TABLOID KABAR FILM EDISI 45

Page 1


TAKE 2

DARI REDAKSI

EDISI 45 / TH V / AGUSTUS - SEPTEMBER 2013

P TRET

EDITORIAL

Sejarah baru dimulai ARAH angin perfilman Indonesia berubah. Sejumlah sineas muda membentuk barisan dengan mendirikan organisasi baru. Organisasi ini mewadahi profesi aktor, sutradara, produser, artistik dan penulis skenario. Motor sekaligus anggotanya relatif muda dari sisi usia dan pengalaman. Relatif muda dibandingkan organisasi yang ada seperti Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI), Karyawan Film dan Televisi (KFT), Persatuan Perusahaan Film Indonesia (PPFI) dan lainnya yang melegenda dan bersejarah dengan sebutan Sat Tunggal Perfilman. Organisasi baru ini beranggotan nama-nama aktif di perfilman seperti Lukman Sardi, Hanung Bramantyo, Thoersy Ageswara, Dewi Umaya Rachman, Joko Anwar, Mira Lesmara, Riri Riza, Wulan Guritno dan lainnya, yang pernah membentuk Masyarakat Film Indonesia atau MFI dan menggelar aksi pengembalian Piala Citra FFI di tahun 2006. Sejuta harapan dan mimpi muncul dari organisasi ini, terutama tentang usaha memperbaiki persoalan perfilman yang secara umum jauh dari sempurna. Dalam pelaksanaannya nanti, mereka siap berpartisipasi dan bersinergi mendampingi pemerintah, seperti halnya organisasi Sat Tunggal Perfilman. Setelah dideklarasikan di hadapan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu di Gedung Sapta Pesona Jakarta tanggal 28 Agustus 2013, maka organisasi film baru tersebut akan sah dalam menuntut hak dan kewajibannya kepada pemerintah. Organisasi baru perfilman Indonesia itu adalah Rumah Aktor Indonesia (RAI), Indonesian Film Editors (Infed), Indonesian Film Directors Club (IFDC), Penulis Layar Lebar (Pilar), Asosiasi Artistik Sound dan Music, serta asosiasi produser film. Di atas kertas, organisasi baru ini akan segera menggerus dominasi Sat Tunggal Perfilman, yang sejak beberapa tahun terakhir nyaris tidak beraktifitas, padahal sebagian diantaranya telah berdiri sejak era Presiden Soekarno. Sejarah baru perfilman dimulai. Apakah organisasi baru ini akan mampu bersinergi dengan kelompok Sat Tunggal Perfilman dalam mewujudkan mimpi yang sama; menuju perfilman Indonesia yang lebih baik? Semoga saja. Namun sejarah mencatat betapa masyarakat film memiliki karakter yang khas, sehingga organisasi yang mereka kelola menjadi sangat dinamis. ** Teguh Imam Suryadi – ikuti di twitter: @teguhimamsurya

JANG DJATUH DIKAKI LELAKI (1971) FILM Jang Djatuh Dikaki Lelaki diproduksi pada tahun 1971 oleh produser Tuti Mutia. Sejumlah pemain yang ditampilkan antaranya Rachmat Hidayat, Rima Melati, Rahayu Effendi, Sri Harto, Frank Rorimpandey, Deddy Sutomo, Sjuman Djaya, Rina Hassim, Ismed M Noor, dan Aminah Cendrakasih. Film ini disutradarai Nico Pelamonia, dengan dua penulis Sjuman Djaya dan Abdullah Harahap. Kisahnya tentang orang-orang penderita kelainan seks, tapi digarap apik jika dibandingkan dengan trend obral adegan seks pada masa itu. (foto: poster koleksi Sinematek Indonesia/kabar film)

Diterbitkan pertamakali di Jakarta tanggal 12 Mei 2009 oleh Komunitas Pekerja Perfilman Jakarta Kode ISSN 2086-0358 NPWP 54.158.6009.5-027.000 Pendiri/ Penanggungjawab Teguh Imam Suryadi Redaktur Pelaksana Didang Pradjasasmita Redaksi Bobby Batara Jufry Bulian Ababil (Medan), Desain: Rizwana Rachman Marketing: Ahmad Reza Kurnia Distribusi: Dede, Jamilan Penasihat Hukum Drs H Kamsul Hasan SH MH Alamat Redaksi/Iklan/ Sirkulasi Sekretariat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya Seksi Film dan Kebudayaan, Lantai IV Gedung Pusat Perfilman H Usmar Ismail, Jalan HR Rasuna Said Kavling No C-22 Kuningan, Jakarta Selatan. Tlp: 021-97924704 - 0818404013. Rekening BANK BCA No Rekening: 5730257874 a/n Teguh Imam Suryadi Email kabar.film@yahoo.com Facebook Tabloid Kabar Film Twitter @Kabarfilmcom Website www.kabarfilm.com

ISTILAH KATA INFOTEMEN

Menjenguk sahabat wartawan Anggara Rengganis PERSATUAN Wartawan Indonesia (PWI) Jaya Seksi Film dan Budaya membuka ‘penitipan’ donasi bagi wartawan Harian Poskota, Anggara Rengganis yang sejak Senin 19 Agustus 2013 masuk ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Fatmawati, Jakarta Selatan. Anggara adalah wartawan anggota PWI yang sejak 20 tahun lalu meliput di bidang hiburan (musik, film, televisi dan kebudayaan). Sejak dua bulan terakhir, dia sudah tidak berada di lapangan karena kondisi fisiknya yang belakangan diketahui menderita sakit ginjal. “Waktu pertama masuk IGD, nafasnya sudah tipis. Saya sempat cemas,” kata Siti Maryam (40) istri Anggara, saat dibesuk sejumlah rekan-rekannya, Selasa (20/08/2013). Kini, meskipun belum dapat turun dari tempat tidur, kondisi Anggara saat ini sudah lebih baik dari sebelumnya. Penanganan yang dilakukan oleh tim dokter antara lain adalah hemodialisa (cuci darah). “Siang tadi cuci darah, dan sekarang sudah baikan,” lanjut sang istri. Pada hari keempat di RS, ruang perawatan Anggara yang bernama asli Sopyan Rengganis dipindah ke Lantai 3 Gedung Prof dr Soelarto RS Fatmawati, Jakarta Selatan. Dukungan serta doa kesembuahan diterima oleh Anggara baik langsung

Agent (Agent Model) : Seseorang yang dipekerjakan oleh satu atau lebih talent agency atau serikat pekerja untuk mewakili keanggotaan mereka dalam berbegosiasi kontrak individual yang termasuk gaji, kondisi kerja, dan keuntungan khusus yangtidak termasuk dalam standard guilds atau kontrak serikat kerja. Orang ini diharapkan oleh para aktor/aktris untuk mencarikan mereka pekerjaan dan membangun karir mereka Camera Noise : Bunyi Kamera. panggilan dari bagian tata suara (Sound Departement) di set untuk mereangkan bahwa ia menerima bunyi dari kamera sehingga harus digunakan kamera lain, melakukan perbaikan kamera atau diperlukan penghalusan tambahan terhadap kamera dengan menggunakan barney atau selimut.

Anggara Rengganis saat dijenguk rekan wartawan yang menyerahkan sumbangan dari beberapa produser. (Foto: Dudut Suhendra Putra)

maupun tidak. Para wartawan menggalang dana, termasuk PWI Jaya Seksi Film dan Budaya menyebarkan informasi kepada kalangan produser film, musik, dan televisi. Kami bersyukur sejumlah produser bersedia memberikan donasi untuk 1. 2. 3. 4. 5. 7. 8. 9. 10.

biaya pengobatan rekan kami baik melalui Sekretariat PWI Jaya Seksi Film dan Budaya maupun langsung kepada keluarga Anggara. Berikut ini adalah daftar donasi yang dititipkan melalui PWI Jaya Seksi Film dan Budaya sampai tanggal 26 Agustus 2013:

PT Cancer Mas Film Derry Wartawan PT Rapi Film PT Maxima PWI Jaya Seksi Film dan Budaya PT Demi Gisela Utama Edo Musiclive PT Kharisma Starvision Ukus Kuswara

: : : : : : : : :

Rp 1.000.000,Rp 200.000,Rp 200.000,Rp 1.000.000,Rp 1.100.000, Rp 1.500.000,Rp 200.000,Rp 500.000,Rp 5.000.000,-

Long Shot : Gambar direkam dari jarak jauh. Biasanya digunakan dengan cara pengambilan gambar dari sudut panjang dan lebar.

DATA PENONTON FILM INDONESIA SAMPAI DENGAN 26 AGUSTUS 2013 Setelah 15 Tahun Get M4rried La Tahzan Sang Kiai Crazy Love Moga Bunda Disayang Allah Bismillah Aku Mencintaimu

400 281.603 223.608 219.734 16.313 114.374 4.103

Sumber data: Berbagai sumber/ PPFI


ADIPATI DOLKEN

Adipati Dolken (Foto: kpl.com)

Harus ‘jalan bareng’ agar dapat ‘chemistry’ BINTANG film layar lebar Adipati Dolken beradu peran dengan seorang gadis pendatang baru, Tatjana Saphira di film terbaru Crazy Love, produksi PT Maxima. “Ini film pertama kami berdua. Selama syuting kami menikmati penggarapan film ini. Saya lihat penempatan ceritanya pas banget, unsur dramanya juga dapat,” kata Adipati ditemui saat press screening film Crazy Love di FX Sudirman, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2013). Menurut Adi, kendati ini pertamakalinya dia beradu akting dengan Tatjana, tidak ada kendala secara psikologis seperti canggung, misalnya. Dia malah bersyukur bisa menemukan chemistry bersama Tatjana kendati hanya dipertemukan dalam waktu singkat. “Kebetulan sutradaranya minta kita berdua jalan bareng dulu, ngobrol bareng selama seminggu. Habis itu langsung syuting, dan memang nggak ada masalah buat nemuin chemistry-nya,” ujar Adipati. Film arahan sutradara Guntur Soeharjanto itu dipastikan tayang di layar bioskop pada 22 Agustus mendatang. Selain Adipati Dolken dan Tatjana Saphira, film tersebut juga didukung oleh penampilan sejumlah artis tenar seperti Zidni Adam, Kemal Pahlevi, Herrichan, Una Putri, Ray Sahetapy, Ira Wibowo, dan Harry de Fretes. (imam/kf)

Iko Uwais digaet Keanu Reeves di film ‘Man of Tai Chi’

Iko Uwais (Foto: Ist)

AKTOR sekaligus sutradara film Hollywood, Keanu Reeves mengajak aktor Indonesia Iko Uwais berperan dalam filmnya yang berjudul Man of Tai Chi. Kabar menyebutkan, film joint produksi Amerika dan China itu berlatar kota Hong Kong dengan para pemain mayoritas artis Mandarin, dengan bahasa campuran Mandarin dan Inggris. Kisahnya tentang Donaka Mark (Keanu Reeves), seorang pengusaha dalam bidang pertarungan duel maut. Duel maut ini mengharuskan salah satu peserta tewas. Bila lawan tidak mau membunuhnya maka Donaka sendiri yang akan membunuhnya. Hal tersebut dijadikan ladang

subur sumber uang oleh Donaka dengan menyiarkannya melalui internet secara online sebagai sebuah reality show yang ditonton khusus oleh orang-orang kaya. Tiger Chen (Tiger Hu Chen) adalah seorang perwakilan perguruan Tai Chi Ling Kong ikut dalam pertandingan kompetesi kungfu di kota Beijing. Pekerjaan sehariharinya sebagai seorang kurir yang mengantar surat atau barang. Donaka melihat di TV akan potensi Tiger Chen yang lugu dengan menggunakan jurus-jurus Tai Chi yang sebenarnya adalah untuk seni atau pertunjukkan dan bukan untuk berkompetisi. Donaka mengutus anak buahnya untuk merekrutnya dengan imbalan

uang yang besar. Pada saat yang sama kuil perguruan Ling Kong milik sang guru akan dibongkar oleh pengembang karena dianggap sudah tidak layak karena berusia ratusan tahun. Karena keperluan mendesak untuk merenovasi perguruan, akhirnya Tiger Chen menerima tawaran untuk bertarung dengan uang yang diterimanya akan dipakai untuk membiayai renovasi itu. Pertarungan demi pertarungan dijalaninya dan Tiger Chen pun selalu menang maka uangpun mengalir terus-menerus. Namun demikian hal itu menjadikannya berubah dari yang semula baik menjadi pribadi yang kejam. Ketika renovasi telah selesai maka dia ingin mengundurkan diri dan tentu bukan berita baik bagi Donaka. Maka Tiger Chen bekerja sama dengan Jingshi (Karen Mok) polisi wanita dari Hong Kong yang memburu Donaka. Meski turut membintangi film Man of Tai Chi, Iko Uwais tidak nampak di trailer. Selain Iko Uwais, Keanu Reeves dan Tiger Hu, film ini juga diperankan aktor dan aktris papan atas Hongkong, Simon Yap dan Karena Mok. Mengenai kapan film ini akan diliris, Universal Pictures selaku produser belum memberikan waktu pasti kapan film ini akan ditayangkan. (kf1)

TAKE 3 EDISI 45 / TH V / AGUSTUS - SEPTEMBER 2013

ERISKA REIN

Perankan pelacur ERISKA REIN akan memainkan peran pelacur di dalam film terbarunya yang berjudul Negeri Muara Langit. Segala konsekuensi sudah siap diterimanya, termasuk bakal memakai baju-baju seksi. “Karena aku sudah terima peran ini (pelacur), aku terima apapun konsekuensinya dong,” katanya ditemui dalam jumpa pers di Kawasan Ampera, Jakarta Selatan, Senin (29/7/2013) Namun, lanjut artis yang pernah bermain film Negeri 5 Menara ini, baju seksi yang akan dikenakan nanti bisa juga menjadi elegan. Dia mencontohkan artis Hollywood Madonna. “Jadi nggak terlihat murahan juga,” ucapnya. Untuk memerankan peran yang belum pernah dimainkannya itu, Eriska terlebih dahulu minta izin kepada keluarga dan pacarnya. Beruntung, tak ada yang keberatan. “Sejauh untuk akting nggak masalah kok,” ujar gadis berusia 19 tahun ini. Negeri Muara Langit bercerita tentang kisah persahabatan para remaja pascareformasi pada 1998. Sederet artis yang membintangi antara lain Deva Mahendra, Ali Syarif, Vicky Nitinegoro, dan Jo P Project.***

Eriska Rein (Foto: kpl.com)

CASTING

Wulan Guritno: Inspiratif atau tidak, tergantung penonton AKTRIS yang juga produser film Wulan Guritno (33) kembali hadir dalam film layar lebar. Ini merupakan film pertamanya sejak melahirkan putra ketiganya. Di film produksi Agnasa Film Production berjudul Tania, Wulan berperan sebagai ‘ibu-ibu’. Film Tania baru selesai syuting Juli 2013 lalu, menghadirkan nama-nama Wulan Guritno (Foto: Dudut Suhendra Putra) pemain baru. Namun nama Wulan Guritno terselip diantaranya. “Tania adalah film pertama saya setelah melahirkan dan sempat stop main film sebentar. Di sini saya menjadi ibu dari Tara (Ferly Putra). Posisi saya berada ditengah-tengah Tara dan bapaknya, karena mereka berdua punya mimpi yang agak berbeda,” kata Wulan di sela syukuran dan buka puasa bersama film Tania di Prestige Lounge, Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2013) Tania adalah film yang lahir dari ide sang sutradara, Agung NS Nanda, sejak empat tahun silam. Pengembangan naskah yang dibantu oleh Cassandra Massardi membuat kisah Tania menjadi sangat menyentuh. Dikisahkan tentang seorang anak tuna netra, Tania (Dianeersky), yang tidak pernah menyerah untuk melihat dunia bersama biola kesayangannya. Hal ini didukung penuh oleh sahabatnya sejak kecil, Tara (Ferly Putra), yang dengan senantiasa selalu membantu Tania. “Saya nggak berharap ini jadi film inspiratif ya, karena itu tergantung bagaimana yang menyaksikan. Saya cukup berharap film ini dapat menjadi hiburan dan tontonan yang layak,” kata produser dan pemain film Dilema ini. Selain Wulan Guritno, beberapa pemeran dalam film Tania antara lain Ike Muti, Afdhal Yusman, dan Hengky Sulaiman. (imam/kf)


ZOOM

TAKE 4 EDISI 45 / TH V / AGUSTUS - SEPTEMBER 2013

Hanung Bramantyo Mengukur kesuksesan film HANUNG Bramantyo seperti menjadi jaminan kualitas film Indonesia. Karya pria kelahiran 1 Oktober 1975 ini menarik perhatian kritikus dan tak sedikit produser meminangnya sebagai sutradara film mereka. Kini, ia sibuk merapatkan barisan di organisasi perfilman baru. “Organisasi harus menjawab tantangan ke depan, bukan sekadar hadir,” kata Hanung, awal pekan lalu di Jakarta. Setahun terakhir ini, Hanung sudah membuat Perahu Kertas (belakangan oleh pihak produsernya dipecah menjadi dua bagian) dan Gending Sriwijaya. Sedangkan yang sudah selesai proses produksinya adalah Sukarno: Indonesia Merdeka. Perihal konsistensinya dalam produksi film, Hanung pernah berujar karena dia punya Dapur Film yang konsisten melahirkan sutradara melalui workshop. Institusi inilah yang melahirkan nama di balik setiap karya Hanung. Salah satu nama yang dimaksud Hanung adalah Hestu Saputra. Di bawah supervisinya, Hestu membuat Dapunta (Pengejar Angin) disusul kemudian dengan Cinta Tapi Beda. “Produsernya ngeyel. Minta nama Hanung

Bramantyo ada di situ,” ujarnya lugas seraya berjanji untuk minta maaf kepada Hestu. Hal senada juga terjadi pada Faozan Rizal, sosok yang selama ini menyokongnya di balik kamera. Pao, panggilan akrab sutradara Habibie Ainun tetap dikira bukan sutradara film itu.”Orang tidak tahu, jadi orang bilang ini karyanya Hanung,” kata Pao.

jadi sentral ceita, Hanung menolak karyanya disebut film ‘terbesar’ tahun ini. “Kalau dilihat dari tokohnya, Hasyim Asyari di Sang Kiai itu tokoh besar juga. Film saya boleh disebut film besar, tapi bukan terbesar tahun ini,” ujarnya. Sayangnya, kebesaran tokoh film seperti Sang Kiai misalnya,

‘Soekarno’ versi Asean dan Eropa Terakhir Hanung menuntaskan syuting biopic Bung Karno, yang kini memasuki tahap editing. Yang menarik, saat proses pasca produksi. Proses pengisian ilustrasi music film dilakukan di Moskow, Rusia. Ternyata di sana Hanung mendapat kejutan. “Pada saat proses dealnya kita malah mendapat diskon setelah mengetahui kalau film ini bercerita tentang Soekarno,” katanya. Untuk mencapai target optimal film Soekarno yang rencananya tayang Desember 2013, tim Hanung membuat dua versi, Asean dan Eropa. “Supaya diapresiasi di Asean dan Eropa, maka saya buat dua versi,” kata Hanung. Meski tokoh besar yang menHanung Bramantyo (Foto: Dudut Suhendra Putra)

Hampir 100 % bioskop pakai digital projector SEJAK diterapkan digitalisasi film setahun lalu, hampir 100 persen bioskop di Indonesia menggunakan digital projector. Hal itu diungkapkan H Djonny Syafruddin SH, Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI). “Perkembangan teknologi sangat signifikan, mempengaruhi kebijakan bioskop dalam penggunaan digital

proyektor. Sudah hampir 100 persen bioskop memakai digital proyektor,” katanya kepada kabarfilm.com, Jumat (16/8/2013). Seperti diketahui, sejak setahun lalu terjadi perubahan teknologi dari film seluloid ke digital film. Cinematography Projector Mechanical (CPM) dinilai memiliki berbagai manfaat. Salah satu pembuat CPM, Christie USA a d a l a h

H Djonny Syafruddin SH, Ketua GPBSI (Foto: Ist)

perusahaan pertama pelopor teknologi itu. “Tahun 2005 Christie membuat Cinematografi Projector Digital (CPD) pertama sebagai pengganti CPM. Meski berubah, lamphouse dan pedestal CPM sama dengan teknologi Chip DLP 1.3k,” katanya. Di sisi lain, teknologi Chip DLP 1.3k belum bisa menandingi image dari film seluloid. Sehingga, ditingkatkan teknologi tersebut menjadi chip DL 2K yang lebih mengimbangi kualitas image film seluloid. “Kualitasnya lebih baik dalam hal warna, stability, focus dan kejernihan image,” kata Djonny. Secara teknis, sistem CPD berbeda dengan Digital Projector yang menggunakan LCD, karena teknologi LCD yang dikembangkan perusahaan Jepang tidak reliable untuk pemakaian terus menerus. “Kelemahannya, tidak tahan menyerap panas dari lampu Xenon, serta warnanya kurang baik dan mudah pudar dalam waktu singkat,” katanya. Setelah teknologi DLP s u k s e s diterapkan p a d a Cinema-

tography Projector, beberapa perusahaan pembuat LCD mulai mengganti teknologi mereka dengan DLP teknologi USA. Seiring dengan perkembangan jaman, bentuk yang semula mirip dengan CPM menjadi lebih simple dan compact seperti sekarang ini. Plus-minus CPD tidak bisa digunakan untuk keperluan lain selain di bioskop karena spesifikasi teknisnya tidak memungkinkan untuk dipergunakan di luar bioskop, walau bentuknya cukup besar dan berat karena tidak dilengkapi handle seperti umumnya projector untuk keperluan outdoor. Diakui Djonny, konstruksi CDP cukup sulit dan tidak bisa langsung dipakai begitu dihubungkan dengan listrik, kecuali melalui beberapa tahapan setting seperti color correction, convergensi RGB, lumens lighting, masking image, dan focus image setting. Sistem ini menguntungkan para produser film dan pengusaha bioskop, terutama pengusaha bioskop di daerah, yang dulu ketinggalan memutar film karena masalah copy film, kini dapat memutar film baru secara bersamaan dengan bioskop kelas atas di kotakota besar.

“Kondisi ini akan sangat mempengaruhi animo penonton di daerah dan sangat menguntungkan bagi pengusaha bioskop daerah,” ujarnya. Banyak pengusaha bioskop daerah yang menurut Djonny, menginvestasikan uang untuk membuka bioskop lebih banyak. Efek domino dari sistem ini, pembuat film lokal atau produser film nasional mampu berkembang dengan pesat karena biaya produksi dan pengedaran film jauh lebih cepat, mudah dan berbiaya murah. “Yang untung juga penonton film di daerah, karena lebih cepat menonton film yang ditunggutungu,” kata Djonny. Sayangnya, CPD memiliki karakter tetap mengikuti desain awal CPM antara lain, mempunyai kecepatan 24 frame per second, Lumen setting tetap di 14ft Lumen, rangka dasar sama (terdiri dari bagian pemutar/ engine, lamphouse dan ractifier), perlu mensetting (color corection, convergent, lumen lighting, stability, masking image dan focus setting) sebelum dipakai. “Dengan melihat spesifikasi serta data teknisnya, tidak bisa diragukan projector CP4220 dan CP4230 dikatagorikan Cinematography Projector paling mutakhir,” tegas Djonny Syafruddin. (kf/imam)


ZOOM tak sebanding dengan perolehan jumlah penontonnya di bioskop. Seperti paramerter sukses film menurut Hanung? “Dimana-mana, ukuran sukses film itu seberapa besar diapresiasi penonton. Kalau pijakannya jalur distribusi marketing atau komersial, maka ukurannya box office atau rupiah dan dollar. Tapi jika arahnya apresiasi non komersial seperti festival, maka ukurannya adalah seberapa besar film itu dihargai di ajang internasional,” katanya. Untuk itu dia mengarahkan aspek komersial dan non komersial untuk film Soekarno. “Bisa ikut festival, atau

TAKE 5 EDISI 45 / TH V / AGUSTUS - SEPTEMBER 2013

paling tidak di tahap screening di internasional sudah penghargaan tersendiri buat film ini,” lanjut Hanung. Treatment 2 versi editing untuk Soekarno, juga menyesuaikan kebutuhan penonton. “Versi Asean lebih menitik beratkan Soekarno sebagai aktivis kemerdekaan Indonesia. Mungkin buat Asean masih oke. Soekarno tergolong hero dalam kemerdekaan,” katanya. Sementara versi Eropa, kemerdekaan Indonesia tidak penting buat mereka. Tetapi sosok Soekarno yang memerdekakan Indonesia seperti apa, itu yang mereka ingin lihat. (kf1) Adegan film Soekarno: Indonesia Merdeka (Foto: Ist)

Telah hadir organisasi baru perfilman SEJUMLAH organisasi baru perfilman akan dideklarasikan dalam waktu dekat. Organisasi ini didirikan dan beranggotakan sineas dan kreator muda Indonesia berprofesi sutradara, penulis skenario, penata musik, kameraman, aktor dan artis, serta produser film. “Kami berharap bisa menjadi partner atau pendamping pemerintah dalam mengurus perfilman di masa depan,” kata Joko Anwar, kepada kabarfilm. com, Minggu (18/8/2013) pagi. Organisasi tersebut antara lain, Indonesia Film Director Club (IFDC) yang setahun lalu didirikan diketuai Lasja F Susatyo, Indonesian Film Editors (INAFED), Penulis Indonesia Layar Lebar (PILAR), Rumah Aktor

Indonesia (RAI), Asosiasi DOP atau kameraman, dan asosiasi Sound dan Music (IMPACT). “Masing-masing organiasi punya wadah, dan badan hukum sendiri-sendiri, juga struktur organisasi sendiri,” ujar Joko, sutradara yang juga penulis skenario dan bergabung sebagai pengurus di dua organisasi IFDC (di bidang Litbang) dan PILAR (sebagai humas). Hadirnya organisasi perfilman itu akan menambah jumlah organisasi yang ada seperti PARFI, PARSI, KFT, dan PPFI. Namun, kehadiran organisasi baru ini didasari kenyataan dan kegelisahaan para pekerja film Indonesia, untuk berperan dalam memajukan perfilman Indonesia.

“Mengapa dibuat organisasi, pertama karena dimana di seluruh dunia ada asosiasi. Kondisi ini disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Khusus di Indonesia, kami memulainya dari pemikiran bahwa ada pesoalan di film Indonesia, baik dari segi teknis maupun systemnya. Kalau mikir sendirisendiri kan, susah,” katanya. Seperti organisasi pada umumnya, organisasi perfilman baru ini akan mengikuti peraturan pemerintah. “Karena tinggal di dalam negara yang ada peraturan, kami membentuk secara legitimate. Diharapkan bisa jadi partner pendampingan pemerintah di masa depan. Misalnya dalam hal pembuatan peraturan film, atau rencana sarana dan prasarana

lainnya,” jelas Joko. Namun, untuk langkah awal organisasi ini akan membenahi diri secara internal. “Kami dalam proses penguatan sumber daya yang ada. Saling bertukar informasi untuk menunjang profesi. Misalnya, bagaimana sutradara bisa lebih mendapat support, dan lainnya,” ujarnya. Sementara itu, hubungan dengan pemerintah pun tetap dilakukan. “Ke pemerintah, kita sudah bertemu dengan Menteri membicarakan berbagai hal. Kalau untuk terlibat dalam menentukan kebijakan mungkin masih perlu waktu panjang,” kata Joko. Tentang sikap organisasi baru

terhadap PARFI, KFT, PPFI dan lainnya yang lebih dulu ada, Joko Anwar mengatakan, tidak melakukan koordinasi. “Kami tidak berkoordinasi dengan PARFI, KFT, PPFI dan lainnya yang sudah ada. Tapi kami juga tidak melihat mereka sebagai organisasi yang harus diperangi. Kalau ditemukan kesinergian dalam rangka perbaikan perfilman Indonesia, kami akan bersinergi,” jelas Joko Anwar. Seluruh organisasi akan mendeklarasikan diri pada 28 Agustus 2013 di kantor Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Gedung Sapta Pesona, Jakarta. (imam/kf1)

Film ‘Tiga Dara’ gagal direstorasi di Belanda RENCANA perbaikan mutu fisik (restorasi) film nasional ‘Tiga Dara’ akhirnya dibatalkan. Film produksi tahun 1965 itu sempat dibawa ke Belanda bersama ‘Lewat Djam Malam’ yang berhasil direstorasi. “Sudah hampir 3 tahun film Tiga Dara belum juga direstorasi, saya meminta film itu dikembalikan saja dulu ke Indonesia,” kata Adisurya Abdy, Kepala Sinematek Indonesia kepada kabarfilm.com, Selasa (20/08/2013) petang. Menurut Adisurya, pihaknya berkepentingan menjaga dan melestarikan film nasional yang selama ini menjadi koleksi Sinematek. “Kita kan tidak tahu, kondisi barang itu seperti apa kalau di Negara orang. Apakah masih ada

atau sudah entah kemana. Kalau disimpan di sini, kan sudah jelas dan aman,” kata Adisurya tentang kekhawatirannya atas nasib film produksi PT Perfin di tahun 1965 itu. Rencana pengembalian film Tiga Dara ke Indonesia dari Belanda, menurut Adisurya disepakati beberapa pihak yang pernah melakukan perjanjian, yakni H Berty Ibrahim Lindia mantan Kepala Sinematek dengan Orlowe pihak penghubung ke Belanda. “Perjanjiannya pakai berita acara hasil rapat tadi sore di kantor Yayasan Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail,” kata Adisurya. ‘Tiga Dara’ adalah film drama musikal Indonesia dibintangi oleh Chitra Dewi, Mieke Wijaya, dan Indriati Iskak, masing-masing sebagai tokoh Nunung, Nana, dan Neni. Tak

Adegan film ‘Tiga Dara’ (Foto: Ist)

hanya mereka, Rendra Karno, Bambang Irawan, dan Fifi Young juga

Musik Terbaik (Sjaiful Bachri) pada FFI 1960 ini berkisah tentang romantika keluarga dengan tiga anak perempuan yang semuanya masih lajang. Ibu mereka meninggal, dan ketiganya tinggal bersama nenek dan ayah yang terus sibuk. Mengemban amanat almarhumah, sang nenek berusaha mencarikan jodoh untuk si sulung. Namun calon suami itulah yang kemudian menjadi rebutan dua dari tiga dara dimana si bungsu Neni berkomplotan untuk menyelesaikan konflik. Konflik inilah yang menjadi cerita menarik dari lakon Tiga Dara. Film ini sempat dikabarkan akan dibuat ulang oleh sutradara Rudi Soedjarwo dan diproduksi turut memperkuat film ini. oleh rumah produksi Christine Film peraih Penghargaan Tata Hakim. (imam/kf)


TELEVISI & PH RCTI hadirkan 80 % artis asing untuk HUT ke-24 STASIUN tivi RCTI seakan kalap menggelar pesta puncak Ulang Tahun ke-24 pada 24 Agustus besok. Pasalnya, stasiun milik MNC grup ini akan menghadirkan 80% artis asing dari luar negeri, dalam acara bertajuk X Factor Around The World. Dalam siaran pers yang diterima redaksi kabarfilm.com Jumat (23/08/2013) disebutkan, RCTI secara khusus menyuguhkan acara tersebut, dengan mengundang para juara X Factor dari negara Amerika, Inggris dan Australia. Selain itu, dihadirkan juga para juri dari X Factor di Amerika, Inggris dan New Zealand. Melalui program X Factor Around The World. Tampaknya, RCTI benar-benar berusaha

merebut perhatian seluruh penonton dengan sajian musik spesial kelas dunia. Lebih lanjut disebutkan, sajian istimewa ini merupakan sebuah mega konsep penggabungan Faktor X dalam 1 panggung dari berbagai negara. Ini merupakan pertama kalinya di dunia bahkan belum pernah ada di benua asalnya yaitu Eropa. Rangkaian acara akan dipandu host Robby Purba dari Hall D2 J I Expo Kemayoran, Jakarta dengan pengisi acara Fatin Shidqia (juara X Factor Indonesia Season 1), Novita Dewi (Runner Up X Factor Indonesia Season 1), Samantha Jade (Winner X Factor Australia Season 4), Melanie Amaro (Winner X Factor USA Season 1), The Collective (3rd Place X

Factor Australia Season 4) dan Jahmene Douglas (Runner Up X Factor UK Season 9). Dalam kesempatan tersebut ditampilkan bintang tamu grup band Kotak dan Oni N Friends, serta para juri seperti Anggun (Juri X Factor Indonesia Season 1), Ahmad Dhani (Juri X Factor Indonesia Season 1), Louis Walsh (Juri X Factor UK Season 1-9), Daniel Bedingfield (Juri X Factor New Zealand Season 1) dan Paula Abdul (Juri X Factor USA Season 1) penasaran dengan performance para pemenang X Factor dari berbagai negara ini, jangan lewatkan Malam Puncak HUT RCTI 24 X Factor Around The World pada Sabtu, 24 Agustus 2013 yang mulai on-air pukul 19.30 WIB. (imam/kf1)

HUT ke-51 TVRI

Beri sinyal pada pedangdut

TAKE 6 EDISI 45 / TH V / AGUSTUS - SEPTEMBER 2013

Diah Ekowati dukung ACI format layar lebar

Diah Ekowati (Foto: Ist)

SERIAL Aku Cinta Indonesia (ACI) yang sukses di 1980-an menarik perhatian rumah produksi Qastalani Citra untuk menghadirkannya kembali dalam format layar lebar. Salah satu pemeran ACI Diah Ekowati Utomo ikut berperan di film yang syuting Agustus ini. Artis kelahiran 11 Januari 1971 ini vakum sejak tahun 1989 hingga, ketika mendapat tawaran berakting lagi, dia ingin cobacoba dulu. “Saya ingin tahu dulu, saya jadi apa. Lalu saya coba. Dan, ternyata saya jadi janda beranak satu, wanita karir,” ujar Diah di Jakarta, Jumat (2/8/2013). Tentu karakter Diah di film berbeda dengan perannya sebagai Cici di film seri televisi dulu. Namun karena masih berhubungan dengan ACI, Diah menerima tawaran peran tersebut. “Karena ada unsur pembentukan karakter, film ini sasarannya jelas. Saya pikir gini, saya tidak tahu anak sekarang itu penggunaan kata-katanya, yang kadang saya kurang setuju. Kalau ini bisa jadi warna baru, pesan moral, mengapa tidak,” kata Diah. Diah membayangkan saat syuting nanti agak sedikit kaku. Namun karena memiliki basic teater, ia yakin akan dapat cepat beradaptasi. “Kemarin ketemu, main sama anak-anak yang profesional banget. Saya yakin bisa karena punya basic teater, meski eranya sudah beda sama sekarang,” ujarnya. (kf1/tis)

KSN garap film “Negeri Muara Langit”

Direktur Program dan Berita LPP TVRI Irwan Hendarmin, saat jumpa pers dalam rangka HUT ke-51 LPP TVRI. (Foto: Imam)

STASIUN TVRI kerap mendapat ‘sempritan’ lebih kencang dari Komisi Penyiaran Indonesia, dibanding tivi swasta. Hal itu dikatakan Irwan Hendarmin selaku Direktur Program dan Berita LPP TVRI saat jumpa pers dalam rangka HUT ke-51 LPP TVRI. “Kalau soal konsep dan gagasan kita samalah dengan tivi swasta, tapi peraturan membuat kita lebih hati-hati. Karena kita sering ditegur KPI, melebihi teguran pada tivi swasta,” kata Irwan, di Gedung LPP TVRI, Jakarta, Kamis (22/08/2013). Irwan juga menjelaskan ihwal program yang dinilai oleh sejumlah wartawan, masih tertinggal dalam masalah teknis. “ TVRI sebagai lembaga penyiaran publik milik negara, bukan pemerintah, punya aturan yang berbeda dengan tivi swasta. Meskipun banyak yang menawarkan iklan, tapi tidak semua bisa kita terima,” katanya. Selain itu TVRI masih mendapat tugas sebagai media sosialiasi beberapa departemen. “Sekarang

ini sekitar 20 persen program adalah sosialisasi departemendepartemen tertentu,” lanjut Irwan, seraya menyebutkan, program ini biasanya ramai di setiap akhir tahun. Menginjak usia yang ke-51 TVRI secara khusus mempersiapkan serangkaian acara, yang berbeda yakni tiga acara untuk dipersembahkan buat para pemirsa TVRI yaitu Gelar Dangdut (Rabu, 28 Agustus 2013), Gelar Reggae (Kamis, 29 Agustus 2013), dan Grand HUT TVRI (Jumat malam, 30 Agustus 2013). “Diusia yang ke-51 TVRI akan terus mengeraskan tekadnya untuk memberikan yang terbaik bagi seluruh rakyat Indonesia,” ungkap DR H Farhat Syukri, SE, M.Si Dirut, LLP TVRI, yang ikut hadir dalam acara jumpa pers tersebut. Dangdut ditegur Terkait dengan hiburan yang akan ditampilkan, Irwan Hendarmin mengingatkan pada para artis terutama penyanyi dangdut,

untuk memahami TVRI. “Saya harapkan penyanyi dangdut bisa lebih menjaga penampilan, agar TVRI tidak ditegur terus sama KPI. Ya, kalau dangdut kan suka tiba-tiba bajunya melorot sendiri, itu harus diantisipasi,” kata Irwan, menyentil sejumlah pengisi acara yang duduk di kursi undangan. Beberapa artis yang akan dihadirkan pada HUT ke-51 TVRI antaranya; Iis Dahlia, Evie Tamala, Kristina, Uut Permatasari, Dewi Perssik, Ike Nurjanah, Erie Suzan, Tiga Kucing, Dua Serigala, dan Beniqno dengan pemandu acara Gelar Dangdut yakni Syaiful Jamil, Aisyah, Ernie AB, dan Joe Richard. Selain itu di acara Gelar Reggae akan hadir Steven James. Moungky Booth, Peron Satoe, Jamica, Momonon, dan lain-lain. Sedangkan Grand HUT TVRI dimulai pukul 19.30 pada 30 Agustus menghadirkan musisi Jamrud, Kotak, Type X, Musikimia, Mulan Jamila, Melly Goeslow, Putri Ayu, Coboy Junior dan lain-lain. (imam/kf1)

KARYA Sinema Nusantara (KSN) akan menggarap film layar lebar berjudul “Negeri Muara Langit”, yang jadwal pengambilan gambar pada Januari 2014, di tiga lokasi yaitu Jakarta, Solo (Jateng) dan Lombok (NTB), kata produser film tersebut Rudy Setyawan. Dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa, Rudy mengatakan, film yang diproduksinya dijadwalkan diputar di gedung bioskop se-Indonesia pada kuartal pertama 2014 dengan target jumlah penonton sekitar satu juta pemirsa. Sutradara film tersebut R Jiwo Kusumo mengatakan, misi film untuk melestarikan seni budaya Indonesia yang mulai tergerus budaya barat. “Negeri Muara Langit mengangkat Seni beladiri Pencak Silat secara murni. Ada juga pendidikan politik untuk masyarakat,” katanya. Film yang bergenre “drama action” itu menghadirkan pemeran utama, antara lain Eriska Rein, Deva Mahendra, Ali Syarief, Kang Jo P Project, Nurul Rosselen dan Muh Hanif. Sedangkan sebagai pemeran pembantu, antara lain Krisnidieta, Lisda Oktaviani, Oded Kravit dan Ikang Sulung. Sementara itu, pimpinan produksi film itu Tatoz Fauzi menjelaskan, film tersebut dilatarbelakangi kondisi saat ini yang disinyalir sebagai “Jaman Edan” sebagai dikutip yang telah tertulis di sebuah kitab Kalatidha, karya Pujangga Agung Nusantara dari Keraton Surakarta pada abad XVII, R Ng Ronggawarsita. “Persepsi-persepsi masyarakat baik yang meyakini atau tidak tentang jaman edan , telah menjadi satu pembicaraan di seluruh kalangan. Lunturnya rasa kebangsaan, cinta tanah air, dan penghayatan terhadap nilai warisan leluhur Bhineka tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa menimbulkan lupa bahwa Bangsa kita adalah bangsa yang besar dan kaya raya serta memiliki keluhuran dan budaya yang tinggi,” katanya. Tatoz Fauzi menambahkan, Film Negeri Muara Langit mengakomodir kehidupan di bawah karpet yang tersembunyi dan perilaku perilaku sosial masyarakat kalangan atas hingga kalangan bawah yang semakin berjalan mendekati kepada Jaman Edan...konflik konflik horisontal yang terjadi dan pernah terjadi di kehidupan bangsa kita akan menjadi “capturing” utama dalam film ini.(*)



KOMUNITAS

TAKE 8 EDISI 45 / TH V / AGUSTUS - SEPTEMBER 2013

FFI 2013 dilaksanakan meski ada penolakan KENDATI muncul ide agar Festival Film Indonesia (FFI) tahun ini tidak dilaksanakan, pemerintah selaku fasilitator akan menjalankan sesuai amanat. “Pertemuan sineas muda dengan menteri Parekraf, pada Selasa (20/08/2013) itu sudah suatu dukungan. Artinya sudah clear. Semuanya mendukung FFI yang akan dilaksanakan pada 6-7 Desember 2013 di Semarang,” kata Direktur Pengembangan Industri Perfilman Kemenparekraf, Ir Armein Firmansyah, MT kepada Tabloid Kabar Film, di Blitzmegaplex, Rabu (22/08/2013). Menurut Armein terkait pelaksanaan FFI kali ini, pemerintah melaksanakan sesuai aturan. Yang lebih penting, rencana kegiatan FFI sudah mendapat persetujuan sejumlah pihak. “Teman-teman yang menolak FFI diadakan, itu karena tidak punya waktu. Sementara, ada sineas lainnya yang merasa siap. Jadi, ya

Para sineas muda ketika berdialog dengan Michael Mann dan Menteri Parekraf Mari Pangestu baru-baru ini di Gedung Sapta Pesona, Jakarta. (Foto: Pusformas Parekraf)

tetap dilaksanakan,” katanya. Sebenarnya, menurut Armein tidak ada istilah penolakan. “Semua sudah sepakat tentang FFI,

bahkan Hanung dan kawan-kawan bersedia menyertakan film mereka di FFI, juga kehadiran para artis di acara Malam Puncak

FFI nanti. Itu sudah bentuk dukungan buat FFI,” jelas Armein. Sebelumnya, Hanung Bramantyo dan kawan-kawan sineas

muda bertemu di Yesterday Café, untuk membahas berbagai isu seputar perfilman Indonesia. Salah satunya soal FFI, pembentukan

>> KOLOM

BERTABUR SENI, BERCUMBU TEKNOLOGI Oleh:

Ir. Armein Firmansyah MT

PERLAHAN namun pasti, jagad perfilman di tanah air mulai menemukan atmosfirnya. Sinergi yang terbentuk di antara Pemerintah, pelaku kegiatan dan pelaku usaha perfilman, serta masyarakat menciptakan “oxygen” penambah nafas penciptaan film-film nasional, baik untuk film cerita panjang, cerita pendek, animasi, dokumenter, maupun film televisi. Udara segar perfilman ini pun menghangat di masyarakat hingga semua tahap dalam rantai industri perfilman nyaris selalu bersinggungan dengan persepsi, apresiasi, serta aspirasi masyarakat. Gayung bersambut, industri perfilman pun seperti tersadar dari keterbuaiannya. Insan film, pelaku kegiatan, serta pelaku usaha perfilman kian membuka diri dan dapat menerima bahwa dunia perfilman tak lepas dari masyarakat sebagai muara industri dan Pemerintah sebagai fasilitatornya. Pada titik tertentu, kesadaran ini berujung pada kesadaran tentang adanya beberapa hal yang harus segera dilengkapi dalam sistem perfilman di tanah air. Bukan hal yang mudah dan bisa secepat membalik telapak tangan untuk melengkapi “lubang-lubang” regulasi dalam perfilman nasional. Meskipun telah mendapat kontribusi ide dan gagasan dari banyak pihak, kehati-hatian dalam menghadirkan sejumlah turunan peraturan perfilman tetap diutama-

kan. Segala proses harus dilalui –hal ini yang kemudian menimbulkan kesan lamban– agar segala persoalan yang selama ini muncul dalam industri perfilman, mulai dari produksi, distribusi, eksibisi, dan apresiasi, dapat dipecahkan secara elegan. Dua titik klasik terkait dengan hakikat film sebagai hasil karya seni dan buah “permainan” teknologi menjadi butir pemikiran lainnya. Bila ditargetkan pada bulan-bulan mendatang segala peraturan yang terkait dengan perfilman dapat dijalankan, maka peraturanperaturan ini pun diharapkan sudah dapat mewadahi segala motivasi untuk berekspresi yang lekat dengan seni perfilman dan dapat menjembatani segala perubahan yang terbawa oleh perkembangan teknologi. Harus diakui memang, balutan unsur seni selalu ada dalam “bahasa” film yang dihadirkan ke depan mata penonton. Jika Indonesia adalah sebuah negara kultur tunggal dengan kedewasaan masyarakat yang seragam, urusan pembuatan peraturan perundang-undangan dalam perfilman mungkin jauh lebih mudah. Dalam kenyataannya, Indonesia begitu kaya dengan kultur serta nilai-nilainya, sehingga untuk melahirkan sebuah peraturan yang tidak “mengesampingkan” salah satu pihak membutuhkan kehati-hatian luar biasa. Begitupun dengan tingkat

kedewasaan pemikiran masyarakat Indonesia yang harus diakui masih banyak menunjukkan perbedaan. Bahwa film adalah sebuah karya seni, dalam banyak kasus tak bisa secara seragam dijejalkan dalam alam pikir penonton. Bahkan untuk film cerita panjang yang pembuatannya lebih didasari cerita fiksional pun, kerap disikapi dengan cara yang berbeda dan dengan kepentingan yang berbeda. Kesulitan menggeser paradigma perfilman yang kadung melekat dalam benak masyarakat Indonesia, dalam hal ini, menyebabkan film sebagai karya seni mendapat persepsi, apresiasi, dan aspirasi yang berlainan. Dengan kata lain, taburan seni dalam industri perfilman telah melahirkan kesulitan sendiri untuk melahirkan regulasi yang adaptif terhadap semua sisi. Persoalan semacam ini memang tak hanya dihadapi Indonesia. Sejumlah negara yang memiliki kemiripan karakter kultur dengan Indonesia tentu menghadapi persoalan serupa dalam membuat regulasi perfilman mereka. Tergantung pada tingkat keragaman kultur serta nilai-nilai budaya masing-masing negara itu. Seperti telah dijelaskan di muka, perkembangan teknologi juga turut memberi tekanan tersendiri dalam melahirkan berbagai peraturan di dalam perfilman. Hal ini terasa lebih sulit lagi lantaran perkembangan teknologi lebih banyak mengarus ke Indonesia sehingga Indonesia harus memosisikan dirinya untuk beradaptasi, belum sam-

pai pada tahap menciptakan, dengan perkembangan teknologi yang ada. Tentunya, perkembangan teknologi ini ada yang secara langsung diarahkan pada industri perfilman, namun ada pula yang perkembangannya berdampak secara tidak langsung pada industri perfilman nasional. Bila kementerian lain menaruh perhatian pada sisi-sisi tertentu pada industri perfilman, hal ini tentu harus disikapi sebagai sebuah kekuatan dalam menyikapi perkembangan teknologi yang terjadi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, misalnya, sangatlah tepat untuk lebih memerhatikan sisi kompetensi insan perfilman dalam kaitannya dengan teknologi. Kementerian Komunikasi dan Informatika, contoh yang lain, sangatlah tepat untuk memerhatikan transaksi informasi dan media yang dipengaruhi oleh perkembangan teknologi dalam perfilman. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, di sisi yang lain lagi, dapat memfokuskan pada berbagai upaya agar perfilman nasional memiliki daya tambah pada nilai ekonomi kreativitas perindustriannya. Menjadi suatu yang layak tentunya bila upaya menata perfilman nasional dilakukan dengan melihat kemampuan dalam meningkatkan kompetensi insan perfilman, menyikapi transaksi informasi dan media untuk perfilman, serta dalam mengolah kreativitas untuk menghasilkan nilai ekonomi tersendiri dengan berdasar pada perkembangan teknologi. Kesadaran

untuk menyikapi perkembangan teknologi perfilman, sebagai contoh pola distribusi film yang pasti berubah karena teknologi memungkinkannya, inilah yang ikut diperhatikan dalam melahirkan berbagai peraturan di bidang perfilman. Pengutamaan kehati-hatian, taburan unsur seni, serta perkembangan teknologi dalam industri perfilman tentu bukan sekadar dalih untuk melihat kesulitan dalam menyempurnakan sistem perfilman nasional. Justru ketiga hal inilah yang secara substansial dipakai sebagai dasar agar perfilman nasional dapat berkembang seperti yang diharapkan para pemangku kepentingan dalam perfilman. Harapan terbaik, semoga perfilman nasional benar-benar segera menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan dapat bersaing dengan film-film lain di tingkat antarbangsa. Penulis adalah Direktur Pengembangan Industri Perfilman, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.(Footnotes)


TAKE 9

KOMUNITAS BPI, serta rencana mereka mendeklarasikan organisasi baru. “Kalau saya dan teman-teman usul sebaiknay FFI tahun ini tidak dilaksanakan sebelum ada Badan Perfilman Indonesia (BPI),” kata Hanung Bramantyo. Menurut Hanung, pembentukan BPI (yang diamanatkan UU No 33 tahun 2009 Tentang Perfilman) harus didahuliui sebelum FFI, agar FFI ada dibawah BPI. “Jadi FFI nantinya bukan lagi pekerjaan Parekraf (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) lagi, bukan pekerjaan Direktorat Film lagi tapi sudah kerjaan BPI. BPI ini siapa, yaitu lembaga independen yang di dalamnya terdiri dari para film maker dari berbagai asosiasi,” jelas Hanung. Intinya, kata Hanung orang film perlu duduk bersama membuat aturan. “Kita harus buat ‘kitab film’ dulu. Seperti apa isinya, ayo berantem-berantem deh di situ saat musyawarah. Tentukan siapa pemimpin atau ketuanya baru kemudian siapa mengurus FFI, nah sudah di situ,” ungkap

sutradara yang baru selesai menggarap Soekarno: Indonesia Merdeka ini. Hal senada diungkapkan H Djonny Syafruddin SH mantan Ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) sebelum H Deddy Mizwar, mengatakan keinginan yang sama. “Kalau perlu bikin kongres perfilman dulu untuk membahas apa dan bagaimana BPI. Di kongres itu, kita adu argumentasi untuk kebaikan perfilman. Setelah itu bisa dibentuk BPI,” kata Djonny yang kini Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI). Meskipun demikian, pemerintah masih mendengarkan organisasi film lainnya yang ada, yang siap untuk menggelar FFI. “Kan asosiasi bukan hanya yang anak muda, yang kebetulan menilai waktunya tidak cukup untuk melaksanakan FFI dari bulan September. Karena ada asosiasi lain dan mereka siap, makanya kami tetap memfasilitasi,” kata Armein. Saat ini, rencana kegiatan FFI 2013 memasuki pemilihan pani-

EDISI 45 / TH V / AGUSTUS - SEPTEMBER 2013

tia pelaksana. “Tidak mudah mengajak sineas. Kalau cuma namanya yang dicantumkan tapi tidak bekerja, buat apa? Kami secara internal sudah menyiapkan kesekretariatan, untuk membantu awal pelaksanaan FFI,” jelasnya. Sebenarnya melaksanakan FFI tidak rumit. Intinya, ada film yang mau ikut atau tidak, kemudian penjuriannya tinggal pilih berdasarkan pedoman pelakanaan FFI. “Bagaimana menilainya, kan subyektif. Otak A sama otak B berbeda. Tidak ada yang saling memuaskan. Tinggal bagaimana mengemas acaranya yang lebih baik. Festive-nya kan di acara puncak,” ujar Armein. Ada usulan juga, 10 hari sebelum acara puncak, film-film nominasi diputar di bioskop. Sekarang tinggal pelaksanaannya. Sepuluh hari sebelum itu, tiga hari puncaknya di Semarang. “Usulan itu baik, dan apa susahnya dilaksanakan?” kata Armein tentang usulan Hanung dan kawan-kawan. Masalahnya, dimana tempat putar film yang ada penontonnya.

Kalau di Plaza Senayan misalnya, ada yang nonton apa tidak? Penonton film Indonesia di Jakarta kan sedikit. Kecuali mungkin di Bekasi. Artinya, kita harus promo ke semua lokasi yang ada bioskopnya kan? Nanti kalau tidak ada yang nonton bagaimana? Semua usulan itu, pada saatnya akan dibuat kerangka acuan, dan diusulkan ke Event Organizer. Harus terbuka Panitia Pelaksana FFI saat ini masih digodok. Di luar itu, pemerintah akan memfasilitasi dengan memanfaatkan uang yang ada secara terbuka. “Masalah anggaran, semuanya sudah terbuka, tidak ada neko-neko,” kata Armein. Biaya pelaksanaan FFI 2013 sebesar Rp16,5 Miliar tidak bergeser. Tetapi, jumlah itu jangan dilihat sebagai angka yang besar. Karena, sebenarnya kita buat setranparan mungkin. Nanti, anggaran itu akan dipakai antara lain untuk beberapa pos seperti kesekretariatan, awarding Piala Citra, Piala Vidia, kebe-

rangkatan, dan penjurian. “Kalau tidak acara Piala Citra itu sekitar Rp4 Miliar. Kalau dilelang, terpotong 15 persen, dan sisanya tergantung EO-nya. Makanya, tim pelaksana nanti kita minta konsepnya, mau diapain anggaran ini? Kita cocokkan dengan pemenang tender, si EO-nya. Cocok apa tidak,” terang Armein. Yang pasti, pelaksana tidak bisa ikut lelang. Makanya EO yang menang adalah harus orang yang wise, mengerti bahwa aturan keuangan negara, pekerjaan selesai baru bisa dibayar. Tahun lalu, lanjut Armein, urutannya sudah benar. Cuma EO-nya terlalu saklek. “Gue belum dibayar” dan jadinya menyalahkan pemerintah. Yang namanya pekerjaan, kan selesai dulu baru dibayar. Kalau minta dulu, ya tidak bisa jalan. “Makanya, EO yang ikut harus yang punya uang dan bisa menalangi,” ujar Armein seraya menyebut, ada dua proyek yang dilelang, yakni Piala Vidia dan Piala Citra. Yang lainnya tidak dilelang. (imam/kf1)

FFI harus hidupkan kembali kritik film PENULISAN Kritik Film Terbaik pada ajang FFI hampir setiap tahun sempat diadakan, sebelum akhirnya dihentikan sejak tahun 2006. Sudah saatnya, FFI kembali memberikan apresiasi kepada karya tulis media berupa Kritik Film.

“Tidak ada alasan bagi penyelenggara FFI untuk tidak memberikan penilaian katagori Kritik Film Terbaik, karena media kontrol terhadap perfilman tetap diperlukan,” kata Ketua PWI Jaya Seksi Film dan Budaya, Teguh Imam Suryadi SH dalam siaran

pers-nya, Senin (26/08/2013). Dikatakan Teguh Imam S, wartawan melalui tulisannya dapat memberikan kontribusi dalam perbaikan kualitas perfilman nasional. “Penulisan kritik film dalam berbagai angle dapat dilakukan

oleh wartawan atau penulis lepas, mulai dari kritik di bidang produksi, akting, dan sebagainya,” kata Teguh yang pernah menjadi Ketua Bidang Humas pada FFI 2008 lalu. Dikaitkan dengan sikap pemerintah yang selama ini menyatakan mendukung perbaikan

kualitas perfilman nasional, maka kritik film merupakan bagian dari proses ke arah itu. “Penghapusan Penilaian terhadap Kritik Film adalah bentuk kemunduran dari FFI sebagai ajang silaturahmi insan perfilman Indonesia,” katanya. (kf1)

Sutradara Hollywood Michael Mann syuting di Jakarta

Sutradara dan bintang Hollywood berpose bersama pejabat pemerintah yang menghadiri syuting film mereka di Jakarta. (Foto: Pusformas)

SATU lagi sutradara film Hollywood membuat film di Jakarta. Kali ini, Michael Mann sutradara film dan televisi itu melakukan pengambilan gambar untuk film terbarunya dengan judul sementara, Cyber di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Rabu (14/08/2013). Melibatkan 300 kru (150 kru asing dan 150 kru lokal) dengan 2.000 penari dari tanah air, film yang belum resmi judulnya itu diproduksi Legendary Pictures dengan para pemeran antaranya aktor Chris Hemsworth, Viola Davis, Tang Wei, dan Wang Leehom. Menurut informasi, persiapan produksi film tentang pencurian dan serangan cyber di kawasan Asia Tenggara itu sudah lebih dari setahun. Ini merupakan produksi bersama Thomas Tull, Michael Man, dan Jon Jashini. Sedangkan Alex Garcia yang menjabat sebagai produser eksekutif. Beberapa karya Michael Mann antara lain Public Enemies, The Insider, Heat, Ali, Collateral, dan Last of The Mohicans. Sementara, Legendary Pictures sebelumnya

merlis The Hangover Part III, 42, Jack The Giant Slayer, The Dark Knight Rises, dan Wrath of The of The Titans. Khusus film terbaru di Jakarta, Legendary Pictures telah mengambil gambar di beberapa negara seperti Los Angeles, Hongkong, dan dua hari di kawasan utara Malaysia. Michael Mann mengatakan, ia memilih Jakarta sebagai salah satu lokasi syuting karena menyukai iklim dan warna kota yang unik dan ramah. “Kami pilih Jakarta karena kami cinta Jakarta, saya dua tahun lalu ke sini. Saya suka orangnya yang ramah, warnanya, dan ini tidak seperti tempat manapun di dunia, unik,” katanya. Sementara itu, Chris Hemsworth mengatakan juga jatuh cinta pada Indonesia bahkan pernah belajar beberapa kata dalam bahasa Indonesia. (kf1/imam) Michael Mann dan aktor Chris Hemsworth (Foto: Pusformas)


PREVIEW KOMUNITAS

TAKE 10 EDISI 45 / TH V / AGUSTUS - SEPTEMBER 2013

AA GATOT BRAJAMUSTI SOAL FILM ‘AZRAX’

Inilah potret buram TKI di luar negeri.. KETUA Umum Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) periode 2010-2016 yang juga pimpinan Padepokan Brajamusti di Sukabumi Jawa Barat, Aa Gatot Brajamusti punya kado special di usianya yang ke-51 pada 29 Agustus 2013. Sebuah film produksi Gatot Brajamusti Film berjudul Azrax Melawan Sindikat Perdagangan Wanita berhasil dirilis ke pasar. Sebulan yang lalu, dia juga merilis album Subhanallah melalui grup musik Brajamusti Band yang dibentuk bersama para anak dan keponakan. Terkait film Azrax yang selesai diproduksi dan akan tayang pada 5 September 2013, Tabloid Kabar Film mewawancarai Aa Gatot Brajamusti. Berikut ini petikannya: Apa kabar film Azrax? Alhamdulillah atas izin Allah SWT film Azrax Melawan Sindikat Perdagangan Wanita selesai. Saya berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dengan skill dan caranya masing-masing, termasuk yang mengritik dan menghina. Semoga Allah membalas segala kebaikan dengan berkah yang melimpah ruah. Amin Ya Rabbul Alamin. Saya juga berterimakasih kepada semua tamu undangan yang hadir di acara launching film ini. Untuk para wartawan, secara khusus selain berterima kasih juga saya mau minta tolong karena tanpa bantuan wartawan, film ini tidak akan diketahui masyarakat. Artinya tanpa peran wartawan film ini tidak akan laku di pasar. Artinya, sebesar apapun pesan baik yang ingin disampaikan lewat film ini akan gagal.

dialami masyarakat Indonesia, yang didramatisasi secara sederhana. Dimana saja syuting dilaksanakan, berapa lama? Film ini mengambil lokasi di Jakarta dan Hongkong, dengan masa persipan 2 bulan dan shooting days 45 hari. Persiapan waktu 2 bulan karena harus shoting ke Hongkong. Apa harapan Anda tentang film ini? Doa dan harapan kami, film Azrax ini bisa memberi inspirasi sehingga yang menolong TKI yang sedang mendapat kesulitan tersebut bukan lagi hero dalam film yang diperankan AA Gatot Brajamusti, Yama Carlos, Mario Irwinsyah, Nadine Chandrawinata, tapi aparat yang sesungguhnya, yang menjadi tanggungjawabnya. Dan melindungi para TKI bukan hanya sebatas wacana ataupun pencitraan, atau cukup memberi pujian ‘pahlawan devisa’ kepada mereka, tapi berwujud menjadi sebuah upaya yang kongkrit seperti yang dilakukan negara besar lain dalam melindungi rakyatnya ketika mendapat masalah diluar negeri. Nonton film ini selain langkah nyata mencintai produk bangsa sendiri juga berharap tumbuhnya empati kepada wong cilik yg bernasib buruk yg tengah mengais rejeki di negeri orang, Amin Ya Rabbul Alamin. Merdeka! (kf1)

Film Azrax bercerita tentang apa? Film Azrax Insya Allah menghibur dengan adegan action dan dramanya. Permasalahan yang dihadapi para korban penipuan dalam film ini akan menjadi informasi yang bermanfaat diketahui oleh masyarakat luas. Khsusnya bagi calon TKI (Tenaga Kerja Wanita) atau keluarganya agar berhati-hati memilih perusahaan jasa TKI, jangan tergiur oleh rayuan berupa tawaran angin surga, dan lainnya. Film Azrax merupakan film sederhana yang diangkat dari berbagai kisah nyata tentang nasib buruk para TKI di Luar Negeri. Karena itu para penonton tidak perlu heran tentang warna dalam film ini, seperti “Potret Buram” yang bisa ditafsirkan sebagai simbol nasib buruk para TKI malang tersebut. Seperti halnya gaya film-film Amerika latin yang tragis.. Mengapa memilih film drama action? Alasan mengambil genre Action hanyalah sebuah strategi pasar yang disesuaikan dengan target audience kami, yaitu menengah ke bawah. Dan tidak perlu merasa malu atau gengsi untuk mengatakan kualitas action yang ada dalam film ini pasti tidak sehebat “Merantau” apalagi “The Raid”. Jadi kalau ada gosip yang mengatakan bahwa film ini mau menyaingi The Raid, itu adalah fitnah semata, yang tidak berdasar. Kalaupun boleh memilih untuk membandingkan, saya lebih siap disebut meniru filmnya H Rhoma Irama yang diangkat dari episode kehidupan yang AA Gatot Brajamusti (Foto: Dudut Suhendra Putra)


PREVIEW

TAKE 11 EDISI 45 / TH V / AGUSTUS - SEPTEMBER 2013

Azrax Melawan Sindikat Perdagangan Wanita HAMPIR semua TKI berlatarbelakang kehidupan ekonomi yang miskin dan ingin cepat mendapat pekerjaan. Karena kebutuhan ekonomi yang mendesak tersebut dimanfaatkan para calo dan pengusaha Jasa TKI ilegal dengan membuat perangkap yang menjanjikan pekerjaan dengan gaji yang baik dan kemudahan lainnya, yang berujung penipuan terselubung karena kebanyakan dari mereka dipekerjakan seperti budak (karena memang diperjual-belikan) bahkan ada yang dipaksa menjadi pelacur. Dikisahkan, Fanny (24 tahun) wartawan sebuah surat kabar ibu kota yang peduli terhadap nasib para korban perdagangan wanita, memberitakan dan menyelidiki kasus tersebut. Dia dibantu oleh pacarnya Ricky (25 tahun) aktifis LSM yang mengurusi TKI. Karena pemberitaan Fanny, kantor TKI illegal yang digrebek petugas dan berbuntut ijin usaha TKI ilegal ini dicabut. Hal ini membuat boss sindikat marah besar dan berusaha memberi hukuman kepada Fanny. Jaringan operasi para penjual wanita tersebut menyebar di pelosok Indonesia dan sulit diberantas. Sehingga korban terus berjatuhan. Kampung kecil kota Kabupaten di Jawa Barat, dikejutkan hilangnya beberapa gadis yang ikut berangkat keluar negeri menjadi TKI dan tidak ada beritanya. Azrax (45 tahun) pemilik pasantren dan padepokan persilatan yang terkenal sering menolong sesama menjadi tumpuan dan harapan para orang korban tersebut untuk bisa menolong dan mencarikan untuk menemukan serta membawa kembali keluarga mereka tersebut. Secara kebetulan Budi (27 tahun) seorang preman terminal yang jago berkelahi juga kehilangan keponakannya yang sangat disayanginya, Jamila (15 tahun) karena ikut TKI illegal. Berdasarkan keyakinan dan kepercayaannya yang jago berkelahi, Budi berniat mencari dan menemukan keponakannya. Ricky yang juga menangani TKI pemilik LSM itu merasa khawatir akan keselamatan Fanny. Dia ikut menyelinap dalam rombongan TKI illegal untuk mendapatkan informasi yang akurat menuju Hongkong. Karena kesamaan kepentingan tersebut tanpa sengaja ketiganya Azrax ,Budi, Ricky bertemu di bekas kantor PJTKI illegal yang sekarang berubah menjadi kantor titipan kilat. Mereka mencari informasi, bekerjasama mendatangi alamat dan lokasi jaringan dan menghadapi tantangan dan bentrok secara fisik bahkan nyawa terancam dengan para sindikat TKI illegal tersebut. Secara team mereka dapat mengatasinya. Pengejaran mereka sampai

juga ke Hongkong. Tanpa kerja keras dan keberanian sangatlah sulit untuk menemukan tempat para sindikat ini. Akan tetapi karena kecintaan Budi terhadap keponaknnya, cinta Ricky terhadap Fanny dan rasa kemanusian Azrax pada warga di kampungnya, menjadi kekuatan, keberanian dan tidak takut melawan ancaman walaupun akan kehilangan nyawa sekalipun. Satu persatu musuh dijatuhkan, sindikat perdagangan wanita semakin jelas terkuak tapi sayang Jamilah terlambat ditolong, karena ketika mau dijual keperawanannya oleh sindikat tersebut Jamilah memilih bunuh diri loncat dari lantai tiga hotel. Peristiwa ini membuat Budi emosional. Dia menyerang sendiri ke markas sindikat yang dijaga para tukang pukul dan tertangkap lalu diselamatkan oleh Azrax dan Ricky. Sedangkan Fanny ditemukan dalam keadaan penuh luka-luka setelah diperkosa kawanan sindikat. Betapa hancur perasaan Ricky. Setelah menemukan bos sindikat di Hongkong, mereka mendapat informasi bahwa boss nomor satu sindikat tersebut ternyata adalah orang Indonesia. Hal ini membuat bahagia Budi dan Ricky tapi tidak untuk Azrax karena dari kartu nama yang diberikan namanya sama dengan nama pamannya. Sang paman sangat rajin membantu pasantren

AA Gatot Brajamusti sebagai Azrax terlibat perkelahian dalam satu adegan. (Foto-foto: Brajamusti Film)

Azrax,memberi beasiswa pada santri bahkan menyekolahkan Azrax sampai ke Mesir. Dalam kegalaunnya Azrax berdoa agar boss sindikat nomor satu PJTKI illegal itu bukanlah pamannya tapi karena kebetulan namanya saja yang sama. Namun Azrax benar-benar merasa shok karena ternyata boss sindikat itu benar pamannya sendiri. Disini terjadi perdebatan

usahakan yang legal 2. Kebersamaan adalah lebih kuat untuk memecahkan berbagai masalah. 3. Kejahatan akan berakhir buruk tidak hanya pada korban tapi juga pelakunya 4. Agama adalah penuntun yang sempurna disetiap menghadapi kesulitan.

antara paman dan ponakan yang sangat seru dan terhenti karena penyerangan Polisi. Dalam situasi tembak menembak antara Polisi dan anggota sindikat,boss nomor satu ini melarian diri bersama pengawalnya,ini tidak disia-siakan Azrax untuk mengejarnya. Dalam aksi itu, mobil sang paman meledak akibat tembakan Azrax. Pesan moral film ini: 1. Berhati-hatilah memilih PJTKI,

****

Produksi Produser Sutradara

: Gatot Brajamusti Production : Gatot Brajamusti : Dedi Setiadi

Pemain Aa Gatot Brajamusti Nadine Chandrawinata Yama Carlos Mario Irwinsyah Piet Pagau Elma Theana Tamara Tiasmara Ade Yunita Hutagaol Devi Olivia Putri Suci Patia Brajamusti Baby Mamesa Brajamusti Marbella Brajamusti Reza Artamevia

: : : : : : : : : : : : :

Azrax Fanny Budi Ricky Big Boss Ibu Aisyah Jamila Euis Nuni Santi Baby Oramugari Sirly


DIA

TAKE 12

EDISI 45 / TH V / AGUSTUS - SEPTEMBER 2013

Dewi Irawan ketika menerima beberapa penghargaan. (Foto: Dudut Suhendra Putra)

CATATAN prestasi Dewi Irawan cukup unik. Salah satu artis film trah ‘Irawan’ ini masuk nominasi Aktris Terbaik pada Festival Film Indonesia 1983 dalam film Titian Serabut Dibelah Tujuh karya Chaerul Umam. Setelah lama menghilang dan tiba-tiba kembali, Dewi langsung mencatatkan prestasi sebagai Pemeran Pendukung Wanita Terbaik FFI 2011 dalam film Sang Penari, Pendukung Wanita Terbaik di film Sang Penari pada Indonesia Movie Awards 2012, serta Pemeran Pembantu Wanita Terpuji dalam film 9summers 10autums Festival Film Bandung 2013. Ditemui tabloid Kabar Film di Yesterday Café, kawasan Cipete, Jakarta Selatan 20 Agustus kemarin, artis kelahiran 13 Juni 1963 silam ini mengungkapkan beberapa hal tentang kondisi perfilman Indonesia yang dikenalnya sejak 1970an. Sekarang dia justru resah. “Perfilman kita perlu ditanah-abangkan,” katanya. Berikut ini petikan wawancaranya: Sempat vakum lama, sekarang muncul membawa prestasi kok bisa? Hehehe.. mungkin sudah waktunya. Saya main film dan begitu dapat nominasi di FFI 1983, itu kalahnya pun sama mbak Christine Hakim, jadi gak apa-apa. Cuma waktu itu, mungkin saya termakan omongan sendiri; Ah gak perlulah piala-piala karena piala toh gak bisa buat bayar kuliah waktu itu. Mungkin agak terlalu sombong waktu itu. Setelah vakum 14 tahun, saya menikah dan tinggal di Italia, lalu kembali ke Indonesia. Itupun atas usul suami, katanya kamu punya banyak temen yang bisa ajak main film. Jadi setelah saya teken surat nikah tidak pernah mau lagi ke film. Kalaupun ada, idenya bukan dari saya. Saya konsekuen, setelah menikah dan tinggal di Italia tidak akan kembali ke sini. Kapan persisnya mulai main film lagi? Kembali ke film sejak 2005, awalnya Ria ditawari Indika untuk

film Detik Terakhir tapi dia menolak. Saya disuruh ikut casting. Lalu ada Bajaj Baru Bajuri, saya ikut isi tokoh berdialek Padang dan harus kurusin badan. Ya sudah, ikut casting. Ternyata dua-duanya saya dapat. Sejak itulah, saya aktif sampai sekarang. Jumlah film yang saya perankan sejak tahun itu ada 20an judul. Bagaimana peluang menang di FFI 2013? Kalau saya menang FFI tahun ini, dan ada mbak Chritine Hakim juga, saya akan bilang, mungkin Allah ngasih kesempatan pada saya setelah 30 tahun kemudian. Hehehe.. Saya senang sebagai Best Actress untuk Supporting tapi Piala itu kan tertundanya sudah 28 tahun. Terutama untuk anak-anak. Jadi istilahnya tidak pernah gagal. Pernah ikut casting dan tidak lolos tapi itu bukan gagal. Memang kita latihan terus. Anda pilih-pilih dalam peran di film? Alhamdulillah, suami masih kerja, masih terima transferan. Jadi saya masih bisa milih, mana film yang harus saya teruma perannya. Kebijakan memilih, bukan karena suami tapi pribadi. Siapa guru atau konsultan dalam akting? Ya, karena dalam rumah isinya artis. Jadi seperti pada film Sang Penari, itu yang pertama ditawarin Ria. Tapi, karena waktunya bentrok diserahkan ke saya. Dia bilang, pokoknya ini script gak boleh keluar dari rumah Irawan. Lu minimal nominasi harus dapat. Demi tuhan, saya lebih takut kicauannya Ria daripada sutradara di lokasi. Padahal, di saat yang sama saya lagi persiapan film Badai Di Ujung Negeri. Dewi Irawan bersyukur dengan semua yang diterimanya saat ini. Dia pun bertutur soal nama pemberian ayahnya. “Nama saya Dewi Saraswati, itu sudah cukup. Waktu ayah saya bikin rumah produksi Agora Film, logonya patung Dewi Saraswati. Nah, untuk anaknya dibalik namanya. Karena kamu bayi manusia, kamu seorang dewi. Jadi

namanya dibalik Saraswati Dewi. Anda melihat perbedaan syuting dulu dan sekarang? Soal disiplin, mungkin kalau dibandingkan dengan luar negeri masih jauhlah ya. Karena di luar sana, masing-masing dapat script dan reading. Tapi kan, ini Indonesia ngapain kita membandingkan dengan luar negeri. Jadi, saya lebih suka misalnya, ketika saya dapat peran orangtua dan seorang artis muda jadi anak, tapi tidak bisa lebur maka sayalah yang akan melebur ke anak itu. Gak usah gengsi untuk mendekati. Ada di film belum lama ini, artis muda yang akan jadi anak saya di film. Tapi saya tidak pernah kerjasama. ‘Oke kalau lu gak mau deketin gue, gue yang akan deketin lu’. Itu aya katakana sama sutradaranya. Kalau dia kan tahu jalan cerita karena dia yang buat, sementara saya yang harus pelan-pelan memasuki peran. Dulu karakteristik akting lebih mudah diingat, sekarang mungkin karena aktingnya yang kurang atau terlalu banyak artis baru. Tetapi, menurut saya itu karena filmnya gak banyak ditonton orang karena bioskopnya sedikit. Kalau dulu waktu ada FFI saya bisa bangga meski hanya bacain nominasi, karena stasiun tivi ada satu-satunya yaitu TVRI. Begitu opening acara FFI ada lagu “Citra engkaulah bayangan.. “ itu bikin merinding. Makanya saya suka heran, kalau lihat artis yang sok nyeleb. Harusnya seniman rendah hati, dan mengerti budaya. Kita kan suka lihat waktu mereka ditanya tentang keikutsertaannya di film, akan dijawab gini, “Seneng aja sih, waktu itu kan lagi jalan-jalan terus ditawarin, eh ternyata oke juga ya”. Aduuh, menurut saya, jangan merusak dandang tempat makan gue dong. Termasuk di sinetron atau FTV? Iya. Pernah ikut stripping; si artis ini bilang besok gak bisa dengan banyak alasan. Lah emangnya

Dewi Irawan (Foto: Dudut Suhendra Putra)


PREVIEW ini pengajian apa? Wong syuting cuma 3 jam. Itu pemeran utamanya. Tapi karena dia tahu lagi diatas angin, dan produser tahu lagi naik di stasiun tivi, ya sudah. Jadi, kalau saya main sinetron stripping, saya anggap itu nyabo-lah. Udah duit aja. Gak usah mikir yang lain-lain. Begitu juga FTV. Pernah ditelepon, ada FTV nih, mbak jadi ibu yang buta. Oh,. Oke tapi tolong kirim script ke email, karena saya mau ke luar kota 3 hari. Nah, sampai saya balik ke Jakarta itu script baru dikirim. Dan tahu apa peran saya? Ibu-ibu gagu!.. Nah, kan yang selama ini gue pelajari orang buta, beda banget gesture-nya dengan orang gagu. Ya itulah kejadiannya. Susah kalau mau professional. Produser itu teman tapi musuh terdekat. Peran orangtua? Dulu masih bisa berlindung di bawah orangtua. Kalau ditawarin, ibu yang suka baca dulu. Kadang, kalau mau liburan, sudah dimasukkan skedul syuting. Terima honor dari 100 persen dibagi dua, 50 untuk tabungan saya, 50 lagi masih dibagi dua masing-masing 25, saya boleh beli baju apa saja, dan 25 lagi buat makan bareng-bareng. Jadi dari dari dulu nggak ada tuh, “Ini kulkas gue yang beliin, gak ada itu. Semuanya bareng-bareng..” Bagaimana Anda menilai perfilman Indonesia hari ini? Sejak saya kecil sampai sekarang keadaannya seperti itu. Tidak pernah film Indonesia menjadi raja di n e g e r i sendiri. M a s a jaya-jayanya film Indonesia ada, tapi tetap saja begitu. Monopolinya kenceng banget. Importir adalah pemilik bioskop. Jadi, sekarang lebih prihatin karena bioskop Cineplex adanya di dalam mal. Dulu ada yang namanya Suptan Film. Suptan film ini, kalau film mau rilis diserahkan ke para broker yang akan bilang “Oke, gue beli buat Surabaya atau Jatim sekian juta, dan seterusnya. Harus difikirkan distribusi alternatif untuk film Indonesia.

HTM bioskop sekarang seperti di Pondok Indah Mal sampai Rp60.000. Siapa yang mampu? Penduduk kita terbanyak dari kelas C dan D. Kenapa tidak dibuat bioskop-bioskop mini, seperti di taman budaya kantor pemerintah punya. Kalau misalnya seperti bank bisa dipaksa suruh kasih kredit kecil, pengusaha real estate bisa dipaksa bikin rumah murah, kenapa pemerintah tidak bisa untuk mensubsidi bioskop murah? Bioskop murah, taruhlah yang harga Rp1 Miliar dengan seat 50, tapi ada di kota-kota kecil. Sekarang banyak daerah tidak memiliki bioskop, seperti Martapura, kota wisata Batu, dan mereka harus ke Malang. Padahal Batu sudah jadi kota wisata. Pemerintah harus bikin kebijakan seperti Malaysia, film nasionalnya diputar 2 minggu. Saya ingin menarik animo masyarakat untuk datang ke bioskop. Inget deh, lagunya Bing Slamet “Malam minggu aye pergi ke bioskop, sama pacar beduaan nonton koboi..” kan itu memang hiburan. Kenapa orang tidak nonton film Indonesia di bioskop? Karena, sebentar lagi juga ditayangin di tivi. Artinya seharusnya film setelah dua tahun tayang baru boleh masuk ke tivi. Sekarang, kan baru berapa bulan sudah muncul di tivi. Sulit ya memperbaiki kondisi ini? Kita samakan deh dengan pasar Tanah Abang, yang berpuluh tahun berantakan itu bisa rapih dan tertib. Kita harus optimis. Jadi film ini harus di Tanah Abangkan, DiJokowi-kan juga hahaha.. Kayaknya harus ada orang-orang seperti itu, yang tanpa pamrih memang sudah tugasnya dia. Yang tidak punya kepentingan pribadi dan pejabatnya. (teguh imam s) Filmografi: Hanya Satu Jalan (1972), Sopir Taxi (1973), Belas Kasih (1973), Senyum & Tangis (1974), 1000 Kenangan (1975), Fajar Menyingsing (1975), Anak-anak Buangan (1979), Titian Serabut Dibelah Tujuh (1983), Guruku Cantik Sekali (1979), Detik Terakhir (2005), Senggol Bacok (2010), Badai Pasti Berlalu (2007), Oh My GOD (2008), Berbagi Suami (cameo/2006), Bukan Malin Kundang (2009), Sang Pencerah (2010), Badai Diujung Negeri (2011), Sang Penari (2011), Rectoverso (2013), 9summers 10autumns (2013), Cinta Brontosaurus (2013), Manusia ½ Salmon (2013), Wanita Tetap Wanita (2013), dan Merry Go Round (2013). **

TAKE 13 EDISI 45 / TH V / AGUSTUS - SEPTEMBER 2013

CINTA MATI

Cinta Gerilya

Antara Margonda -Marunda

Adegan film Cinta Mati (Foto-foto: Shooting Star)

MUNGKIN ini film Indonesia yang kawasan lokasinya berima (rhyming), yakni antara Margonda dan Marunda. Margonda di selatan ibukota dan Marunda di muaranya Jakarta. Di sanalah film buatan PT Shooting Star melaksanakan proses pengambilan gambarnya. Dan kini siap untuk meramaikan layar bioskop tanah air mulai akhir Agustus 2013. Film ini konon bergenre comedie noir (terjemahannya kira-kira komedi suram). Lebih jelasnya, sebuah drama komedi yang mengisahkan relasi anak manusia nan galau. Ceileh. Demikian sekapur sirih yang sempat dituturkan sutradara Ody C Harahap tentang film kedelapannya. “Intinya sih ada dua orang anak muda yang jatuh cinta lantaran samasama mau bunuh diri,” begitu selorohnya. Ochay mengaku jika filmnya sudah dibuat sejak tahun 2011 silam namun baru sekarang bisa diedarkan di bioskop. “Ya kita terkendala dana, itu yang bikin nyangkut,” jelasnya saat dihubungi awal Agustus ini. Setelah

Film ini konon bergenre comedie noir (terjemahannya kira-kira komedi suram). Lebih jelasnya, sebuah drama komedi yang mengisahkan relasi anak manusia nan galau.

berjuang ke sana ke mari, akhirnya didapat juga dari pihak BSI yang selama ini dikenal berkiprah di bidang pendidikan. Ditambahkannya, dalam proses produksi pihaknya menggunakan sistem gerilya. Artinya, lebih sebagai alternatif baru dalam pembiayaan produksi film. Lantaran budget yang digunakan tidak besar maka mereka melakukan sistem pembayaran dengan saham. “Sebagian dari fee mereka diinvestasikan pada film ini,” tutur Ochay. Sistem macam ini konon memang tergolong baru di Indonesia. “Di luar negeri sih sudah biasa. Pemain dan kru utama ditawarkan kepemilikan film yang berlaku seumur hidup,” lanjut pembuat Kawin Kontrak ini. Semakin bagus hasil penjualannya, maka semakin bagus pula hasil bagian yang akan diperoleh. Ochay menyebutnya sebagai Gerilya Filmmaking. Sistem yang dibangun Ochay bersama sesama produser lainnya, Raditya Wibowo dan Padri

Nadeak, ini bukannya berjalan mulus tanpa kendala. Di tengah jalan, anggaran yang sudah disusun ketat ternyata sempat berantakan. “Waktu itu aktor utamanya, Vino G Bastian sakit parah hingga harus masuk rumah sakit dalam waktu yang lama,” keluhnya. Tak pelak, perhitungan alat dan lokasi jadi meleset karena syuting terhenti. Pemain yang memperkuat film ini ada aktor peraih piala Citra FFI tahun 2008 Vino G Bastian. Di sini dia dipasangkan dengan presenter dan bintang iklan Astrid Tiar. Kombinasi ganda campuran anyar ini diharapkan menjadi variasi menarik bagi calon penonton. Pemain lain yang turut tampil ada Dion Wiyoko, yang bersama Vino pernah muncul dalam Serigala Terakhir. Ada pula Aline Jusria, penyunting gambar yang sempat mencuri perhatian lewat aktingnya di Minggu Pagi di Victoria Park. Ah, film dengan konsep gerilya ini memang bikin penasaran. Kita tunggu sajalah hasilnya. **


PROFILM

Garap ‘Soekarno’ ketika hidup di pengasingan SUTRADARA Viva Westi (40) sedang bersiap-siap menggarap film terbarunya. Kali ini, sutradara Rayya Cahaya Diatas Cahaya itu akan membuat film sejarah Soekarno dengan dukungan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Apa bedanya dengan Soekarno garapan Hanung Bramantyo? “Film saya lebih kecil, tidak sebesar filmnya Mas Hanung Bramantyo,” kata Viva Westi, yang dihubungi kabarfilm.com, Kamis (1/8/2013) siang. Perbedaan dengan film Soekarno garapan Hanung, menurut Viva Westi antara lain soal rentang waktu, dan fokus cerita film. “Film saya lebih fokus pada kisah Bung Karno selama berada di daerah pengasingannya, yaitu antara tahun 1934 sampai 1938,” kata Viva, seraya menye-

butkan empat daerah yang akan menjadi lokasi syuting yakni Bandung, Surabaya, Ende Nusa Tenggara Timur dan Bengkulu. “Semua lokasi dimana Bung Karno menjalani pembuangan tidak sama lagi, jadi kru artistik kami akan membuat set sendiri,” katanya. Sebagai sebuah film cerita, lanjut Viva, Soekarno yang akan digarapnya akan berdurasi sekitar 100 menit dengan setting terbanyak di Ende, Nusa Tenggara Timur. “80 persen setting lokasi di Ende. Pada masamasa itu, adalah episodenya Bu Inggit Ganarsih sebagai pendamping Bung Karno,” katanya. Oleh karena itu, dalam film nanti tidak muncul tokoh Fatmawati. Saat ini, Viva Westi belum menentukan siapa-siapa artis dan aktor yang akan memeran-

EDISI 45 / TH V / AGUSTUS - SEPTEMBER 2013

kan tokoh Soekarno dan Inggit Ganarsih. “Masih dalam proses menentukan siapa memerankan apa, tapi tunggu saja kejutannya,” kata Viva. Kendati demikian, informasi yang beredar menyebutkan pemeran utama Bung Karno adalah Baim Wong dan pemeran Inggit Ganarsih yakni Ria Irawan. Secara khusus, persiapan produksi Soekarno sudah dilakukan sejak dua bulan lalu. “Aku membuat film ini berdasarkan riset, dan bertemu dengan dua saksi hidup yang sekarang sudah berusia di atas 90 tahun,” katanya. Rencananya, syuting film Soekarno garapan Viva Westi akan dimulai pertengan September 2013. (imam/kf)

Film saya lebih fokus pada kisah Bung Karno selama berada di daerah pengasingannya, yaitu antara tahun 1934 sampai 1938

Viva Westi (Foto: Dudut Suhendra Putra)

VIVA WESTI:

TAKE 14

Eddie Karsito sutradarai ‘Setia Suara Hati’

Eddie Karsito - Setia Suara Hati (Foto: Dok. Noemi Picture 1)

SEBUAH film berjudul Setia Suara Hati diproduksi oleh Noemi Picture PT Giron Indonesia. Film yang disutradarai Eddie Karsito ini, syutingnya berlangsung di Banyuwangi, Jawa Timur. Beberapa pertanyaan dijawab Eddie Karsito, yang sebelumnya dikenal sebagai aktor di film Mengejar Mas Mas, dan Maaf, Saya Menghamili Istri Anda: Apa setting cerita film ini? Soal rokok sebagai issue utama. Disamping ada content lain agar karya ini menjadi lebih lengkap. Tentang marginalisasi (mustad’afin), diskriminasi etnik, dominasi ekonomi, monopoli bisnis, tentang musik, tentang seni tradisi, hingga percintaan yang menguras hati. Mengapa tema rokok? Rokok menjadi masalah prokontra di berbagai belahan dunia. WHO (World Health Organization) menyimpulkan rokok berbahaya. WHO merekomendasikan untuk melindungi masyarakat dari bahaya rokok. Bahkan para ulama (Majelis Ulama Indonesia)lebih tegas mengharamkan rokok. Rokok dikategorikan khamar, sesuatu yang merusak badan, otak, kesehatan. Termasuk israf (buangbuang uang). Tetapi di sisi lain, ribuan orang nasibnya bergantung pada rokok (tembakau). Dilarangnya rokok akan mematikan jutaan petani tembakau. Perusahaan rokok akan merugi. Dampaknya jutaan pekerja di perusahaan rokok terkena pemu-

tusan hubungan kerja (PHK). Pemerintah setiap tahunnya mendapat triliunan rupiah dari pemasukan cukai rokok. Apa target cerita film ini? Pro-kontra rokok sebagai fenomena sosial. Dan kami tidak pada posisi memihak. Tetapi kami memposisikan diri hanya sebagai ‘tukang motret.’ Atau mungkin ini hanya ‘cermin.’ Dan setiap orang dapat bercermin melalui film ini. Seperti apa film ini nanti dibuat? Kami murni membuat film cerita (fiksi) dengan sebisa mungkin memotret realitas yang ada, independen, artistik dan komersil. Realitas, artinya setting cerita yang kami bangun mendekati realitas kehidupan masyarakat setempat. (Dalam hal ini masyarakat yang menggantungkan nasibnya dari bertani tembakau). Independen, karena seluruh proses produksi hingga pembiayaan tidak ada campur tangan “cukong” (produser). Murni dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Masyarakat yang mana? Masyarakat yang menginginkan film tumbuh menjadi industri besar dan menjadi kekuatan budaya. Artistik, artinya film ini dibuat seindah mungkin, semenarik mungkin, memesona sebagai tontonan dan ideal sebagai tuntunan. Dan ini adalah bentuk tanggung jawab kami sebagai sineas. Kami juga menempatkan karya ini sebagai produk industri yang harus laku dijual.

Jember dan Banyuwangi sebagai setting lokasi utama shooting? Sesuai tema; ‘content lokal issue global.’ Lokal artinya, kebutuhan cerita dibuat berdasarkan fenomena masyarakat Jember dan Banyuwangi di mana Pendapatan Asli Daerah (PAD-nya adalah tembakau. Global artinya; content yang kami angkat(rokok)bukan hanya problem lokal atau nasional, tetapi internasional. Pemberdayaan potensi lokal? Membuat film bukan monopoli Jakarta. Artinya film dapat dibuat di mana saja, oleh siapa saja. Termasuk orang-orang daerah dan dikerjakan di daerah. Memberdayakan potensi lokal adalah misi kami. Oleh karena itu seluruh komponen pembuatan film ini; dari sejak mengidekan (gagasan), Sumber Daya Manusia-nya (SDM), penentuan setting lokasi, sampai pendanaan semua bersumber dari daerah (lokal). Terlalu berani ‘menjual’ sesuatu yang tidak populis. Artis lokal dan pendatang baru misalnya? Tidak melulu artis lokal, tapi kami juga melibatkan artis nasional dan internasional, yang secara profesional cukup dikenal. Terakhir yang ingin Anda katakan kaitannya dengan proses kreatif film ini? Kita adalah pelaku sejarah. Tugas kita adalah bagaimana membuat sejarah terus berubah. Berubah memang sulit. Tetapi tidak berubah adalah fatal. (kf)


PROFILM

Kemdikbud juga produksi film Soekarno SOSOK Bung Karno sedang disukai sineas Indonesia untuk mengangkat kisahnya ke dalam film. Setelah Hanung Bramantyo menyudahi syuting film Soekarno: Indonesia Merdeka, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pun telah mempersiapkan produksi film sejarah Soekarno dari sisi pembuangan Bung Karno di empat provinsi di Tanah Air, termasuk Bengkulu. “Kami memproduksi tiga film drama dokumenter tahun ini, salah satunya film berjudul Soekarno,” kata Kepala Seksi Literasi dan Apresiasi Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rita Siregar di Bengkulu, Rabu (31/7/2013). Ia mengatakan hal itu saat diskusi kelompok terpadu fasilitasi produksi film Soekarno. bersama tokoh masyarakat

Diskusi ini sangat hidup, padat dan mendukung kebutuhan dalam riset sejarah tentang film ini, terutama selama pengasingan di Bengkulu Bengkulu dan rumah produksi PT Cahaya Kristal Media Utama. Sejumlah tokoh masyarakat yang hadir dalam diskusi terpadu tersebut antara lain mewakili keluarga Ibu Fatmawati yakni Razianova Gafur, penulis buku tentang Bung Karno Agus Setyanto, Ketua Yayasan Lembak Usman Yasin, dan sejumlah tokoh ma-

syarakat lainnya Syukur Alwi dan Rustam Efendi. “Diskusi ini sangat hidup, padat dan mendukung kebutuhan dalam riset sejarah tentang film ini, terutama selama pengasingan di Bengkulu,” tambahnya. Ia mengatakan selain film Soekarno Kemendikbud juga memproduksi film tentang Perang Dunia II Morotai dan film 10 November. Film Soekarno dan 10 November mulai diproduksi pertengahan September 2013 dan diharapkan pada November 2013 sudah tayang. Rita mengatakan film drama dokumenter produksi Kemendikbud mengandung tiga unsur penting yakni nilai budaya, kearifan lokal dan karakter bangsa. Film ini akan disutradarai oleh Viva Westi yang sebelumnya membuat film Rayya Cahaya Diatas Cahaya (2012). (imam/kf)

10 provinsi penampil terbaik pawai budaya Nusantara

Salah satu peserta pawai budaya Nusantara 2013.

KONTINGEN sepuluh provinsi terpilih sebagai penampil terbaik dalam pawai budaya Nusantara 2013 bertema “Budaya Pemersatu Bangsa” di Jakarta, Minggu (18/8/2013), yang diikuti oleh seluruh provinsi di Indonesia. Ke sepuluh provinsi itu adalah DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jambi, Lampung, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Barat, dan Jawa Tengah. Sebagai bentuk penghargaan kontingen budaya dari 10 provinsi itu menerima piala dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada akhir acara. Sebelumnya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyatakan bahwa Dewan Juri akan memilih 10 penampil terbaik dengan mempertim-

(Foto: Antara)

bangkan beberapa kriteria pemilihan, yakni konsep garapan, kreativitas, dan penampilan tim secara keseluruhan. Pada Minggu sore, Presiden Yudhoyono dengan didampingi oleh Ibu Ani Yudhoyono membuka dan menyaksikan secara langsung Pawai Budaya Nusantara, yang terakhir kali diselenggarakan pada 2009 itu bersama dengan ribuan warga masyarakat. Kepala Negara dan Ibu Ani yang kompak mengenakan busana berwarna orange terlihat turut larut dalam keriuhan yang ada dan beberapa kali bertepuk tangan saat menyaksikan aneka tarian dan mobil hias yang lewat. Dalam pawai budaya kali ini warga tidak hanya berkesempatan menyaksikan aneka tarian tradisional dan pakaian

tradisional namun juga miniatur bangunan khas kebanggaan masing-masing provinsi, antara lain miniatur Candi Borobudur, Tugu Yogyakarta, dan Ondel-Ondel raksasa. Pawai Budaya Nusantara tersebut merupakan rangkaian kegiatan bidang seni dan budaya dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-68 tahun 2013. Pawai tersebut rutin diselenggarakan setiap tahun kecuali tiga tahun terakhir karena peringatan Proklamasi Kemerdekaan jatuh bersamaan dengan Bulan Ramadhan. Sebelumnya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyebutkan jika Pawai Budaya Nusantara itu melibatkan 4.000 seniman dari 33 provinsi yang terdiri atas pemusik, penyanyi, dan penari. Kalimantan Utara, provinsi termuda di Indonesia, tidak menyertakan defilenya kali ini. Selain kontingen budaya dari 33 provinsi, Pawai Budaya Nusantara itu juga dimeriahkan oleh kontingen sejumlah BUMN yang menampilkan keunikan, tradisi, dan kreativitasnya masing-masing.**

Sebagai bentuk penghargaan kontingen budaya dari 10 provinsi itu menerima piala dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada akhir acara.

TAKE 15 EDISI 45 / TH V / AGUSTUS - SEPTEMBER 2013

Bioskop Remaja sambut Hari Remaja Internasional DALAM rangka Hari Remaja Internasional (International Youth Day) pada 12 Agustus 2013, ratusan remaja di Purbalingga merayakan dengan gelaran Bioskop Remaja, pemutaran dan diskusi kompilasi video jalan remaja. Perayaan bertema besar “Catatan Remaja Indonesia (CARI)” ini dipusatkan di tujuh titik pemutaran. Pada Selasa, 20 Agustus 2013 jam 15.30 di TPQ Desa Banjaran Bojongsari digelar oleh Papringan Pictures SMAN 1 Kutasari dengan tema “Lingkungan”, Rabu, 21 Agustus 2013 jam 15.30 di Balai Desa Gandasuli Bobotsari oleh Forkappi Film pemuda Desa Gandasuli Bobotsari bertema “Pendidikan dan Lapangan Pekerjaan”. Kamis, 22 Agustus 2013 di Lapangan Desa Onje Mrebet diselenggarakan oleh Kafiana Production SMK YPLP Perwira Purbalingga bertema “Hak Azazi Manusia”, Sabtu, 24 Agustus 2013 jam 15.30 di Aula SMKN 1 Purbalingga oleh Smega Movie SMKN 1 Purbalingga dengan tema “Pendidikan dan Lapangan Pekerjaan”, dan Sabtu, 24 Agustus 2013 jam 15.30 di SMAN 1 Bobotsari oleh Bozz Community SMAN 1 Bobotsari bertema “Pendidikan dan Lapangan Pekerjaan”. Pegiat Cinema Lovers Community (CLC) Asep Triatno selaku fasilitator mengatakan sebelumnya, ketujuh komunitas film remaja itu memproduksi video diary dengan menangkap fenomena di lingkungan mereka. “Puncaknya mereka menggelar Bioskop Remaja yang melibatkan penonton umum secara gratis,” ungkapnya. (kf1)


PANGGUNG

TAKE 16

EDISI 45 / TH V / AGUSTUS - SEPTEMBER 2013

Aksi Brajamusti Band saat merilis albumpertamamereka di Villa Bukit Danau, Kota Bunga, Cipanas, Jawa Barat, Minggu (28/7/2013) petang. (Foto-foto: Dudut Suhendra Putra)

ALBUM ‘BRAJAMUSTI BAND’

Dipesan 10 ribu keping sebelum dirilis “INI album band pertama saya, setelah dua album solo yang pernah saya buat,” kata Aa Gatot Brajamusti, ketika memperkenalkan Brajamusti Band kepada wartawan di rumahnya, Villa Bukit Danau, Kota Bunga, Cipanas, Jawa Barat, Minggu (28/ 7/2013) petang. Melalui grup band yang terdiri dari 10 personel inilah, aktifitas berdakwah pimpinan sekaligus pengasuh Padepokan Brajamusti di Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat itu akan berlanjut. “Alhamdulillah, seluruh personel Brajamusti Band adalah para sepupu, anak-anak dan keponakan saya sendiri. Sehingga proses pembuatan album relatif cepat, karena kami selalu dekat,” kata Aa Gatot, yang beberapa jam sebelumnya tampil di panggung megah di lapangan Villa Bukit Danau, disaksikan ribuan pasang mata undangan acara ‘Buka Puasa Bareng Brajamusti Band’. Album Brajamusti Band berisi 8 lagu menghadirkan hit single bertajuk Subhanallah berisi lagulagu berlirik puja-puji atas

keesaan Allah SWT. Dibalut komposisi musik pop beraneka rasa seperti latin, timur tengah, dan dangdut, syair bernilai filsafat Islami (relijius) yang ditulis sendiri oleh Aa Gatot Brajamusti

itu mengalir dengan harmonis. “Ibarat mengalir seperti air, mengudara seperti uap,” kata pria kelahiran 29 Agustus 1962 yang saat ini adalah Ketua Umum Persatuan Artis Film In-

donesia (Parfi). Dalam penampilannya sekitar satu jam lebih di panggung, Aa Gatot Brajamusti bertindak sebagai lead vocal, menampilkan kemampuan terbaiknya dalam membawakan

lagu Keagungan-Mu, Subhanallah, Kupuja, Zakat, Lailatul Qodar, Labaikallah, Bismillah, dan Gema Takbir. Sementara itu, sembilan personel Brajamusti Band mem-


TAKE 17

PANGGUNG

Brajamusti Band kepada masyarakat pendengarnya. “Kami berikhtiar hadir menyapa pendengar musik dengan niat sebagai suatu ibadah, dan

EDISI 45 / TH V / AGUSTUS - SEPTEMBER 2013

kami sudah punya banyak lagulagu untuk album berikutnya, yang insya Allah dirilis setelah lebaran” kata Aa Gatot, yang pernah berperan dalam film

Ummi Aminah (2012), dan Tanah Surga Katanya (2012), serta dalam waktu dekat akan merilis film yang diproduseri sendiri berjudul Azrax. (kf/imam)

Bens Leo: Brajamusti Band mirip Koes Bersaudara back-up performa Aa Gatot dari awal hingga akhir. Ke-9 personel adalah Adhe Brajamusti, Marbella Brajamusti, Zanattaba (backing vokal), Najam yardo (gtar), Ricky Brata (bass), Apap (perkusi), Haris (drum), Azis (keyboard), dan Adi Ndut (perkusi) bersatu padu memback-up penampilan Aa Gatot. “Untuk menggarap dan mematangkan musik Brajamusti Band, kami lakukan secara bersama-sama,” ujar AA Gatot, seraya menyebutkan kreatifitas para sepupu dan keponakannya itu ikut mempercepat proses pembuatan album dan video klip. “Hanya sekitar sebulan kami berlatih intensif, inilah hasilnya,” lanjutnya. Berbasis jemaah dan umum Berkaca pada dua album sebelumnya, Tunjukkan Jalan yang Lurus (2008), dan Kekasih (2012), maka album Brajamusti Band diserahkan kepada jemaahnya sebagai pasar utama selain pecinta musik umumnya. “Ada jutaan jamaah saya dan

mereka sudah memesan sebelum album Brajamusti Band beredar. Data hari ini ada 10 ribu keping CD yang sudah dipesan,” ujar Aa Gatot. Selain akan menjual album di 18 negara di luar Indonesia, Brajamusti Band punya jadwal tampil di Hongkong. “Kami diundang komunitas tenaga kerja wanita Indonesia untuk tampil di Victoria Park, Hongkong habis Lebaran nanti,” kata Aa Gatot, yang merasa yakin ikhtiarnya beribadah lewat lagu akan mendapatkan tempat tersendiri di hati umat. “Sebesar 50% hasil penjualan album nanti kami sumbangkan ke panti asuhan yatim piatu, dan jompo,” jelasnya. Secara teknis proses mastering album Brajamusti Band mendapat sentuhan kreatif Indra Qadarsih — mantan personel grup Slank — di IQala Studio, dan music director serta mixing ditangani oleh Co’er Wargie. Sebagai grup band pendatang baru, diakui oleh Aa Gatot, butuh proses untuk memperkenalkan

PENGAMAT musik Bens Leo menilai musikalitas Brajamusti Band dibawah komando Aa Gatot Brajamusti memiliki ragam variasi lagu yang sangat kaya, dari pop, latin, blues hingga dangdut. “Saya mengapresiasi kehadiran Brajamusti Band yang mengambil peran aktif menghasilkan lagu-lagu religi. Saya berharap ada lagu yang bisa everlasting sebagaimana lagu Tuhan ciptaan Sam Bimbo,” kata Bens Leo, di acara Buka Puasa Bareng ‘Brajamusti Band’ di Villa Danau Indah, Kota Bunga, Cipanas, Jabar, Minggu (28/7/2013) petang. Menurut Bens Leo, proses kreatif dalam penulisan lirik hingga pembuatan lagu di album Brajamusti Band dimana semua personil yang masih satu keluarga itu terlibat aktif menyumbangkan ide, mengingatkan pada beberapa nama besar grup band yang melegenda hingga ini, antaranya kelompok Koes Bersaudara. Koesbers yang seluruhnya adalah keluarga besar Koeswoyo, seperti halnya Brajamusti Band yang memiliki kelebihan kreatifitas, dan dimudahkan dengan sistem kekeluargaan

Bens Leo (Foto : Ist)

yang mereka miliki. Karena, begitu mereka mempunyai lagu, langsung bisa proses bersama. Terutama lagi, Aa Gatot Brajamusti mempunyai studio rekaman pribadi dengan fasilitas yang sangat baik. Dengan demikian, kreatifitasnya tidak pergi ke mana-mana. Pada era Koes Bersaudara, ketika mereka tinggal di jalan Haji Nawi, Jakarta, dalam kenangan Bens, juga melakukan proses yang sama. “Koes Bersaudara menulis lagu di sana dan direkam di sana. Oleh karena karyanya penuh spontanitas, dan direpresentasikan di komu-

nitas yang cukup menarik juga,” katanya. Bedanya, lanjut Bens, tren musik religi modern yang ada sejak era Hadad Alwi yang didukung Rudianto dari Emerald Band, terus menghadirkan corak musik yang makin kaya. “Dan polanya digarap secara modern,” ungkap Bens Leo. Dia menyebutkan beberapa nama band lainnya seperti GIGI, Unggu, dan beberapa nama lainnya. Hasilnya, “Pesan-pesan agamis yang disampaikan oleh sejumlah band itu, sampai ke anak muda,” ujar Bens. Yang juga tidak kalah menariknya, lanjut Bens, album CD Brajamusti Band (yang dijual mulai Rp. 12.000 hingga Rp. 50.000) dengan kualitas yang berbeda itu, proses proses mastering-nya disempurnakan oleh Indra Qadarsih, mantan personil Slank, dan motor grup BIP. Indra di mata Bens adalah sosok yang paling tepat untuk memastering sebuah album, “Telinganya tajam,” imbuh Bens. Indra sendiri berkomentar singkat atas Brajamusti Band dan Aa Gatot, “Saya berharap album ke depan Aa Gatot, genrenya lebih cocok ke blues,” katanya. (kf/imam)


TAKE 18

PANGGUNG

EDISI 45 / TH V / AGUSTUS - SEPTEMBER 2013

Konser Grup Metallica di Gelora Bung Karno ONCE UPON A TIME IN MUMBAAI AGAIN SEORANG raja mafia, Shoaib (Akshay Kumar), terkadang mengunjungi daerah miskin dimana dulu ia beranjak dewasa dan dalam sebuah kunjungannya ia menonton sebuah lomba balap jalanan. Ia lalu membawa pulang pemenang dalam lomba itu, Aslam (Imran Khan). Aslam langsung menjadi favoritnya. Lalu sebuah kesempatan mempertemukannya dengan Jasmine (Sonakshi Sinha), seorang aktris cantik, ini membuat Shoain menemukan sisi yang lebih lembut dalam dirinya. Aslam juga akhirnya bertemu Jasmine dan pertemanan mereka menjadi janggal. Ketika Shoaib melakukan segala cara untuk membuat Jasmine terkesan, Aslam menunjukkan hal-hal sederhana dalam hidup. Shoaib dan Aslam saling menunjukkan cintanya pada Jasmine dalam situasi yang berbeda. Ketika Shoaib menyuruh Aslam menjemput Jasmine, Aslam yang patah hati setuju tanpa menyadari bahwa ia akan menjemput wanita yang dicintainya untuk mentornya. Once Upon A Time In Mumbaai Again adalah sekuel yang paling besar dan ditunggu tahun 2013, didukung oleh jajaran pemain papan atas seperti Akshay Kumar, Imran Khan, Sonakshi Sinha, dan Sonali Bendre. Sutradara: Milan Luthria Pemain: Akshay Kumar, Imran Khan, Sonakshi Sinha Bahasa: India Subtitle : Bahasa Indonesia Jenis: Aksi

RIBUAN penonton memadati stadion utama Gelora Bung Karno saat konser “Metallica Live in Jakarta 2013” di Jakarta, Minggu (25/8). Dalam konser yang kedua kalinya (pertama tahun 1993) ini Metallica terdiri dari James Hetfield (vokal dan gitar), Lars Ulrich (drum), Kirk Hammet (gitar), dan Robert Trujillo (bas) membawakan sejumlah hits mereka diantaranya Master of Puppets, Nothing else Matter, dan Enter Sandman. [foto:antara/muhammad adimaja]

Konser Perayaan 25 Tahun Kla Project

SLICE SEORANG pembunuh berantai berkeliaran memangsa korban yang kaya dan berpengaruh, memperlihatkan kecenderungan seksual mereka, mengaburkan identitas korban-korbannya lalu memutilasi tubuh mereka untuk dibuang di berbagai lokasi di Thailand. Polisi mengutus seorang napi yang berprofesi sebagai pembunuh bayaran bernama Tai (Arak Amornsupasiri) yang berpikir bahwa pembunuh itu adalah teman masa kecilnya bernama Nut. Kenangan masa kecil dan persahabatannya bersama Nut pun kembali dan mengkristal hingga akhirnya mengejutkan Tai dengan sebuah kenyataan yang tak terduga. Sutradara: Kongkiat Komesiri Pemain: Chatchai Plengpanich, Pe Arak Amornsupasiri, Jessica Pasaphan Bahasa: Thai Subtitle: Inggris dan Indonesia Jenis: Thriller

KELOMPOK KLa Project menggelar Konser KLa Project di Stadion Tennis Indoor Senayan, Jumat, 23 Agustus 2013. Konser bertajuk "KLa Project The Glamorous Electronics Journey" ini menjadi rangkaian peringatan 25 tahun kelompok musik ini. Kelompok yang digawangi Katon Bagaskara, Adi Adrian, dan Lilo Pramulo Radjadin Daeng Lau ini memulai langkah mereka sejak 1988. Mereka berencana melanjutkan konser akustik pada November mendatang. [foto: dudut sp]

Koes Plus siap pentas di Jakarta dan Solo KELOMPOK musik legendaris Koes Plus masih siap tampil di panggung konser. Mereka akan menghibur pada dalam acara Koes Plus Live In Concert! di Auditorium RRI Solo, 3 September dan 27 September di Balai Kartini Jakarta. James Hendri dari Nada Musik Abadi selaku penggagas sekaligus pemain gitar yang akan turut mengiringi Koes Plus mengatakan, latar belakang konser Koes Plus kali ini sederhana. “Suatu saat anak saya menyanyi ‘Gangnam Style’, kenapa nggak ‘Pok Ame-Ame’ atau ‘Nusantara’ milik Koes Plus? Akhirnya jatuhlah pilihan kepada Koes Plus yang punya banyak lagu tentang keindonesiaan,” kata James di Jakarta, Rabu (21/08/2013). Secara teknis pertunjukan Koes Plus akan mengalir dengan cair. “Sak enak-enake,” ujar Yon. “Yang pasti, nggak ada musik computerize,” imbuhnya. Konser Koes Plus itu, sebagaimana dikatakan pemerhati musik yang juga wartawan musik senior

Frans Sartono, adalah kali pertama setelah lebih dari 20 tahun para awak Koes Plus menggelar konser bersama. “Hebatnya, Koes Plus telah menjadi genre musik tersendiri, makanya ada istilah Koes Plus-an,” katanya. Menurut Frans, berdirinya Koes Plus yang nyaris bareng dengan berdirinya The Beatles pada 1962, mempunyai corak musikal yang bahkan lebih kaya dari Beatles. Bahkan pada saat itu, “Sudah rock n’ roll tapi cenderung seperti Everly Brothers, dan Koes Plus lebih dulu muncul dari Rolling Stones,” katanya. Hal senada juga dikatakan pemerhati musik Bens Leo. Menurutnya, sejarah Koes Bersaudara dan Koes Plus sama dengan sejarah The Beatles. Bahkan dia meyakini, “Yang nggak ada dalam musik Beatles itu lagu Kasidah dan Keroncong, tapi itu semua ada di Koes Plus,” katanya sembari berharap Nomo Keoeswoyo yang sekarang tinggal di Magelang

Yon, Yok, dan Murry (Foto: Dudut Suhendra Putra)

dapat bergabung dalam konser tersebut. Nilai Tambah Koes Plus yang saat ini diperkuat Yon, Yok, dan Murry, menurut Frans, masih mempunyai nilai tambah yang tidak dimiliki grup band kebanyakan. “Masing-

masing personelnya mampu menulis lagu dan bernyanyi,” ujarnya. Yok pun segera menimpali, “Tapi yang menciptakan hanya Allah,” katanya. Dalam pengamatan Frans, hanya Koes Plus yang mampu mentransformasikan folk song atau lagu rakyat ke dalam lagu

pop dengan nilainilai yang menghibur. Bahkan dalam beberapa nomor atau komposisi seperti “Sweet Memory” dan “Kasih Sayang”, ujarnya, not-not lagunya sangat susah, mengingatkan pada not lagu “Starway to Heaven”. Ihwal pilihan konser yang hanya di dua kota, menurut James Hendri, karena pusat dari semuanya adalah Kota Solo. “Kebetulan sebelum Koes Plus tinggal di Jakarta, dari Tuban kami sempat tinggal di Solo. Ibu kami, ada keturunan dari Solo. \Ya, ini hanya kebetulan saja, seperti napak tilas,” ujar Yok menimpali. Durasi konser itu kelak akan dibuat secair mungkin. “Yen rak kuat yo leren sik,” tambah Yon. Yok mengaku bersyukur dengan konser ini, karena dapat mempererat tali persaudaraan di antara semua penikmat musik Koes Plus. “Karena kita semua bangsa Indonesia. Semoga dengan pergelaran ini makin menambah kerekatan antarkita,” tambahnya. (kf1)


AGENDA

Blitzmegaplex

perkenalkan teknologi 4DX

Ilustrasi

HEMBUSAN angin dan peluru, serta hentakan keras pada adegan film, kini dapat dirasakan langsung oleh penonton bioskop. Bioskop Blitzmegaplex memperkenalkan teknologi 4DX yang, mengintegrasikan adegan film dengan suasana di kursi penonton itu. “Teknologi 4DX ini pertama kali ada di Indonesia, dan kami berharap dapat memperluas konsep ini ke seluruh Blitzmegaplex,” kata Dian Sunardi Munaf Direktur Marketing Blitzmegaplex di Studio 4DX Blitzmegaplex, Gran Indonesia, Rabu (22/08/2013). Teknologi yang diusung dari Korea tersebut merupakan kerjasama pihak Blitzmegaplex dengan perusahaan Korea. “Sistem kerjasamanya kita pinjam, dan jika di animo penonton signifikan, kami perluas ke beberapa bioskop Blitz,” lanjut Dian Sunardi. Sekitar 300 undangan dan wartawan hadir dalam launching 4DX dengan menghadirkan cuplikan beberapa film seperti Modus

Anomali, The Raid, dan ditutup dengan pemutaran film Percy Jackson. “Ini memang teknologi yang sama pernah saya coba di Korea,” komentar Ir Armein Firmanyah, Direktur Pengembangan Industri Perfilman Kemeparekraf yang duduk bersebelahan dengan kabarfilm.com. “Masyarakat sekarang punya alternatif cara menonton film,” ujarnya. Keunggulan teknologi 4DX ini, penonton merasakan bangku

bergerak dan bergetar, mengikuti adegan dalam film. Selain itu, penonton juga dapat merasakan cipratan air, kabut berasap, cahaya kilat, uap aromatic dan balon busa yang berterbangan di udara. 4DX adalah Teknologi Film yg dikembangkan oleh Multipleks Bioskop CJ CGV Korea Selatan milik Grup CJ. 4DX memungkinkan presentasi film untuk dapat ditambah dengan efek lingkungan, seperti gerak, bau dan kelembaban, di luar standar video dan audio. Dengan demikian, hal ini memerlukan sebuah Bioskop dengan peralatan khusus (seperti IMAX yang membutuhkan peralatan dan desain khusus). Teknologi ini pertama kali diperkenalkan tahun 2009 di Korea. Selanjutnya, pada Januari 2013 diperluas ke banyak bioskop di seluruh Korea Selatan, termasuk 17 negara lainnya seperti China, Israel, Thailand, Rusia, Meksiko, Brasil, Peru , Hongaria, dan Jepang, Malaysia, Polandia, Republik Ceko, Bulgaria, Taiwan, Chile dan Indonesia. (imam/kf1)

EDISI 45 / TH V / AGUSTUS - SEPTEMBER 2013

Jadwal rilis film ‘Killers’ diundur FILM produksi bersama Guerilla Merah Film dengan rumah produksi Jepang Nikkatsu berjudul Killers diundur dilisnya. Demikian info yang didapat redaksi dari tim produksi Killers. Pengunduran jadwal itu karena adanya tanggapan dan rekomendasi dari distributor di Amerika Serikat, jadwal rilis KILLERS akan diundur dan akan dirilis awal tahun 2014. Film ini juga didukung oleh beberapa nama besar seperti Merantau Films (The Raid), Damn Inc. (yang diprakarsai oleh Daniel Mananta dan rekan-rekan) serta Million Pictures (Negeri 5 Menara, dll). KILLERS akan didistribusikan ke 6 negara termasuk Jerman dan Perancis. Film ini diharapkan mampu membawa nama Indonesia di dunia karena KILLERS sudah memiliki kualitas Internasional. KILLERS bercerita tentang Nomura, seorang eksekutif muda Jepang yang sukses namun ternyata memiliki sisi gelap yaitu pembunuh yang menyebarkan video pembunuhannya melalui internet. Di belahan dunia lain, Bayu, seorang jurnalis ambisius yang karirnya sedang diambang kehancuran secara tidak sengaja melihat video Nomura dan mulai menemukan sisi lain dari dirinya. Kemudian mereka pun terhubung melalui internet. Keadaan semakin rumit ketika Nomura memutuskan untuk menemui Bayu. Film KILLERS diperankan oleh aktor dan aktris terkenal dari Indonesia dan Jepang seperti Oka Antara, Kazuki Kitamura, Luna Maya, Rin Takanashi dan aktor senior Ray Sahetapy. **

3 Event perfilman libatkan Sinematek Indonesia

Menparekraf Mari Elka Pangestu: Kreatif itu bernilai ekonomis MENTERI Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Mari Elka Pangestu mengatakan, penggunaan istilah ‘kreatif’ kian mudah ditemui di berbagai kegiatan. Namun, ia mengingatkan ‘kreatif’ dalam konsep kementerian adalah, yang memiliki nilai tambah. “Perlu dipahami, kreatif yang menjadi concern pemerintah di sini adalah ‘kreatif’ yang menciptakan nilai tambah secara ekonomis,” kata Marie Pangestu, pada acara buka puasa dan diskusi Kemenparekraf dengan Forum Wartawan Parekraf di Hotel Gren Alia, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (31/7/ 2013). Nilai ekonomis dari kreatif di sini lebih tinggi dari kreatif berbasis pertanian, dan lain-lainnya. Ada 15 sektor ekonomi kreatif yang menjadi target pengembangan Kemenparekraf antaranya film, musik, desain, kuliner, video, fashion, dan lain-lainnya. “Hasil kreatifnya bisa mengubah secara ekonomis, yang besarnya berjuta kali lipat sampai tak terhingga,” katanya.

TAKE 19

Menteri mencontohkan, konsep ‘kreatif’ yang dimaksud misalnya fenomena ‘Gangnam Style’ dari Korea. “Gangnam Style itu berhasil mengangkat kreatifitas menjadi sangat ekonomis, dan hasilnya berjuta kali lipat,” katanya. Kendati demikian, yang terpenting adalah bagaimana kegiatan ekonomi kreatif mampu mengangkat citra dan identitas bangsa. Dalam diskusi yang melibatkan sekitar 50-an wartawan tersebut, Mari Pangestus menyebutkan 4 kota di Indonesia diusulkan ke UNESCO untuk mendapat julukan Creative City, seperti yang juga diberikan berbagai negara seperti London, Paris, dan lain-lain. Yogyakarta, Solo, Bandung dan Pekalongan dipilih oleh Kemenparekraf sebagai Creative City, karena dinilai paling maju dalam seni dan industri kreatif. “Empat kota yang kami ajukan ke UNESCO, yaitu Yogyakarta, Solo, Bandung dan Pekalongan. Di sanalah tempat-tempat menciptakan kreativitas,” ujar Mari Elka Pangestu. Pengajuan 4 kota ini bertujuan

agar mereka mendapat pengakuan dunia sebagai Creative City. Menurutnya harus ada seseorang atau pihak yang menyebut 4 kota ini sebagai kreatif dan harus ada wadah yang meresmikannya. “Kalau kita melakukan itu ke UNESCO. Kita akan mendapat kriteria untuk memenuhi syarat menjadi kota kreatif. Sehingga mendorong kota-kota tersebut untuk lebih giat lagi agar persyaratan terpenuhi,” tambah Mari. Ada dua kriteria yang dikeluarkan UNESCO, yaitu kota kreatif berbasis seni kerajinan dan kota kreatif berbasis desain. Apabila Yogyakarta, Solo, Bandung dan Pekalongan ini berhasil memenuhi persyaratan Kota Kreatif, Kemenparekraf akan segera mengajukan lagi beberapa daerah lain di Indonesia, seperti Malang, Padang dan Bali. “Saya lihat kota-kota yang juga berpotensi Creative City selanjutnya yaitu Malang, Surabaya dan tentunya Bali. Saya rasa wilayah Ubud cocok untuk craft. Kalo kuliner mungkin Padang yang cocok,” kata Marie Pangestu. (imam)

DI bulan Agustus ini, pusat arsip film nasional Sinematek Indonesia (SI) menerima 3 komunitas perfilman yang akan mengadakan event. Ketiga kegiatan itu Festival Film Wayang, Festival Film Dokumenter, dan Festival Film Bentara Budaya (FFBB) di Bali. “Di Bali, Sinematek membawa pinjaman film Darah dan Doa untuk diputar di acara FFBB, juga saya diundang jadi pembicara untuk menjelaskan tentang Sinematek Indonesia,” kata Adisurya Abdy, Kepala Sinematek Indonesia pada kabarfilm.com, Jumat (23/08/2013). FFBB sendiri digelar mulai 30 Agustus – 2 September 2013. Dua event lainnya yakni Festival Film Wayang yang melibatkan 65 Theatre nasional dan internasional. Ajang yang pertamakali dilaksanakan di Indonesia ini melibatkan 331 film, yang pemutarannya dilaksanakan di preview room Sinematek Indonesia. “Screening Festival Film Wayang diadakan mulai 2-7 September 2013, setiap hari mulai pukul 13.00 sampai 17.00,” ungkap Adisurya. Ruang preview film digital Sinematek juga dimanfaatkan oleh Forum Lenteng untuk memutar film-film dokumenter dalam rangka Festival Film Dokumenter sejak 26 Agustus sampai 30 Agustus 2013. Menurut Adisurya, Sinematek terbuka kepada semua pihak yang berniat mengembangkan dan melestarikan perfilman nasional. Berbagai fasilitas tersedia seperti ruang preview film digital dan seluloid. “Pemanfaatan fasilitas Sinematek Indonesia adalah bagian dari pelayanan yang menjadi bagian tugas kami, dalam rangka mendukung kegiatan perfilman nasional,” kata Adisurya Abdy. (kf1/imam)

Pemain Film Crazy Love saat press screening di Plaza FX Senayan Jakarta. (Foto: Dudut Suhendra Putra)



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.