2 minute read

Krisis Pangan Milenial Enggan Bertani

Persoalan pangan menjadi permasalahan sangat krusial saat ini. Krisis pangan melanda berbagai wilayah di dunia sehingga memerlukan penanganan cepat. Ada 22 negara menghentikan ekspor untuk mengamankan kebutuhan domestik.

Organisasi pangan dan pertanian, Food and Agriculture Organization (FAO) melaporkan ada lima negara yang terancam dan bahkan telah menghadapi kelaparan. Sebanyak 970.000 orang berisiko kelaparan di Afghanistan, Ethiopia, Somalia, Sudan Selatan, dan Yaman. Tidak dapat dipungkiri jumlah orang kelaparan akan semakin bertambah bila tidak ada tindakan lebih lanjut. FAO turut memproyeksikan sepanjang Oktober 2022 hingga Januari 2023 kerawanan pangan tingkat akut secara global akan meningkat.

Advertisement

Penyebabnya antara lain, perubahan iklim yang tidak menentu.

Menurut organisasi lingkungan, Greenpeace, perubahan iklim ekstrim terjadi karena kenaikan suhu di permukaan bumi. Kadangkadang terjadi hujan deras yang mengakibatkan banjir, ataupun kemarau yang menyebabkan terjadi kekeringan dan memicu gagal panen.

Selain itu, perang Rusia-Ukraina juga menjadi penyebab kelangkaan pangan dan energi. Ukraina sebagai pengekspor gandum tidak lagi mampu melakukan ekspor. Begitu pun dengan Rusia sebagai pengekspor minyak menahan ekspor ke negara-negara lain.

Indonesia terdampak akan situasi tersebut. Banyak bahan pangan mengalami kenaikan harga, seperti harga telur dan daging ayam meningkat akibat harga pangan yang tinggi. Beberapa komoditas pertanian seperti bawang, tomat, dan sebagainya mengalami kenaikan dengan naiknya harga pupuk. Imbas lain ketegangan geopolitik global ke Indonesia yakni naiknya harga Bahan

Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan Solar.

Pangan pada dasarnya bertumpu pada sektor pertanian termasuk peternakan dan perikanan. Masalah pertanian di Indonesia bukan hanya pada ketersediaan lahan, pupuk, ataupun efektifitas pengelolaan hama, melainkan sistem kebijakan politik pertanian, rantai pemasaran, dan kurangnya minat bekerja di bidang pertanian. Bertani dianggap tidak mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Hari ini memang kebanyakan petani tidak sejahtera.

Profesi petani bukan pekerjaan yang menjanjikan sehingga banyak yang enggan berkarier di bidang pertanian termasuk milenial. Umur petani didominasi usia tua (aging farmer) dengan rentang usia 5060 tahun. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), ada sekitar 54,81 persen petani dengan usia tersebut. Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah untuk mengambil acuan kebijakan akibat lambatnya regenerasi petani.

Sebelum itu, pemerintah mesti memastikan kesejahteraan petani saat ini. Kesejahteraan petani akan menarik milenial untuk menjajaki dunia pertanian. Kesejahteraan petani merupakan hal utama yang mesti menjadi perhatian pemerintah.

Pemerintah perlu memberikan bekal pengelolaan bisnis dan keuangan kepada petani karena mereka hanya sebatas berproduksi, belum mampu memasarkan hasil produksinya. Jika hari ini milenial didorong menjadi petani tanpa bekal entrepreneurship maka sama halnya akan ‘membunuh’ mereka karena tidak akan mampu bertahan.

Pemerintah dan perguruan tinggi menghadapi tantangan besar dalam penyiapan angkatan muda petani. Tidak dipersiapkan dengan baik maka ‘kiamat’ terhadap petani akan terjadi. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk menciptakan wirausaha muda melalui Program

Youth Entrepreneurship and Employment Support Services (YESS). Sayangnya, program tersebut belum terhilirisasi dengan baik ke anak muda di desa.

Perguruan tinggi sebagai gudang ilmu dan penyiapan karier harus mampu membangun mindset bahwa bertani adalah profesi masa depan. Bukan malah sebaliknya bertani seolah tidak modern dan identik dengan kemiskinan. Penguasaan terhadap ilmu-ilmu pertanian dan teknologi inovatif sangat penting untuk penyiapan angkatan muda. Sehingga awalnya pekerjaan harus panas-panasan di sawah atau lahan berubah menjadi profesi yang fun and meaningfull serta banyak menggunakan teknologi yang memudahkan.

Kampus juga harus mampu menjadi wadah wirausahawan muda. Oleh karena itu, Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) perlu digiatkan sebagai langkah awal untuk menciptakan caloncalon pengusaha.

Pertanian

This article is from: