5 minute read
Desa Poto Hulu Budaya Tanah Sumbawa
Belajar Gotong Royong dari Desa Poto
Desa Poto ta sia e Adat budaya samantan Nonda tumpan pang gili len (Penggalan lawas Sumbawa)
Advertisement
Sepenggal lawas atau puisi Sumbawa di atas menggambarkan bagaimana Desa Poto menjunjung tinggi adat dan budaya yang berciri mandiri dan saling-bantu. Desa yang terletak di sebelah timur kota Sumbawa dengan waktu tempuh 15 menit dari pusat kota ini sampai sekarang masih memiliki memiliki tradisi dan budaya yang dipertahankan dan dijaga secara turuntemurun agar tak tergerus oleh zaman, di tengah kemajuan teknologi yang kian pesat.
Mengamalkan Gotong Royong
Salah satu tradisi dan budaya yang dijaga sampai hari ini adalah Pasaji Ponan, sebuah kegiatan yang mengungkapkan rasa syukur masyarakat atas keberhasilan panen pada tahun lalu sekaligus doa agar panen tahun ini mendapatkan hasil yang baik pula. Dahulu kala Pasaji Ponan dilaksanakan dengan memanjatkan doa dan zikir dalam sebuah upacara yang dihadiri oleh warga desa. Seiring berjalannya waktu, tradisi ponan telah menjadi salah satu perhelatan pariwisata.
Pasaji Ponan ini diselenggarakan oleh tiga dusun, yakni Dusun Poto, Lengas, dan Malili dengan acara puncak berupa pertunjukkan seni dari masing-masing dusun yang digelar di salah satu dusun secara bergiliran. Pertunjukkan seni yang ditampilkan berupa tarian, musik, dan rabalas lawas atau berbalas puisi Sumbawa di malam hari, sebelum esoknya dilangsungkan Pasaji Ponan. Pada saat Ponan berlangsung, biasanya dimulai sejak subuh, lantunan zikir dan doa dipanjatkan oleh warga dari ketiga dusun yang beramai-ramai mendatangi sebuah bukit di tengah sawah. Pada bukit ini lah, warga berkumpul dan membawakan hasil masakan berupa jajanan dan buah-buahan untuk dipersembahkan kepada para pengunjung.
Seiring dengan perkembangan zaman, tidak hanya warga dari ketiga dusun yang turut hadir memeriahkan acara
Bincang Budaya -
Samsun Amri
tersebut, akan tetapi masyarakat Sumbawa dari berbagai penjuru turut hadir meramaikan Ponan. Mereka semua mendapatkan buras, petikal, dan tepung dange yang merupakan jajanan khas dari Pasaji Ponan. Uniknya, makanan atau kue yang disajikan pada pengunjung harus dimasak dengan cara direbus. Tidak boleh kue yang digoreng dengan minyak atau makanan yang dibeli di toko. Dengan kepercayaan bahwa tiap uap dari rebusan makanan/kue tadi akan menguap ke langit dan berubah menjadi air hujan yang menyuburkan pertanian mereka.
Tak hanya sampai di situ, setelah upacara seremonial berakhir di bukit Ponan, para pengunjung diarahkan untuk singgah atau ‘ngesar’ (orang Sumbawa menyebutnya) di rumah-rumah warga tiga desa tersebut, salah satunya adalah Dusun Poto. Setiap warga dari luar desa yang ‘ngesar’ akan disuguhi berbagai makanan, seperti Ayam Sirasang, Singang Udang, Singang Jangan, Sepat Jangan, Siong Sira, Jangan Sira Bage, dan masih banyak lagi. Biasanya proses ini berlangsung sehari penuh; apabila ada tamu yang baru sampai di Desa Poto pada waktu sore hari, akan tetap disuguhkan makanan oleh pemilik rumah. Bahan baku makanan atau kue yang dihidangkan dalam Ponan ini berasal dari hasil pertanian ataupun perkebunan mereka.
Ekspresi Budaya, Ekspresi Kehidupan Warga
Desa Poto juga diperkaya dengan kerajinan kain khas Sumbawa, yakni Kre Alang. Sejak dulu Desa Poto telah menjadi sentra tenun Sumbawa. Proses pembuatan Kre Alang yang memakan waktu cukup lama dan ketelitian tinggi yang harus dimiliki oleh para pengrajin membuat harga kain ini cukup mahal. Kre Alang memiliki motif khas Sumbawa seperti Kemang Satange dan Lonto Engal yang mengandung filosofi yang unik dan mendalam. Dengan bermodal alat tenun tradisional di atas rumah atau bale panggung, ibu-ibu Desa Poto menyelesaikan tenun mereka di waktu senggang.
Pasaji ponan dan Kre Alang yang membuktikan bahwa Desa Poto merupakan penjaga nilai kebudayaan di Kabupaten Sumbawa. Ekosistem budaya di Desa ini masih terjaga dengan baik, sebagaimana dapat dilihat dari keseharian masyarakat yang masih menggunakan pola-pola tradisional dalam menyelenggarakan kehidupan sehari-hari. Contohnya dapat kita lihat pada kebiasaan masyarakat di desa Poto melestarikan permainan rakyat seperti berkuda atau ‘tungang jaran’ dan permainan rakyat balap kerbau atau ‘barapan kebo’.
Pembuatan Kre Alang -
Samsun Amri
Pemainan itu sering dimainkan oleh berbagai kalangan usia, mulai dari anakanak hingga orang dewasa. Tungang jaran biasanya dilakukan oleh warga desa Poto sebagai moda transportasi untuk bepergian mengelilingi desa maupun menuju kebun atau ‘gempang’. Sedangkan barapan kebo biasanya dijadikan sebagai suatu ajang perlombaan pada saat musim tanam tiba, sewaktu kondisi sawah masih dalam keadaan keras dan hendak dibajak. Pada saat itulah permainan ini biasa diadakan, yakni dengan maksud menggemburkan area persawahan sembari memupuk tali persaudaraan. Selain itu, Desa Poto juga menyimpan talenta-talenta berbakat dalam hal seni sastra maupun musik, antara lain ratib rabana kebo dan sakeco. Ratib Rabana Rea atau yang dikenal dengan istilah Ratib Rabana Kebo merupakan salah satu atraksi kesenian daerah Sumbawa yang kerap ditampilkan dalam berbagai upacara adat maupun pementasan hiburan rakyat. Dahulu ratib merupakan salah satu sarana penyampaian syiar agama Islam dan sebagai ritual tolak bala bagi masyarakat Sumbawa. Desa Poto hari ini memaknai ratib ini sebagian medo desa (obat desa) yang mana masyarakat desa Poto percaya melalui kesenian ratib ini akan timbul perasaan tenang dan damai.
Dalam ratib terkandung tiga nilai sekaligus, yaitu nilai spiritual, sosial, dan hiburan. Ketiga elemen yang terkandung dalam ratib ini dapat menyatukan masyarakat dengan hiburan yang ditampilkan dan menenangkan hati masyarakat melalui lantunan syair-syair pujian terhadap Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan Sakeco merupakan salah satu bentuk seni yang bersumber dari lawas. Sakeco dimainkan oleh dua orang pria dan masing-masing memegang
satu rabana (rebana) yang sejenis untuk ditabuh menggunakan temung (nada lagu) khas Sumbawa. Sakeco dilantunkan seperti sebuah lagu yang mengandung nasehat kehidupan, pendidikan, dan muda-mudi serta anak-anak. Sakeco memiliki bagian racik atau seperti bagian chorus pada musik Barat.
Beragam adat dan kesenian yang telah membudaya di tanah Poto ini seakan mendarah daging bagi masyarakat setempat. Warisan nenek moyang masih senantiasa dipertahankan di tengah arus perkembangan zaman. Anak-anak hingga orang dewasa bergotong royong menjaga dan melestarikan budaya yang ada di tanah Samawa (Sumbawa) melalui desa berhulu budaya ini.
Aktifnya pemuda-pemudi dalam melestarikan adat istiadat yang ada menjadi sebab utama masih terjaganya adat istiadat tersebut. Melalui organisasi kepemudaan dan sanggar seni, pemudapemudi Desa Poto secara rutin bergerak aktif setiap ada acara adat. Oleh karena itu, Desa Poto masih mampu memberikan contoh pada desa-desa lain bahwa di saat gencarnya hal-hal baru dalam dunia maya, masih terdapat warisan budaya yang tak kalah menarik untuk ditekuni, dijaga, dan dilestarikan keberadaanya.
(Samsun Amri/Ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Poto Sumbawa)
Barapan kebo menyambut musim tanam tiba, menggemburkan area persawahan sembari
memupuk tali persaudaraan. - CatwalkPhotos - https://www.shutterstock.com/id/g/martinkay