5 minute read
Hikayat Seribu Masalah dalam Naskah Melayu
Meneroka Hikayat Seribu Masalah
Hikayat Seribu Masalah atau dikenal juga dengan istilah Kitab Seribu Mas’alah atau Kitab Seribu Mesail merupakan karya sastra bergenre sastra kitab. Kitab ini berkisah tentang seorang pendeta Yahudi bernama Abdullah Ibnu Salam yang berasal dari benua Khaibar dan bertanya jawab dengan Nabi Muhammad. Apabila semua pertanyaan dapat dijawab oleh Nabi Muhammad, maka Abdullah beserta kaumnya akan memeluk agama Islam. Pertanyaan yang diajukan sangatlah banyak. Hal ini sesuai dengan judulnya “Seribu Masalah”, namun demikian masalah yang diajukan tidak sampai berjumlah seribu. Kitab ini pertama kali disebutkan dalam ringkasan Al-Tabari dalam bahasa Parsi pada tahun 963. Dalam kitab disebutkan mengenai sebuah kitab berjudul Mesail yang dibuat oleh Abu Ali Muhammad dalam bahasa Arab.
Advertisement
Cerita ini cukup populer pada masanya. Hal ini terbukti dari banyak bahasa dan tulisan yang merekamnya melalui proses terjemahan, salinan, dan saduran. Winsteadt (1969), seorang orientalis dan administrator kolonial berkebangsaan Inggris, berpendapat bahwa kisah Seribu
Masalah ini tidak hanya terekam dalam bahasa Arab dan Parsi melainkan juga terekam dalam terjemahan ke dalam bahasa Latin, bahasa Turki, dan bahasa Melayu pada abad 16. Selanjutnya, pada abad 18, cerita ini diterjemahkan ke dalam bahasa Portugis, Belanda, dan Jawa.
Kepopuleran cerita Seribu Masalah ini mengundang para peneliti untuk mengakaji kisahnya. Pada tahun 1924, G.F. Pijper menjadikan Hikayat Seribu Masalah ini sebagai bahan kajian untuk studi doktoralnya. Dalam tulisannya, Pijper (1924) menemukan bahwa Hikayat Seribu Masalah merupakan saduran dari sebuah naskah berbahasa Parsi yang ditulis di India. Menurut laporan yang ditulis dalam bukunya yang berjudul Het Boek der Duizen Vragen, Pijper menyebutkan bahwa terdapat 15 manuskrip berjudul Hikayat Seribu Masalah yang tersimpan di Indonesia dan Belanda. Sedangkan Edwar Djamaris (1994) yang telah mentransliterasikan hikayat ini menyebutkan bahwa keberadaan manuskrip saat ini dapat dijumpai di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda.
Selanjutnya, Ronit Ricci juga menjadikan cerita Seribu Masalah sebagai objek kajian untuk studi doktoralnya (2006) dan menerbitkan hasil penelitiannya dalam sebuah buku berjudul Islam Translated: Literature, Conversation, and the Arabic Cosmopolis of South and Southeast Asia (2011). Dalam tulisannya, ia menjadikan cerita Seribu Masalah ini sebagai dasar untuk membuktikan proses persebaran agama Islam di wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara (Nusantara) tidak hanya melalui jalur perdagangan dan dakwah saja, melainkan terdapat jalur tekstual (literary network). Jalur literary network ini berbentuk terjemahan teks-teks Arab (dalam hal ini cerita Seribu Masalah) ke dalam aksara dan bahasa lokal, seperti Tamil, Melayu, dan Jawa.
Pada tahun 1994, Edwar Djamaris membuat ringkasan cerita Hikayat Seribu Masalah. Awal kisah dimulai dengan kedatangan Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah. Malaikat Jibril menyampaikan pesan kepada Nabi Muhammad untuk berkirim surat kepada seorang pendeta Yahudi yang bernama Abdullah Ibnu Salam (terkadang dalam teks disebut sebagai Samud Ibnu Salam). Setelah Abdullah menerima surat itu, sadarlah ia bahwa Nabi akhir zaman telah lahir karena tanda-tanda kenabiannya sesuai dengan yang disebut dalam kitab Taurat, Zabur, dan Injil.
Segeralah Abdullah menghimpunkan kaumnya untuk menjelaskan isi surat Nabi mengenai ajakan untuk memeluk agama Islam. Kaum Yahudi menanggapi isi surat itu dengan keraguan. Abdullah dan 700 kaumnya datang untuk menemui Nabi dan akan mengajukan “seribu masalah” yang terdapat dalam kitab Taurat, Zabur, Injil, dan Furqan. Nabi menyetujui dan bersedia menjawab semua pertanyaan. Di samping Nabi sudah hadir Malaikat Jibril di sebelah kanan dan Malaikat Mikail di sebelah kiri Nabi untuk membantu menjawab pertanyaan.
Tema pertanyaan yang diajukan dibagi menjadi empat, antara lain:
a. Pertanyaan kosmogonis, yaitu mengenai bumi, langit, bulan, matahari, dan bintang.
b. Pertanyaan eskatologis, yaitu mengenai hal-hal yang gaib, seperti surga, neraka, hari kiamat, malaikat, dan iblis.
c. Pertanyaan teka-teki, seperti “ Anak apa yang lebih keras dari bapaknya?”, “Apa yang keras daripada api?”, “Apa yang mulia tiada berguna”.
d. Pertanyaan mengenai arti bilangan, seperti “Apa yang esa tiada jadi dua, yang dua tiada jadi tiga”, dan seterusnya hingga pada bilangan yang keseratus.
Manuskrip yang banyak dikaji peneliti -
Syefri Luwis
Kitab yang terekam dalam berbagai bahasa -
Syefri Luwis
Dalam ringkasan yang dibuat oleh Liaw Yock Fang (2011), untuk pertanyaan yang menyangkut akidah (termasuk topik eskatologis), Nabi Muhammad menjawab bahwa beliau adalah nabi dan rasul, agama itu banyak dan berbedabeda menurut umatnya, agama Islam itu adalah agama Allah, dan orang yang masuk surga ialah orang yang menyebut dua kalimat syahadat. Tentang rupa Jibril dikatakan bahwa Jibril itu bukan laki-laki dan bukan perempuan, wajahnya seperti bulan purnama empat belas hari yang cahayanya gilang gemilang, dan sayapnya sangat banyak dan besar. Mengenai pertanyaan bilangan dikatakan bahwa esa tiada menjadi dua karena Allah Taala itu esa dan tiada sekutu baginya. Dua tiada menjadi tiga karena Nabi Adam dan Hawa adalah dua. Demikian juga zat dan Allah, bulan dan matahari, siang dan malam, tinggi rendah, jauh dan dekat, semuanya adalah dua. Mengapa tiga tidak menjadi empat, empat tidak menjadi lima dan seterusnya hingga 30 merupakan pertanyaan yang jawabannya telah tersedia dan sesuai.
Pertanyaan kosmogonis adalah bahasan mengenai penciptaan alam, langit, bumi, matahari, bulan, dan bintang. Sedangkan pertanyaan mengenai tekateki jawabannya adalah “Anak yang lebih keras daripada bapak ialah besi yang berasal dari batu”; “yang lebih keras daripada api adalah angin”; “yang senantiasa terbang ke udara adalah burung Paksa”; “perempuan yang beranak dengan tiada laki-laki adalah Siti Mariam”; “Perempuan yang keluar dari laki-laki adalah Siti Hawa”; “Orang yang hidup dalam kubur adalah Nabi Yunus”;, dan “Anak yang dilahirkan itu akan serupa dengan ibunya, kalau ibunya lebih dulu berahi daripada bapaknya. Kalau bapaknya lebih berahi, anak itu akan serupa dengan bapaknya”.
Cerita selanjutnya adalah mengenai penciptaan Nabi Adam, pembuangannya ke dunia, dan anaknya Kabil dan Habil. Kisah ini disusul dengan cerita Nabi Musa yang memukulkan tongkatnya pada laut, Nabi Nuh dan kapalnya yang panjang. Sesudah itu tersedian jawaban mengenai penciptaan bumi, bukit Saud merupakan tempat orang kafir masuk ke neraka, keadaan di surga, penciptaan Nur, neraka dan sifatnya, dan hari kiamat. Kitab ini berakhir dengan topik mengenai umur Nabi Adam.
Sesudah mendengar jawaban Nabi Muhammad atas pertanyaanpertanyaannya, Abdullah Ibnu Salam pun mengakulah bahwa “zat Allah itu esa, tiada sekutunya, tiada beribu dan tiada berbapak, dan tiada beranak dan tiada diperanakkan, dan tiada berupa, dan tiada bermisal.” Abdullah dengan kaumnya lalu memeluk agama Islam. Kemudian Nabi Muhammad menjamu Abdullah dan kaumnya sambil mengucapkan rasa syukur kepada Allah swt.
(Iik Idayanti, Dosen Prodi Sastra Daerah/ Melayu FIB Universitas Lancang Kuning)
Kitab yang membantu penyebaran Islam di Asia Selatan dan Asia Tenggara -
Syefri Luwis