2 minute read

MERAJUT MAKNA BENUA MARITIM

Next Article
DAPUR REDAKSI

DAPUR REDAKSI

“Pergantian kepemimpinan, pergantian kebijakan.” Lazimnya terjadi ketika pergantian kursi pemimpin. Hal tersebut mendorong Rektor Unhas periode 2006-2014 Prof Idrus membentuk Rencana Pengembangan (RP) Unhas 2030. RP yang dibentuk pada 2014 diharapkan dapat melanjutkan visi dan misi Unhas.

Koordinator Tim Pembentukan

Advertisement

RP Unhas, Prof Natsir Nessa mengatakan tujuan pembentukan RP Unhas

2030 agar Benua Maritim tetap menjadi tujuan jangka panjang. “Kita membentuk RP Unhas 2030 agar rektorrektor selanjutnya ada pegangan. Jadi rektor

Unhas harus konsisten dengan visi-misi

Benua Maritim,” ucapnya Sabtu (29/10).

Sayangnya setiap fakultas memahami Benua Maritim berbeda-beda. Sekretaris

Lembaga Pengkajian dan Penerapan Pola

Ilmiah Pokok (LPP-PIP), Prof Budimawan membenarkan hal tersebut.

“Pemahaman berbeda-beda antara satu fakultas dengan fakultas lain. Makanya ada RP Unhas 2030 yang menjelaskan konsep tentang Benua Maritim,” ucapnya saat diwawancarai, Senin (31/10).

Dalam Buku RP Unhas 2030, digambarkan secara umum Benua Maritim. Khususnya membahas mengenai bagaimana mewujudkan visi dan misi Unhas. Selain itu, dibahas pula upaya yang diperlukan dalam rentang waktu tertentu.

Benua Maritim digambarkan tidak hanya mencakup laut dan pesisir, namun sebagai satu kesatuan alamiah antara darat, laut, dan udara. Unsur-unsur tersebut tertata secara unik dan menampilkan ciri-ciri benua dengan karakteristik khas.

Oleh karena itu, kebijakan fakultas memiliki visi dan misi yang berkaca pada tujuan tersebut. Namun saat identitas menelusuri lebih lanjut mengenai visi dan misi fakultas di Unhas, dari 15 fakultas, hanya lima (Fakultas Ilmu Budaya, Fakultas Teknik, Fakultas Hukum, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan) yang mencantumkan Benua Maritim dalam visi dan misi.

Di kesempatan yang berbeda, Rektor Unhas periode 2022-2026, Prof Jamaluddin Jompa menanggapi konsep Benua Maritim akan diperkuat dan diterapkan ke masingmasing aspek kampus.

“Kita perkuat nuansa maritim di berbagai tempat, minimal tahun ke tahun Marine Station tetap dipertahankan dan juga diperkuat di fakultas lain. Misalnya di Fakultas Kedokteran Gigi dan Fakultas Farmasi juga dapat lebih dimaksimalkan,” terangnya saat ditemui di ruangannya, Selasa (22/11).

Fakultas memaknai maritim

Fakultas Ilmu Budaya (FIB) dalam visi dan misinya mencantumkan Benua Maritim sebagai arah pengembangan fakultas. Benua Maritim bermakna sebagai filosofis, kajian yang lebih luas, berbasis pada satu napas budaya atau nilai budaya maritim.

Fakultas keenam Unhas ini, menerapkan kajian maritim dari aspek bahasa daerah, perilaku, tradisi, kesenian, sejarah, ekonomi berbasis kearifan lokal pada bahan pendidikan, riset penelitian, dan pengabdian masyarakat.

“Di masing-masing program studi (prodi) FIB dibuat mata kuliah mengenai budaya maritim, penelitian dan pengabdian dosen dengan berbasis kearifan lokal,” ungkap Dekan FIB, Prof Akin Duli, Kamis (3/11).

Lebih lanjut, Akin Duli mengatakan selain mata kuliah Wawasan Sosial Budaya Maritim (WSBM) yang khas, Benua Maritim dapat diperhatikan di mata kuliah lain di masingmasing program studi

“Kalau di prodi Ilmu Sejarah, mereka boleh membuat mata kuliah sejarah maritim yang porsi mata kuliahnya 50 persen berkaitan dengan maritim,” ucapnya.

“Misalnya di Sastra Indonesia turun lagi sedikit, kalau bahasa asing (contohnya: Sastra Jepang dan Sastra Perancis) mungkin hanya sekitar 25 persen,” sambung Guru Besar FIB tersebut.

Namun tidak ada ukuran terhadap seberapa besar porsi mata kuliah Maritim. “Sekarang memang kita tidak pernah diminta mengukur seberapa persen, tidak ada ukuran dari hal itu,” jelas Dosen Arkeologi ini.

Berbeda dengan Fakultas Peternakan (Fapet), mereka tidak sama sekali tidak mencantumkan kata Benua Maritim dalam visi dan misinya. Dekan Fapet, Dr Syahdar Baba menjelaskan visi dan misi fakultasnya tetap sesuai dengan RP Unhas 2030, namun fokus kepada kearifan lokal.

“Peternakan tetap memaknai Benua Maritim sebagai kearifan lokal yang dikembangkan,” ungkapnya saat ditemui di ruangannya, Senin (31/10).

PIP Ilmu Kelautan nyatanya telah bermetamorfosis menjadi sistem Benua Maritim yang menekankan pada pengimplentasian kearifan lokal seperti Fapet. Hal ini terjadi karena pada dasarnya konsep Ilmu Kelautan sulit diterapkan di fakultas lain.

Salah satu Fakultas lainnya yang tidak memiliki Benua Maritim dalam visi dan misi adalah Fakultas Pertanian (Faperta). Dekan Faperta, Prof Salengke menerjemahkan kekhasan Unhas dalam penelitian yang dilakukan.

“Kita terjemahkan dalam riset-riset yang kita lakukan, saya yakin hal itu berkontribusi dalam Benua Maritim,” tuturnya Kamis (03/11).

Dalam merealisasikan RP 2030 berbasis Benua Maritim, Unhas perlu konsisten terhadap hal-hal yang telah direncanakan dan perlunya ada evaluasi berkala.

This article is from: