1 minute read
Memaknai Nilai-Nilai Maritim Unhas
“Maritim”, dapat dipastikan civitas akademika Unhas sangat familiar dengan kata ini. Bukan saja karena Indonesia yang dijuluki sebagai “Benua Maritim”, tetapi juga
Unhas yang senantiasa menggunakan istilah ini.
Advertisement
Bagi mahasiswa yang kuliah tahun 2003, istilah benua maritim telah ditemui pada mata kuliah Wawasan Sosial Benua Maritim (WSBM). Istilah Benua Maritim juga sering kita temui terpampang pada visi dan misi
Unhas mulai dari tingkat universitas, fakultas, hingga program studi.
Istilah Benua Maritim pertama kali dicetuskan oleh Charles Ramage tahun 1968.
Secara sederhana, istilah ini didefinisikan sebagai wilayah kepulauan yang luasnya disandingkan dengan benua. Benua Maritim kian populer tatkala digaungkan pada
Perayaan Tahun Bahari Internasional disertai dengan penandatanganan Deklarasi
Bunaken dan The Ocean Charter oleh Presiden
BJ Habibie di Bunaken, 26 September 1998.
Unhas telah mendeklarasikan diri sebagai perguruan tinggi yang berfokus pada bidang ilmu kelautan sejak 1975 dalam Pola Ilmiah
Pokok (PIP) Unhas. Fokus ini kemudian mempengaruhi julukan Unhas, mulai dari
Kampus Bahari hingga Kampus Maritim.
Indonesia yang 70 persen didominasi oleh wilayah laut, sungguh disayangkan bila hanya potensi darat saja yang dimaksimalkan.
Namun, sangat sulit untuk melakukan ekspedisi pada sumber daya yang ada di laut dengan berbagai alasan. Mulai dari biayanya yang mahal, hingga kurangnya sumber daya manusia yang memadai.
Celah inilah yang ingin diisi oleh Unhas sebagai institusi pendidikan.
Meskipun telah hampir setengah abad berfokus pada laut dan maritim, masih banyak yang belum mengerti makna
Unhas sebagai Kampus Maritim.
Hal ini karena maritim hanya dikaitkan erat dengan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP). Padahal, yang seharusnya diimplementasikan adalah nilai dari maritim itu.
Unhas sebagai perguruan tinggi terbaik di Indonesia timur memiliki banyak keistimewaan. Salah satunya lokasi yang sangat strategis sebagai pusat pengembangan kemaritiman. Belum lagi nenek moyang Suku Bugis-Makassar yang terkenal sebagai pelaut ulung yang gemar menjelajah samudra.
Nilai inilah yang sesungguhnya perlu dipahami dalam implementasi Unhas sebagai Kampus Maritim. Tidak bisa dipungkiri bahwa FIKP memang memiliki peran dominan dalam pengembangan benua maritim di Unhas. Namun, nilai-nilai kemaritiman tetap dapat melekat dalam segala bidang yang ada di Unhas. Misalnya saja nilai tentang bagaimana para leluhur Suku Bugis-Makassar dengan berani mengarungi lautan. Seperti itu pula semangat yang perlu diteladani dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Berbagai nilai dan keuntungan maritim yang dimiliki Unhas merupakan anugerah yang tidak boleh disia-siakan. Cukup dengan memahami nilai kemaritiman, sudah menjadi upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung Unhas. Sudah seharusnya Unhas menjadi pusat pengembangan benua maritim, terlebih untuk mendukung Indonesia sebagai Poros Benua Maritim,
The Sun Will Rise and We Will Try Again.
Lucas Martins