewan, dan segala bentuk mainan anak dibuat 1500 buah tiap bulannya. Semua mainan berbahan kayu mahoni dikeringkan selama dua minggu untuk hasil kualitas barang yang maksimal, cat yang digunakan pun telah diuji di laboratorium demi terjaminnya mutu Standar Nasional Indonesia (SNI). Tujuan utamanya bukan profit oriented, melainkan kenyamanan, keselamatan, kesehatan serta memiliki nilai edukasi penggunanya. Dorongan nurani yang dirasakannya beberapa tahun lalu kini menjadikan dia orang yang berguna bagi para difabel kawasan Jogja, memperkerjakan penyandang disabilitas sampai sekarang gencar dilakukannya. “Yang pertama mereka difabel. Yang kedua, secara ekonomi mereka kurang. Dua itu saja prioritas yang harus dipenuhi, masalah keterampilan nanti bisa diberi pelatihan,” jelas Slamet. Tujuan utama juga tidak dilupakan, Slamet melihat undang-undang tidak sesuai dengan kenyataan, hal itu didapat ketika melihat perbedaan perlakuan antara kalangan penyandang disabilitas dan orang normal. “Mereka menjadi pengangguran, tidak pula punya pendidikan. Karena itulah dasar kepedulian saya dalam merekrut teman-teman yang kesulitan mendapat pekerjaan,” ungkap pria yang dikenal sebagai pemimpin humoris dikalangan karyawannya. Pria berkulit sawo matang ini kesehariannya menghabiskan waktu di Mandiri Craft. Mengawasi, membantu pengrajin, hingga turut menyiapkan barang-barang produksinya ketika ada agenda pameran. Arif kembali mengatakan dalam kepemimpinannya, Slamet tidak membedakan antara pimpinan dan karyawan. Slamet yang suka guyon dan mengaget-ngageti karyawannya membuat


dirinya akrab dengan mereka. Sikap kepeduliannya tidak sebatas pada kaum difabel saja. Terbukti ketika menjalani aktifitas di kediamannya, Slamet dikenal sebagai pribadi yang dermawan. Dia sering menyalurkan bantuan pada desanya, tidak hanya materiil, bantuan jasa juga diberikan seperti ronda dan rapat RT. “Kegiatannya bagus kalau untuk masyarakat sini,”ujar Pardi, tetangga Slamet sekaligus teman nonton bolanya. Dengan nada semangat, sambil tangannya menunjuk ke arah rumah Slamet yang terlihat tanpa pintu itu dia menambahkan, “Pun pokok e apik tenan, wong pun lima tahun ana luwih niku”. Kalimat serupa juga didapatkan ketika menemui ketua RT 01, Timbulharjo, Sewon. Mujiono mengatakan bahwa Slamet dikenal aktif dalam masyarakat, sering memberikan ide-ide saat diadakan rapat RT. “Setelah gempa

2006, Slamet pernah membuka sekolah berjalan, namun belum genap setahun, program itu ditinggalkan karena sepertinya warga sini gak tertarik,” ungkap Mujiono sambil tertawa malu-malu. Ketua RT sekaligus teman Siskamling Slamet ini juga menuturkan bahwa pandangan masyarakat terhadapnya itu sangat baik. Slamet berharap, rumah produksi yang dipimpinnya bisa lebih berkembang agar mampu memberdayakan kaum difabel. “Pasar Mandiri Craft harus go Internasional, agar dapat mendorong kesejahteraan bagi difabel. Kalau begitukan yang minta-minta dijalan tidak ada,” tambahnya lagi. Mengenai regenerasi selanjutnya, Slamet juga mengatakan agar teman-teman difabel yang masih belajar, agar terus belajar. Rasa sosial, serta pola pikir untuk tidak bersikap individualis harus tetap ditanam dalam diri.

“Sampai kapan pun saya tetap akan menjaga komitmen, bagi saya mempekerjakan teman-teman difabel bukan suatu kerepotan, namun menjadi kewajiban saya, apa yang harus saya lakukan yang penting bermanfaat bagi orang lain,” tegas Slamet sembari tangannya sibuk menyiapkan mainan untuk pameran. Slamet kembali berharap, agar pemerintah dapat lebih aktif dalam membuka kesempatan lapangan pekerjaan bagi para kaum difabel. “Sebenarnya mudah jika pemerintah mau peduli, berikanlah fasilitas,” tutur Slamet, seseorang yang telah banyak mengubah nasib banyak difabel. Reportase bersama: Lalu Subandari, Jefrei Kurniadi

KARIKATUR

REDAKSI LPM KEADILAN

Menerima tulisan berbentuk opini, artikel dan surat pembaca bertemakan bebas Tulisan dapat dikirim langsung ke sekretariat LPM Keadilan atau via email Tulisan yang dikirim akan dimuat setelah melalui proses editing

via email: lpmkeadilanfhuii@yahoo.co.id

Keadilan Post Juni 2014 19


KARIKATUR

Keadilan Post Juni 2014 20


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.