5 minute read
PERKEMBANGAN G20 Sektor Budaya, Kunci Pemulihan Ekonomi Global
Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan serta Koordinator Pertemuan Tingkat Menteri Kebudayaan G20 melalui gelar wicara “Kebudayaan untuk Bumi Lestari” bersama Maudy Ayunda -
Dokumentasi Ditjen Kebudayaan
Advertisement
Sektor Budaya, Kunci Pemulihan Ekonomi Global
Penusur Sira, Karo -
Dokumentasi Ditjen Kebudayaan
Wor Fannaggi, Biak -
Dokumentasi Ditjen Kebudayaan
Pemerintah Indonesia adalah tuan rumah G20 Culture Ministers Meeting atau Forum Kementerian
Kebudayaan yang akan diselenggarakan di kawasan Candi Borobudur, Jawa
Tengah, pada 12-13 September 2022.
Forum ini dirancang dengan maksud mendorong agenda pemulihan global yang berlandaskan potensi budaya.
Dua tujuan utamanya adalah (1) membangun konsensus global untuk normal baru yang lebih berkelanjutan dan (2) menginisiasi agenda pemulihan global melalui pembentukan Global Arts and Culture Recovery Fund. Muaranya adalah kesepakatan di antara negaranegara G20 mengenai strategi terpadu untuk memulihkan perekonomian global melalui prioritas pemulihan bagi sektor kebudayaan.
Lima Isu Utama
Terdapat lima isu utama yang diangkat dalam G20 Culture Ministers Meeting. Pertama, mengenai peran budaya sebagai pembuka kesempatan dan pendorong gaya hidup berkelanjutan (enabler and driver of sustainable living). Apa peran seni dan budaya dalam transisi dari Normal Lama ke Normal Baru yang dapat mendorong gaya hidup yang lebih berkelanjutan? Akan dibahas juga aneka pertanyaan mengenai argumen terbaik untuk berinvestasi di sektor budaya dan seni.
Kedua, mengenai dampak ekonomi, lingkungan dan sosial dari kebijakan berbasis budaya. Apa yang dapat mendorong kepala negara dan pemerintahan, menteri keuangan, ekonomi, pendidikan dan budaya, serta para pemimpin bisnis dan investor keuangan, dan otoritas lokal untuk mengejar kebijakan yang diarahkan pada gaya hidup yang lebih berkelanjutan berbasis sumber daya budaya? Selain itu, manfaat ekonomi, lingkungan, dan sosial apa yang dapat mengarahkan mereka untuk menerapkan pendekatan baru dan lebih inovatif serta berinvestasi lebih besar di sektor seni dan budaya?
Ketiga, tentang cultural commoning atau pengelolaan bersama atas sumberdaya budaya yang mempromosikan gaya hidup berkelanjutan di tingkat lokal. Komunikasi budaya atau partisipasi kolektif dalam pengelolaan sumber daya budaya semakin dilihat sebagai kunci untuk mempromosikan gaya hidup berkelanjutan secara endogen. Apa yang dapat dipelajari dari negara dan/ atau daerah yang telah memberikan terobosan dalam praktik tersebut? Apa yang dapat digali dari praktik terbaik di negara-negara dengan tingkat pembangunan yang berbeda?
Keempat, mengenai tantangan untuk mewujudkan akses yang adil terhadap keuntungan ekonomi budaya. Apa alternatif terbaik untuk memperdalam kolaborasi masa depan antara negaranegara anggota dan komunitas global untuk mencapai distribusi ekonomi budaya yang adil dan seimbang melalui dukungan efektif terhadap produksi dan distribusi konten dan bakat lokal? Bagaimana teknologi, dan manfaat modernisasi, dapat digunakan untuk membuka peluang yang sama bagi tumbuhnya ekonomi budaya dan memastikan apresiasi yang adil bagi pencipta dan seniman yang terkena dampak pandemi?
Terakhir, tentang bentuk mobilisasi sumber daya internasional yang diperlukan untuk mengarusutamakan pemulihan yang berkelanjutan. Tantangan apa yang harus diatasi dalam mobilisasi dan alokasi sumber daya domestik dan internasional untuk mencapai gaya hidup yang lebih berkelanjutan? Bagaimana bentuk dan mekanisme yang harus diambil dalam strategi mobilisiasi sumber daya itu demi mempercepat pemulihan sektor budaya yang terkena dampak pandemi?
Dana Pemulihan Global untuk Sektor Kebudayaan
Untuk dapat menjawab kelima isu tersebut, G20 Culture Ministers Meeting akan memprakarsai gotong royong global untuk memulihkan sektor budaya yang dapat berperan sebagai pendorong pemulihan ekonomi dunia yang lebih berkelanjutan. Gotong royong itu diwujudkan melalui pembentukan Global Arts and Culture Recovery Fund. Usulan ini dilandasi oleh pertimbangan atas keparahan dampak pandemi terhadap sektor budaya.
Pandemi COVID-19 berdampak parah pada sektor ekonomi budaya. Menurut laporan UNESCO baru-baru ini, 750 miliar USD dari kontribusi ekonomi sektor industri budaya global menghilang pada tahun 2020 (setara dengan total PDB Thailand pada tahun 2019), lebih dari 10 juta pekerjaan di sektor industri budaya global menghilang pada tahun 2020 (sekitar 80% dari pekerjaan yang hilang berada di kota-kota besar), dan ada penurunan 21% dalam kontribusi ekonomi sektor industri budaya global terhadap perekonomian setiap negara pada tahun 2020 (penurunan lebih dari 12% selama Krisis Keuangan 2008). Dampak ini terasa di setiap subsektor budaya: 13% museum di seluruh dunia tutup permanen karena pandemi pada tahun 2020 (27% di Asia), pendapatan dari sektor musik di Jerman turun 75% pada tahun 2020, rata-rata pendapatan yang hilang dialami oleh setiap seniman di AS mencapai 21.500 USD pada tahun 2020, demikian pula untuk subsektor budaya lainnya.
Adanya skema pendanaan global untuk budaya terbukti efektif dalam mendorong apresiasi terhadap keragaman budaya dan ekonomi budaya yang tumbuh di atas landasan tersebut. Salah satu contohnya adalah International Fund
Seba’ Baduy, Banten - Dokumentasi Ditjen Kebudayaan
for Cultural Diversity (IFCD) yang dikelola oleh UNESCO. Sejak 2010, platform pendanaan ini telah berhasil mendanai 105 proyek di 54 negara berkembang dengan nilai US$7,5 juta yang memungkinkan perubahan struktural di sektor budaya dan kreatif dengan berinvestasi pada proyek yang memperkuat tata kelola dan kebijakan publik, pelatihan kejuruan dan kewirausahaan, akses pasar, dan partisipasi dan inklusi.
Presidensi Indonesia berkomitmen untuk menginisiasi pengembangan Global Arts and Culture Recovery Fund (GACRF) dengan memberikan pendanaan awal sebesar 1 juta USD. Platform pendanaan ini diharapkan menjadi platform untuk memulihkan sektor ekonomi budaya, terutama di negara-negara berkembang dan kurang berkembang, yang terkena dampak parah pandemi, dengan fokus pada komunitas seniman dan pekerja budaya yang mengerjakan proyek untuk mempromosikan kehidupan yang berkelanjutan. Platform ini merupakan praktik untuk menciptakan New Normal yang berkelanjutan. Dengan GACRF, sektor seni dan budaya global dapat pulih lebih cepat dan kembali berperan besar dalam mendorong terwujudnya cita-cita pembangunan berkelanjutan. Dengan dukungan negara-negara anggota G20 dan UNESCO, diharapkan GACRF ini dapat diluncurkan pada 13 September 2022, pada kesempatan G20 Culture Ministers Meeting.
Ritual Nyobeng Sebujit oleh Suku Dayak Bidayuh -
Dokumentasi Ditjen Kebudayaan
Agenda Pemulihan Global
Pemulihan sektor seni budaya hanya dapat dilakukan jika ada dukungan tidak hanya bagi para aktor di negara maju, tetapi juga dan bahkan terutama bagi para aktor di negara berkembang. Tidak akan ada pemulihan ekonomi budaya global jika negara maju hanya fokus pada pemulihan sektor ekonomi budaya di negaranya sendiri. Di sinilah masyarakat global benar-benar dapat mengambil manfaat dari filosofi gotong royong karena ekonomi budaya global membentuk suatu ekosistem di mana setiap negara berperan penting dalam pergerakan seluruh rantai pasok produk budaya.
Untuk itulah diperlukan GACRF sebagai sarana untuk mempercepat proses pemulihan sektor ekonomi budaya, terutama di negara-negara berkembang yang terdampak parah akibat pandemi. Dengan GACRF ini, sektor seni dan budaya global dapat pulih lebih cepat dan kembali berperan besar dalam mendorong terwujudnya cita-cita pembangunan berkelanjutan.