Lemhannas | PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA 1

Page 1

LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN STUDI STRATEGIS DALAM NEGERI

PESERTA PPRA LII LEMHANNAS RI TENTANG

PEMBANGUNAN NASIONAL

DI PROVINSI PAPUA TANGGAL 17 AGUSTUS - 22 AGUSTUS 2014

BUKU 1



KATA PENGANTAR


uji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan ridho-Nya, Kelompok Peserta dari Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LII Lemhannas Tahun 2014 yang mendapat tugas Studi Strategis Dalam Negeri (SSDN) ke Provinsi Papua berdasarkan Surat Perintah Gubernur Lemhannas Nomor: Sprin/777/V/2014, tanggal 5 Mei 2014 tentang perintah mempersiapkan diri untuk melaksanakan SSDN di Provinsi Papua dari tanggal 17 Agustus s/d 22 Agustus 2014. Atas bimbingan Pimpinan Rombongan, Tenaga Ahli dan Pendamping, serta kekompakan rekan-rekan peserta maka tugas tentang Pembangunan Nasional di Provinsi Papua (Buku I) telah kami laksanakan dan kami laporkan hasilnya. Pelaksanaan tugas SSDN serta penyusunan laporannya tidak akan terlaksana tanpa bantuan Gubernur Provinsi Papua beserta seluruh jajaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Papua, Kodam XVII/Cenderawasih, Kepolisian Daerah (Polda) Provinsi Papua/Papua Barat, Danlantamal Papua, Danlanud Jayapura, Pemerintah Kabupaten Jayapura, Pemerintah Kota Administratif Jayapura dan Pemerintah Kabupaten Keerom serta bantuan yang sangat besar dari para tokoh masyarakat, instansi sipil/swasta, Perguruan Tinggi dan pihak-pihak lainnya yang tidak dapat kami sebutkan semuanya. Kami berharap bahwa laporan yang tersusun berdasarkan data, diskusi dan dialog dalam forum pertemuan yang dilaksanakan selama peninjauan di Provinsi Papua ini, dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Provinsi Papua dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan di masa mendatang. Diharapkan apa yang dihasilkan ini juga berguna sebagai masukan bagi Pemerintah Papua dalam pengambilan keputusan di bidang Ketahanan Nasional Republik Indonesia. Pada kesempatan ini Kelompok SSDN Provinsi Papua PPRA LII Lemhannas RI Tahun 2014 mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Gubernur Provinsi Papua dan segenap unsur Muspida Provinsi Papua, Ketua DPRD Provinsi Papua beserta Ketua Fraksi dan Komisi, Bupati Jayapura, Bupati Keerom, Walikota Jayapura beserta seluruh staf dan jajarannya. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Pangdam XVII/Cenderawasih, Kapolda Provinsi Papua/Papua Barat serta jajarannya, Danlantamal Jayapura dan Danlanud Jayapura. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh pemuda, Rektor Universitas Cenderawasih, Organisasi masa dan pihak-pihak lain yang sangat membantu pelaksanaan tugas ini. Kelompok Peserta juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada tutor pendamping Laksda TNI Susanto (Tenaga Ahli Pengajar Bidang Hankam Lemhannas RI) sebagai Pimpinan Rombongan, Marsda TNI B. John D. Sembiring, SE (Tenaga Ahli Pengajar Bidang Ideologi Budaya Lemhannas RI) sebagai Tenaga Ahli - 1 dan Marsda TNI (Purn) Sumarman, SE (Tenaga Profesional Bidang Ideologi Lemhannas RI) sebagai Tenaga Ahli-2. Berkat pengarahan, perencanaan, pengaturan dan bimbingan para pimpinan rombongan dan pendamping tersebut, akhirnya Laporan Pelaksanaan Tugas SSDN ini dapat diselesaikan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi Lemhannas, Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan para pembaca semua. Jakarta, Agustus 2014 KELOMPOK SSDN PPRA LII Lemhannas RI TA. 2014 PROVINSI PAPUA KETUA Herman Asaribab Kolonel Inf NRP 32262


DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB-I PENDAHULUAN 1. Umum 2. Maksud dan Tujuan 3. Ruang Lingkup dan Sistimatika 4. Metode dan Pendekatan 5. Pengertian–pengertian BAB – II LANDASAN PEMlKlRAN 6. Umum 7. Paradigma Nasional a. Pancasila sebagai Landasan ldiil b. UUD NRI Tahun 1945 sebagai Landasan Konstitusional c. Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visional d. Ketahanan Nasional sebagai Landasan Konsepsional 8. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 9. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013-2018 10. Peraturan Perundangan-Undangan Yang Terkait BAB-III PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL Dl PROVlNSl PAPUA 11. Umum 12. Kondisi Kehidupan Dinamis Pembangunan di Provinsi Papua. a. Gubernur Provinsi Papua dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) b. Ketua dan Anggota DPRD Provinsi Papua c. Pertemuan dengan Walikota Jayapura dan Jajarannya d. Pertemuan dengan Korem ----, Danlanal dan Danlanud Papua e. Pertemuan dengan Kapolda Papua f. Bupati dan DPRD Kabupaten ---- beserta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) g. Pimpinan PT Freeport Indonesia beserta Staf h. Rektor Universitas Cendrawasih Papua 13. Pelaksanaan Pembangunan di Provinsi Papua a. Pertumbuhan Ekonomi b. Perindustrian c. Perkembangan Investasi


DAFTAR ISI

14.

d. Pertanian e. Perkebunan f. Peternakan g. Perikanan dan Kelautan h. Kehutanan i. Pertambangan dan Energi j. Transportasi dan Komunikasi k. Air bersih l. Pariwisata m. Sumber Daya Manusia Permasalahan Yang Dihadapi

BAB - IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 15. Umum 16. Pengaruh Internal a. Pertumbuhan Ekonomi b Demografi c. Sumber Kekayaan Alam d. Ideologi e. Politik f. Ekonomi g. Sosial Budaya h. Pertahanan Keamanan 17. Pengaruh Internal 18. Peluang dan Kendala BAB - V ANALISA TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA 19. Umum 20. Bidang Geografi 21. Bidang Demografi. 22. Bidang Sumber Kekayaan Alam 23. Bidang Ideologi 24. Bidang Politik 25. Bidang Ekonomi 26. Bidang Sosial Budaya 27. Bidang Hankam BAB - IV PENUTUP 16. Kesimpulan 17. Saran



ALUR PIKIR PELAKSANAAN

PEMBANGUNAN

DI PROVINSI PAPUA PARADIGMA NASIONAL

Pokok-pokok Kondisi Pembangunan Di Prov. Papua Saat Ini

Persoalan Rendahnya Kualitas SDM

Proses S O

M

Belum Mantapnya Pelaks. Otsus

Te Terwujudnya Pembangunan di Prov. P Papua Yg Diharapkanz

Terbatasnya Infrastruktur

K

S

Kondisi Pembangunan di Prov. Papua yg Diharapkan

U

Pembangunan Daerah

PELUANG/ KENDALA

Pengaruh Banglingstra

Keterangan

: proses logic : garis informasi : garis korelasi

Kondisi Pembangunan di Prov. Papua yg Diharapkan

Terwujudnya Kelancaran Pembangunan Daerah

TANNAS TANGGUH


BAB I

PENDAHULUAN


PENDAHULUAN

BAB l

1 Umum erdasarkan Surat Perintah Gubernur Lemhannas RI Nomor : Sprin/777 /2014 tanggal 5 Mei 2014 tentang Pelaksanaan Studi Strategis Dalam Negeri (SSDN) PPRA LII Lemhannas RI Tahun 2014 di Provinsi Papua mulai tanggal 17 Agustus s.d 22 Agustus 2014. Pelaksanaan SSDN tersebut diarahkan untuk memperoleh informasi tentang pelaksanaan pembangunan nasional di Provinsi Papua, ditinjau dari aspek Ketahanan Nasional, meliputi kesejahteraan dan keamanan, berbagai hasil yang dicapai, serta berbagai persoalan yang dihadapi. Selain itu, pelaksanaan SSDN ini juga bertujuan untuk mengetahui kondisi ketahanan wilayah, serta implementasi ketahanan nasional Provinsi Papua. Hal ini termasuk pembangunan di bidang pendidikan demi meningkatkan daya saing, dengan menggunakan pendekatan kerangka pemikiran komprehensif, integral dan holistik. Dalam rangka mendapatkan data dan informasi sebagai bahan analisa terhadap pelaksanaan pembangunan nasional di Provinsi Papua tersebut, telah dilakukan pertemuan dan diskusi langsung dengan berbagai pihak sebagai berikut: a b c d e f g h

Gubernur Provinsi Papua beserta jajarannya. Ketua dan Anggota DPRD Provinsi Papua. Pangdam XVII/Cenderawasih beserta jajarannya. Kapolda Papua beserta jajarannya. Rektor Universitas Cendrawasih beserta staf dan Civitas Akademika. Walikota Jayapura beserta jajarannya. Ketua dan Anggota DPRD Kota Jayapura. Bupati Kabupaten Jayapura beserta jajarannya, Ketua beserta Anggota DPRD Kabupaten Jayapura

i Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan LSM.

10


Provinsi Papua, sebuah provinsi paling Timur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara geografis berbatasan darat dengan negara Papua New Guinea (PNG), dan di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Papua Barat. Provinsi Papua memiliki kekayaan alam berlimpah, yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Namun kondisi kemiskinan dan keterbelakangan masih tampak nyata dalam kehidupan masyarakatnya. Demikian pula keterbatasan kemampuan sumber daya manusia yang mengelolanya, khususnya dalam penguasaan, pemanfaatan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menjadi penyebab belum termanfaatkannya sumber kekayaan alam bagi kemakmuran rakyat. Kondisi tersebut bermuara pada masih rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Demi mempercepat proses pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua, pada 21 November 2001, Presiden RI Megawati Soekarno Putri menandatangani

Kinerja Otonomi Khusus Papua, 2008

Undang-undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus . Lahirnya Undang-undang ini dapat dilihat sebagai bentuk penyelesaian konflik, win-win solution antara beberapa kelompok rakyat Papua yang berkeinginan lepas dari NKRI. Undang-undang ini memberikan kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, menurut prakarsa sendiri, namun aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945. Sampai kini, Otonomi Khusus di Provinsi Papua sudah berjalan 13 tahun. Indikator penting Provinsi Papua tahun 2013, menurut BPS Provinsi Papua, menjelaskan berbagai kemajuan di bidang perekonomian, serta menunjukkan adanya indikator penurunan pada tingkat kemiskinan dan pengangguran. Hal ini juga ditandai dengan peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM), meski IPM Papua masih tertinggal bila dibandingkan dengan provinsi lain.

11


PENDAHULUAN

BAB l

Melihat kondisi nyata di lapangan, terlihat bahwa tingkat kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat Papua, khususnya masyarakat pedalaman, diakibatkan oleh kondisi medan serta keterbatasan sarana dan prasarana transportasi darat dan udara. Keterbatasan tersebut menyebabkan terisolasinya masyarakat di pedalaman sehingga berakibat terhambatnya pembangunan di Papua. Mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah daerah Provinsi Papua harus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan segi pemerataan pembangunan. Dalam kurun waktu lima tahun ke depan, upaya pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat termasuk peran para pengusaha, harus lebih ditingkatkan. Tentu, harus dirumuskan kebijakan dan strategi pembangunan daerah yang dapat dilaksanakan oleh seluruh komponen masyarakat. Posisi geografis yang strategis dan kekayaan sumber daya alam Provinsi Papua. selain berpotensi meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, juga memberikan tantangan bagi Pemprov Papua untuk memiliki lingkungan hidup yang lestari. Dalam konteks tersebut, maka keberadaan instansi yang secara khusus membidangi lingkungan hidup, peran serta seluruh satuan kerja, masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan lingkungan, serta tersedianya pranata dan perangkat pengaturan pengendalian kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan dapat menjadi modal utama dalam penyelenggaraan pembangunan yang berwawasan lingkungan di Provinsi Papua. Demografi Papua secara umum . , menunjukkan jumlah total penduduk di Provinsi Papua pada 2012 adalah 3.144.581 jiwa. Jumlah ini terdiri dari 1.664.076 jiwa penduduk laki-laki dan 1.480.505 jiwa penduduk perempuan. Artinya setiap 100 perempuan terdapat 112 laki-laki. Kabupaten dengan sex ratio tertinggi adalah Kabupaten Mimika, yakni 127,26. Sedangkan sex ratio paling rendah di Kabupaten Dogiyai, yakni 103,48.

12

BPS Papua 2013 dari www.papua.go.id.


BAB l

PENDAHULUAN

Dengan luas wilayah 316.553,10 km2, kepadatan penduduk di Papua sebanyak 9 jiwa per km2. Kepadatan tertinggi terjadi di Kota Jayapura, yakni 288 jiwa per km2, diikuti Kabupaten Jayawijaya (96 jiwa per km2) dan Kabupaten Mimika (88 jiwa per km2). Sedangkan kepadatan terendah terjadi di Kabupaten Mamberamo Raya, yakni kurang dari 1 jiwa per km2. No

Indikator

2009

2010

2011

2012

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

1

Jumlah penduduk (jiwa)

2.717.867

2.833.381

2.991.303

3.144.581

2

Persentase penduduk miskin (persen)

37,53

36,80

31,98

31,11

282.776

259.128

276.116

284.388

40 % berpendapatan rendah

16,96

15,86

16,76

14,48

40 % berpendapatan sedang

6,18

34,28

37,62

34,44

46,87

49,86

45,62

51,09

0,37

0,42

0,39

0,44

Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bulan) 3

Distribusi pendapatan

20 % berpendapatan nggi Gini Ra o 4

IPM

64,53

64,94

65,36

65,86

5

Angka Harapan Hidup (tahun)

68,35

68,60

68,85

69,12

6

Rata-rata lama sekolah (tahun)

6,57

6,66

6,69

6,87

7

Angka Melek Huruf (persen)

75,58

75,60

75,81

75,83

8

Pengeluaran perkapita disesuaikan (ribu Rp)

603,88

606,38

609,18

611,99

9

Inflasi Kota Jayapura (Desember Y on Y)

1,92

4,48

3,40

4,52

10

Ekspor (juta US $)

3.857,55

5.080,21

3.657,41

2.116,51

11

Ekspor HS26 (biji tembaga dan konsentrat) juta US$

3.856,56

4.884,28

3.524,98

1.996,81

12

Impor (juta US $)

800,64

976,35

1.112,94

1.022,82

13

PDRB berlaku Dengan Tambang (juta Rp)

76.886.679

87.733.417

76.559.101

77.765.022

Tanpa Tambang (juta Rp)

26.567.254

31.574.515

36.676.143

42.055.959

Dengan Tambang (juta Rp)

23.138.444

22.400.089

21.207.818

21.436.224

Tanpa Tambang (juta Rp)

11.787.422

13.089.973

14.305.731

15.564.138

Dengan Tambang (persen)

22,22

(3,19)

(5,32)

1,08

Tanpa Tambang (persen)

12,38

11,05

9,29

8,80

1.128.036

1.510.176

1.536.728

1.591.693

77,75

80,99

78,45

79,27

4,08

3,55

3,94

2,90

14

15

16

PDRB konstan

Laju pertumbuhan ekonomi

Angkatan kerja (jiwa) Tingkat Par sipasi Angkatan Kerja (TPAK) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

13


PENDAHULUAN

BAB l

menyebabkan rasio ketergantungan (dependency ratio) di Papua pada 2012 cukup tinggi, yaitu sebesar 60,73 persen.

Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Papua per tahun selama sepuluh tahun (antarSensus Penduduk) yakni sejak 20002010 adalah 5,39 persen. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Tolikara adalah yang tertinggi dibanding kabupaten/ kota lainnya di Provinsi Papua yakni mencapai 12,59 persen. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk terendah terjadi di Kabupaten Pegunungan Bintang (2,48 persen). Penduduk Papua berdasarkan kelompok umur ternyata didominasi oleh kelompok usia muda (0-14 tahun). Kecilnya proporsi penduduk usia tua (kelompok usia 55 tahun ke atas) menunjukkan bahwa tingkat kematian penduduk usia lanjut sangat tinggi. Ini berarti bahwa angka harapan hidup di Papua masih rendah. Selain itu, komposisi penduduk seperti di atas

14

Jumlah angkatan kerja di Papua selama tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data Sakernas Agustus 2010, jumlah angkatan kerja di Papua mencapai 1.510.176 orang. Jumlah ini bertambah sebanyak 26.552 pada 2011 dan kembali bertambah menjadi 1.591.693 pada Desember 2012. Jumlah penduduk bekerja di Provinsi Papua pada Agustus 2012 mencapai 1.527.933 orang. Sedangkan jumlah pengangguran mencapai 57.501 orang atau 3,63 persen dari total angkatan kerja. Dibandingkan tahun sebelumnya, pengangguran pada Agustus 2012 turun sebanyak 3.000 orang. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Desember 2012 mencapai 79,27 persen, sementara Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) mencapai 2,90 persen. Menurut jenis kelamin, TPAK laki-laki (88,31 persen) jauh lebih tinggi dibanding TPAK perempuan (68,36 persen). Sementara TPT laki-laki dan perempuan hampir sama.


BAB l

PENDAHULUAN

Tingkat Pendidikan, Tenaga Kerja Di Papua

Diploma I/II/III smk

5%

2% Univer

5%

sma

14% smp

sitas

Penduduk Papua sebagian besar bekerja di sektor pertanian, yakni sebesar 72,83 persen. Dominasi sektor pertanian ini semakin besar pada kabupaten-kabupaten di daerah pegunungan. Berdasarkan tingkat pendidikan, 64,98 persen tenaga kerja di Papua berpendidikan SD ke bawah. Sedangkan pekerja yang berpendidikan minimal SMA/ sederajat hanya 23,59 persen.

11% SD ke bawah

63%

15


PENDAHULUAN

BAB l

Pengangguran di Papua didominasi oleh angkatan kerja berpendidikan tinggi. Pada 2012, terlihat 70,84 persen pengangguran mempunyai pendidikan SLTA ke atas. Faktor utama yang menyebabkan adalah angkatan kerja berpendidikan SMA ke atas cenderung mencari lapangan pekerjaan di sektor formal, sedangkan jumlah kesempatan kerja di sektor tersebut sangat terbatas sehingga tidak mampu menampung seluruh angkatan kerja. Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja dan Kependudukan, jumlah pencari kerja terdaftar pada 2012 mencapai 82.338 orang. Angka ini turun sekitar 18,15 persen dibanding tahun sebelumnya, sebesar 100.595 orang. Berdasarkan tingkat pendidikannya, 30,37 persen pencari kerja berpendidikan Sarjana dan Diploma, 61,55 persen SMA/ sederajat, 5,02 persen SMP, sisanya 3,06 persen tidak sekolah/ tidak tamat SD/ tamat SD. Selama empat belas tahun terakhir (1999-2013/2014) kondisi kesejahteraan masyarakat Papua kian membaik. Tercatat persentase penduduk miskin pada periode tersebut menurun secara signifikan sebesar 23,62 persen, yaitu dari 54,75 persen pada Maret 1999 menjadi 31,13 pada Maret 2013. Pada lima tahun pertama Otonomi Khusus (Otsus) Papua berjalan (2001-2005) persentase penduduk miskin menurun sebesar 0,97 persen, yaitu dari 41,80 persen menjadi 40,83 persen. Sedangkan pada lima tahun kedua pelaksanaan Otsus (2006-2010) persentase penduduk miskin menurun sebesar 4,72 persen. Penurunan persentase penduduk miskin terbesar terjadi pada periode Maret 2010 - Maret 2011 yakni terdapat 4,82 persen penduduk yang pada 2010 penghasilannya di bawah garis kemiskinan, kini bergeser menjadi tidak miskin. Kini jumlah penduduk miskin di Papua Desember 2013 sebesar 1.010,79 ribu orang atau sebesar 31,13 persen. Dibandingkan dengan penduduk miskin

16

pada enam bulan sebelumnya September 2012 yang berjumlah 976,370 jiwa atau 30,66 persen, berarti jumlah penduduk miskin bertambah sebesar 41 ribu orang atau 0,47 persen. Capaian IPM terus mengalami kenaikan secara perlahan namun pasti (gradual), yaitu dari 58,80 pada 1999, menjadi 65,86 pada 2012. Sementara peningkatan IPM juga terlihat pada satu tahun terakhir, pada 2011 IPM Papua 65,36 menjadi 65,86 pada 2012 dengan peningkatan reduksi shortfall sebesar 1,45 lebih tinggi dibanding 2011 dengan reduksi shortfall sebesar 1,19. Kenaikan capaian IPM dipengaruhi oleh kenaikan seluruh komponen-komponen pembentuknya. Komponen angka harapan hidup naik sebesar 0,27 tahun, angka melek huruf naik sebesar 0,02 persen, rata-rata lama sekolah naik sebesar 0,18 tahun dan pengeluaran riil yang disesuaikan (PPP) naik sebesar Rp. 2.808,dibanding tahun 2011.


BAB l

PENDAHULUAN

2 Maksud danTujuan a. Maksud Studi ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan gambaran kepada Lemhannas RI tentang pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua tahun 2014 dalam kaitannya dengan pembangunan nasional untuk meningkatkan daya saing Provinsi Papua.

b. Tujuan Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui kondisi Ketahanan Nasional di Provinsi Papua, mendapatkan informasi, data dan fakta yang akan dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut bagi Lemhannas RI yang selanjutnya bisa sebagai bahan masukan kepada Presiden RI dan Pemerintah Provinsi serta memberikan wawasan kepada para peserta tentang kondisi Provinsi Papua dalam kaitannya dengan pembangunan nasional.

3 Ruang Lingkup dan Sistematika a. Ruang Lingkup Studi ini dibatasi pada pembahasan program prioritas pembangunan Pemerintah Provinsi Papua yang meliputi: Pendidikan, Kesehatan, Perekonomian dan Infrastruktur dengan sistematika penulisan sebagai berikut : Pada Bab I Merupakan Bab Pendahuluan yang memberikan gambaran tentang kondisi umum geografi, demografi, sumber kekayaan alam, serta beberapa asumsi berkaitan dengan program prioritas pembangunan di Provinsi Papua yang merupakan faktor penentu dalam keberhasilan pembangunan nasional, maksud dan tujuan, ruang lingkup dan sistematika; metode dan pendekatan, serta beberapa pengertian-pengertian.

17


PENDAHULUAN

BAB l

Pada Bab II Menguraikan landasan pemikiran yang berkaitan dengan program prioritas pembangunan di Provinsi Papua ditinjau dari paradigma nasional (Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional serta RPJMN), dan didukung dengan beberapa peraturan perundangan terkait dengan pembangunan nasional. Pada Bab III Membahas tentang informasi, data dan fakta berkaitan dengan kondisi kehidupan dinamis, pelaksanaan pembangunan, serta beberapa permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Papua. Pada Bab IV Membahas faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pembangunan nasional di Provinsi Papua secara internal, eksternal, serta peluang dan kendalanya. Pada Bab V Menganalisa tentang pelaksanaan pembangunan nasional di Provinsi Papua ditinjau dari gatra geografi, demografi, sumber kekayaan alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Pada Bab VI Merupakan bagian akhir dari tulisan ini, berisi kesimpulan tentang pelaksanaan pembangunan yang telah dirumuskan dan beberapa saran yang diajukan bagi pembangunan Provinsi Papua di masa mendatang.

18


BAB l

PENDAHULUAN

4 Metoda dan Pendekatan Penulisan studi ini didasarkan pada proses berpikir ilmiah yang dilandasi oleh teknik dan metode logis rasional, dalam upaya mencari dan mengungkap kebenaran suatu gejala, maupun hubungan antargejala. Dalam kaitan itu, metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah deskriptif-analitik “Konstruksi ke arah Penelitian Deskriptif� (Mukhtar dan Erna Widodo, 2000). Artinya, tulisan ini berusaha memaparkan realitas dan kompleksitas persoalan pembangunan di wilayah Provinsi Papua, dan menganalisis fakta secara komprehensif dan integral.

5 Pengertian–pengertian Beberapa pengertian harus dijelaskan untuk menyamakan persepsi dalam memahami inti tulisan yang dibicarakan, melalui kerangka berpikir selaras dengan prinsip dan ukuran yang berlaku, yaitu :

a. Pembangunan Nasional. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, yang mengandung makna keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kemajuan daerah dan kemajuan nasional. Pembangunan nasional berlandaskan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 dalam rangka menjamin keamanan dan kesejahteraan. Dengan demikian, pembangunan nasional merupakan perubahan terencana baik dalam aspek material maupun non-material untuk menuju manusia seutuhnya (Soedjatmoko, 1983).

b. Pembangunan Daerah. Pembangunan daerah adalah suatu proses bagi pemerintah daerah dan masyarakatnya, dalam mengelola sumberdaya yang ada dengan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta, untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut .

c. Ketahanan Nasional Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalarn menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan. Baik yang datang dari luar maupun dari dalarn negeri, langsung maupun tidak langsung, membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar tujuan nasional (Suryosumarto, 2001) .

(http://choiunnisa90.blogspot/2012 (2013 ??)/05/pembangunan-daerah. html?M=1).

Penjelasan lebih lanjut tentang Ketahannas Nasional sebagai konsepsi dan kondisi, lihat juga, Lemhannas RI, BS. Geopolitik dan Ketahanan Nasional (Jakarta: Lemhannas RI, 2014).

19


PENDAHULUAN

BAB l

d. Pendidikan Nasional Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sesuai fungsinya dalam pembangunan sumber daya manusia, pendidikan nasional diproyeksikan sebagai salah faktor sentral dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan secara berdaya guna dan berhasil guna. Pendidikan Nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Demikian pula dalam pembangunan nasional di Provinsi Papua. Salah satu prioritasnya di bidang pendidikan, diharapkan akan mampu menjawab tantangan lokal, nasional, dan global, khususnya dalam upaya meningkatkan kualitas SDM untuk meningkatkan daya saing bangsa.

20

BPS Papua 2013 dari www.papua.go.id.


BAB II

LANDASAN PEMIKIRAN


LANDASAN PEMIKIRAN

BAB Il

6 Umum egara Kesatuan Republik Indonesia, dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dilandasi oleh nilai-nilai luhur yang digali dari dalam lingkungan Bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai luhur tersebut ditetapkan sebagai Paradigma Nasional dalam melaksanakan pembangunan nasional, demi mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional seperti dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pembangunan daerah di Papua diselenggarakan berdasarkan paradigma nasional dalam rangka menjamin dua hal mendasar. Pertama, pembangunan daerah mengandung pengertian bahwa pembangunan harus menjamin kemaslahatan orang banyak, bukan untuk kepentingan individual dan kelompok. Kedua, pembangunan tersebut harus terjamin memiliki jangkauan jangka panjang bersifat berkelanjutan. Dengan kata lain, pembangunan di daerah harus dijamin tidak meninggalkan ancaman jangka panjang. Baik berbentuk kelangkaan sumber daya akibat eksploitasi yang tidak terencana, maupun akibat langsung sebagai implikasi dari adanya suatu proses pembangunan yang tidak berkelanjutan (Baswir 2003; Baiquni & Susilawardani, 2002). Kerangka penjelasan atas fenomena pembangunan daerah dalam hubungannya dengan peran sumber daya manusia sebagai modal pembangunan, baik dalam arti faktor maupun target pembangunan. Dalam konteks ini, beberapa teori dan kajian-kajian yang relevan, dibicarakan sebagai landasan pengumpulan data, analisis data, dan bagi penjelasan bagian-bagian berikutnya.

22


BAB Il

LANDASAN PEMIKIRAN

7 Paradigma Nasional a. Pancasila sebagai Landasan ldiil Bagi Negara dan Bangsa Indonesia, Pancasila telah dinyatakan dan diterima sebagai falsafah bangsa, pandangan hidup bangsa atau ideologi nasional dan sebagai dasar negara (Surajiyo & Wiyanto, 2009). Substansi nilai-nilai ideal Pancasila yang mendasari peningkatan pemahaman nilai Pancasila oleh elit politik, merupakan landasan konseptual dalam memaknai substansi nilai-nilai Pancasila. Sebagai komitmen untuk mengaktualisasikannya, harus tetap memegang nilai-nilai ketaqwaan yang sesuai dengan ajaran serta norma agama yang dianut. Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi sumber pokok nilai yang mendasari serta membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, saling menghormati, dan kesederajatan. Multi suku bangsa dengan sub-budaya beragam, tetap harus satu bangsa yang Bhinneka Tunggal Ika dengan cita-cita nasional yang sama, seperti tersimpul dalam filsafat hidup Pancasila. Persepsi dari wujud asas demokrasi merupakan paham kedaulatan rakyat, bersumber kepada nilai kebersamaan dan penghargaan tinggi terhadap nilai musyawarah, tetap harus mencerminkan nilai kebenaran dan keabsahan yang tinggi. Demikian pula dengan persepsi konsep keadilan sosial dalam perwujudan asas demokras,i harus menjadi jaminan bagi kemajuan yang merata, berkeadilan sosial, serta menempatkan nilai demokrasi dalam bidang ekonomi dan sosial .

b. UUD NRI Tahun 1945 sebagai Landasan Konstitusional. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan keputusan politik nasional yang dituangkan dalam bentuk norma-norma konstitusional sebagai sumber hukum nasional dan sekaligus sebagai dasar sistem penyelenggaraan negara dan pemerintahan serta kehidupan bangsa dan negara yang pelaksanaannya disusun dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Nilai-nilai dasar yang ada dalam pembukaan UUD Tahun 1945 serta nilai instrumental

Bagi Negara dan Bangsa Indonesia, Pancasila telah dinyatakan dan diterima sebagai falsafah bangsa, pandangan hidup bangsa atau ideologi nasional dan sebagai dasar negara Surajiyo & Wiyanto, 2009

Penerapan nilai-nilai Pancasila yang diidealkan semacam ini merupakan tantangan, terutama setelah reformasi yang menganggap bahwa ideology Negara tidak dibutuhkan lagi pada saat demokrasi menjadi kata kuncul kehidupan bemegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Namun demikian, tab nilai yang dapat menjadi acuan bersarna sangat dibutuhkan (lihat, Anderson,1993).

23


LANDASAN PEMIKIRAN

BAB Il

yang ada di batang tubuh harus tetap mendasari peningkatan pemahaman nilai-nilai Pancasila oleh elit politik, yaitu hukum dasar (konstitusi), negara lndonesia yang mengandung hak bangsa untuk merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur, serta untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa lndonesia dan seluruh tumpah darah lndonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Perubahan UUD NRI Tahun 1945 secara konstitusional, belum mengadopsi ciri-ciri sistem pemerintahan Presidensial yang semakin menguatkan jaring-jaring yang akan menjamin stabilitas penyelenggaraan pemerintahan baik secara nasional maupun masing-masing di daerah. Pembangunan yang berlangsung di daerah harus menjadi bagian dari pembangunan nasional yang taat asas dan selaras dengan cita-cita kemerdekaan yang tertuang dalam landasan konstitusional. UUD juga mengatur bagaimana memperlakukan kekayaan yang terkandung dalam tanah dan air dalam bumi lndonesia dikelola dengan memenuhi prinsip-prinsip kepentingan orang banyak dan jangka panjang untuk meningkatkan kesejahteraan dan daya saing bangsa.

c. Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visional. Wawasan Nusantara sebagai landasan visional bangsa merupakan penjabaran dari Pembukaan UUD 1945. Dengan demikian posisinya secara hukum tidak dapat dipisahkan dengan pembukaan itu sendiri. Nilai atau substansi Wawasan Nusantara diharapkan menjadi latar belakang peningkatan pemahaman nilai-nilai Pancasila oleh aparat pemerintahan di daerah dari setiap proses pengambilan keputusan strategik, baik yang berkaitan dengan pengembangan dan penyempurnaan sistem pembangunan bangsa dan negara, juga keputusan-keputusan yang dilahirkan oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Sebagai landasan visional, konsepsi dasar, Wawasan Nusantara meliputi wujud geografi. Nusantara berupa kepulauan dengan medan terputus-putus (hutan, rawa, gunung dan sungai) yang dipersatukan oleh laut. Kekayaan laut sesuai dengan rumusan ZEE, penduduk yang besar dengan ribuan adat istiadat, bahasa dan budaya, harus tetap dalam penjabaran cita-cita dan tujuan nasional, serta konsepsi tentang negara, bangsa dan wilayah.

24


BAB Il

LANDASAN PEMIKIRAN

Berangkat dari Indonesia sebagai negara kepulauan, sebagaimana terlihat di Provinsi Papua, yang memiliki posisi strategis yaitu berbatasan (batas laut) langsung dengan negara tetangga Australia, dengan kondisi masyarakat yang majemuk maka tidak akan terlepas dari pengaruh globalisasi dengan dampak positif dan negatifnya yang dapat berpengaruh pada kewaspadaan nasional yang berujung pada stabilitas nasional. Harus diakui bahwa jika asas Wawasan Nusantara diabaikan, komponen pembentuk kesepakatan bersama akan melanggar kesepakatan bersama tersebut, yang berarti bahwa tercerai berainya bangsa dari negara Indonesia. Oleh karena itu, dengan stabilitas nasional yang mantap, maka NKRl akan dapat dipertahankan dan akan semakin kokoh apabila seluruh komponen bangsa mendukungnya dengan rasa nasionalisme yang tinggi. Tantangan yang paling besar adalah melakukan pengelolaan daerah sebagai bagian dari pembangunan bangsa lndonesia seutuhnya. Dalam hal ini Provinsi Papua adalah menjadikan pembangunan sebagai bagian dari pengelolaan kesejahteraan dan keamanan nasional akibat dari geopolitik lndonesia yang membutuhkan suatu kerangka pengelolaan yang khusus dan berkelanjutan.

d. Ketahanan Nasional sebagai Landasan Konsepsional. Usaha pencapaian tujuan nasional setiap saat akan dihadapkan dengan adanya tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan baik yang datang dari dalam maupun dari luar, langsung maupun tidak langsung yang akan mengancam integritas serta kelangsungan hidup bangsa dan negara .

tas, dan kepribadian bangsa; (2) Dinamis, mengingat Ketahanan Nasional tidaklah tetap. la dapat meningkat dan menurun, tergantung pada situasi dan kondisi bangsa, negara, serta lingkungan strategisnya; (3) Wibawa, keberhasilan Ketahanan Nasional lndonesia secara berlanjut dan berkesinambungan akan meningkatkan kemampuan dan kekuatan bangsa; dan (4) Konsultasi dan Kerjasama, konsepsi Ketahanan Nasional lndonesia tidak mengutamakan sikap konfrontatif dan antagonistis, tidak mengandalkan kekuasaan dan kekuatan fisik semata, tetapi lebih mengutamakan sikap konsultatif, kerjasama, serta saling menghargai dengan mengandalkan kekuatan moral dan kepribadian bangsa (Lemhannas, 2010; Suryosumarto, 2001). Sifat-sifat tersebut menjadi fondasi penting di dalam membangun suatu sistem sosial yang tangguh daerah di segala bidang seiring dengan dinamika pengaruh perkembangan lingkungan strategis sehingga akan terwujud kewaspadaan nasional yang baik. Dengan terwujudnya Kewaspadaan Nasional yang memadai, diharapkan setiap ancaman yang ada akan dapat ditangkal secara dini sehingga persatuan dan kesatuan bangsa akan dapat dipelihara yang pada akhirnya membentuk stabilitas nasional yang kokoh melalui kemampuan, kekuatan, ketangguhan, dan keuletan yang senantiasa dikelola untuk kesejahteraan dan keamanan yang saling sinergis dan dibina secara terus menerus untuk mampu mempertahankan kelangsungan hidup di Provinsi Papua yang juga berdampak pada kemajuan Bangsa Indonesia.

Agar mampu melaksanakan hal itu diperlukan empat sifat dalam Ketahanan Nasional Indonesia, yakni (1) Mandiri, Ketahanan Nasional percaya pada kemampuan dan kekuatan sendiri serta pada keuletan dan ketangguhan yang mengandung prinsip pantang menyerah, dengan tumpuan pada identitas, integriKompleksitas persoalan yang dihadapi dewasa ini semakin meningkat akibat perubahan lingkungan strategis di mana lndonesia menjadi bagian dari wacana lnternasional yang semakin intens.Berbagai isu dalam negeri telah menjadi pemicu respons luar negeri terhadap lndonesia yang dapat mengancam kemandirian dan kedaulatan

25


LANDASAN PEMIKIRAN

BAB Il

8 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, merupakan landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan yang berskala nasional untuk menghasilkan rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan tahunan yang merupakan komitmen bersama untuk menghasilkan rencana pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan tahunan yang merupakan komitmen bersama oleh penyelenggara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan melibatkan masyarakat. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tersebut merupakan penjabaran dari visi, misi dan program pemerintah yang dijadikan pedoman menyusun rencana kerja pemerintah saat ini. Prioritas dalam pokok-pokok arah kebijaksanaan pembangunan nasional Tahun 2010-2014 adalah mewujudkan lndonesia yang aman, damai, adil dan demokratis, serta lndonesia yang sejahtera. Untuk mewujudkan kebijaksanaan tersebut ditempuh dua strategi yaitu strategi penataan kembali lndonesia yang diarahkan untuk menyelamatkan sistem ketatanegaraan RI dan strategi pembangunan lndonesia yang diarahkan untuk membangun lndonesia di segala bidang. Dengan dua strategi ini diharapkan tujuan bangsa lndonesia akan terwujud, sehingga stabilitas nasional akan tetap terpelihara. Pada tingkat daerah, selain dirumuskan sesuai dengan kebutuhan daerah, rencana pembangunan harus diselaraskan dan diintegrasikan ke dalam sistem yang berlaku secara nasional yang dirumuskan dalam RPJMD oleh seluruh pemerintah daerah di seluruh Indonesia.

9 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013-2018 Kebijakan pembangunan daerah Provinsi Papua mengacu pada arah kebijakan RPJMN dan RPJMD Provinsi Papua, kemudian dijabarkan ke dalam sasaran pembangunan, yang dirumuskan menjadi visi, misi dan kebijakan daerah. Visi Provinsi Papua merupakan salah satu tugas pokok Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih pada awal pemerintahannya harus menyampaikan Visi dan Misi pembangunan. Visi dan Misi tersebut akan menjadi dasar penyusunan kebijakan dan program kegiatan pembangunan untuk periode tertentu . Posisi strategis Provinsi Papua ditinjau secara geografis, geoekonomi dan geopolitik menjadikan kawasan Papua sebagai kawasan yang dapat berperan penting dimasa yang akan datang, terutama terletak pada potensi sumber daya alam yang melimpah. Untuk dapat mewujudkan masyarakat Papua yang mempunyai kemampuan ekonomi yang tinggi baik secara lokal, nasional dan regional serta dilandasi dengan nilai-nilai hakiki kebudayaan Papua yang beradab, bermoral dan

26


BAB Il

LANDASAN PEMIKIRAN

tangguh menghadapi era globalisasi dan modernisasi yang pada akhirnya menjadikan masyarakat Papua maju dan mandiri, sejahtera lahir dan batin dan berbudaya yang religius, maka disusunlah Visi Papua, yaitu ;

Terwujudnya masyarakat yang mandiri dengan memanfaatkan potensi sumber daya secara bertanggung jawab. Visi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Papua Bangkit Adalah orang Papua mampu berdiri tegak dengan harkat dan martabat dalam bingkai NKRI tanpa menghilangkan identitas diri dan kekhususan ke-Papua-an. Kebangkitan rakyat Papua terjadi di level individu, keluarga, komunitas, maupun regional. Identitas diri orang Papua diakui dan dihormati dalam berbagai level dan bidang pembangunan. Dimana orang Papua mampu mengaktualisasikan diri dan mengambil peran di berbagai sektor pembangunan.

b. Papua Mandiri Adalah kondisi masyarakat Papua mampu mewujudkan kualitas hidup yang lebih baik dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan kemajuan ekonomi. Dengan didukung generasi baru Papua yang memiliki jiwa kewirausahaan serta ekonomi kampung tumbuh dan berkembang.

c. Papua Sejahtera Adalah semua masyarakat Papua tanpa terkecuali dapat memenuhi hak-hak dasarnya di bidang sosial, ekonomi, dan budaya terutama pangan, sandang, dan papan secara merata, serta memiliki rasa aman dan kepercayaan yang tinggi kepada pemerintah sehingga menikmati kehidupan yang lebih bermutu dan maju serta memiliki pilihan luas dalam seluruh kehidupannya. (www.papua.go.id).

27


LANDASAN PEMIKIRAN

BAB Il

Selanjutnya visi Papua tersebut dirumuskan ke dalam Misi Papua sebagai berikut :

1

Meningkatkan Kesejahteraan dan Kemakmuran Masyarakat Melalui Pemberdayaan Masyarakat dan Peningkatan Daya Saing agar Mampu Menguasai Teknologi Tepat Guna untuk Mengelola Sumber Daya Alam yang Dimiliki.

2

Meningkatkan Partisipasi dan Akuntabilitas Publik Dalam Menyelenggarakan Pemerintahan dan Pembangunan.

3

Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi dan Kemandirian Daerah.

4

Meningkatkan Penyediaan Prasarana dan Sarana Untuk Membuka Hubungan Antarwilayah, Terutama Wilayah Pedalaman, Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kawasan Tumbuh Cepat Atau Pusat-Pusat Pengembangan.

5

Menggali, Mengembangkan dan Memantapkan Budaya dan Hukum Positif Yang Ada Pada Masyarakat Yang Berintikan Kebenaran dan Keadilan, Sehingga Meningkatkan Harkat, Martabat dan Jati Diri Masyarakat.

6

28

Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Agar Mampu Menatagunakan Segala Potensi dan Sumber Daya Yang Dimiliki Untuk Dapat Memenuhi Kebutuhan Dasar Masyarakat, Meningkatkan Daya Saing Dalam Menghadapi Segala Tantangan dan Persaingan Di Era Globalisasi (www.papua.go.id).


BAB Il

LANDASAN PEMIKIRAN

10 Peraturan Perundangan-Undangan yang Terkait. Dalam pelaksanaan Program Pembangunan Nasional di daerah pada dasarnya merupakan wujud sinergitas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah di berbagai bidang pembangunan sesuai skala prioritas yang telah ditetapkan yang melibatkan berbagai Kementerian/ lnstansi yang berbeda. Untuk itu diperlukan suatu mekanisme yang mengatur upaya lintas sektoral secara terkoordinasi agar diperoleh sinergi dalam pola pikir, pola sikap dan pola tindak aparat pemerintahan terkait. Mekanisme tersebut disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagai penjabaran lebih lanjut dari norma-norma dasar yang terkandung dalam UUD 1945. Peraturan perundang-undangan yang dijadikan landasan operasional dalam hubungannya dengan pembangunan daerah adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Undang-Undang ini mencakup landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Dalam Undang-Undang ini ditetapkan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah dengan melibatkan masyarakat . Sehubungan dengan hal tersebut arah kebijakan pemerintah adalah mewujudkan pembangunan nasional secara menyeluruh dengan melihat pertimbangan pembangunan masa yang lalu dan berbagai pertimbangan pembangunan masa yang akan datang. Lihat, UU No 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, secara khusus Penjabaran dari Pasal2.

29


LANDASAN PEMIKIRAN

BAB Il

b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar sebagai urusan pemerintah pusat yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Keberadaan penduduk di pulau-pulau terluar menjadi bagian dari daerah yang harus didefinisikan dalam kebijakan daerah. Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup serta berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.

c. Undang-undang RI nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus. Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua diberikan oleh Negara Republik Indonesia melalui Undang-undang Nomor 21 tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 No. 135 dan Tambahan Lembaran Negara No. 4151) yang telah diubah dengan Perpu No. 1 Tahun 2008 (LN Tahun 2008 No. 57 dan TLN No. 4843) yang selanjutnya ditetapkan dengan Undang-undang RI Nomor 35 tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi UU 21/2001 yang terdiri dari 79 pasal ini mengatur kewenangan-kewenangan Provinsi Papua dalam menjalankan Otonomi Khusus. Selain hal-hal yang diatur secara khusus dalam UU ini, Provinsi Papua masih tetap menggunakan UU tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku secara umum bagi seluruh daerah di Indonesia.

d. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, “Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi�. Dana perimbangan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antara pemerintah daerah, dimana dana perimbangan terdiri dari:

1

2

30

Dana Bagi Hasil yang bersumber dari APBN yang dilokasikan kepada daerah berdasarkan angka prosentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, dana tersebut bersumber dari pajak dan kekayaan daerah. Dana Alokasi umum yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antara daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Alokasi Umum merupakan komponen terbesar dalam dana perimbangan dan peranannya sangat strategis dalam menciptakan pemerataan dan keadilan antardaerah.


BAB Il

3

LANDASAN PEMIKIRAN

Dana Alokasi Khusus yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

e. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025. Bahwa perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik lndonesia Tahun 1945 telah mengakibatkan terjadinya perubahan dalam pengelolaan pembangunan, yaitu dengan tidak dibuatnya lagi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional. Bahwa lndonesia memerlukan perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap untuk rnewujudkan masyarakat adil dan makmur sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik lndonesia Tahun 1945.

f. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah setidaknya akan lebih mendorong agar penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang selama ini belum memadai dan memiliki peran yang relatif kecil dapat lebih dioptimalkan dan dapat memberikan kontribusi kepada pendapatan daerah yang lebih tinggi. Hal ini terlihat dari munculnya beberapa jenis pajak baru yang sebelumnya merupakan pajak pusat dan saat ini beralih menjadi pajak daerah yang dipungut dan dikelola oleh Provinsi Papua dan Kabupaten/Kota di Provinsi Papua. Untuk mewujudkan suatu keadaan yang membawa kepada adanya biaya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah (baik pusat maupun daerah), tidak lain ditujukan untuk membawa masyarakat pada tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. Untuk mewujudkan hal tersebut, mau tidak mau perlu didukung dengan ketersediaan dana yang cukup. Pajak dan retribusi merupakan salah satu sumber penerimaan yang penting disamping sumber-sumber penerimaan lainnya yang lebih mencerminkan kekuatan ekonomi masyarakat dan sekaligus tingkat kepatuhan/kepedulian masyarakat dalam pembangunan negara.

31


LANDASAN PEMIKIRAN

BAB Il

g. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Perkembangan Penduduk. Penduduk merupakan potensi sumber daya manusia dan rnerupakan modal dasar bagi pembangunan nasional. Oleh karena itu, dalam rangka pembangunan sumber daya manusia pada umumnya diatur dalam peraturan pemerintah ini sehingga lebih menunjang pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan, perkernbangan kependudukan dikelola dengan terencana, baik kuantitas, kualitas, maupun mobilitasnya secara berdaya guna dan berhasil guna.

h. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa Sistem Pendidikan Nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Demikian pula dalam pembangunan nasional di Provinsi Papua dengan salah satu prioritas pembangunannya di bidang pendidikan, diharapkan akan mampu menjawab tantangan lokal, nasional, dan global, khususnya dalam upaya meningkatkan kualitas SDM untuk meningkatkan daya saing bangsa.

32


BAB III

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA


PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

BAB IIl

11 Umum ejak terbentuknya Provinsi Papua, Kebijakan Pemerintah Provinsi Papua memprioritaskan percepatan pembangunan di segala bidang. Berdasarkan data dan fakta terhadap seluruh komponen capaian pembangunan ekonomi daerah yang telah dilakukan dan dikerjakan, seperti; bidang pendidikan, bidang sosial-budaya, bidang ekonomi, bidang sumber daya (manusia dan alam) serta pembangunan sarana dan prasarana fisik di Provinsi Papua, maka terlihat dengan jelas adanya perubahan dan transformasi mendasar pada hampir seluruh sektor kehidupan masyarakat yang berkontribusi pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat, meningkatnya indeks pembangunan manusia serta meningkatnya akses dan pelayanan pendidikan dan kesehatan maupun pelayanan dasar lainnya.

12

Kondisi Kehidupan Dinamis Pembangunan di Provinsi Papua Dalam rangka mendapatkan data, informasi dan fakta sebagai bahan analisa terhadap pelaksanaan pembangunan nasional di Provinsi Papua tersebut, telah dilakukan pertemuan dan diskusi langsung dengan berbagai pihak sebagai berikut :

a. Gubernur Provinsi Papua dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Sesuai dengan hasil pertemuan yang dilaksanakan di Kantor Gubernur Papua didasakan pada hasil pembangunan yang dicapai selama 2009-2013 dalam pemaparan Gubernur Papua yang diwakili oleh Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat Drs. .........., di hadapan Peserta PPRA LII, disampaikan beberapa pencapaian utama di antaranya :

34


BAB IIl

1

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dari 62,75 (2006) menjadi 64,75 (2010).

2

Angka Melek Huruf menurun dari 70,29 % (2009) menjadi 64,08 % (2012) .

3

Rata-rata Lama Sekolah dari 8,0 tahun (2009) menjadi 8,8 tahun (2011)) .

4

Angka Harapan Hidup meningkat dari 69,3 tahun (2007) menjadi 70,3 tahun (2010) .

5

6

a

Pembangunan infrastruktur dilaksanakan di semua kabupaten/ kota menggunakan APBD dengan prioritas pembangunan jalan, listrik, dan air bersih guna mendukung peningkatan perekonomian.

b

Permasalahan penetapan batas wilayah antara Provinsi Papua dengan negara PNG, sudah dapat diselesaikan namun permasalahan pengamanan dan pelintas batas yang masih rawan dapat menimbulkan potensi konflik. Permasalahan sengketa lahan yang disebabkan oleh pemberian ijin pengelolaan tanah oleh pihak–pihak berwenang yang masih tumpang tindih dengan hak ulayat masyarakat.

c

Kemampuan penanganan kebakaran hutan dan sistim bercocok tanam masyarakat yang berpindah-pindah menyebabkan kerusakan hutan, hal ini perlu sosialisasi dan pembinaan dari Pemerintah Provinsi tentang bercocok tanam yang tidak merusak lingkungan.

d

Pembangunan dan pengelolaan daerah perbatasan dengan negara tetangga belum memadai.

Pendapatan Perkapita dari Rp 27.476.000 (2007) menjadi Rp 31.570.000 (2010) . Tingkat Pengangguran menurun dari 10,20% (2006) menjadi 4,30% (2012).

7

Tingkat Kemiskinan menurun dari 36,3% (2010) menjadi 30,5%(2012).

8

Pertumbuhan ekonomi Papua meningkat dari 4,94% (2007) menjadi 6,38% (2012).

9

Hasil diskusi tentang isu strategis di Provinsi Papua sebagai berikut:

35


PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

BAB IIl

b. Ketua dan Anggota DPRD Provinsi Papua. Dalam pertemuan dengan DPRD Provinsi Papua dipaparkan oleh Ketua DPRD sejak pemilihan umum legislatif pada April 2009 lalu, terdapat 55 anggota DPRD terpilih yang terdiri dari beberapa kursi partai. Dengan komposisi partai berdasarkan jumlah kursi yang diperoleh setiap partai; Golkar (15), Demokrat (8), PDIP (7), PAN (6), PPP (6), PKS (5), PKB (3), PBR (2), PBB (1), Gerindra (1) dan PPRN (1). Hasil diskusi dengan DPRD Provinsi Papua terdapat beberapa masalah yang perlu adanya perhatian khusus dari Pemerintah di antaranya : 1

2

3

36

Dari sektor pembangunan infrastruktur belum sepenuhnya dapat tercapai, dengan pendapatan daerah Provinsi Papua yang mencapai ÂąRp100 triliun, Papua hanya memperoleh APBD sebesar Rp8,4 triliun (2013) per tahun. Permasalahan lain adalah tingginya tingkat smuggling (penyelundupan), illegal logging (penebangan hutan), dan illegal fishing (penangkapan ikan) yang dilakukan oleh negaranegara asing. Faktor utama yang menyebabkan tingginya angka smuggling ini adalah kesenjangan kesejahteraan rakyat serta kurangnya sumber daya manusia yang melakukan pengawasan terhadap kegiatan eksporimpor. Melihat kondisi tersebut kondisi ketahanan masyarakat kita di daerah perbatasan sangat mengkhawatirkan dan membutuhkan perhatian serta penanganan khusus dari pemerintah. Permasalahan selanjutnya adalah saling tumpang tindihnya pemberian hak atas guna lahan

antara masyarakat, perusahaan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah sendiri. 4

Saat ini banyak investor yang membuka lahan dan beroperasi di Provinsi Papua, seiring dengan itu tentunya banyak pula tenaga kerja yang terserap, tetapi hanya sekedar menjadi buruh.

5

Saat ini masyarakat mulai menyadari akan pentingnya pengelolaan lahan untuk keberlangsungan kesejahteraan hidup di masa yang akan datang. Melihat kondisi tata ruang guna lahan yang saat ini sudah habis digunakan para investor, maka tertutuplah aksesibilitas masyarakat untuk mendapatkan lahan guna kehidupannya di masa mendatang.


BAB IIl

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

c. Pertemuan dengan Walikota Jayapura dan Jajarannya.` Dalam paparan Walikota Jayapura di depan Peserta PPRA LII, disampaikan bahwa Visi Kota Jayapura adalah “Terwujudnya Kota Jayapura yang Beriman, Bersatu, Sejahtera, Mandiri, dan Modern Berbasis Kearifan lokal”, dengan program prioritas: …… Hasil diskusi tentang isu strategis di Kota Jayapura sebagai berikut: 1

Kebijakan otonomi khusus dirasakan ……

2

Permasalah lahan, menurut undang-undang

3

Pertumbuhan penduduk di Kota Jayapura yang mencapai --- disebabkan ----. Tercatat -----

4

Permasalahan kesehatan meliputi ----

5

Pendidikan di Kota Jayapura----

6

Ketenagakerjaan-----

d. Pertemuan dengan Korem ----, Danlanal dan Danlanud Papua Melalui pemaparan dan hasil diskusi dengan Komandan Korem ---- bersama Peserta ----, diperoleh beberapa permasalahan dan isu strategis : 1 2 3

Memperketat penjagaan di perbatasan dengan PNG melalui penempatan personil dan peningkatan aktifitas penduduk.

4

Masih sulitnya penangganan ----

e. Pertemuan dengan Kapolda Papua Dalam paparan Kapolda Papua ---- di depan Peserta PPRA ----, disampaikan beberapa informasi tentang karakteristik kerawan daerah Papua: 1

Di bidang Ideologi,.

2

Di bidang politik,.

3

Sengketa batas.

4

Juga adanya sengketa ---

5

Perusahaan ---- cenderung tidak memberikan peluang lapangan kerja bagi masyarakat setempat dengan alasan kurangnyaskill dari penduduk lokal.

37


PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

6

Potensi konflik yang berasal dari sengketa tanah menunjukan angka yang cukup tinggi yang bila dibiarkan akan berkembang menjadi konflik komunal yang mengarah ke anarkis. Juga konflik kepentingan di bidang kehutanan yang terjadi antara lembaga pemerintahan, antara pemerintah dengan daerah, antar pemerintah/ swasta dengan masyarakat.

7

Angka Illegal logging, illegal fishing dan ----, juga masih berlangsung di perairan perbatasan dengan negara tetangga.

8

Perbatasan negara antara RI-PNG merupakan jalur strategis pintu masuk abntara kedua negara, perlu penanganan dan pengawasan yang lebih intensif. Jangan sampai terjadi -----.

9

Rangking kerawanan Kamtibmas (Januari-Juni 2013); ---- terbanyak ---kasus, IIlegal logging ---kasus, kecelakaan lalu lintas (--- kasus) yang dinilai cukup tinggi. Khusus untuk kasus konflik sosial, terjadi --- kasus. Tertinggi di ---- (terjadi --- kasus), dengan rincian; masalah Poleksosbud --- kasus, SKA ---, batas wilayah ----, dan SARA ---kasus).

10

Penanganan ----

Hasil diskusi tentang isu strategis tentang Kamtibmas di Provinsi Papua sebagai berikut: 1

Trans national crime di perbatasan yang tertinggi adalah ----

2

---.

f. Bupati dan DPRD Kabupaten ---- beserta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Melalui pertemuan dengan Bupati Kabupaten ---- dan hasil paparan dan diskusi didapati:

38

BAB IIl


BAB IIl

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

1

Pendidikan menjadi salah satu fokus utama pemerintah daerah, berdasarkan program wajib belajar 9 tahun menuju 12 tahun,diberlakukan program sekolah gratis bagi penduduk tidak mampu, danbagi siswa yang berprestasi diberikan bea siswa lanjutan di perguruan tinggi beserta living cost-nya.

2

Peningkatan potensi pariwisata, dengan melihat kondisi geografis Kabupaten ----

g. Pimpinan PT Freeport Indonesia beserta Staf. xxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxx xxx xxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxx xxxxxx xxxxxxxx xxxxxxx Hasil diskusi dengan PT.FI: 1

Salah satu bentuk tanggung jawab sosial (CSR) PT.FI adalah dengan ----.

2

Masih sering terjadinya pencurian ---.

3

Permasalah sengketa tanah/ perbedaan pendapat yang terjadi antara perusahaan dengan masih terjadi di beberapa titik.Undang-undang tentang Pengelolaan/ Pembebasan Lahan yang baru telah berakibat pada perlambatan prosespengalihan lahan dan produksi minyak yang semula 3 bulan menjadi 19 bulan.

4

PT PT.FI telah melakukan pembangunan ----

39


PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

BAB IIl

h. Rektor Universitas Cendrawasih Papua Pada kunjungan di UNCEN, rombongan diterima oleh ---- sebagai ---- yang mewakil Rektor Uncen, dengan hasil diskusi terkait isu strategis di bidang pendidikan tinggi sebagai berikut:

40

1

Universitas Cendrawasih (UNCEN) adalah milik pemerintah yang bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. ----.

2

UNCEN memliki --- dosen dengan --- mahasiswa, --- staf pendukung, dan kampus seluas --- Ha dengan konsep ----

3

Terkait pendidikan 4 Pilar Kebangsaan ada Kelompok kegiatan mahasiswa:

4

Program terkait daya saing bangsa: melalui penyiapan SDM, standarisasi mutu pendidikan, ----. Terkait dengan Visi dan Misi pembangunan Provinsi Papua 2020: UNCEN ingin mendukung visi propinsi menjadi ----

5

Untuk kontribusi kepada masyarakat tidak mampu di bidang pendidikan, dengan memberikan bea siswa untuk mengikuti pendidikan di Uncen dan melaksanakan up grading kepada para guru di Papua dengan memberikan pendidikan S1 agar semua guru berpendidikan tingkat sarjana.

6

Adanya kerjasama di bidang pendidikan dengan Universitas ---


BAB IIl

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

13 Pelaksanaan Pembangunan di Provinsi Papua. Berdasarkan Visi Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Provinsi Papua ditetapkan sebagai Visi Pembangunan Jangka Panjang sebagai kebijakan dalam melaksanakan kebijakan daerah. Visi tersebut adalah

“Terwujudnya masyarakat yang mandiri dengan memanfaatkan potensi sumber daya secara bertanggunjawab�. Sementara itu Prioritas Pembangunan Daerah Tahun 2013 dan 2014, dimana enam tahun setelah penetapan dan pelaksanaan UU Nomor 21/2001 tersebut, para pemangku kepentingan berpendapat bahwa perubahan kesejahteraan masyarakat terutama penduduk asli Papua masih perlu ditingkatkan. Berdasarkan penilaian perkembangan pembangunan

tersebut, pemerintah berinisiatif untuk melakukan percepatan melalui penetapan Inpres 5 Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua sebagai suatu kumpulan kebijakan untuk mendorong percepatan pembangunan meningkatkan efektifitas koordinasi, sinergi dan harmonisasi program dan kebijakan antar sektor dan pusat-daerah yang dilakukan oleh kementrian/lemba-

ga dan pemerintah daerah. Inpres 5/2007 menekankan pendekatan kebijakan baru (the new deals policy for Papua) dengan lima aspek strategis yaitu:

a Pemantapan ketahanan pangan dan pengurangan kemiskinan.

b Peningkatan kualtias

penyelenggaraan pendidikan.

41


PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

c Peningkatan kualitas

si program/kegiatan serta anggaran pusat dan daerah pelayanan kesehatan. d Peningkatan infrastruktur termasuk pendanaan sektoral pusat melalui K/L dan dasar guna meningkatkan pemanfaatan dana otonomi aksesibilitas di wilayah khusus dan dana tambahterpencil, pedalaman dan an infrastruktur. Untuk itu perbatasan Negara. diperlukan kelanjutan upaya e Perlakuan khusus (afPercepatan Pembangunan firmative action) bagi Provinsi Papua dengan pengembangan kualitas memperluas bidang kebisumber daya manusia jakan pokok percepatan putra-putri asli Papua. dengan prinsip pengembangan kawasan yang diarahSetelah 2 tahun pelaksa- kan untuk keterpaduan dan naan Inpres 5/2007, berbsinergi lintas bidang dalam agai koordinasi antara peningkatan kesejahteraan masyarakat asli Papua yang pemerintah pusat (K/L) terdiri dari: dan pemerintah Provinsi a Penguatan ketahanan Papua telah dilakukan dan pangan. menghasilkan Rencana b Penanggulangan kemiAksi Percepatan Pembaskinan. ngunan Provinsi Papua. Namun evaluasi Inpres c Pengembangan 5/2007 menunjukkan ekonomi rakyat. bahwa percepatan pemd Peningkatan pelayanan bangunan yang dilakukan pendidikan. terutama dalam kaitannya e Peningkatan pelayanan dengan program prioritas kesehatan. pengurangan kemiskinan, peningkatan pelayanan f Pengembangan infraspendidikan dan kesehatan truktur dasar. masih belum memberikan g Pemihakan terhadap peningkatan yang signifikan masyarakat asli Papua karena tersendatnya pemdan Papua Barat. bangunan infrastruktur, belum terlaksananya sistem Dalam pelaksanaan pendidikan khusus yang Percepatan Pembangunan menjangkau masyarakat Provinsi Papua diperlukan Papua, dan terkendalanya dukungan dari kebijakan penyiapan sarana prasarana yang bersifat regulasi dan pelayanan kesehatan serta kelembagaan sebagai berimasih terisolirnya wilayahkut: wilayah sasaran. a Penguatan pengendalian pemanfaatan ruang Salah satu penyebab dan pengelolaan perlambatnya upaya percepatan tanahan. adalah belum optimalnya pengelolaan dana yang ada, b Keamanan dan ketertiterutama terkait sinkronisa-

42

BAB IIl

ban. c Pengembangan kapasitas kelembagaan. Selain melalui dukungan program-program di atas, Percepatan Pembangunan Provinsi Papua, juga didukung program-program yang terkait dengan agenda pelaksanaan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011 – 2025, koridor ekonomi Papua-kepulauan Maluku. Dengan tetap memegang semangat koordinasi, sinkronisasi dan harmonisasi program/kegiatan percepatan pembangunan maka masing-masing kebijakan pokok percepatan dan faktor pendukung kebijakan pokok percepatan tersebut perlu dituangkan dalam Rencana Aksi Percepatan Provinsi Papua yang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014. Penentuan program dan kegiatan yang dimuat dalam rencana aksi merupakan prioritas dalam rangka percepatan yang sifatnya dikhususkan termasuk juga program dan kegiatan baru yang bersifat cepat terwujud, yang diperlukan dalam rangka percepatan pembangunan dalam kurun waktu tahun 2011- 2014. Selanjutnya, diuraikan berbagai pencapaian sebagai hasil dari pembangunan di Provinsi Papua sebagai berikut:


BAB IIl

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

a. Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Wilayah Papua mengalami percepatan pertumbuhan dari 4,23% tahun 2011 menjadi 6,38% tahun 2012. Pada tahun 2012, dampak pelemahan ekonomi dunia nampak dirasakan di beberapa provinsi di Indonesia, khususnya provinsi-provinsi penghasil komoditas ekspor disebabkan berkurangnya permintaan dan turunnya harga di pasar dunia. Namun demikian secara umum perekonomian provinsi-provinsi di Wilayah Papua masih tumbuh positif, bahkan lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya. Secara sektoral, seluruh sektor tumbuh positif kecuali sektor pertambangan dan penggalian memiliki laju negatif. Sektor dengan laju pertumbuhan tertinggi dan sekaligus penopang pertumbuhan Wilayah Papua adalah sektor industri pengolahan, sektor jasa dan sektor kontruksi. Selain ketiga sektor tersebut, sektor pengangkutan, perdagangan, dan sektor keuangan juga memiliki laju pertumbuhan cukup tinggi dan lebih tinggi dibandingkan tahun 2010. Sektor yang memiliki kontribusi dan peranan besar terhadap perbaikan kinerja perekonomian Provinsi Papua adalah sek-

tor industri pengolahan, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan. Sementara pertumbuhan ekonomi di Provinsi Papua ditopang oleh tingginya kinerja sektor kontruksi, dan sektor pengangkutan dan komunikasi. Sementara untuk kinerja sektor pertambangan dan penggalian Provinsi Papua menunjukan kinerja yang melambat dibandingkan tahun sebelumnya.

b. Perindustrian Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang Provinsi Papua triwulan II-2013 mengalami peningkatan sebesar 3,02 persen dari triwulan I-2013.

43


PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

Kenaikan harga BBM mulai 21 Juni 2013 tampaknya tidak menurunkan produksi industri manufaktur besar dan sedang pada triwulan II-2013 dibandingkan produksi industri pada triwulan I-2013. Jika dibandingkan pertumbuhan produksi triwulan II-2012, pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Besar dan Sedang (y-on-y) Provinsi Papua triwulan II-2013 juga mengalami peningkatan, yaitu sebesar 6,94 persen. Hal ini dapat disebabkan karena seluruh perusahaan industri manufaktur besar dan sedang di Provinsi Papua aktif berproduksi sepanjang triwulan II-2013, sedangkan pada triwulan II2012 ada perusahaan yang tidak berproduksi karena masalah kelangkaan bahan baku industri. Dari beberapa jenis industri manufakturbesar dan sedang yang ada di Provinsi Papua, hanya Industri Makanan (KBLI 10) dan Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus (tidak termasuk furnitur) dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan sejenisnya (KBLI 16) saja yang dapat dipublikasikan. Hal ini disebabkan karena tidak semua jenis industri manufaktur besar dan sedang memenuhi syarat penghitungan pertumbuhan produksi industri, karena jumlah perusahaannya yang terlalu sedikit. Sedangkan pertumbuhan

44

Produksi Industri Manufaktur Mikro dan Kecil Provinsi Papua triwulan II-2013 mengalami peningkatan sebesar 3,17 persen dari triwulan I-2013. Faktor cuaca yang lebih kondusif yang turut menentukan masalah pengadaan dan harga bahan baku industri kemungkinan dapat mempengaruhi peningkatan produksi industri triwulan II dibandingkan triwulan I. Jika dibandingkan pertumbuhan produksi triwulan II-2012, pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro dan Kecil (y-on-y) Provinsi Papua triwulan II tahun 2013 juga mengalami peningkatan sebesar 4,41 persen. Hal ini dapat disebabkan karena meningkatnya permintaan konsumen terhadap produk-produk industri tertentu pada

BAB IIl

triwulan II-2013, khususnya industri furnitur dan barang galian bukan logam, dibandingkan triwulan yang sama tahun 2012. Penurunan produksi terjadi pada Industri Pakaian Jadi dan Industri Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya yang cukup tinggi. Penurunan produksi juga terjadi pada Industri Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya dan Industri Kayu, Barang dari Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus (Tidak Termasuk Furnitur) dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan Sejenisnya (c-to-c) yang cukup tinggi, penurunan produksi ini disebabkan karena kesulitan dalam hal pengadaan bahan baku industri pada triwulan I karena cuaca yang kurang mendukung.


BAB IIl

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

c. Perkembangan Investasi Pemerintah Pusat menargetkan investasi di Papua pada 2014 sebesar Rp14 triliun. Hal ini disampaikan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Provinsi Papua, investasi di Provinsi Papua selama lima tahun terakhir terus mengalami peningkatan yang sangat pesat. Perkembangan ini membuat BKPM Provinsi Papua mulai berani mematok target di tahun 2013 lalu untuk realisasi investasi Rp5,6 triliun. “Namun, ternyata sampai September 2013 telah tercapai Rp18,5 triliun alias over target atau tercapai 330 persen. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,4 persen yang ditargetkan, dibutuhkan investasi sebesar Rp390,3 triliun lebih. Untuk investasi Penanaman Modal Asing (PMA), Papua menempati urutan keempat di Indonesia dari 34 provinsi. Jadi, dalam investasi ini, Papua menjadi sangat diperhitungkan sebagai daerah tujuan investasi dari 34 provinsi di Indonesia. Dalam perkembangan investasi di Provinsi Papua lima tahun terakhir, terhitung 2008–2013 ini, selalu mengalami kenaikan yang sangat menggembirakan baik untuk realisasi investasi dari PMA maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Pasalnya, jika dilihat dari angka kenaikannya realisasi investasi di Provinsi Papua itu, maka PMDN jauh lebih besar. Padahal, sebelumnya PMDN sangat ketinggalan, namun setelah ada berbagai perbaikan investasi naik lebih cepat. Kenaikan realisasi investasi PMDN yang paling menonjol terjadi pada tahun 2012, yakni PMDN mengalami kenaikan 155,97 persen dibandingkan tahun sebelumnya. “Ini realisasi yang penting, bukan rencana investasi. Untuk tahun 2013, perkiraan hitungan sementara kenaikannya memang sedikit sekitar 27,8 persen, karena tahun lalu mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Realisasi investasi PMA memang perkembangannya berfluktuasi, karena sangat tergantung dari situasi perekonomian dunia. Misalnya, jika ada gejolak atau krisis moneter maka investor berhenti melakukan investasinya.Provinsi Papua tidak sama dengan Pulau Jawa, sehingga sehebat-hebatnya investor yang sukses di Pulau Jawa belum tentu bisa sukses di Tanah Papua.

45


PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

d. Pertanian Perkembangan produksi dan luas panen padi di Wilayah Papua tahun 2012 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2012. Pada tahun 2012 produksi mencapai 143.621 ton dengan luas panen 36.074 ha, dengan produktivitas padi sekitar 39,81 ku/ha jauh lebih rendah dibandingkan terhadap rata-rata produktivitas padi nasional. Sebaran produksi dan luas panen terbesar di Wilayah Papua tedapat di Provinsi Papua. Perkembangan tanaman palawija di Wilayah Papua, produksi dan luas panen terbesar tanaman palawija, adalah ubi jalar dan ubi kayu. Pada tahun 2012, tercatat produksi ubi jalar sebesar 384.536 ton per tahun dengan luas panen 35.809 ha, sementara untuk produksi ubi kayu sebesar 53.552 ton per tahun dengan luas panen sebesar 4.428 ha. Selain ubi jalar dan ubi kayu, jagung memiliki produksi dan luas panen cuku besar di wilayah papau, produksi jagung tahun 2012 mencapai 8.780 dengan luas panen 3.685 ha Produksi tanaman palawija terbesar terkonsentrasi di Provinsi Papua, produksi ubi jalar sebesar 350.742 ton per tahun dengan luas panen sebesar 34.696 ha; roduksi ubi kayu sebesar 36.125 ton per tahun dengan luas panen 2.947 ha dan Produksi jagung dengan jumlah produksi terbesar 6.812 ton per tahun

46

BAB IIl


BAB IIl

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

e. Perkebunan Luas areal tanaman perkebunan pada tahun 2008 sebesar 127.705 ha dengan produksi tanaman perkebunan sebesar 108.178 ha. Sebagian besar area perkebunan adalah perkebunan rakyat (65,9%), disusul kemudian perkebunan swasta (26,04%). Pada tanaman perkebunan rakyat komposisi terbesar adalah kelapa sawit (49,41%) dan kelapa 19,87%. Tanaman perkebunan di Papua dengan produksi dan luas areal terbesar adalah Kelapa sawit, kelapa, dan kopi. Pada tahun 2011 tercatat produksi kelapa sawit mencapai 138.006 ton per tahun dengan luas areal 60.214 ha, produksi kelapa mencapai 30.241 ton dengan luas areal 50.141 ha, dan produksi kopi sebesar 1.897 ton dengan luas areal 10.133 ha. Peyebaran untuk produksi kelapa sawit, kelapa, dan kopi paling besar di Provinsi Papua. Sementar, saat ini perkembangan untuk perkebunan kelapa sawit cukup tinggi, karena ekspansi perkebunan sawit banyak dikembangan di Wilayah Papu-

f. Peternakan Jumlah sapi dan kerbau pada 1 Mei 2013 sebanyak 80.128 ekor, terdiri dari 79.574 ekor sapi potong, 5 ekor sapi perah dan 549 ekor kerbau. Jumlah sapi potong betina lebih tinggi bila dibandingkan dengan jumlah sapi potong jantan. Hasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan bahwa jumlah sapi potong betina sebanyak 52.454 ekor dan jumlah sapi potong jantan sebanyak 27.120 ekor. Sedangkan sapi perah betina sebanyak 3 ekor dan jumlah sapi perah jantan hanya sebanyak 2 ekor. Sementara itu populasi kerbau betina sebanyak 385 ekor dan jumlah kerbau jantan sebanyak 164 ekor.

47


PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

BAB IIl

Secara umum populasi sapi dan kerbau terbesar di Provinsi Papua berada di Kabupaten Merauke sebanyak 27.962 ekor atau sebanyak 34,90 persen disusul Kabupaten Keerom sebesar 11.339 ekor (14,15%) dan Kabupaten Jayapura 10.829 ekor (13,51 %). Ada 2 kabupaten yang tidak ditemukan sapi dan kerbau yaitu Kabupaten Nduga dan Intan Jaya. Untuk wilayah yang ada sapi dan kerbau, Kabupaten Yalimo adalah wilayah dengan jumlah sapi dan kerbau paling sedikit (5 ekor). Jumlah sapi potong terbanyak terdapat di Kabupaten Merauke, yaitu sebanyak 27.465 ekor, dan jumlah sapi perah terbanyak adalah Kabupaten Deiyai dengan jumlah sapi perah sebanyak 2 ekor. Sedangkan jumlah ternak kerbau terbesar berada di Kabupaten Merauke yang berjumlah 497 ekor.

g. Perikanan dan Kelautan Produksi perikanan dan kelautan di Wilayah Papua terdiri dai perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Produksi terbesar perikanan tangkap berasal dari perikanan tangkap laut, perkembangan produksi perikanan tangkap dalam kurun waktu 2007-2010 rata-rata meningkat. Sementara untuk perkembangan budidaya perikanan terdiri dari perikanan budi daya laut, tambak, kolam, karamba, jaring apung dan sawah (mina padi). Perkembangan produksi perikanan budidaya di Wilayah Papua antar tahun 2005 dan 2010 rata-rata meningkat. Produksi perikanan budidaya terbesar di Papua adalah jenis budidaya laut. Sebaran produksi perikanan budidaya laut terbesar terdapat di Provinsi Papua Barat, dan untuk perikanan budidayta kolam terbesar di Provinsi Papua.

48


BAB IIl

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

h. Kehutanan Luas kawasan hutan Papua berdasarkan Keputusan Menhut Nomor 891/Kpts-II/1999 seluas 42,224 juta Ha. Kawasan hutan tersebut dibagi dalam kelompok fungsi hutan lindung, hutan suaka alam dan pelestarian alam, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, hutan produksi yang dapat dikonversi dan kawasan perairan. Pengelolaan hutan produksi lestari memerlukan perencanaan yang disusun berdasarkan padakondisi potensi hutan yang ada. Dengan demikian perhitungan potensi hutan bersama-sama dengan perhitungan kawasan hutan mempunyai peran yang sangat vital dalam perencanaan pengelolaan hutan produksi. Jenis-jenis hasil hutan kayu yang dimanfaatkan dikelompokkan; Kelompok Meranti terdiri dari: Matoa (Pometia spp.), Merbau (Instiaspp), Mersawa (Anisoptera spp),Kenari (Canarium spp.), Nyatoh (Palaquium spp.), Resak (Vatica spp.), Pulai (Alstonia spp.), Damar (Agathis spp.), Araucaria (Araucaria spp.), Kapur (Dryobalanops spp.), Batu (Shorea spp.), Mangga hutan (Mangifera spp.), Celthis (Celthisspp.), dan Kayu Cina (Podocarpus spp.) Kelompok Kayu Campuran terdiri dari; Ketapang, Binuang, Bintangur, Terentang,Bipa, Kayu Bugis, Cempaka, Pala hutan. Kelompok Kayu Indah terdiri darijenis; Dahu (Dracontomelon spp.),Linggua (Pterocarpus spp.), dan Kuku.Potensi kayu ini sudah dimanfaatkan, diusahakan dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan industri pengolahan kayu

49


PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

BAB IIl

i. Pertambangan dan Energi 1. Energi Kapasitas terpasang energi listrik PLN pada tahun 2011di Wilayah Papua mencapai 147,31 Mw. Kapasitas terpasang di Provinsi Papua sebanyak 62,21 persen, dan sisanya di Wilayah Papua Barat. Kedua pembangkit besar tersebut sebagian besar bersumber dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), yakni mencapai 97,26 persen. Penggunaan energi untuk pelanggan rumah tangga di Wilayah Papua selama periode 20092011 bertumbuh sebesar 27 persen. Rasio elektrifikasi tertinggi pada tahun 2011 di Provinsi Papua Barat sebesar 54,29 persen, lebih tinggi dibanding Provinsi Papua sebesar 30,79 persen. Perkembangan rasio elektrifikasi di Wilayah Papua dalam periode 2009-2011, meningkat sebesar 8,89 persen. Konsumsi energi listrik perkapita pada tahun 2011, tertinggi di Papua Barat sebesar 386,54 kWh/kapita, lebih tinggi dibanding di Wilayah Papua sebesar 174,25 kWh/kapita. Perkembangan konsumsi listrik selama periode 2009-2011 di Wilayah Papua, menurun sebesar 14,32 kWh/kapita.

2. Pertambangan Sumberdaya alam lainnya adalah pertambangan, diantaranya batu bara, gas bumi dan minyak bumi yang cukup berlimpah. Perkembangan produksi batu bara nasional tahun 2004-2011 meningkat dengan produksi batubara hingga akhir tahun 2011 mencapai 290 juta ton. Total sumberdaya batu bara nasional tahun 2011 adalah sebanyak 105.187,44 juta

50


BAB IIl

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

j. Transportasi dan Komunikasi 1. Transportasi. Semenjak pemberlakuan otonomi daerah, Provinsi Papua dituntut untuk lebih mandiri dalam pembangunan daerahnya dan pembangunan daerah Papua akan berjalan lancar jika distribusi barang, jasa, maupun manusia berjalan sebagaimana mestinya. Perbedaan spasial yang ada antara kota-kota besar di Papua dan daerah pedalaman memberikan hambatan yang cukup besar dalam distribusi Selama ini distribusi barang dan jasa yang mampu mengcover seluruh wilayah Papua cukup mengandalkan sarana transportasi udara berupa penerbangan perintis. Melalui penerbangan perintis, kebutuhan akan distribusi barang dan jasa dapat tercover, mengingat hambatan spasial yang tidak dapat diatasi oleh sarana transportasi darat. Namun, selama ini titik pusat penerbangan perintis di Papua hanya terdapat di kota-kota besar seperti Jayapura, Merauke, Manokwari, Sorong, dan Biak. Disamping itu armada penerbangan perintis yang terdapat di Papua masih belum memadai dalam mengcover seluruh distribusi barang agar lebih cepat dan memiliki kuantitas yang besar. Hal ini disebabkan pesawat angkut yang selama ini melayani rute penerbangan perintis tersebut masih berupa pesawat berbaling-baling berbadan kecil disamping kondisi bandara yang ton. Potensi batu bara di Wilayah Papua sekibelum mampu didarati pesawat sekelas tar 128,57 juta ton atau sebesar 0,12 persen Boeing 737. dari total potensi batu bara nasional. Untuk potensi gas bumi, wilayah Papua memiliki 2. Telekomunikasi potensi gas bumi sebesar 23,91 TSCF (Trillion Square Cubic Feet) atau sebesar 23,45 Ketersediaan infrastruktur telekomunipersen dari potensi cadangan gas bumi kasi memiliki peran penting dalam mennasional. Sementara untuk minyak bumi, dukung interaksi sosial dan ekonomi mascadangan minyak bumi Indonesia mencapai yarakat. Sejalan dengan perkembangan 7.039,57 MMSTB (Million Stock Tank Barteknologi, disamping penggunaan Telpon rels/Cadangan Minyak Bumi) dengan cadan- Kabel juga telah marak digunakan Telepon gan minyak bumi di Wilayah Papua mencaSeluler hingga sampai di perdesaan .Napai sekitar 66,73 MMSTB atau sebesar 0,91 mun demikian, distribusi infrastruktur telepersen dari cadangan minyak bumi nasional. komunikasi tersebut masih belum merata,

51


PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

BAB IIl

sehingga masih banyak desa-desa yang belum memperoleh pelayanan Telpon Kabel, atau belum mampu menjangkau sinyal telepon seluler. Untuk mendukung jangkauan sinyal telepon seluler tersebut, pada dasarnya dapat diindikasikan oleh adanya Base Transceiver Station (BTS) atau Menara Telepon Seluler di sekitar wilayah tersebut. Berdasarkan ketersediaan layanan telpon kabel dan kemampuan menerima sinyal telpon Seluler antar provinsi, layanan telpon kabel terbanyak adalah di Provinsi Papua sebanyak 88 desa/kelurahan, dan menurut persentasenya adalah sebesar 4,2 persen di Provinsi Papua Barat. Berdasarkan desa/kelurahan yang menerima sinyal telpon seluler dengan intensitas sinyal lemah sampai kuat baru mencapai sekitar 89,9 persen, namun diantaranya terdapat (17.272 desa/kelurahan) atau 22 persen yang masih menerima sinyal lemah.

k. Air bersih Ketersediaan infrastruktur air bersih merupakan aspek penting bagi masyarakat untuk mendukung penyediaan air bersih bagi kehidupan sehari-hari. Perusahaan Air Minum (PAM)/Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang merupakan lembaga pengolahan air minum hingga saat ini masih sangat terbatas pelayanannya. Berdasarkan data PODES 2011, Pelayanan PAM/PDAM di Wilayah Papua hanya baru menjangkau 3 persen dari total desa/kelurahan baik di Provinsi Papua maupun Papua Barat. Untuk memperoleh air bersih sebagian besar masyarakat (51%) di Wilayah Papua tergantung pada mata air. Kondisi yang paling memprihatinkan dalam memperoleh air bersih adalah bagi masyarakat yang tergantung terhadap air hujan.Kondisi ini, paling banyak dihadapi oleh masyarakat di Provinsi Papua yaitu mencapai 452 Desa, sementara menurut persentase desa/kelurahan di Provinsi Papua Barat mencapai 15 persen.

52


BAB IIl

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

l. Pariwisata Obyek Wisata yang ada di Provinsi Papua adalah : Taman Nasional Lorenz, Pegunungan Cycloops, Danau Sentani, Air Terjun Kemiri, Pantai Amay (Tablasufa), Pantai Tablanusu, Pegunungan Dafonsoro. Potensi pariwisata yang dimiliki Provinsi Papua hampir terlengkap di Indonesia. Alamnya masih asli, budaya yang khas dan unik, minat khusus bahari pun tak kalah menarik dengan daerah lain di Indonesia bahkan mancanegara sekalipun. Semuanya ini belum disentuh bahkan ditata untuk menjadi obyek dan daya tarik unggulan bagi kunjungan wisatawan, terutama salju abadi di pegunungan tengah dan taman Nasional Lorentz yang luasnya mencapai 2.505.600 hektare. Kawasan tersebut merupakan kawasan

konservasi terluas di Asia Tenggara, berada pada ketinggian 0-4.884 m dpl dan tersebar di 4 Kabupaten, yaitu Kabupaten Jayawijaya, Mimika, Puncak Jaya dan Asmat. Taman Nasional Lorentz bukanlah kawasan konservasi biasa seperti kawasan lainnya. Pada tanggal 12 Desember 1999 PBB melalui United Nation Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) secara resmi menetapkan kawasan itu sebagai situs alam warisan dunia yang memiliki kurang lebih 43 jenis ekosistem. Kawasan Daerah Tropis yang memiliki gletser ( Puncak Cartenz) dan danau Habema yang menakjudkan, dihiasi padang rumput alpin dan rawa-rawa. Kemudian ada lagi Taman Nasional Wasur di Merauke dengan berbagai spesies mamalia. Taman Nasional Teluk Cenderawasih dengan berbagai biota laut dan karang yang indah serta tidak ketinggalan pula potensi budaya yang biasanya ditampilkan pada Festival Lembah Baliem dan Asmat serta kegiatan pariwisata lainnya berupa Trekking, Hiking, Hunting dan Adventuring.

53


PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

BAB IIl

m. Sumber Daya Manusia 1. Pendidikan Seiring dengan muatan kewenangan yang dikandung oleh UU Nomor 22 Tahun 1999, maka kebijakan pembangunan Kabupaten/ Kota di Provinsi Papua diarahkan pada empat titik krusial, mencakup sektor : pendidikan, kesehatan, ekonomi rakyat, dan infrastruktur perhubungan. Dalam bidang pendidikan, implementasi kebijakan pemerintah kabupaten/ kota masih dihadapkan pada situasi problematik yang amat serius. Di satu pihak ada keinginan yang sangat kuat untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia terdidik dan terampil, tetapi di lain pihak daya dukung institusi pendidikan ke arah itu ternyata tidak cukup kuat. Walau keinginan memajukan sektor pendidikan telah dibangun atas dasar dengan komitmen politik pemerintah daerah yang telah termanifestasikan ke dalam berbagai bentuk kebijakan dan rogram, tetapi ternyata belum memperoleh respon dukungan optimal dengan tindakan administratif dan manajemen institusi pada tataran birokrasi pendidikan. Pada tahun 2012 (2013 ??) jumlah SD/MI sebanyak 197 dengan 31.000 siswa dan tenaga pengajar 1.021 orang. Jumlah SLTP/ MTs sebanyak 36 dengan 9.184 siswa dan tenaga

54

pengajar 1.021 orang. SMU sebanyak 14 dengan 4.286 siswa dan tenaga pengajar 332 orang. SMK sebanyak 13 dengan 3.118 siswa dan tenaga pengajar 292 orang. Sedangkan untuk perguruan tinggi sebanyak 10 dengan 3.419 mahasiswa dengan 428 dosen.

2. Kesehatan Provinsi Papua memiliki 29 rumah sakit, sedangkan jumlah Puskesmas di Provinsi Papua tahun 2012 (2013 ??) adalah 360 puskesmas dengan 93 puskesmas perawatan dan 267 puskesmas non perawatan. Hampir semua kab/kota di Papua yang mempunyai puskesmas perawatan kecuali Kab. Memberamo Tengah dan Kab. Puncak. Rasio dokter umum di Indonesia tahun 2011 (2013 ??) adalah 13,7 per 100.000 penduduk,

dengan rentang 6,4-39,7 per 100.000 penduduk. Di sebagian besar provinsi rasio dokter per 100.000 penduduk di atas angka nasional. Papua termasuk rasio dokter per 100.000 penduduk di atas angka nasional (21,8). Bila dilihat berdasarkan target rasio dokter per 100.000 penduduk yaitu 40, maka untuk tingkat nasional dan seluruh provinsi belum ada yang mencapai target. Kabupaten/kota di Papua, rasio dokter per 100.000 penduduk tertinggi adalah di Kab.Boven Digoel,sedangkan yang paling rendahad alah di Kab. Intan Jaya. Ada 4 kabupaten/kota yang sudah memenuhi sasaran rasio dokter umum 40 per 100.000 penduduk yaitu : Kab. Boven Digoel, Kab. Sarmi, Kab. Asmat dan Kab.Jayapura.


BAB IIl

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

bukan makanan lebih besar di perkotaan daripada di perdesaan. Peranan komoditi makanan terhadap GK jauh lebih besar Selama empat belas tahun terakhir dibandingkan peranan komoditi bukan (1999-2013) kondisi kesejahteraan masmakanan (perumahan, sandang, pendiyarakat Papua kian membaik. Tercatat persentase penduduk miskin pada periode dikan, dan kesehatan), yaitu 75,44 persen tersebut menurun secara signifikan sebe- (Rp237.652,-) berbanding 24,56 persen (Rp77.372,-). Komoditi makanan yang sar 23,62 persen, yaitu dari 54,75 persen berpengaruh besar terhadap GK di perkopada Maret 1999 menjadi 31,13 pada taan adalah beras, rokok kretek, ikan, telur Maret 2013. ayam ras, dan gula pasir. Sedangkan koPada lima tahun pertama Otonomi Khu- moditi yang berpengaruh besar terhadap GK di perdesaan adalah ketela rambat, sus (Otsus) Papua berjalan (2001-2005) beras, ketela pohon, rokok, gula pasir, dan persentase penduduk miskin menurun daging babi. sebesar 0,97 persen, yaitu dari 41,80 persen menjadi 40,83 persen. Sedangkan Pada periode September 2012 – Maret pada lima tahun kedua pelaksanaan Otsus 2013, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) (2006-2010) persentase penduduk miskin menurun sebesar 4,72 persen. Penurunan dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) persentase penduduk miskin terbesar ter- menunjukkan kecenderungan menurun. jadi pada periode Maret 2010 - Maret 2011 Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung di mana terdapat 4,82 persen penduduk makin mendekat dari garis kemiskinan yang pada tahun 2010 penghasilannya dan ketimpangan pengeluaran penduduk di bawah garis kemiskinan kini bergeser miskin juga semakin mengecil. menjadi tidak miskin.

3. Tingkat Kemiskinan

Kini jumlah penduduk miskin di Papua (Maret 2013) sebesar 1.017,36 ribu orang atau sebesar 31,13 persen. Dibandingkan dengan penduduk miskin pada enam bulan sebelumnya (September 2012) yang berjumlah 976,370 jiwa atau 30,66 persen, berarti jumlah penduduk miskin bertambah sebesar 41 ribu orang atau 0,47 persen.

4. Angkatan kerja

Jumlah angkatan kerja dan penduduk yang bekerja di Papua pada Agustus 2013 mengalami penurunan dibanding periode sebelumnya. Tercatat jumlah angkatan kerja pada Agustus 2013 mencapai 1.688.876 orang, berkurang sekitar 4.818 orang dibanding jumlah angkatan kerja Februari 2013 dan naik sebanyak 103.442 orang dibanding angkatan kerja pada Agustus Dilihat menurut tipe daerahnya, pen2012. Sedangkan jumlah penduduk yang duduk miskin terkonsentrasi di daerah bekerja pada Agustus 2013 mencapai perdesaan. Pada Maret 2013 terdapat 1.634.332 orang, berkurang sekitar 11.706 sebanyak 965,46 ribu orang (39,92 persorang dibandingkan Februari 2013 dan beren) penduduk miskin hidup di perdesaan tambah sekitar 106.399 orang dibanding sedangkan di perkotaan hanya sebesar keadaan setahun yang lalu (Agustus 2012). 51,90 ribu orang (6,11 persen). Garis Kenaikan jumlah penduduk bekerja, tidak Kemiskinan (GK) daerah perkotaan pada sejalan dengan Tingkat Partisipasi AngMaret 2013 sebesar Rp362.401,- lebih tinggi dari GK perdesaan yang hanya sebe- katan Kerja (TPAK) yang cenderung mensar Rp298.395. Hal ini berarti, biaya untuk galami penurunan, dimana TPAK Papua memenuhi kebutuhan hidup minimal yang pada Agustus 2013 tercatat sebesar 78,01 persen. layak (basic needs) untuk makanan dan

55


PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

BAB IIl

status pekerjaan: berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar sebesar 484.107 Jumlah pengangguran di Provinsi Paporang (29,62 persen) dan buruh/karyawan ua pada Agustus 2013 mencapai 54.544 sebesar 286.252 orang (17,51 persen). orang atau 3.23 persen dari total angkatan Status berusaha dibantu buruh tetap/bukerja. Dibandingkan keadaan Februari 2013 ruh dibayar dan status pekerja bebas, baik mengalami kenaikan sebesar 6.888 orang, di pertanian maupun non pertanian memsedangkan dibanding keadaan Agustus punyai persentase terkecil dimana mas2012 mengalami penurunan sebesar 2.957 ing-masing status dan jumlahnya kurang orang. Jika dilihat dari indikator Tingkat dari dua persen. Pengangguran Terbuka (TPT), maka selama setahun terakhir TPT mengalami Pada Agustus tahun 2013 ini, jumlah penurunan yaitu dari 3,63 menjadi 3,23. pekerja di Indonesia didominasi oleh pekerja dengan pendidikan SD ke bawah Struktur lapangan pekerjaan di Provinsi yaitu sekitar 52,02 juta orang (46.95 persPapua hingga Agustus 2013 tidak menen) dari seluruh penduduk yang bekerja. galami perubahan, dimana sektor pertaDemikian halnya dengan keadaan di Papnian masih menjadi penyumbang penyerua, jumlah pekerja di Papua masih didomapan tenaga kerja terbesar. Tercatat pada inasi oleh pekerja pada jenjang pendidikan Agustus 2013 jumlah pekerja di sektor ini SD ke bawah sekitar 1,07 juta orang adalah sebesar 72,90 persen dari total (63,29 persen), sedangkan jumlah pekerangkatan kerja yang aktif secara ekonomi. ja dengan pendidikan tinggi masih relatif Dilihat menurut status pekerjaan utama, kecil. Pekerja dengan pendidikan Diploma dari 1.634.332 orang yang bekerja pada hanya sebesar 28.701 orang (1,70 persen), Agustus 2013, status pekerjaan utama dan pekerja dengan pendidikan sarjana hayang terbanyak adalah sebagai pekerja nya sebesar 86.573 orang atau 5,13 perstidak dibayar/pekerja keluarga sebesar en dari seluruh penduduk yang bekerja di 603.651 orang (36,94 persen), diikuti provinsi Papua.

5. Tingkat Pengangguran Terbuka

56


BAB IIl

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

14 PermasalahanYang Dihadapi. Berdasarkan kondisi pembangunan dinamis Provinsi Papua dan penyelenggaraan pembangunan yang dilaksanakan, dapat ditemukan beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain :

a Pembangunan infrastruktur belum sepenuhnya dapat tercapai

dengan pendapatan daerah Provinsi Papua yang mencapai Âą8 Triliun Rupiah. Contohnya pembangunan jalan, pemenuhan energi listrik dan air bersih.

b Tingginya tingkat illegal logging (pencurian kayu), illegal fishing (pencurian ikan) dan smuggling (penyelundupan) yang banyak terjadi di Papua.

c Faktor utama yang menyebabkan tingginya angka smuggling ini adalah kesenjangan kesejahteraan rakyat di daerah perbatasan serta kurangnya SDM yang melakukan pengawasan terhadap kegiatan ekspor-impor.

d Permasalahan selanjutnya adanya saling tumpang tindih pemberian ijin/ hak penggunaan lahan antara perusahaan/ swasta, pemerintah dan pemerintah daerah sendiri dan masyarakat.

e Permasalahan sengketa lahan yang disebabkan oleh pemberian sertifikat dan ijin

pengelolaan tanah oleh pihak–pihak berwenang yang masih tumpang tindih dengan hak ulayat masyarakat.

f Kemampuan penanganan kebakaran hutan bercocok tanam berpindah-pindah, sehingga perlunya pemerintah daerah untuk mensosialisasikan dan membina masyarakat cara bercocok tanam yang baik tanpa merusak lingkungan.

g Pembangunan dan pengelolaan daerah perbatasan (pulau terluar) dengan negara tetangga belum memadai.

h Permasalahan pembangunan daerah merupakan “gap expectation� antara kinerja

pembangunan yang dicapai saat ini dengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai di masa datang dengan kondisi riil saat perencanaan dibuat. Potensi permasalahan pembangunan daerah pada umumnya timbul dari kekuatan yang belum didayagunakan secara optimal, kelemahan yang tidak diatasi, peluang yang tidak dimanfaatkan, dan ancaman yang tidak diantisipasi dengan baik.

57


BAB IV

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KAB.RAJA AMPAT

KOTA SORONG

SUPIORI KAB.TAMBRAUW KAB.MANOKWARI

SORONG

BIAK NUMFOR

KAB.MAYBRAT

KAB.SORONG SELATAN

KEPULAUAN YAPEN

KAB.TELUK BINTUNI

JAYAPURA (K

SARMI MEMBRANO RAYA ANA OND UK W .TEL KAB

KAB.FAKFAK

WAROPEN JAYAPURA

KAB.KAIMANA NABIRE PANIAI DOGIYAI

KEEROM

PUNCAK JAYA INTAN JAYA

PUNCAK

TOLIKARA

MEMBRANO TENGAH YALIMO

LANNY JAYA JAYAWIJAYA

DEIYAI NDUGA

YAHUKIMO

PEGUNUNGAN BINTANG

MIMIKA

ASMAT

BOVEN DIGOEL

MAPPI

MERAUKE


BAB IV

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

15 Umum alam konstelasi geografis wilayah NKRI, wilayah Papua mempunyai letak yang strategis, terletak berbatasan langsung dengan PNG dan memberikan pengaruh positif maupun negatif. Pengaruh positif maupun negatif. Pengaruh positif yaitu dapat memberikan peluang bagi kegiatan ekonomi antar kedua wilayah, sedangkan pengaruh negatifnya dapat berupa ancaman terhadap pelanggaran batas wilayah, penyelundupan dan permasalahan di perbatasan yang muncul seperti illegal logging, illegal fishing, illegal mining dan illegal trading serta masalah kedaulatan negara sampai dengan hilangnya patok perbatasan antar negara. Wilayah perbatasan dalam konstelasi nasional merupakan garda terdepan bagi pengamanan wilayah teritorial NKRI. Adanya isu tentang referendum agar Papua pisah dari NKRI, menjadi potensi ancaman disintegrasi sekaligus menunjukkan dinamika demokratisasi di Tanah Papua. Faktor utama dari masih berkembangnya isu tentang referendum adalah pemahaman sejarah tentang Papua yang belum dapat diterima secara utuh oleh sebagian kecil rakyat Papua. Pemahaman sejarah Papua yang tidak komprehensif dapat terjadi karena berkembangnya opini tentang perlunya pelurusan sejarah atas Papua dari persepsi orang asli Papua yang menilai bahwa telah terjadi genosida sejak 1961, hampir 10.000 jiwa mati karena kekerasan militer dan tindakan aneksasi Republik Indonesia melalui operasi militer. Pelaksanaan Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) menurut mereka tidak one man one vote, dan New York Agreement 1962 dipandang tidak adil karena adanya campur tangan dari pemerintah Belanda kepada UNTEA dan dari UNTEA kepada Pemerintah RI.

KOTA BARU

TANAH BUMBU

59


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

16 Pengaruh Internal a. Geografi Provinsi Papua terletak antara 20 25’ – 20 Lintang Utara dan antara 90 – Lintang Selatan, dan 1300 - 1410 Bujur Timur, merupakan provinsi terluas di Indonesia (317.062 Km2) dengan ibukota Jayapura, terdiri dari 19 Kabupaten dan satu Kotamadya Jayapura. Memiliki perbatasan darat dengan negara PNG dan sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Irian Jaya Barat. Perbatasan RI dengan PNG terletak di Kabupaten Keerom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Boven Diegoel dan Kabupaten Merauke. Panjang perbatasan 760 Km dengan 52 pilar/patok batas. Secara fisik kondisi wilayah perbatasan ini bergunung-gunung dan sulit ditembus dengan sarana perhubungan biasa atau kendaraan roda empat. Namun demikian kondisi geografi tersebut telah merangsang percepatan pertumbuhan perekonomian Provinsi Papua yang ditandai dengan adanya pembangunan disegala bidang khususnya dengan adanya semakin berkembangnya berbagai infrastruktur dan sentra-sentra perekonomian berupa: perkantoran, permukiman baru, pusat-pusat perdagangan berupa fasilitas pertokoan, perhotelan, dan berbagai fasilitas publik penunjang lainnya pada kabupaten/ kota di Provinsi Papua.

b. Demografi Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Wilayah Papua adalah sebesar 3,59 juta orang, meningkat sebanyak 1,38 juta dari tahun 2000. Penduduk Wilayah Papua meliputi 1,5 persen dari penduduk Indonesia, dan merupakan konsentrasi penduduk terendah setelah wilayah Maluku (1,1%). Ditinjau dari segi komposisi antara masyarakat asli Papua (pribumi) perbandingannya antara 60% berbanding 40%. Pola penyebarannya beragam, mengikuti pertumbuhan pola kehidupan perekonomian dan sosial budaya terdiri dari pola penyebaran garis pantai, perkotaan, pedalaman/pedesaan, garis sungai dan rawa serta perpencar tidak beraturan dan di pedalaman Papua sebagian masyarakat masih nomaden.

c. Sumber Kekayaan Alam Provinsi Papua memiliki potensi sumber kekayaan alam yang besar dan bervariasi yaitu SKA Dengan Migas dan Tanpa Migas yang merupakan primadona penopang pembangunan provinsi. SKA sebagai penggerak perekonomian utama Provinsi Papua ada pada sektor minyak dan energi, pertambangan, kehutanan, perkebunan, pertanian, kelautan dan perikanan, sebagai modal dasar pembangunan di Provinsi Papua.

60

BAB IV


BAB IV

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Selain di sektor Migas dan perkebunan, perkembangan di sektor pertambangan secara umum telah berkembang relatif pesat yang ditandai dengan banyaknya perusahaan yang turut serta berinvestasi di bidang ini, khususnya dalam mengeksplotasi granit, bauksit, timah, emas, batu bara, gambut, pasir kuarsa, sampai andesit. Masalah pengelolaan SKA ini juga cukup rawan bila tidak dikelola dengan baik, karena menyangkut kehidupan dan penghidupan masyarakat banyak, dan sebagai modal dasar pembangunan nasional di Provinsi Papua termasuk pembangunan di bidang pendidikan untuk meningkatkan daya saing bangsa.

d. Ideologi Secara umum dan secara psikologis masyarakat masih mudah terpengaruh oleh ide separatisme yang menjanjikan kemerdekaan bagi Papua. Pemahaman ideologi Pancasila sebagai falsafah bangsa dihadapkan kepada masyarakat yang umumnya memiliki tingkat pendidikan rendah dan mudah dipengaruhi oleh ide-ide separatis, maka ketahanan ideologi terhadap Pancasila di wilayah Papua masih rendah. Untuk mengatasi permasalahan dalam gatra Ideologi tersebut, dilakukan pembangunan nasional khususnya di bidang Ideologi Pancasila yang dimasukandalam Strategi Penguatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur yang akan dilakukan melalui kebijakan Peningkatan Wawasan Kebangsaan bagi aparatur melalui upaya-upaya berupa pelatihan, studi banding dan studi lanjut serta peningkatan pemahaman aparatur terhadap Ketahanan Nasional terkait dengan isu-isu lokal, regional maupun global yang akhir-akhir ini seringkali disalahtafsirkan sehingga mengarah kepada disintegrasi.

61


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

BAB IV

e. Politik Pemerintah telah menerbitkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Kebijakan ini menurut pemerintah merupakan jalan tengah dalam rangka meredam tuntutan rakyat Papua. Intinya otonomi khusus diberikan dalam rangka mengangkat kesejahteraan rakyat Papua ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Kemudian tahun 2004 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 54/2004 yang membertuk Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai amanah dari pelaksanaan UU 21/2004, dimana anggotanya teridiri dari wakil adat, agama dan perempuan yang berkewajiban untuk tetap mempertahankan NKRI, mengamalkan Pancasila dan UUD 1945, membina pelestarian kehidupan adat dan budaya asli Papua, membina kerukunan beragama dan mendorong pemberdayaan perempuan. Sebelum terbentuknya MRP pemerintah telah membuat Undang-undang dengan dibentuknya provinsi bari yaitu provinsi Papua Barat melalui UU 45/1999 sebagai upaya pemekaran Provinsi Papua. Keputusan MRP Nomor 14/MRP/2009 tanggal 26 November 2009 tentang penetapan Orang Asli Papua (OAP) sebagai syarat khusus dalam penentuan bakal calon Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota di Tanah Papua telah menimbulkan kontroversi di kalangan elit politik Papua. Hal tersebut dapat berimplikasi langsung menjadi faktor kerawanan yang signifikan dalam prosesi kegitan politik di Tanah Papua yang tidak menutup kemungkinan akan dimanfaatkan oleh kelompok GPK Papua. Implikasi tidak langsung, menguatnya sentimen conflict of interest antara MRP, DPRD dan eksekutif di Papua yang cendrung lebih mementingkan ego sektoral daripada kepentingan umum. Adanya kebijakan-kebijakan inilah akhirnya menurut kelompok seperatis GPK telah membingungkan rakyat Papua, mana yang harus dilakukan, apakah otonomi khusus, pemekaran 14 kabupaten yang diterbitkan pemerintah pusat ihwal pemekaran wilayah Papua ini, pada akhirnya menembulkan protes antara pro dan kontra dari rakyat Papua sendiri.

62


BAB IV

f.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Ekonomi Kondisi perekonomian pendatang lebih baik, serta belum adanya konsep ekonomi rakyat Papua yang konkrit dan mudah diimplementasikan di lapangan, karena masih banyak hambatan di bidang pemberdayaan ekonomi rakyat yang masih tergantung pada sumber daya alam setempat, sehingga berpotensi timbulnya kecemburuan sosial. Ketergantungan ekonomi wilayah Papua terhadap distribusi dari antar pulau sangat tergantung pada transportasi laut dan udara, sehingga harga barang primer dan sekunder sangat mahal dan tidak logis, khususnya daerah pegunungan.

g. Sosial Budaya Hubungan suku/etnisitas masyarakat Papua serta pengaruh adat sangat kuat sehingga sering mengakibatkan terjadinya kerawanan antar suku sesama Papua maupun terhadap suku pendatang. Perilaku mabuk dikalangan penduduk khususnya pribumi merupakan penyebab terjadinya berbagai tindak kriminal yang dapat meresahkan masyarakat. Tingkat kepatuhan dan loyalitas masyarakat terhadap pimpinan adat dan pimpinan agama sangat tinggi dan bahkan sering mengalahkan kepatuhan dan loyalitas masyarakat kepada aparat pemerintah (hukum adat lebih dominan dari pada hukum positif), sehingga setiap tahun hampir terjadi konflik perang suku maupun perang antar kampung. Tuntutan ganti rugi tanah (hak ulayat) sulit diselesaikan, karena tuntutan-tuntutan masyarakat kurang rasional dan sering diikuti dengan tindakan-tindakan kekerasan. Dan kurangnya sarana prasarana dan tenaga medis khususnya di daerah pedalaman sering menimbulkan korban akibat terlambatnya penanganan secara medis.

h. Pertahanan Keamanan Kelompok GPK di Papua melakukan manuver politik untuk mendapatkan dukungan domestik dan internasional antara lain melalui pengibaran bendera Bintang Kejora di beberapa daerah di Papua terlebih dengan hari-hari penting yang berkaitan dengan gerakan Papua Merdeka. Di samping masih melakukan aksi separatis bersenjata di wilayah Puncak Jaya, Memberamo, Sarmi, Timika (perbatasan RI-PNG). Masalah pelintas batas yang tidak dilengkapi kartu lintas batas, perebutan tanah ulayat dan pemanfaatan perbatasan darat kedua negara sebagai basis operasi kelompok GPK Papua, serta adanya dua desa yaitu Marantikin dan Warasmol yang terletak di wilayah Indonesia namun dihuni warga negara PNG akan terus berlanjut. Apabila masalah tersebut tidak diselesaikan secara menyeluruh akan berpotensi timbulnya konflik antara kedua negara.

63


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

BAB IV

17 Pengaruh Eksternal a Internasional. Pengaruh perubahan situasi global yang melanda Indonesia di era reformasi, memiliki dampak negatif terhadap kondisi politik dan keamanan di Papua. Globalisasi yang terjadi telah dimanfaatkan oleh kelompok separatis Papua dengan mengeksploitasi isu HAM, demokratisasi dan lingkungan hidup. Kelompok separatis GPK yang berjuang di garis politik telah melakukan konsolidasi kekuatan dengan kegiatan underground, mereka bersama dengan kelompok NGO anti pemerintah di luar negeri dalam rangka mendapatkan dukungan politik dan perjuangan melalui pendekatan etnis terhadap sejumlah negara di Malanesia Barat. Selain itu mereka juga melakukan lobby terhadap kelompok-kelompok NGO anti pemerintah di luar negeri, khususnya terhadap sejumlah yayasan di Australia dan Belanda. Ketika terpilihnya kembali Eni Faleomavaega sebagai anggota kongres AS dari perwakilan Samoa semakin memperkuat isu permasalahan Papua di forum internasional. Selama ini, sikap dan pendiriannya terhadap masalah Papua tidak konsisten. Peluncuran website ILWP (International Lawyers for West Papua) di Guyana, AS oleh Charles Foster dan Melinda Janki menunjukkan keberhasilan kelompok GPK Papua dalam melakukan lobby dan mencari dukungan dalam upaya status hukum Act of Free Choice tahun 1969 sebagai dasar penggabungan Irian Barat dengan Indonesia. Tantangan baru yang dihadapi Pemerintah Indonesia adalah manuver kelompok ILWP yang semakin intensif di dalam dan luar negeri sebagai upaya menarik perhatian AS dan dunia internasional. Modus yang digunakan adalah dengan mengeksploitasi dan memutarbalikkan

64

fakta/masalah, sejarah Pepeera adalah cacat hukum, HAM, lingkungan hidup dan kerterbelakangan di wilayah Papua selama 40 tahun bergabung dengan NIKRI. Dari hasil pendataan terhadap kunjungan sejumlah pejabat penting dari kedutaan-kedutaan besar di Jakarta, ataupun kunjungan sejumlah turis asing ke dalam wilayah Papua terdapat hal yang menarik, betapa mereka peduli untuk mendatangi daerah-daerah pedalaman di wilayah Papua, namun sebagai permasalahan adalah bahwa mereka sering melakukan kontak dengan kelompok-kelompok separatis di tiap-tiap daerah dan mengadakan pembicaraan tertutup tanpa di dampingi oleh pejabat yang berkompeten ataupun aparat keamanan di Papua. Kunjungan-kunjungan yang berbau politis sering dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok separatis Papua untuk memberikan informasi yang tidak benar terhadap para pejabat keduataan tersebut, berkaitan dengan penanganan pemerintah Indonesia terhadap daerah tersebut, isu pelanggaran HAM dan lain-lain. Diperkirakan sebagian besar dari orang-orang asing khususnya turis yang mendatangi wilayah Papua, selain menjadi turis mereka juga memiliki tujuan lain (melakukan kegiatan politik), karena diperkirakan meraka berasal dari kelompok-kelompok NGO yang memiliki kepentingan dengan Indonesia.


BAB IV

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

b Regional Masih aktifnya tokoh-tokoh GPK Papua seperti Beny Wenda, Jack Rumbiak, Jhon Rumbiak, Jhon Otto Ondowame dalam mencari dukungan luar negeri, khususnya di wilayah pasifik selatan seperti Australia, PNG, Vanuatu dan Selandia Baru dalam bentuk seminar, unjuk rasa dan memperingati hari-hari bersejarah GPK Papua serta pendekatan budaya, secara tidak langsung akan berdampak pada kebijakan-kebijakan politik luar negeri negara-negara tersebut terhadap Indonesia. Dari hasil lobby politik yang dilakukan di beberapa negara tersebut terdapat NKRI. Satu hal penting adalah tidak adanya dukungan dari kelompok negara ASEAN dan kelompok negara-negara di Forum Pasifik Selatan terhadap kelompok separatis di Papua.

65


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

BAB IV

18 Peluang dan Kendala Berdasarkan hasil analisa permasalahan pembangunan untuk masing-masing aspek dan urusan, serta kesepakatan dari para pemangku kepentingan maka permasalahan, peluang dan kendala yang dihadapi dalam pembangunan Provinsi Papua dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Peluang

66

1

Saat ini provokasi politik kelompok separatis cenderung berkurang, setelah meninggalnya tokoh utama Presidium Dewan Adat Papua (PDP) Theis H. Eluay dan PDP tidak melakukan pengkaderan yang disiapkan sebagai pemimpin pengganti di masa mendatang.

2

Sekalipun sama-sama bertujuan mendirikan negara Papua, baik kelompok separatis yang berjuang di garis politik yang berbasis di daerah pesisir, maupun kelompok gerakan separatis bersenjata (GSP B/P) di pedalaman, diperkirakan mereka belum mampu berkolaborasi dikarenakan adanya perbedaan kepentingan dari masing-masing kelompok.

3

Masih banyak tokoh pejuang (Trikora dan Pepera) yang masih tetap konsisten membela kedaulatan NKRI di Papua dan masih banyak tokoh masyarakat serta tokoh adat pro pemerintah di daerah pesisir yang dapat dipengaruhi.

4

Rancang program pembangunan kesejahteraan di daerah Papua yang tepat, efektif dan efesien serta berkesinambungan dengan sasaran penggalangan yang tepat dalam rangka meningkatkan peberantasan 4 K di Papua yaitu : kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan dan ketidakadilan. Jika dalam bentuk pembangunan fisik, seyogyanya benar-benar fasilitas tersebut sangat diperlukan dan dapat membantu masyarakat, khususnya masyarakat kecil di Papua.

5

Kuatnya dukungan internasional terhadap Indonesia, terutama dari negara-negara regional dan negara-negara besar seperti AS, Eropa, Australia dan lain-lain yang telah menolak mendukung kelompok separatis Papua.

6

Untuk mengambil hati masyarakat Papua, yang paling mudah adalah melalui


BAB IV

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

pendekatan kultur, budaya dan agama melalui LSM setempat yang dikombinasikan dengan pemberian kesejahteraan serta memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada mereka, untuk dapat berbakti kepada negara dengan memudahkan mereka menjadi pegawai pemerintah daerah, guru, perawat, TNI/Polri dan lain-lain. 7

Memberikan kursus-kursus singkat semacam balai-balai latihan kerja yang aplikatif dan mempekerjakan kelompok masyarakat pesisir khususnya masyarakat kecil Papua (kaum muda) di daerah-daerah lain di luar Papua.

8

Untuk mencegah keinginan memisahkan diri suatu daerah dari wilayah NKRI, melalui referendum, pemerintah memberikan status otonomi khusus di Provinsi Papua sebagaimana yang terkandung dalam Undang-undang Nomor 21 tahun 2001. Status otonomi khusus ini memungkinkan dimilikinya semua kewenangan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di Provinsi Papua khususnya bidang pedidikan, kesehatan, infra struktur dan ekonomi kerakyatan.

9

Posisi geografis Provinsi Papua yang merupakan pintu gerbang perdagangan dengan negara-negara Asia Pasifik. Apabila infrastruktur perdagangan di Papua berkembang dengan kapasitas dan kualitas yang sesuai dengan mutu dan kebutuhan internasional, maka posisi geografis ini akan memberikan manfaat ekonomi yang luar biasa bagi Papua.

10

Keragaman etnis dan kebudayaannya yang khas dan unik. Penduduk asli di Provinsi Papua tersebar ke dalam kelompok-kelompok bahasa yang jumlahnya lebih dari 250 masing-masing suku dengan keunikannya sendiri-sendiri yang merupakan ciri dari kekayaan kebudayaan Indonesia.

Berbagai kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan di Provinsi Papua antara lain:

b. Kendala 1

Permasalahan di Papua sangat kompleks karena pemerintah harus menyelesaikan masalah pokok di Papua, yaitu kemiskinan, ketidakadilan, keterbelakangan dan kebodohan dan lain-lain, sehingga diperkirakan dalam waktu dekat pemerintah belum dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat Papua terhadap pemerintah pusat.

2

Kelompok separatis Papua memiliki kelebihan, yaitu mereka mampu mempengaruhi masyarakat pesisir melalui pendekatan budaya dan kultur.

3

Pemerintah kurang serius untuk merangkul kembali kelompok masyarakat Papu yang telah terpengaruh oleh kelompok separatis Papua dalam waktu singkat.

4

Tingginya biaya kehidupan di Papua, bertolak belakang dengan penghasilan/ pendapatan sebagian besar dari masyarakat pesisir di Papua.

5

Masih rendahnya SDM di pesisir Papua dan adanya kebiasaan atau tradisi buruk masyarakat Papua yang sering melakukan minum-minuman keras, merupakan salah satu faktor yang sulit dihilangkan.

67


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

68

BAB IV

6

Sangat luasnya wilayah Papua dan sulitnya transportasi, merupakan salah satu hambatan utaqma yang sulit di atasi, karena harus menggunakan pesawat udara.

7

Masih adanya diskriminasi dan keraguan pemerintah daerah terhadap kemampuan putra-putri daerah asli Papua, dibandingkan dengan para pendatang yang dianggap lebih mampu dan profesional. Hal ini secara tidak langsung memojokkan mereka, bahwa ras Melanesia adalah bodoh dan tidak memiliki penampilan yang menarik, sehingga mereka merasa menjadi orang asing di daerahnya sendiri.

8

Penerapan otonomi khusus secara menyeluruh di Papua masih belum tuntas secara baik. Contoh paling mutakhir adalah status hukum wilayah yang sekarang disebut Provinsi Papua yang hingga kini belum memiliki Undang-undangnya sendiri, sehingga secara operasional menjadi tidak jelas apakah di provinsi ini masih tetap berlaku Undang-undang Nomor 21 tahun 2001 atau tidak.


BAB V

ANALISA TENTANG PELAKSANAAN

PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA


ANALISA TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

19 Umum

BAB V

elaksanaan pembangunan daerah di Provinsi Papua selama ini telah memberikan hasil dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang ditandai dengan makin meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana pembangunan, meningkatnya pendapatan masyarakat, dan relatif tercukupinya kebutuhan dasar masyarakat, baik sandang, pangan, dan papan, maupun pendidikan dasar dan kesehatan masyarakat. Kondisi ekonomi semakin baik yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan per kapita dari 57,06 juta pada tahun 2010 menjadi 65,85 pada tahun 2011 yang secara langsung meningkatkan daya beli masyarakat dan mendorong tumbuhnya sektor ekonomi. Sementara itu pola kemampuan masyarakat Papua yang senantiasa mengedepankan rasa kebersamaan dan persaudaraan sangat mewarnai stabilitas di daerah ini. Kehidupan keagamaan berjalan dengan sangat balk, dimana masing-masing umat beragama saling menghormati satu sama lain. Kerukunan antar umat beragama inilah sebagai benteng tangguh bagi kehidupan masyarakat yang aman dan damai di Papua. Dalam rangka mengetahui pencapaian hasil-hasil pembangunan nasional di Provinsi Papua, Kelompok SSDN Provinsi Papua telah melakukan kunjungan ke Provinsi dimaksud dan bertemu dengan pejabat pimpinan serta tokoh-tokoh daerah setempat serta mengunjungi obyek-obyek yang diperkirakan dapat memberikan informasi obyektif dan aktual tentang pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua,serta dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi baik internal maupun eksternal sekaligus memperhatikan peluang dan kendala, yang selanjutnya dilakukan analisa berdasarkan hasil pengukuran ketahanan nasional tahun 2012 dan saat pelaksanaan Studi Strategis Dalam Negeri 2013 (dalam Buku II) guna memberikan masukan serta rekomendasi yang diharapkan dapat lebih memotivasi dan mendinamisir pelaksanaan tugas pembangunan di Provinsi Papua, seperti yang diuraikan di bawah ini. Untuk melakukan analisa dalam pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua digunakan data-data pada Buku II (terlampir) sebagai berikut :

70


BAB V

ANALISA TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

21 Bidang Demografi Secara umum kondisi demografi Provinsi Papua kurang tangguh dengan nilai sebesar 45,1. Hal ini terlihat dari empat variabel semuanya menunjukkan angka kurang tangguh. Varibel jumlah penduduk memperlihatkan tingkat kepadatan yang sangat rendah dibandingkan luas wilayahnya. Begitupun angka tingkat ketergantungan penduduknya masih tinggi. Sedangkan kuliatas penduduk baik dari segi pendidikan maupun kesehatan juga menunjukkan masih rendah.

20 Bidang Geografi Melihat Indeks Ketahanan Geografi sebesar 59 atau Cukup Tangguh. Ada tiga variabel yang berada pada kondisi Kurang Tangguh yaitu posisi wilayah, bentuk topografi dan iklim disebabkan Papua merupakan Provinsi paling timur dan paling jauh dari pantauan pusat maupun di dalam distribusi logistik. Kemudian bentuk wilayah yang bergunung-gunung dan lembah sangat sulit untuk dijangkau dengan kendaraan, sehingga pengawasan wilayah sangat kurang. Sedangkan kondisi Cukup tangguh pada variabel Luas Wilayah, dimana Papua merupakan Provinsi terluas di Indonesia dan sumber daya alam yang berlimpah. Kondisi ini sangat menguntungkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua.

71


ANALISA TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

22 Bidang Sumber

Kekayaan Alam

Aspek sumber kekayaan alam secara umum menunjukkan kondisi tangguh dengan nilai 76,2. Kondisi ini di dukung oleh tiga variabel yaitu bahan makanan, bahan mineral dan sumber energi. Sedangkan variabel tingkat eksploitasi menunjukkan kondisi cukup tangguh disebabkan belum tereksploitasinya sumber daya alam secara maksimal bagi kesejahteraan masyarakat.

72

BAB V

23 Bidang Ideologi Pada bidang ideologi secara umum kondisinya cukup tangguh dengan nilai 66,67. Empat variabel menunjukkan kondisi cukup tangguh yaitu variabel kesadaran berbangsa dan bernegara, demokratisasi, kewaspadaan terhadap pengaruh negatif dalam kehidupan beragama serta kesadaran terhadap pengaruh negatif dalam berbangsa dan bernegara. Hal ini dapat dikatakan sebagai sebuah keberhasilan dari sebuah daerah dengan masyarakat yang majemuk dan terdiri dari beragam etnik, agama dan karakteristik. Di Provinsi Papua nilai-nilai Pancasila diterima dan diamalkan dengan baik dalam keseharian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini merupakan sebagian dari kontribusi pendidikan akan nilai-nilai Pancasila, wawasan nusantara, agama dan budaya yang dilaksanakan selama ini baik di lingkungan pendidikan maupun di lingkungan masyarakat. Penanaman pendidikan ideologi sejak dini ditambah dengan penerapan kehidupan beragama dan budaya dalam kehidupan bermasyarakat penduduk Papua yang relatif baik telah berkontribusi positif menunjang ketangguhan Gatra Ideologi Provinsi Papua.


BAB V

ANALISA TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

24 Bidang Politik Aspek politik secara umum menunjukkan kondisi cukup tangguh dengan nilai 63. Dua variabel menunjukkan kondisi cukup tangguh yaitu sistim manajemen nasional dan penegakan hukum, sedangkan dua variabel lainnya yaitu sistim kehidupan politik dan kualitan pelayanan publik menunjukkan kondisi kurang tangguh. Hanya satu variabel yang menunjukkan kondisi tangguh yaitu variabel otonomi daerah. Karena penerapan otonomi daerah semenjak diberikan oleh pemerintah pusat telah memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi masyarakat Papua.

25 Bidang Ekonomi Secara umum bidang ekonomi menunjukkan kondisi cukup tangguh dengan nilai 56,55. Dari sembilan variabel pada aspek ekonomi terdapat dua variabel pada kondisi rawan/bahaya yaitu daya saing dan sarana prasarana. Kondisi ini menunjukkan tingkat daya saing ekonomi di Papua masih sangat rendah di tambah lagi kondisi sarana prasaran pendukung di dalam kegiatan ekonomi yang masih sangat minim. Kondisi ini harus menjadi perhatian pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Disisi lain tiga variabel menunjukkan kondisi yang kurang tangguh yaitu variabel perindustrian, modal dan manajemen. Sektor industri di Provinsi Papua lebih banyak pada industri sedang dan kecil, hal disamping disebabkan oleh faktor kurang modal juga karena belum maksimalnya pemberdayaan masyarakat di dalam mengelola sumber-sumber daya alam yang melimpah.

73


ANALISA TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

BAB V

26 Bidang Sosial Budaya Pada aspek sosial budaya menunjukkan kondisi yang cukup tangguh dengan nilai 65,43. Gatra sosial budaya terdapat tujuah variabel yang menentukan, dimana lima variabel menunjukkan kondisi cukup tangguh yaitu variabel pendidikan nasional, kesehatan, kesadaran hukum, penguasaan/pengembangan iptek, generasi muda/peran perempuan. Hanya satu variabel yang menunjukkan kondisi tangguh yaitu kerukunan/toleransi dan persatuan berbangsa. Sedangkan variabel disiplin nasional menunjukkan kondisi kurang tangguh. Faktor pendidikan yang masih rendah sangat mempengaruhi karakter dan sifat masyarakat Papua.

74


BAB V

ANALISA TENTANG PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DI PROVINSI PAPUA

27 Bidang Hankam Secara umum aspek Pertahanan dan Keamanan menunjukkan kondisi cukup tangguh dengan nilai 55. Terdapat delapan variabel yang menentukan kondisi gatra Hankam, dimana empat variabel menunjukkan kondisi cukup tangguh yaitu kepemimpinan, profesionalisme TNI, Kamtibmas dan pembinaan linmas. Kemudian tiga varibel menunjukkan kondisi kurang tangguh yaitu variabel kesadaran bela negara, profesionalisme Polri dan Sistim Pertahanan Nasional. Sedangkan variabel yang harus menjadi perhatian pemerintah adalah kondisi industri dan prasarana pendukung Sishannas dalam taraf rawan/bahaya.

75


BAB VI

PENUTUP


BAB V

PENUTUP

28 Kesimpulan Provinsi Papua kaya akan sumber daya alamnya namun daerah tersebut memiliki berbagai permasalahan antara lain kualitas sumber daya manusia masih rendah, terbatasnya masyarakat yang berpendidikan, belum mantapnya pelaksanaan otonomi khusus dan belum optimalnya pemanfaatan sumber daya alam serta kurangnya infrastruktur untuk menunjang kesejahteraan masyarakat. Selain permasalahan tersebut di atas, permasalahan lain adalah daerahnya rawan terhadap bencana alam, pendemi penyakit malaria dan aids, sering terjadi konflik antar suku, bahkan dirasakan sangat rawan akan terjadi disintegrasi bangsa karena beberapa pernyataan tokoh masyarakat bahwa implementasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus gagal meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Guna mendukung pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua dalam rangka pemantapan ketahanan nasional perlu ada suatu gagasan atau pemikiran yang strategis untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di wilayah tersebut secara aman, damai, dan sejahtera, karena hasil analisis dari penelitian melalui pendekatan studi kepustakaan, kunjungan, observasi dan wawancara dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuda dan adat serta aparat di Papua, menghasilkan suatu konklusi perlunya grand strategi untuk menembus dan membuka keterbelakangan masyarakat melalui pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh masyarakat secara komprehensif integral.

29 Saran a

Pemberian otonomi khusus bagi Provinsi Papua adalah cerminan kuatnya kemauan politik pemerintah untuk mempercepat proses pembangunan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Terkait dengan pernyataan-pernyataan dari beberapa tokoh masyarakat, DPRD dan MRP yang berpendapat bahwa otonomi khusus yang sudah berjalan telah gagal untuk mensejahterakan rakyat Papua. Berkembangnya wacana ini tentunya dapat menimbulkan persoalan manakala dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok yang selama ini ingin agar Papua lepas dari NKRI. Disarankan kepada Lemhannas RI untuk mengkaji implementasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus dan peraturan perundang-undangan yang sudah ada tentang Papua, agar penerapan undang-undang tersebut ke depan tidak menjadi persoalan yang selalu diangkat oleh kelompok-kelompok yang menginginkan pembangunan nasional tidak dapat berjalan dan sasaran akhir yang diinginkan adalah Papua lepas dari bingkai NKRI.

77


PENUTUP b

Perlunya peningkatan kualitas SDM Provinsi Papua secara keseluruhan, melalui upaya peningkatan pembangunan infrastruktur pendidikan pada kabupaten/ kota, pemberian bea siswa/ mengirimkan SDM Aparatur, Mahasiswa, Pelajar untuk menimba ilmu di Sekolah/ Perguruan Tinggi Unggulan baik di dalam maupun luar negeri, untuk kemudian dimanfaatkan tenaga dan pikirannya untuk membangun Provinsi Papua untuk kesejahteraan rakyat.

c

Perlu peningkatan kualitas/ kuantitas personel dan peralatannya untuk pengamanan di daerah perbatasan demi kelangsungan kedaulatan NKRI.

Jakarta, Agustus 2014 KELOMPOK SSDN PPRA LII Lemhannas RI TA. 2014 PROVINSI PAPUA KETUA Herman Asaribab Kolonel Inf NRP 32262

78

BAB V



LEMBAGA EMBA MBAGA AGA KETAHANAN KETA AHANAN NAN NA NASION NASIONAL A REPUBLIK INDONESIA


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.