Laporan Live In Boro Suci

Page 14

Boro Suci Laporan Live In

BoroSuci,TehPoci,TungkudanPanci, apaLagi?

Overnightbusridesmeanrondamalemandsakitleherkronis.Udah,itu aja.Lalu,sampaikeBoroSuci.Boro,KulonProgo,DaerahIstimewa Yogyakarta

Di hari pertama memang culture shocknya berat saat lihat suasana kampungdanrumahyangbakaljadipenginapankuselama5harikedepan. Tembok-temboknyamasihberbentukbilikdanterbuatdaritembok,pintu kamarnyadarikain,danelektroniksangatjarang,bahkanmasakpunpakai tungkudankayubakar.Dan,yangpalingbikinnangis(I’mnotthis sensitiveirlIpromise)itubanyakbangetsarangtawonbesertasekeluarga penghuninyadiatap-ataprumah,bahkandikamarmandinya!Tapi,ibu danbapakrumahkumastiinkalautawonnyaitugakbakalnyengatatau terbangdeket-deketsamakita,bahkansampaidiusirdarirumahmereka karenaakuketakutanbanget.Patriotismisreal.Humanityexists. BapakPujiandIbuJem(hostparents,orperhapsgrandparents?)hidup dalamkesederhanaanyangberkecukupan.Comfortandcontentmentgak berartikehidupanhedonyangsegalanyaada.Bahkandalamrumahtua peninggalanayahPakPujiini,kamibisamenemukankeluargayang bahagiadengansegalayangmerekamiliki.Toh,rumahmerekalengkap isinya,kok.Dapurada,kamarmandiada,kasurada,perabotanlengkap, listrik ada, kambing juga ada. It was simple, but homely. Aku bisa menemukansuasanaliveinyangmemangsampaikeessencenya,dalam rumahdanlingkunganBoroSuciini.

Barusampelangsungnyeburhehe.Kali-kaliBoroSuciairnyabening banget bro… ya, paling ada lumut, but that’s all! Gak ada sampah berserakan,ataukotoran-kotoranlainnyayangbikinkalimerekajijik kayakkalidiJakarta.Setiaphariselamadisana,maindikaliituudahkayak skincareroutine,rajinbanget,samateman-temansatulingkungan,main ciprat-cipratan(lebihkeguyur-guyuran,keluardarikaligakpernahbaju kering),samaanak-anakkecilsekampung.Bahkandiudarapanastengah hari,airkalinyatetepsegardanenak.Lumayan,karenadisanagakadaAC, airkalidinginwilldo.

Disanabanyakbangetpetsandfarmanimalsdantidakadasatupundari merekayangselamatdarisentuhankuMUAHAH(oke).Kambingnyagede bangetgakkayakkambingkurbanJakarta,dananjingnyaberisiktapi penakut.IlovedthemallandIlovedthemallalot!

LaurensiaMichelleXIBAH/22
LaurensiaMichelleXIBAH/22

One(warm)thingaboutBoroSuciituHOTTEAEVERYWHERE! Everywherewewentmeantteatime.Disetiaprumahyangkitadatengin sudahadasatutekopenuh(gajugatbhkarenadituanginterus)tehasa warmwelcomebuattamu-tamuyangberkunjung,jadikalodihariitukita bertamuke10rumah,thatwillbeatleast14cupsofteafortheday… soalnyapagi-pagibutasaatbarubanguntidurkitasudahdisuguhiteh, terusdirumahtetanggayangtehnyaenakpastiisirefill.Ah,don’tforget theteaforeverydailymeal.Disanaitu,teaiswater,kitaselaludikasihteh manisdanairnyacumanjadipajanganajadirumah.But!Nobodyrejects teaoffers!Bahkanwalaupunngakunyaudahmaboktehmanis,tetepaja semuatehyangadadihadapanpastidiminum.

Disanakemana-manajalankaki.Karenamemangjaraknyadeket-deket jugangapainpakekendaraan.Buteverywherewasnanjak,bahkanrumahrumahtemenpadadidaerahyangtinggi-tinggi.Legdaykuatbangetdi sana,maukemana-manajalannyaadatanjakan.Anggepajaminihiking. MaukerumahMbahSugiuntukkerjabaktiharusnanjak,pergikerumah BuSisiluntukmintatandatangannanjak(craziestclimb,rumahBuSisil kayakdiantah-berantah,jauhbangetdiatas,akujaminrumahnyamaling- proof). Gua Marianya serasa ada di gunung, paha sampe gemeteran naiknya(barusetengahjalan),manaudahmalem,gelap,abismandiudah keringetanlagikarenananjakterus.Kegerejadankepasardibawahsana jugajalankaki,walaupunjauhbanget,tapigakkerasakarenakearahsana ituturunan.Dan,kalaujalankesanapastisamatemen-temen,capekgak kerasa,palinggerahaja.Gerahdikit,karenapagi-pagidisanadinginkayak diPuncak,hehe.

Pagi-pagidisanadinginkayakdiPuncak,jadiakudantemen-temenku ngideuntukmasakramenpagi-pagibutakarenaudaradingin=miekuah. Thiswasoneofthemostmemorableexperiencesforme.

Kalautadikegerejadankepasarbisajalankaki,goingbackhomebyfoot wassuicide.AsIsaid,jalanbalikke Boro Suci itufulltanjakan,mungkin jalanbalikpulangbisabikinkakicopot.Dandisaatkrisissepertiitu,Pak Wawancomestotherescue<3CumanPakWawanyangkendaraannya lengkapsampekesepeda,motor,mobil,pick-up,danlain-lain,jadidia berperansebagaisuperheroanak-anak Boro Suci untukmasalahjalandan transportasijauh.

Itwastrulysuchamemorytopreserve,sebagailiveinpertamadan terakhirkudimasasekolah,barukaliiningerasainhidupdikampungyang bisa dikatakan semi-pedalaman. Suka-dukanya banyak, tapi pengalamannya,moralvalues,danessencedarikehidupansederhanatapi tetapnyaman,danmostofall,content,happy,andrefreshed.Everything feltsodifferentthanhome,allinthebestway.Melaluiliveinini,Ifinally gottoexperienceasleepoverwithmybestfriend,spendtimewithfriends Iwantedtobecomecloserwith,liveaslowlifetanpadikejar-kejar deadline,makandantidurteratur,noworriesforafewdays.Walaupundi bukupanduanditulis“bukanliburan”,Ifeelreallylikethiswasagood refreshformefromthehecticcitylifeyangserbacepatdanpacked.It helpedmyemotionalwellbeingandgavemystateofmindsmallpatson thehead.Weshouldallliveslowlysometimes.

LaurensiaMichelleXIBAH/22

BOROSUCI BOROSUCI

Teringat kali pertama kupijak tempat itu

Tempat nan elok dan asri memeluk tubuhku

Seperti telah menemukan jati diriku

Ingin rasanya menghentikan waktu

Tidak hanya satu keindahan yang kamu miliki

Tidak ada juga hal yang dapat membatasi

Keindahan yang dimiliki oleh tempat ini Boro Suci

XI BAH-31

DOREEN
VINCENTIA

BelajarHidupDalamKesederhanaan

Sejak keberangkatan kami pada tanggal 2 Juni 2023 dari SMA Santa Ursula di Jakarta, begitu banyak perasaan yang bercampur aduk dalam diri semua murid. Bagaimana tidak? kami dalam perjalanan untuk menjalani suatu kebiasaan baru, lingkungan baru, bahkantentunyaakan

mempelajari bahasa baru bagi beberapa orang. Waktu sekitar 12 jam perjalanan termasuk 2 kali istirahat di rest area, diisi oleh para siswa dengan banyak kegiatan, ada yang karaoke, nonton bareng,ngobrol,tidur,danlain-lain.

Sesampainya disana kami disambut dengan sangat semangat oleh kakak-kakak panitia pendamping live in. setelah mengumpulkan handphone dan makan, kami menuju titik kumpul masing-masing lingkungan menggunakan truk terbuka, dimana ini merupakan first experience bagi banyak anak. Walaupun kami harus agak berhimpitan di atas truk, namun kami disuguhi denganpemandanganpegununganmenoreh,udarayangbersih,dananginyangsejuk.

Keluarga menerima kita dengan hangat dan dibuat nyaman untuk tinggal disana selama beberapa hari. Di rumahku sendiri, setelah kami merapikan barang-barang, karena tidak ada pekerjaan maka kami kembali untuk mengobrol dengan bapak ibu rumah kami.Dalamsatuhari

kami bisaminumtehmanissebanyak3hingga4gelas,akubahkanhampirtidakminumairputih sama sekali selama live in. lalu pada hari senin ibu memasakan balado terong, akusendiritidak menyukai terong,namunketikamakanterongmasakanibuakujadisukabangetsamaterongdan makanterongsampaihariterakhir

Beberapa hari setelah sampai kami menemukan warung yang cukup dekat rumah, maka kami sering mampir ke sana, di belakang warung itu ada tempat kecil danadaayunanjadikami semakinseringberkumpuldisana.Selainwarung,sejakharipertamakamijugaseringberkumpul dan bermain di kali dekat rumah, kalinya sangat bersih, airnya sedang surut sehingga tidak terlalu dalam dan kami sering main disana bersama bocil-bocil. Ada satu kesempatan dimana satu lingkungan semua berkumpul di kali secara tidak sengaja, bahkan Bu Grace dan Bu Win ikutberkumpuldisana.

Dari sekian rangkaian Live In banyak banget pelajaran yang akudapatkan,salahsatunya yang sudah jelas adalah hidup dalam kesederhanaan. Aku menemukan bahwa ternyata hidup di desa tanpa handphone dan alat komunikasi lainnya tidak seburuk “itu”, banyak kegiatan yang bisa dilakukan dan itu lebih menyenangkan dibandingkan hanya melihat handphone seharian. Lalu ada nilai daya juang, karena topografi disana nanjak-turunyanglumayanterjaldanakuliat

bahkanibu-bapakyangsudahlansiaitusanggupberjalan-jalansambilmembawabebanmelewati topografi terjal seperti itu. Kemudian ada cinta sesama, karena aku melihat semua orang itu saling mengenal, tetangga di lingkungan yang berbeda mereka pun saling mengenal, bahkan anak-anak disana bisa menjadi tour guide kami karena mereka mengenal tempatitusangatluas, hal ini sangat berbeda dengan di kota. Banyak hal-hal lain yang bisa menjadi pelajaran hidup, jika durasi live in lebih lama. Beberapa anak berpendapat bahwa 4 hari itu kurang untuk menikmatihidupdipedesaan.

Live in Boro

Setelah 3 tahun menghadapi pandemi dan merasakan transisi "back to normal", saya menyadari betapa besarnya penyesuaian yang harus saya lakukan dalam bersosialisasi. Seluruh kemampuan saya seperti hilang dalam beberapa tahun belakangan akibat pengisolasian diri yang bukan hanya terhadap covid-19 tetapi juga terhadap sesama. Pada akhirnya, saat saya kembali ke masyarakat, terjadilah ketidaknyamanan akibat pembatasan diri saya.

Selama live in, saya merasa bahwa segala sesuatu dapat terwujudkan dengan adanya dorongan diri. Jika diri kita memilih jalan aman maka tidak akan tercapai tujuan yang kita inginkan. Dalam kehidupan sehari-hari yaitu bagaimana cara kita berkomunikasi dengan sesama. Selama pandemi kemarin, saya jarang berkomunikasi bahkan dengan keluarga sehingga saat hidup dalam lingkungan desa yang penuh komunikasi, saya sempat merasa tidak nyaman.

Di luar itu, saya mendapatkan banyak sekali pelajaran-pelajaran hidup yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Juga dengan lebih peka akan sekitar, saya dapat mengetahui permasalahan-permasalahan lingkungan dan kiranya hal tersebut bisa menjadi langkah awal saya dalam berpikir dan berkativitas sehari-hari karena sekecil apapun peran kita, hal tersebut dapat mengubah cara hidup masyarakat.

IVANA M.A. GINTING - XIS1 - 19

LiveIn

LingkunganBoro-Suci

AlexandraDPXISOS2/01

Hari pertama yang penuh antisipasi. Semua rasa gelisah, khawatir, penasaran, dan rindu bercampur aduk ketika bus mulai berjalan menjauh dari rumah kedua kami. Setelah meninggalkan pandangan penuh lambaian tangan, disitulah saat dimana merasa perjalanan saya dimulai.

Sesampainya di tujuan, kami disambut dengan keramahan yang hangat dan tangan terbuka. Rasanya sungguh aneh, memikirkan bahwa saya sekarang berada 400 km dari tempat zona nyamansaya.Meskipunbegitu,sayamerasasangatnyaman.Senyumceriayangdiberioleh panitia acara serta doa dan berkah dari Romo membuat saya merasa amanselamatibadiGereja

St. Theresia Lisieux di Boro. Saat itu juga saya menyadari bahwa inilah giliran saya untuk memberi kembali senyuman ceria dan hati gembira kepada Orang Tua asuh saya untuk 5 hari kedepannya.

Di hari yang sama, OrangTuaasuhsayamenyambutsayadantemansayadenganramah. “Mungkinkah ini perbedaan terbesar dengan kota dan desa?” pikir saya, ketika mereka terus menerus menawarkan minuman, makanan kecil, serta hal hallainkepadatamunya.Pepatahkata yang mengatakan bahwa warga desa sangatlah ramah, bukanlahsuatuhalyangdilebihlebihkan. Seluruh tata krama dan sopan santun sangatlah kental dalam desa ini. Semua hal baru ini saya pelajari dibawah 24 jam. Apakah akan ada hal yang lebih baru lagi yang dapat saya tunggu kedepannya?Memikirkanhalitumembuatsayamenantikanesokhari.

Di hari kedua pun saya semakin mempelajari peran masyarakat dalam kegiatan desa. Kerja Bakti menjadi suatu hal yang umum bagi mereka. Semua hal demi kepentingan bersama dilakukan oleh seluruh warga dengan hati yang tulus. Tidak berbeda jauh dengan hari hari berikutnya dimana saya semakin melihat ikatan persaudaraan yang erat, baik antar tetangga ataupun warga desa dengan alam. Saya merasa bahwa kehidupan di desa tidak dimudahkan karena minimnya teknologi yang tersedia. Namun, saya juga menyadari bahwa kehidupan yang sederhanainisebaliknyamembuatnilaikekeluargaansemakinkentaldengansatusamalain.

Terdapat hal unik dari desa saya yang saya telah selama saya berada di sana. Baik dari adat, budaya, gaya hidup dan bahasa, banyak sekali hal baru yang saya ketahui. Sungguh saya merasa mungkin 5 hari tidaklah cukup untuk mengenal seluruh warga dan lingkungan saya. Namun, dengan waktu yang diberi sudah cukup untuk memberi gambaran kepada saya sedikit kisahdarikehidupanwargadidesa.

Awalnya saya kira saya mengetahui rasa rindu. Namun, waktu yang singkat bersama warga di desa mengajarkan saya akan beratnya perpisahan yang tidak bisa dipertemukan lagi dalam waktu yang singkat. Perasaan yang sungguh berbeda ketika melihat lambaian tangan mereka untuk terakhir kalinya. Terima kasih. Terima kasih dan mohon maafadalahsatusatunya hal yang saya ingin saya sampaikan bagi keluarga asuh saya selama saya berada di Boro-suci. Sungguh, perjalanan ini menjadi sebuah kisah klasik bagi seorang remaja yang kelak akan meneruskannilaidansemangatyangiapelajariuntukmasadepannya.

ESSAILIVEIN

Agatha XIMIPA1/ 1

DiawalidengankeberangkatankamipadahariJumat2Junilalu,akudanteman-temanku berkumpuldisekolahtepatnyapadapukul1800soreuntukberangkatkeDesaBorodiYogyakarta Perasaankusenang,semangat, excited untukmendapatpengalamanbarudariperjalanan live in selama seminggukedepan SepanjangperjalananPujiTuhantidakadakendala,walaupunadabeberapakecoakdi lantaidankursibusyangbeberapakalimengagetkankami Walautubuhjugaagakpegalnamunaku bersyukurbisasampaidiBorodenganselamat.

SesampainyadisanakamilangsungdisuguhisarapandandisambutdiGerejaParokiSanta TheresiaLiseux,Borodengancukupmeriah.Setelahsarapan,kamidiantarkeorangtuaasuhkami masing-masing Akudantemankuserumahku,AyalangsungmenemuiayahasuhkamiyaituPakSuwarto PertamakalibertemuPakSuwartoakusudahmendapatkan impression yangamatbaik.Akumerasa sangattersentuhakankebaikannyaketikadialangsungmenawarkanuntukmembawakantasku Katanya ketikakelaknantianaknyamengikuti live in, diainginanaknyabisadiperlakukansamaolehorangtua asuhmereka.TakhanyaPakSuwarto,keluargaPakSuwartoyaituistrinya;IbuPurdankeempatanaknya jugasangatbaikdanhangatterutamaanakbungsuPakSuwartoyaituKirana KeluargaPakSuwarto adalahKeluargaKatolikyangtaatdanmenghayatihidupmerekasecarasederhana, walaupunterkadang merekamengalamihambatan/kesulitan,merekaselalupercayaakanmukjizatTuhandanperlindungannya yangakanselalumenyertaimereka

SelamakuranglebihsemingguakutinggalbersamakeluargaPakSuwarto,akumempelajari banyaksekalihalbaru Tentangbagaimanacaramenghargaioranglain,bersikapmandiri,selalubersikap ramahdanpekaterhadapsesamatanpamembeda-bedakan, mengupayakanhiduprukunantartetangga, bersyukurdenganhal-halyangbisakitamiliki,danselalumemberikanyangterbaikpadasesamadengan bimbinganTuhan PadahariRabu7JuniakupulangdariDesaboromenujuJakartadenganbanyak nilai-nilaihidupdanpembelajaranbaruyangakutahupastinyaakanbergunabagikudimasadepan.

BORO SUCI

BORO SUCI...

SEBUAH DESA PERMAI DI TEPI BUMI

JAUH DARI MATA JAKARTA

MEMBUAT WAJAHKU BERSERI INGIN SEGERA

MENYAPA NYA

BORO SUCI...

MENUNJUKKAN KEINDAHAN CIPTAAN TUHAN

PESONA ALAM YANG TAKKAN PERNAH PUDAR

MEMBUATKU MEMBISU ATAS LUKISAN TUHAN

BORO SUCI...

TEMPATKU MENYUSURI PEPOHONAN RINDANG

ANGIN LIRIH PUN BERHEMBUS

GEMERCIK HUJAN MENYENTUH KULITKU

BORO SUCI...

TEMPAT BERSARANG NYA RIBUAN KENANGAN

DIMANA DIRIKU BELAJAR AKAN HAL BARU

DI PENUHI MEMORI INDAH TUK SELALU DI KENANG

f e l i s i a x i m i p a 1 / 1 3

SedikittentangBoroSuci

GabriellaVianneyXIMIPA1/14

Kangen akan hari-hari dimana aku harus meninggalkan hiruk pikuk ibukota sejenak dan menapakkankakiketempatbaru,bertemuorang-orangbaruyangsenyumnyasehangatdansemanisteh manisyangselalumenjadisuguhanwajibmereka Walausejujurnya,diharikeberangkatanituakugelisah dan cemas harus meninggalkan Jakarta dan nanti menginap di rumah milik orang asing di desa yang kutakutkanakanterpencil Tapi,desatersebutsudahtidakasinglagibagiku LebihtepatnyaDusunBoro Suci.

BarusajakamitibadiBoroSucisetelahperjalananjauhdanserangkaianacara,langsungdisambut denganwargayangantusiasmengerumunidanmenyambutkami.Kamitaksabaringinmengenalorangtua asuhdanrumahmerekayangakanmenjaditempattinggalkamiuntuk5harikedepan Merekapunjuga terlihattaksabaringinmengenalkami,terutamaanak-anakdisana RumahPakPujidanIbuJemsangatlah sederhana.Tidakadabanyakbarangelektronikdisana,bahkankulkaspuntidakadadankompornyaadalah tungku kayu bakar tradisional “Kalaupakaikomporgas,takut,”ibupernahbilang Betul,kalauterjadi sesuatu,apibisadengancepatmenyambarkeseluruhrumahyangterbuatdarikayudanbambuini.

Ibudanbapakmemangsudahlanjutusia,ajaibnyamerekamasihsanggupjalankakiketempatyang jarak tempuhnya cukup jauh. Ditambah lagi dengan keadaan geogras Boro Suci, yang terletak di pegununganMenoreh,menjadikanjalanandisananaikturun Bahkanadayangmenanjakcukupcuram

Lampuuntukmenerangijalananpunjugatakbanyak Wargadisanabilangbahwamerekasudahterbiasa denganini,pastinya.YanglebihmembuatkuterkejutadalahIbuJemtidakpakaialaskakiuntukkepasar. Padalah,pagi-pagibutaibuharusjalankakisekitar35menituntuksampaikepasar

Takjauhdarirumah,adasungai,tempatbermainkesukaananak-anak.Kebetulansaatitucurah hujansedangrendahsehinggasungainyadangkaldanarusnyatenang Airnyajernihdanbersih Jauhberbeda dari sungai-sungai Jakarta. Hampir setiap hari kami main kesungaibersama-sama.Tapi,karenamasih sangat lekat dengan alam, teman kami merasakan kehadiran para penunggu sungai dan hutan-hutan sekitaraannyayangbukandariduniayangsamadengankita Maka,malamhariitu,akubarupercayaakan hal-halgaibtersebutdanbelajarcaramenghormatikeberadaanmereka.

Tidak sedikit juga aku menjumpai hewan-hewan peliharaan warga Kebanyakan adalah anjing, kambing,danayam.Wargayangsudahpensiunbiasanyapergikeladanguntukmengumpulkanmakanan untuk kambing mereka masing-masing Anjing-anjing disana dibiarkanberkeliaranbebassehinggakami sering menjumpai mereka sudah bergerak cukup jauh dari rumah pemiliknya. Tetapi sayangnya, jika anjingnya berisik ataunakal,merekaakandilemparisendal PakPujijugabilangbahwaanjing-anjingnya

dapatsewaktu-waktudijual Jujur,hatikutaktegarasanyamengetahuikehidupananjing-anjingtersebut Disini,anjingbisadiperlakukansepertikambing,dibesarkanuntukdijualataudimakandagingnya.

Perbedaan-perbedaaninilahyangmenurutkupalingberkesan Kehidupankotayangselalusibuk takkenallelahdengankehidupandesayangsederhanadantenang Tentu,masihadabanyaklagiperbedaan dan kenangan yang belum kutuliskan disini. Kehidupan mereka yangdengansegalaketerbatasan,tidak membuat mereka patah semangat Mereka lebih sering bersyukur akan apa yang mereka sudah miliki daripadairihatimembandingandiridenganoranglain.

SelamakegiatanLiveIn,akuberkesempatanuntukbergabungdalambeberapapertemuanwarga AdarapatdirumahKepalaDukuh,kerjabaktidihalamanrumahMbahSugi,menontonlatihankesenian Jathilan,doarosariobersamadiGuaMariaWatuBlencong,danacaraperpisahandimalamterakhirkami Kuakanselalumengenangkebersamaanyangadapadamomen-momentersebut Akusendiritidaktahu kemanatakdirakanmembawaku,tapisetidaknyaakuinginmembawadirikusendirikeBoroSucinanti.

BoroSuci

Selama 5 hari di Boro Suci, saya mendapat banyak pelajaran. Saat pertama berangkat, rasanya berat meninggalkan rumah dan orang tua di Jakarta tanpa bisa menghubungi mereka selama hampir seminggu. Tapi saya memutuskan untuk melihatnya sebagai pengalaman untuk belajarketikanantiharuspergiuntukberkuliahdiluarkotaatauluarnegeri.

Saat live in, satu hal yang saya sadari adalah bagaimana orang-orang desa sangat bergantung pada alam. Mereka sangat dekat dengan alam dan sangat menghargai alam. Ketika saya penasaran dengan budaya ngarit (mencari rumput untuk makan ternak) di sana, saya bertanya apakah setelah ngarit, tumbuhannya ditanam lagi. Ternyata, rerumputan itu dibiarkan tumbuh sendiri. Walaupun hampir setiap rumah bisa ngarit sebanyak 1-2 kali sehari, rumput itu selalu ada. Dari sini, saya menyadari bahwasebenarnyaberkatTuhancukupuntuksemuaorang. Hidupinisesederhanamenyadariberkat-Nyadanmenggunakannyasebaikmungkin.

Melalui live in, saya belajar untuk mensyukuribanyakhal.Sayasadarbahwasayamasih seringmengabaikandantidakmenghargaiberkat-berkatyangsayaterima.Sayatumbuhdidalam lingkungan yang selalu mendorong saya untukbelajardanberkembang.Baikdisekolahmaupun di organisasi dan kegiatan luar sekolah, saya selalu memiliki ambisi yang besaruntukmencapai banyak hal. Salah satu hal yang membuat saya cukup prihatin di sini adalah tingkat kepedulian anak dan orang tua yang rendah akan performa di sekolah. Saya menyadari bahwa ini adalah salah satu dampak dari kurangnya prospek kerja dan masa depan yang tersedia di sana. Maka untuk sekarang, saya berniat untuk belajar lebih giat lagi untuk menggapai cita-cita saya. Sehingga suatu saat nanti apabila saya diberikan kesempatan, saya bisa menciptakan lebih banyaklapangankerjauntukmembantuorang-orangyangmembutuhkannya,sepertidiBoroini.

Wulan XI MIPA-1/34

Esai Live In

Ursulla Samantha Dharma Sastroharjono

XI MIPA 2/32

Bulan Juni, tepatnya 2 Juni 2023, sekolah saya memberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam live in di Boro, Kulon Progo, Yogyakarta. Live in adalah kegiatan dimana murid yang terbiasa tinggal dalam suasana kota diajak untuk tinggal dan mengikuti kegiatan keseharian warga desa yang tentunya memiliki fasilitas yang berbeda dengan di kota Selama 6 hari di Boro, spesifiknya Boro Suci, banyak momen yang menjadi tidak terlupakan dan tidak bisa diajarkan di sekolah atau bahkan lingkungan tempat tinggal sehari-hari

Mulai dari keberangkatan saya yang mepet dikarenakan ada latihan berenang dalam rangka mempersiapkan lomba O2SN di tanggal 21 Juni mendatang, saya izin sampai sekolah telat 30 menit. Sesampainya dengan berdebar-debar, sudah ditelfon dan di spam teman-teman menanyakan lokasi, ternyata sudah pembagian bis Dilanjutkan dengan perjalanan ke lokasi live in yang jauh dari Jakarta Sulit tidur di bis yang dingin, maka setelah tubuh diberi pop mie dan sosis bakar, baru bisa terlelap.

Di Yogyakarta, suhu yang tidak beda jauh dari Jakarta Kita dikumpulkan di gereja setempat, makan pagi bersama lalu diantar ke tempat masing-masing menggunakan mobil pick up. Sekitar 3 kilo dari gereja, sampailah di lingkungan Boro Suci Kita diperkenalkan dengan ketua lingkungan dan juga orangtua asuh kita Saat dibagikan, saya melihat-lihat dan tiba-tiba mendapat perasaan bahwa ibu ini yang akan menjadi orang tua asuh kami. Benar saja saat disebutkan, ibu tersebut langsung mengajak saya dan teman serumah saya, Cesca, ke rumahnya.

Beliau kita panggil Ibu Marto Rejo atau Ibu Karsiani Senyumannya hangat dengan tampilannya yang gempal, beliau memiliki rambut putih yang mulai muncul dan selalu dicepol. Saat memasuki rumahnya, ada ruang makan yang cukup luas dengan 2 meja makan dan kursi panjang Melalui sebuah pintu akan ada lorong menuju 3 kamar dan ruang televisi Lalu di bagian akhir adalah dapur yang besar dengan toilet yang menembus ke pintu belakang. Kamar kami memiliki 2 ranjang king size dengan 4 bantal Tidak lupa, ibu punya 4 kambing yang kita sebut 'mbek' dan 1 anjing bernama Ciku juga 1 kucing yang jarang muncul.

Segera ibu memasakkan kami sayur tahu dan tempe yang super enak beserta sop bening yang segar. Itu menjadi makanan kami sehari-hari selama 5 hari tinggal di situ dengan ditambah kentang atau rambak Tidak lama kita digorengkan pisang goreng yang banyak sekali juga disuguhkan teh manis hangat Air disitu dimasak manual membuat rasa 'smokey-smokey' namun lama-lama kami terbiasa. Keseharian ibu adalah ke ladang mencari rumput untuk mbek, masak, atau mengikuti kerja bakti di lingkungan Kami ikut membantu masak, ke pasar, kerja bakti, ke gereja, dan lainnya Diluar itu saya harus menjaga kondisi fisik untuk lomba berenang yang tadi saya sebutkan. Maka saya dan Cesca berolahraga skipping, plank, dan lainnya, di luar itu kami mendapat banyak tidur siang

Ada beberapa momen yang mengesankan deperti membuat makanan tradisional yaitu keripik talas dan timus. Entah berapa banyak keripik talas yang kami makan, tetap saja yang diproduksi jauh lebih banyak Lalu timus disini adalah campuran ubi kukus yang dihancurkan lalu dibulatkan dan digoreng setelah dibalut sedikit tepung. Saya membantu dalam seluruh proses dan juga makan banyak sekali.

Masih ada banyak kejadian-kejadian dan momen yang menyenangkan seperti bermain dengan anak-anak di situ Terutama saya bermain dengan Vanus, Gemma, Angel, dan Larisa Selain mereka, teman Sanur yang awalnya tidak kenal menjadi akrab seperti Amanda dan Alexa karena rumah kita cukup berdekatan. Sisanya ada pengalaman personal yang berkesan seperti tidak bisa tidur, tidur yang nyenyak, kekurangan baju, kebanyakan celana, sandal yang selalu berdebu, selalu keringatan, selalu kedinginan, dan hal lainnya Penutup kata, saya tetap lebih senang berada di kota dan lingkungan rumah saya akan tetapi pengalaman yang saya dapatkan di Boro Suci tidak akan saya peroleh dari tempat manapun

LiveInKeBoro,KulonProgo

Sejak dini saya telah memiliki minat untuk menjelajahi alam dan berpetualangan. Pada tanggal 2 sampai 8 Juni 2023 kemarin, saya diberikan kesempatan untuk mengikuti live in di Boro, Kulon Progo. Saat pertama kalisampaidiBoro,sayamerasabahwakondisilingkungandi Boro sangatlah berbeda apabila dibandingkan di Jakarta. Sebagai seseorang yang lahir dan dibesarkan di kota, saya sudah terbiasa dengan Jakarta yang dipenuhi bangunan tinggi dan polusi. Begitu sampai di Boro, saya merasa senang dan kagum karena disana tidak ada polusi sehingga udara masih terasa segar dan sejuk. Di Jakarta saya juga jarang melihat ladang dan perkebunan,sehinggahalinimerupakanpengalamanyangbarubagisaya.

Selama live in, saya tinggal di lingkungan Boro Suci. Kebetulan rumah saya berada di ujung Boro Suci, bahkan masyarakat disana mengatakan bahwa rumah saya sudah masuk Boro-Tiban. Meskipun keadaan jalan di lingkungan tempat tinggal saya penuh bebatuan dan cukup terjal, saya tetap merasa bersemangat karena saya melaluinya bersama teman-teman dan senang karena saya bisa merasakan bagaimana kehidupan sehari-hari orang di desa. Banyak sekali hal baru yang saya rasakan dalam waktu 4 hari tinggal di Boro, mulai dari naik pick up truck, main ke kali, ngarit ke bukit, berjalan ke air terjun, sampaimembuatmakanantradisional berupatimusdankeripiksingkong.

Mata pencaharian utama keluarga saya yaitu berjualan slondok dirumah,olehkarenaitu orang tua asuh saya lebih sering berada di rumah, mereka hanya pergi ke luar untuk mengarit rumputsebagaimakanankambing.PadaharipertamasayasampaidiBoro,yaituhariSabtu,saya bermain dengan anak di rumah saya, Larissa. Kemudian sore harinya saya ikut ibu asuh saya untuk mengarit di bukit belakang rumah, meskipun terlihat mudah namun ketika saya mencoba

AngelinaMurdionoXIMIPA3/4

mengarit sendiri ternyata cukup sulit dan melelahkan. Hari kedua, yaitu hari Minggu, saya berjalan kakimenujugereja,baliknyasayadiantarmenggunakanmotor.KetikatinggaldiJakarta saya cukup jarang mengendarai motor, maka saat dibonceng menggunakan motor, saya sangat menikmatiudarasejukyangmenerpawajahsaya.

Hari ketiga, yaitu hari Senin, saya dan seluruh siswa live in yang tinggal di Boro Suci pergi bersama ke rumah Pak Suwarto untuk membuat timus dan keripik singkong. Pulang dari rumah Pak Suwarto, saya bermain bersama tetangga saya dan berjalan-jalan sekitar desa. Hari terakhir, yaitu hari Selasa, saya dan teman saya, Angel pergi untuk main ke kali bersama tetanggakami.Awalnyakamitidakinginturunkarenatidakmaubasah,namunkarenaanak-anak yangikutmemohonkami,kamiakhirnyamemutuskanuntukikutnyebur.

Malamnya, saya dan teman-teman Boro Suci menghadiri pesta perpisahan yang diselenggarakan di rumah Pak Maryono,ketualingkungankami.Sebagaipenampilankelompok, saya dan anggota kelompok mengadakan games memindahkan tali rafia yang dibentuk menjadi seperti hulahoop dari seorang ke orang lain tanpa boleh melepaskan gandengan tangan. Games yang sederhana ini ternyata bisa membuat banyak orang terhibur karena banyak yang kesulitan saatmemindahkantalirafiaakibattaliyangmenyangkutdirambut.

Tidak terasa ternyata hari Rabu, hari dimana saya dan teman-teman harus meninggalkan Boro tiba dengan cepat. Hati saya terasa berat saat akan meninggalkan Boro karena banyak pengalaman baru dan kenangan indah yang saya rasakan disana. Saya cukup sedih karena tidak bisa berpamitan secara langsung dengan tetangga-tetangga saya karena mereka harus masuk sekolah. Meskipun banyak suka dan duka selama 4 hari, live in di Boro menjadi salah satu pengalaman paling berharga bagi saya karena saya belajar banyak hal dari masyarakat disana, mulaidarikesederhanaanhinggarasakekeluargaan.

Live-IndiBoro

Pada tanggal 2 Juni - 8 Juni 2023, saya bersama teman-teman di kelas 11 SMA Santa Ursula Jakarta melakukan Live-In bersama. Live-In berlangsung di daerah Perbukitan Menoreh, tepatnya di Boro, Kulon Progo, Yogyakarta. Kami berangkat pada 2 Juni 2023 dari sekolah sekitar pk.20.00 menuju lokasi Live-In menggunakan bis. Perjalanan menuju Boro cukup lama dan memakan waktu kira-kira 8 jam. Sesampainya di Boro, hari telah berganti. Kami pun mengikuti penyambutan di Gereja St. Theresia Lisieux serta makan pagi bersama, lalu kami baru menuju lingkungan masing-masing.

Lingkungan yang saya tempati adalah Boro Suci dan keluarga baru saya merupakan sepasang suami istri, yaitu Bapak Jasman dan Ibu Suni. Pada hari pertama disana, saya masih beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Saya berkenalan dengan orangtua asuh dan berkeliling rumah. Mereka memelihara anjing, kucing, ayam, dan angsa. Setelah melihat-lihat lingkungan, saya bersama teman serumah saya beristirahat sejenak. Kami juga mengunjungi rumah ketua lingkungan untuk menyapa dan meminta tanda tangan. Keluarga baru saya ternyata memiliki kebiasaan selalu makan bersama sehingga kami pun makan siang dan makan malam bersama. Keesokan harinya, kami dan Ibu Suny pergi ke gereja di pagi hari. Bapak Jasman saat ini mengalami saraf kejepit sehingga belum dapat bepergian jarak jauh. Kami pun berjalan menuju Gereja St. Theresia Lisieux dan mengikuti misa disitu.

Pada hari Senin, kami membuat makanan tradisional bersama teman-teman lain di lingkungan Boro Suci. Kami berkumpul di rumah Pak Suwarto dan membuat keripik serta ketimus Di situ saya membantu dengan mengupas ubi. Setelah keripik digoreng dan ketimus selesai dibuat, kami mencicipinya bersama. Malam harinya, kami pergi ke Goa Maria Watu Blencong untuk rosario bersama.

Kami pergi ke pasar pada Selasa pagi dimana kami membeli aneka makanan dan sayur. Saya membeli kue apem dan sate yang setelah saya coba, ternyata sangat lezat. Setelah itu, kami mengikuti acara perpisahan pada malamnya karena merupakan hari terakhir di lingkungan Live-In. Kami mengikuti ibadat bersama dan mempersembahkan beberapa hadiah berupa nyanyian, surat, permainan, serta kesan pesan sebagai bentuk terima kasih bagi seluruh keluarga asuh. Setelah itu, hari Rabu pagi, kami menuju gereja untuk naik bis dan pergi ke IBARBO serta Candi Borobudur. Di IBARBO terdapat banyak sekali oleh-oleh dan kami juga makan siang disitu, dilanjutkan dengan perjalanan ke candi. Di Candi Borobudur kami banyak berfoto. Barulah setelah itu, kami makan malam dan kembali ke Jakarta.

Bagi saya, Live-In sangat membuka pikiran saya karena suasana di desa sangat jauh berbeda daripada di kota. Kota seringkali dipenuhi kebisingan dan kesibukkan dari kewajiban sehingga waktu terasa berjalan lebih cepat. Akan tetapi, waktu terasa berjalan lebih pelan di desa sehingga banyak hal yang dapat dilakukan dan banyak waktu untuk berefleksi serta menghayati kehidupan. Di desa saya belajar untuk lebih menghargai waktu. Warga di desa juga semuanya sangat ramah dan menyambut dengan hangat sehingga saya tidak merasa seperti orang asing. Rasa kekeluargaan dan gotong royong juga masih sangat kental disana. Mereka selalu memperlakukan siapa saja seperti keluarga sendiri dan betul-betul siap membantu. Berbeda dengan kota yang sebagian besar hidup secara individualis. Daerah Live-In juga masih sangat hijau sehingga udaranya sejuk dan menyegarkan sehingga tidak merasa panas.

Gwen G XIA3/16

Live-InExperience:BoroSuci

Sehari-hari tanpa alat elektronik Terdengar sulit bagiku yang sehari-harinya terbiasa menggunakan bendabenda itu untuk melakukan banyak hal Ditambah pula mana pernah kubayangkan sebelumnya bahwa

belakang rumahku adalah sungai Namun beruntungnya

pemandangan sungai yang ada bukanlah layaknya

sungai Kalimalang yang kotor, sebaliknya, pemandangan sungai yang akan membuat orang kota sepertiku

terpukau karena sebelumnya aku harus pergi ke Sentul

setiap ingin melihat pemandangan seperti ini Setiap hari

aku kunjungi sungai itu untuk membunuh waktu-waktu yang berjalan lambat Saat itulah aku sadar bahwa

kehidupanku di kota, yang selalu aku keluhkan karena

cepatnya waktu berjalan, adalah faktor dari banyaknya

aktivitas yang aku lakukan, serta waktuku yang habis

terbuang dengan menonton Tiktok ataupun reels Instagram yang mana 1 videonya akan membuang 1-3 menitku

Sebagai seseorang yang mencintai ketenangan dan kedamaian, tempat itu seakan surga untukku Terdengar hiperbola, kan? Namun sungguh aku merasa sangat nyaman berada di situ Tidak banyak pula culture shock yang aku alami dan rasakan Aku bersyukur karena latar belakang keluarga asliku berasal dari Jawa dengan rumahku di Solo juga masih tergolong sederhana karena peninggalan yangyut-ku dan tidak ingin direnovasi oleh keluarga Solo Aku juga mengerti bahasa Jawa serta bagaimana perilaku dan kebiasaan orang Jawa Hal inilah yang membuatku terasa seperti sedang mengunjungi rumah kampung di Solo selama menjalani kehidupan sehari-hari di sana

Sejujurnya, aku tidak pernah percaya diri untuk menggunakan bahasa Jawa, meskipun aku mengetahuinya Akan tetapi entah darimana datangnya segala energi positif yang memberikanku keberanian dan kepercayaan diri, aku berani berbahasa Jawa selama menjalani kehidupan di sana Meskipun begitu, aku mendisclaimer bahwa orang tuaku lah yang berasal dari Jawa dan aku hanya terbiasa mendengar percakapan dalam bahasa Jawa sehari-hari Selain berbahasa jawa, aku mendapatkan banyak perasaan positif serta kepercayaan terhadap diri sendiri selama berinteraksi dengan masyarakat di desa Kalau bahasa anak kotanya, ‘tidak ada insecure di sini’

Satu hal lagi yang sangat mengesankan selama tinggal bersama keluarga baruku adalah betapa aku merasa hidupku menjadi sangat sehat Berjalan kaki setiap hari, makan sayur setiap hari, makan dengan teratur, tidur cepat dan cukup, menghirup udara bebas polusi, dan lain sebagainya Hal-hal inilah yang tidak akan pernah aku rasakan selama aku di Jakarta Tentunya, hal-hal ini pula yang aku rindukan ketika aku sudah kembali ke Jakarta

Awalnya ada begitu banyak kekhawatiran sebelum memulai kehidupan sementaraku di Boro Suci tempat aku menjalani live-in Namun segala kekhawatiranku hilang setelah hari pertama terlewati Aku merasa sudah sangat nyaman untuk tinggal di rumah itu Air yang bersih, makanan yang tercukupi, suasana tenang, adik yang baik, sungai di belakang rumah, bahkan saat ini aku tidak percaya bahwa aku pernah tinggal di rumah seperti itu, betapa nyamannya Tentu saja apabila kasur di sana digantikan kasur di rumahku akan menyempurnakan segalanya

Segala pengalaman yang aku dapatkan ini ternyata benar-benar sudah menjadi suatu bagian penting dari diriku yang mampu membuatku menangis di hari perpisahan Aku hampir tidak pernah menangis di depan orang lain dan bahkan bisa dihitung jari aku melakukan hal itu seumur hidupku, terkecuali masa bayiku Namun pengalaman ini tak akan pernah tergantikan, dimana aku bisa merasakan kehangatan rumah setiap harinya, kehangatan masyarakat, rasa diterima, rasa percaya diri, segala energi positif yang mengalir di udara, pemandangan yang menyejukkan mata masakan yang enak ibu yang penuh kasih sayang adik yang pengertian dan sangat mencairkan suasana segalanya Segalanya sungguh memenuhi hatiku dan sulit untuk aku lepaskan Meskipun begitu segala realita tanggung jawab dan tugasku telah menanti di ibukota ini

M A R I A I N D I R A S A R I L A R A S A T I 0 3 / 0 6 / 2 3 - 0 7 / 0 6 / 2 3 JAKARTA, 12 JUNI 2023
Taryne Austine Akemah VOL 2023 the
Suci XI MIPA 304/ SMA Santa Ursula Jakarta 2 8 Juni 2023 I
BOROPOST Pictures and Stories from Our Life in Boro
Pak Wawan yang selalu antar jemput kami pakai pickup truck! Bu Wiwin yang selalu jadi fotografer & bawa motor! Bu Grace, pendamping live in terseru! Warung Mbah Sugi, tongkrongan terenak untuk minum pop ice! Tama, anak dari Pak Trima (dia sedih & nangis karena kita pergi) Membuat makanan tradisional, keripik & timus!! Bersih-bersih lingkungan & kerja bakti bersama Bu Sisil, Ibu yang bekerja di rumah saya dan Alyssa! Nadine Jalan-jalan bersama adik-adik di Boro Suci! Alin Main di kali bersama Bu Grace, Bu Wiwin, dan anak-anak setempat!

LiveIn2023

Awalnya, aku tidak memiliki perasaan yang terlalu excited mengenai Live In 2023 ini. Namun, pada hari pertama aku sampai disana, aku menyadari bahwa betapa baik dan ramahnya keluarga yang menyambutku. Mereka menerima ku dengan penuh senyuman. Tak pernah seharipun aku merasa aku lelah dan menyesal menjalani live in ini. Banyak pengalaman yang aku dapat disana mulai dari pengalaman baik, lucu, hingga menyeramkan. Tapi itu semua merupakan cara aku bisa belajar mengenai suatu kehidupan.

Keluarga asuh ku memiliki 7 anggota keluarga yaitu Pak Suwarto, Bu Pur, Nanda, Aya, Gebi, Kirana dan omanya. Pak Suwarto merupakan orang yang sangat religius dan pekerja keras dan baik kepada aku dan Agatha. Beliau menceritakan mengenai kisahnya di Gua Maria, mengambilkan aku dan Agatha kelapa dan selalu tidur di rumah kami untuk menjaga kami padahal seharusnya beliau tidur di rumah sebelah bersama keluarganya. Omanya sangat suka menyapa, memberikanku senyuman, serta mengajak ku ke gereja pada hari pertama. Aku sebisa mungkin melakukan semua kegiatan yang ada mulai dari hari pertama agar bisa benar-benar mengetahui dan mendalami kehidupan mereka. Bu Pur memiliki senyum yang cantik dan selalu memasakan makanan-makanan enak untuk kami, mengajarkan cara memotong temu lawak, mengajak kami ke pasar dan mengajarkan kami cara memasak. Nanda yang awalnya ku kira membenci aku dan Agatha ternyata dibertahu oleh Bu Pur bahwa dia merupakan anak yang sangat pemalu. Aya yang memiliki nama panggilan yang sama denganku mau membantuku menyatukan selang air dengan senang hati dan selalu membalas sapaanku dengan bahagia. Gebi yang awalnya malu-malu dan selalu kabur jika diajak ngobrol diakhir menjadi dekat dengan kami dan mau ikut perpisahan kami

VALESKA KLARA XIA4-32

Kirana, anak perempuan paling kecil

dari keluarga Pak Suwarto. Kirana merupakan anak yang sangat baik dan pemberani. Di hari pertama, dia mengajak ku berjalan-jalan mengenal lingkungan lain dan memberitahuku jalan pintas yang sedikit menyeramkan dan curam. Tapi, dia selalu berkata “Bisa gak Mbak Aya?

Kalo gabisa sini pegang tanganku.” Aku selalu mengingat kata-kata itu. Dia selalu ada dan selalu menemani hari-hariku dan Agatha. Ketika dia pergi ke sekolah, rasanya lama dan sepi sekali.

Dia menuntun kita juga saat jalan di tengah kegelapan tanpa rasa takut dan selalu membantu kita. Aku benar-benar sangat menyayangi Kirana seperti adikku sendiri. Aku memberikan sebuah cermin kecil berisi surat kepadanya di hari terakhir. Setelah kami pergi dan dia pulang sekolah, Bu Pur memberi kabar bahwa dia menangis karena membaca suratku dan baru mengingat bahwa kami sudah pulang.

Saat perpisahan, Bu Pur dan Pak Suwarto membawakan kami oleh-oleh untuk dibawa pulang Kami juga diberikan dua kelapa yang kecil Dimana ini berarti Pak Suwarto mengambil lagi sendiri kelapanya hanya agar kita mudah membawa pulang. Bu Pur juga menyiapkan mie untuk perjalanan pulang serta ayam yang sangat enak Aku benar-benar terharu dan merasakan kebaikan yang besar dari keluarga halaman yang personal untuk

aku tidak melupakan me

berkomunikasi dengan merek

Kirana. Aku benar-benar berh

kasih Live In 2023.

VALESKA KLARA XIA4-32
Thankyou Boro Suci!

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.