HelloTeen 02 (Edisi September 2017)

Page 1

Edisi September 2017

#2 edisi dua

Hellomotion’s monthly bulletin

HELLONEWS Liputan kegiatan siswa : - Hello-Qurban - Meet The Master - Info Kegiatan

Hello Tips Membuat boneka kelinci dari limbah kertas

Cerna

Tren yang Berkelanjutan : BAGAIMANA FILM-FILM SUPERHERO BERDIALEKTIKA DENGAN KESADARAN KITA


Hamsad Rangkuti

“Menulis itu bukan untuk memuaskan diri sendiri lewat akrobat kata-kata� Pernyataan di atas pernah dicetuskan oleh sastrawan Indonesia Hamsad Rangkuti saat diwawancarai oleh Tempo pada 2008 silam. Sebagai penulis, saya sangat sepakat sekaligus agak tertohok, karena dalam beberapa kesempatan saat menulis puisi maupun esai, memang ada kecenderungan untuk memainkan kata-kata agar nuansa estetis tulisannya lebih terasa. Namun, saya sadar bahwa yang terpenting bukan pada keindahan kata tersebut, melainkan pada esensi gagasan dan kandungan nilai di dalamnya. Hakikatnya, setelah kematangan esensi, keindahan estetis dengan sendirinya pasti akan mengikuti. Tentunya dengan kualitas citarasa yang dimiliki keunikan pribadi masing-masing si penulis. Bagi Hamsad Rangkuti, esensi ini berupa pijakan realisme yang kuat dalam karya-karyanya. Hamsad Rangkuti merupakan penulis cerita pendek yang terkenal dengan salah satu cerpennya berjudul, Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu. Beliau merupakan pemenang Cerita Anak Terbaik 75 Tahun Balai Pustaka (2001) dengan judul karya Umur Panjang untuk Tuan Joyokoroyo dan Senyum Seorang Jenderal pada 17 Agustus, penerima penghargaan khusus Kompas (2001), Khatulistiwa Literary Award (2003) untuk karya Bibir dalam Pispot, SEA Write Award dari Kerajaan Thailand (2008) untuk pengarang Asia Tenggara, dan juga sederet penghargaan lainnya. Latar belakang kehidupan masa kecil Sastrawan Hamsad Rangkuti sungguh berat. Pemimpin Redaksi Majalah Horison ini merupakan anak dari penjaga malam sekaligus guru mengaji di daerah tempat tinggalnya, Kisaran, Asahan, Sumatera Utara. Ibunya adalah penjual buah di pasar dan buruh pencari ulat di perkebunan tembakau. Hamsad kecil biasa membaca karya sastra dari koran tempel di kantor Wedana setempat. Melalui media tersebut, dia berkenalan dengan karya-karya Anton Chekov, Maxim Gorki, O. Henry, Ernest Hemingway, dan Pramoedya Ananta Toer. Dari situlah kecintaannya pada dunia sastra tumbuh, terlebih juga karena kehidupan kerasnya yang secara tidak langsung telah

mengasah kepekaan Hamsad kecil dalam memaknai hidup. Cinta, bakat, dan kemurnian telah membawa Hamsad Rangkuti ke jalan sastra. Dengan keliaran imajinasi dan bekal pengalaman, beliau menuturkan kisah-kisahnya ke dalam cerita pendek yang kemudian mampu mengharumkan nama bangsa lewat penghargaan-penghargaan sastra. Baginya, “seorang sastrawan harus total di dalam karyanya, sehingga bisa menghasilkan karya yang baik�. Itulah komitmen seorang Hamsad Rangkuti dalam berkarya. Ironisnya, kondisi sastrawan berusia 74 tahun ini sekarang sedang menderita stroke dan tengah dirawat di Rumah Sakit Umum Darurat Depok sejak akhir Agustus lalu. Periode sakitnya sudah cukup lama, dari tahun 2009. Bermula saat tanah seluas 5x12 meter di belakang rumahnya dijadikan Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPSS) oleh Pemerintah Kota Depok, hanya disekat oleh tembok pembatas. Segala protesnya mengenai pencemaran ekosistem tidak pernah digubris, hingga pada akhirnya lingkungan tempat tinggal Hamsad terkontaminasi bau busuk sampah beserta hewan-hewan pengiringnya, belatung, tikus, dan kecoa masuk ke dalam rumah. Dari insiden tersebut, sastrawan Hamsad mulai terjangkit muntaber, berturut-turut sampai sakit gagal jantung dan kerusakan kantung kemih. Keadaannya terus menurun dari waktu ke waktu, meski telah dirawat dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya. Hingga kemudian para sastrawan, seniman, dan banyak pekerja seni lain beramai-ramai melaksanakan aksi solidaritas berupa penggalangan dana untuk biaya perawatan Hamsad Rangkuti, serentak di kota-kota yang berbeda. Sedalam-dalam doa dan harapan agar Sastrawan Hamsad Rangkuti bisa segera memperoleh kesembuhan, sehingga beliau dapat berkarya kembali dan terus menginspirasi generasi muda dalam proses kreatif yang sama. * * * Oleh: Sarah Monica

t


EduTrip

the world of Ghibli Pada hari Kamis, tanggal 31 Agustus 2017 lalu, siswa-siswi HelloMotion High School mendapatkan kesempatan bersama dengan kawan-kawan dari HelloMotion Academy untuk mengunjungi pameran studio animasi dari Jepang, yaitu The World of Ghibli. Ditemani oleh Bapak Trada dan Ibu Agni, 13 siswa-siswi HelloMotion High School berangkat dari sekolah pukul 7:40 WIB, setelah briefing pagi. Walaupun pameran ini buka pada jam 10:00 WIB, namun karena bertempat cukup jauh di tengah kota, tepatnya di Ritz Carlton Pacific-Place SCBD, sehingga kami harus berangkat lebih awal. Sesampainya di Pacific Place pada pukul 09:30 WIB, kami langsung disambut oleh instalasi logo ‘G’ berbentuk animasi kenamaan studio tersebut. Langsung saja kami berfoto sambil menunggu waktu bukanya pameran. Pukul 10:00 WIB, siswa-siswi HelloMotion High School bersama


dengan dua guru pendamping berkumpul dengan peserta EduTrip dari HelloMotion Academy. Setelah mendapatkan tiket masing-masing, keseruan dunia animasi Studio Ghibli dimulai. Memasuki pintu masuk pameran, kami langsung disambut dengan tampilan tentang sejarah berdirinya studio tersebut. Berdiri di tahun 1985, dalam 30 tahun ini Studio Ghibli terus menghasilkan animasi yang selalu ditunggu-tunggu oleh fansnya. Perjalanan animasi studio ini terekam dalam poster-poster animasi yang terpampang di area kedua pameran yang berbentuk lingkaran ini. Sayang, pada area ini kami dilarang untuk mengambil foto karena di area ini pula dijelaskan mengenai proses produksi animasi dalam studio tersebut. Dipaparkan pula secara singkat mengenai budaya yang terbangun dalam proses pembuatan setiap animasi. Sebagai siswa-siswi yang memiliki ketertarikan di bidang visual, proses panjang pembuatan animasi di Studio Ghibli ternyata cukup membuat mereka tercengang! Setelah melewati area sejarah Studio Ghibli serta kronologi pembuatan setiap film animasinya, kami memasuki ruangan besar yang menampilkan 22 film animasi dari Studio Ghibli. Dalam


ruangan ini, saking terpananya kami tidak sadar telah menghabiskan waktu selama kurang lebih satu jam! Kami juga mendapatkan gambaran betapa berkembang nya baik dari segi cerita maupun teknologi pembuatan animasi dari tiap trailernya. Seru sekali! Puas menonton trailer, kami semua siap untuk memasuki dunia-dunia yang tergambarkan di tiap film animasi Studio Ghibli. Instalasi-instalasi yang menggambarkan suasana di beberapa judul film animasi Studio Ghibli sudah siap berdiri. Langsung saja kami ambil foto bersama-sama di depan instalasi robot yang hadir di dalam film animasi Laputa: Castle in The Sky. Setelah itu kami memiliki waktu bebas hingga makan siang untuk menjelajahi seluruh instalasi yang ada. Setiap usher yang berjaga di tiap instalasi juga dengan senang hati membantu kami untuk mengambil foto. Hampir lupa waktu, kami semua terhenti karena kelaparan, jadi terpaksa kami harus berpisah dengan pameran tersebut untuk makan siang dan pulang. Secara keseluruhan, pameran The World of Ghibli adalah pengalaman yang sangat bermakna bagi siswa-siswi HelloMotion High School. EduTrip pertama kami, berakhir memuaskan dan menyenangkan! HelloMotion High School September 2017


Fotografi sebagai Sains: Meet the Master pertemuan ke-2 bersama

Amran Malik Hakim “A photograph is a secret about a secret. The more it tells you the less you know” --Diane Arbus

Apakah fotografi sebuah seni? Benarkah seorang fotografer dapat dikategorikan sebagai seniman? Kita dapat menjawab kedua pertanyaan ini dengan kata singkat ‘Ya’; akan tetapi juga: ‘Tidak’. Pada awal kemunculannya –yang juga menandai abad modern yang merevolusikan ilmu pengetahuan dan industri—teknologi fotografi dimanfaatkan untuk penelusuran forensik sebagai alat untuk mengungkap struktur internal (bagian dalam) dari tubuh manusia dan makhluk hidup lainnya. Amran Malik Hakim (39), fotografer yang menjadi tamu Meet the Master (MtM) pertemuan kedua pada awal September lalu, menyatakan, “Saya tertarik

dengan wacana fotografi sebagai sains; fotografi sebagai (sebuah rangkaian) proses”. Media ini kaya akan ‘proses’ sebagaimana sebuah ilmu pengetahuan ditemukan dan dikembangkan. Pada bulan Juni yang lalu, Cornell University, Amerika Serikat, menggelar sebuah even pameran fotografi yang bertajuk ‘Identity Crisis: Reflections on Public and Private Life in Contemporary Javanese Photography’ (Krisis Identitas: Refleksi terhadap Fotografi Kehidupan Publik dan Pribadi dalam Orang Jawa Kini). Pameran yang diselenggarakan oleh Johnson Museum of Art ini menghadirkan karya-karya dari para fotografer Indonesia dan luar negeri, antara lain: Angki Purbandono, Arum Tresnaningtyas Dayaputri, Deden Hendan Durahman, Dito Yuwono, Henrycus Napit Sunargo, Jim Allen Abel, Krisna Murti, Tino Djumini, Wimo Ambala Bayang, dan juga tamu MtM kita kali ini: Amran Malik Hakim. Identity Crisis adalah sebuah titik kulminasi dari penelitian dan konsultasi bertahun-tahun dengan para seniman, kurator, penerbit dan edukator di tanah Jawa. Brian Arnold, sang kurator yang telah banyak menghabiskan waktunya di Indonesia, menyebutkan dalam buku suplemen pamerannya bahwa ia masih mengingat perasaannya atas keterlibatan, kreativitas, dan pemberdayaan diri yang ia temukan ketika ia membuat karya fotografi pertamanya beberapa tahun silam dan bertahan hingga kini. Berdasarkan sentimen tersebut, ia mengajak semua kolaboratornya, termasuk Amran Malik Hakim, untuk berbagi ruang atas kecintaannya terhadap budaya dan manusia Jawa, yang terangkai hingga di masa kontemporer ini. Amran mengawali kecintaannya terhadap dunia fotografi ketika ia menjejakkan kaki di ranah kampusnya, Institut Kesenian Jakarta, pada tahun


1997. Di sela-sela kesibukannya sebagai mahasiswa, fotografer dan edukator, ia menyempatkan diri untuk meneliti autisme selama 3 tahun. Autisme merupakan sebuah penyakit keberkembangan syaraf yang ditandai dengan ketergangguan dalam hal interaksi sosial, komunikasi verbal dan non-verbal serta perilaku yang “terlarang” dan berulang. Salah seorang murid Amran mengidap kondisi tersebut. Hal ini yang mendorongnya untuk mendalami lebih jauh dengan berdiskusi bersama para psikolog. Ia lalu mempelajari karyakarya fotografi Diane Arbus, seorang fotografer dan penulis perempuan Amerika yang terkenal dengan karya-karyanya yang memotret kaum marjinal (terpinggirkan), seperti orang-orang transgender, para cebol dan orang-orang yang oleh masyarakat sekitarnya disebut sebagai “buruk rupa” atau “di luar kebiasaan”. Diawali dengan pemutaran video rangkaian slide yang diiringi musik iritatif, Amran menampilkan kompleksitas emosional yang dipampangkan oleh para narasumber yang ia potret. Wajah-wajah lugu, “terganggu”, sentimental serta “ekstrovertasi yang tertahan” tampil menyeruak di tengah lantunan musik minor dengan pitch tinggi yang berulang. Sebuah pengalaman yang unik ini menarik perhatian siswa-siswi HelloMotion High School (HHS) hingga memancing diskusi mereka dengan sang fotografer. Rio, salah seorang siswa, bertanya mengenai latar belakang yang mendorong Amran untuk membuat karya dengan konsep ini dan langkah apa saja yang harus dilalui dalam proses berkarya. Bagi Amran, ada tiga tahapan utama dalam menghasilkannya. Yang pertama, tentukan

goal (tujuan), sebuah pernyataan sikap dan konseptual yang akan menentukan arah pengerjaan dan target audiens. Selanjutnya, yang kedua adalah penentuan ‘bentuk’; kemasan konseptual dan teknis yang mencirikan dirinya. Dan yang terakhir adalah riset; tahap dimana sang seniman memperkaya dirinya secara intelektual dengan khasanah informasi dan estetika yang beragam tetapi kontekstual. Sesi berikutnya, Amran mendemonstrasikan cara memotret dengan gaya Rembrandt, sebuah teknik pencahayaan yang cenderung gelap; cahaya hanya menerangi bagian-bagian obyek yang esensial (penting). Bayangan yang dihasilkan tampak ‘keras’ sehingga menampilkan kesan dramatik yang kuat. Praktek ini sesekali diselingi dengan tampilan karya-karya fotografi jurnalistik yang pernah Amran buat ketika meliput kebakaran di daerah Jakarta Utara. Ia menekankan pentingnya menguasai dua hal dalam fotografi, yakni: Triangle Exposure dan Gear (Alat) yang terdiri dari lensa dan body kamera. Pertemuan diakhiri dengan presentasi karya-karya dari para siswa HHS yang sebelumnya telah mempraktekkan fotografi portrait yang dibimbing oleh Amran. Dengan membuka diri terhadap pengetahuan dan pengalaman yang baru, sudut pandang kita terhadap segala hal juga akan berubah ke arah yang progresif (maju). Hal ini pula yang akan memperkaya keilmuan kita sebagai manusia yang utuh, yang dianugerahi dengan kemampuan cipta, rasa dan karsa. Terima kasih kepada Pak Amran Malik Hakim yang sudah berbagi ilmu dan pengalamannya dengan siswa-siswi HHS. Sampai jumpa pada ulasan MtM berikutnya. Artikel oleh: Ary Aristo


Hello-Qurban “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (QS Al-An’am: 162-163)

Bertepatan dengan hari Jumat, 1 september 2017, umat Islam bersuka ria merayakan Hari Raya Iduladha. Seperti diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berqurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami.” Dengan semangat Idul Adha, civitas SMA HelloMotion tahun ini pun terpercik gagasan dari creative learner yang membuat mereka antusias (patungan) untuk membeli hewan qurban. Tak disangka hasil dari sumbangan siswa-siswi SMA HelloMotion beserta dewan guru dan staf tersebut dapat membeli 2 ekor kambing qurban yang gemuk dan sehat. Kepala Sekolah dan guru turut serta untuk mencari tempat yang tepat untuk penyaluran hewan qurban saat hari raya Iduladha, akhirnya dipilihlah masjid Ikadi yang terletak tak jauh dari lokasi SMA HelloMotion sebagai tempat penyaluran hewan qurban. Perjuangan dalam mencari kambing yang memenuhi syarat hewan qurban akhirnya

tidak sia-sia, dua ekor kambing dengan fisik sehat pun didapat. Segera setelah itu diserahkan ke panitia hewan qurban di masjid Ikadi. Hasil pemotongan hewan qurban tersebut dibagikan ke masyarakat sekitar melalui panitia pemotongan hewan qurban di Masjid Ikadi Tangerang Selatan pada hari Jumat 1 September 2017. Manfaat berqurban bagi kita itu banyak lho ternyata, selain bernilai ibadah, ada manfaat ber-qurban yang jarang kita sadari, yaitu meningkatkan rasa empati yang kian lama kian memudar, rezeki yang diberkahi oleh Allah SWT, membangun sikap solidaritas, menjaukan diri dari sikap tamak dan kurang bersyukur. Semoga semangat berqurban SMA HelloMotion tahun ini dapat selalu ditingkatkan di tahun-tahun selanjutnya.


Enigami (kreasi limbah kertas)

Membuat boneka kelinci dari limbah kertas 1

Siapkan alat (ATK, Gunting, Kuas, Cat) dan bahan (kardus, koran, lem kayu dan lakban kertas).

7

2

Gambar dan potong pola kuping kelinci pada kardus. Remas koran menjadi bola-bola untuk bagian kepala dan badan kelinci

3

Siapkan sobekan-sobekan kecil koran dan lem kayu, lapisi semua bagian kelinci dengan koran yang dicampuri dengan lem kayu hingga rata. Lakukan berulang hingga 3 kali lapis dan jemur hingga kering. Cat dasar putih seluruh bagian tubuh kelinci, dan kreasikan sesuai imajinasi kita dengan cat yang tersedia.

4

Selamat mencoba!!! Lapisi remasan kertas dengan lakban kertas secara menyeluruh.

5

Buat anggota tubuh kelinci bagian tangan dan kaki, lakukan tahap 3 dan 4 secara berulang.

6

Setelah semua anggota tubuh kelinci jadi, rekatkan bagian tubuh kelinci dengan menggunakan lakban kertas.

8


cerna Tren yang Berkelanjutan:

Bagaimana Film-film Superhero Berdialektika dengan Kesadaran Kita “We know better now that devils don’t come from the hell beneath us; they come from the sky.” --Lex Luthor Batman v Superman: Dawn of Justice epahlawanan menjadi sebuah ide arketip mengenai protagonisme dalam setiap cerita aksi/ petualangan. Seringkali di dalam setiap latar belakangnya, dunia digambarkan sebagai tempat yang berbahaya dan menakutkan sehingga pada saat inilah diperlukan figur pahlawan untuk mengatasi setiap permasalahan. Dihidupkannya karakter-karakter superhero (pahlawan super) menandai adanya problem yang luar biasa kompleks di “dunia”. Buku-buku komik superhero –yang darinya filmfilm dimaksud diadaptasikan—muncul pada tahun 1938 di Amerika Serikat selama masa Great Depression (Depresi Besar). Dengan eksplorasi cerita dan karakter yang baik, kreasi tokoh-tokoh superhero tidak akan berhenti berinovasi; oleh karenanya tidak akan “basi” seiring dengan perkembangan teknologi dan isu-isu kontemporer yang kian berkembang. Salah satu film superhero yang paling dinanti, Wonder Woman (2017), beredar di bioskop-bioskop Indonesia pada Mei silam. Film ini diminati berdasarkan atas beberapa alasan; bukan hanya karena dibintangi oleh tokoh utama perempuan (Gal Gadot), dengan sutradara yang juga perempuan (Patty Jenkins), akan tetapi pula karena alasan merebaknya gerakan third-wave feminism (feminisme gelombang ketiga, yang diawali dari tahun 1990an hingga kini). Simpatisan feminisme –yang kerap mengkritisi dominasi patriarkal dari tokoh-tokoh protagonis dalam cerita fiksi maupun non-fiksi) kini mulai ’’melirik’’ kehadiran karakter fiktif dari narasi arus utama Diana Prince, sang alter-ego dari Wonder Woman. Alhasil, film superhero menjadi ‘super-wacana’ yang kini menyusup minat dari barisan counterculture (budaya tanding) seperti feminisme tadi. Sedangkan pada konteks “machoistik”, film Logan (2017) hadir dengan karakter yang memiliki segudang problem eksistensial. Logan, nama asli dari Wolverine, merupakan salah seorang tokoh mutan rekaan perusahaan penerbit buku komik Marvel. Di film ini, Logan tengah mengalami fase depresi yang akut dalam hidupnya. Berbeda dari

K

tradisi film-film kepahlawanan superhero lainnya, Logan tampil dengan “ketergangguan” psikis, hingga memberi kesan hampir-antihero (bukan pahlawan). James Mangold, sang sutradara, berhasil mengantarkan kita kepada ruang gelap yang memancing tanya: benarkah pahlawan seperti yang selama ini kita bayangkan? Hadir dalam tema keseriusan yang serupa, film Batman v Superman: Dawn of Justice (2016) memberikan kita sebuah “sensasi baru” dari epos kepahlawanan, yaitu perseteruan antara sesama superhero. Perusahaan DC --jauh pada waktu sebelumnya-- telah menerbitkan komik-komik orisinal yang menggambarkan pertarungan antara Batman dan Superman, yang tidak dipungkiri menandai adanya dialektika Hegelian yang kerap mewarnai cerita-cerita modern. Protagonis memiliki lawan yang (ironisnya) protagonis pula; sebuah konsep konfliktual antara tesis dan antitesis yang membuahkan sintesis, demikian seterusnya. G.W.F. Hegel, filosof Jerman pencetus konsep idealisme ini, berpendapat bahwa proses dialektika mendasari seluruh sejarah, dan sejarah pemikiran. Hegel menekankan bahwa proses konfliktual-kontradiksi ini melekat dalam kenyataan historis dan dalam pikiran, dan bahwa penyelesaian kontradiksi-kontradiksi ini bergerak secara niscaya menuju langkah-langkah lebih tinggi. Bruce Wayne/ Batman yang mewakili tesis “mapan” ditentang oleh protagonisme baru yang bernama Superman/ Clark Kent, ditandai dengan simbol dihancurkannya gedung pencakar langit milik Wayne oleh Superman dalam kilas balik yang singkat. Di tahun yang sama, Marvel juga menghadirkan tema dualitas yang serupa, yaitu dengan diluncurkannya film Captain America: Civil War. Film ini mengisahkan perseteruan dari dua fraksi yang terpecah dari tim Avengers, yakni fraksi Captain America dan fraksi Iron Man. Kesadaran terhadap isu konfliktual akan memaksa kita kepada pandangan yang serupa terhadap alam realitas. Eksistensialisme vs Esensialisme, Kapitalisme vs Sosialisme, Republikan vs Demokrat, Analog vs Digital, Elit vs Rakyat, dan dualitas-dualitas lainnya dalam kehidupan. Sudahkah kita berdialog dengan kesadaran kita mengenai fenomena konfliktual yang terjadi di sekitar kita ? Artikel oleh Ary Aristo


NEXT....

index Diterbitkan Oleh : HelloMotion High School Pembina Bagus Sulasmono, M.Si Penyusun Trada Lardiatama Ary Aristo Agnisa Wisesa Iman Zanatul Haeri Sarah Monica Desain Cover Audi Prawita Yusliani Yusri

Pendukung Ricca Rahmat M. Sarudi Lulu Luthfiah Dea Daniella Hari Kusbianto Sahru Ramadhan HelloMotion High School : +62 21 227 46 400 +62 812 12304 100 highschool@hellomotion.ac @smahellomotion


HelloTeen1 10 2017


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.