1 minute read

Simbiosis Mutualisme ‘Liar

Penulis: M. Andika Raihan

Kota-kota semakin besar dan pedesaan semakin kecil. Hal ini lah yang dapat diamati dari zaman industrial, di mana daerah-daerah yang “maju” dengan kemajuan teknologi mengalami peningkatan penduduk yang pesat. Migrasi penduduk tanpa henti ke area yang terbatas ini menimbulkan terbentuknya ruangruang tidak terencana yang digunakan secara informal.

Advertisement

Banyak hal yang ‘mendorong’ warga dari desa pindah ke daerah perkotaan seperti kurangnya lapangan kerja. Adapun juga faktor yang ‘menarik’ migrasi dari desa ke kota, seperti keperluan tenaga kerja. Dengan demikian, kebutuhan kedua pihak ini saling menjawab dan terjadilah migrasi dari daerah pedesaan ke kota tanpa perencanaan; spontan, semrawut, liar.

Namun, ruang-ruang informal yang muncul secara “liar” ini akhirnya menyokong suatu pusat aktivitas. Sebuah contoh konkret adalah kawasan universitas dan lingkungan di sekitar kampusnya, dimana timbul adanya bangunan penunjang seperti toko-toko percetakan sebagai jawaban dari kebutuhan akademik dan warung-warung makan yang muncul dari kebutuhan akan makanan harga murah.

Mahasiswa tidak akan bertahan tanpa adanya ruang informal tersebut. Di sisi lain, ruang informal itu juga tidak akan ada jika bukan karena adanya pusat aktivitas yaitu kampus itu sendiri. Kedua sisi masyarakat ini, sisi universitas dan warga, saling membutuhkan. Ketergantungan yang tidak bisa dihindari ini terjadi secara alami seperti halnya arsitektur mengalami ketergantungan terhadap konteks. Saat arsitektur tersebut tidak lagi memiliki dan kehilangan konteks, maka secara alami mereka yang tidak dibutuhkan akan lama-kelamaan pudar. Universitas adalah pasar bebas bagi ruang-ruang informal disekitarnya. Ruangruang tidak terencana akan senantiasa muncul untuk mengambil jatah dari pasar; mahasiswa yang kebutuhannya selalu berkembang sesuai zaman juga akan mencari jawaban yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka. Ketergantungan pada suatu kondisi dimana sisi masyarakat dan warga saling menyokong, menjalinkan hubungan simbiosis mutualisme yang terjadi secara ‘liar.’

“Lingkungan kampus yang berkembang harus terbuka kepada publik dan masyarakat sekitarnya”

F.X. Budiwidodo

Dua orang anak kecil sedang bermain papan seluncur di selasar PPAG UNPAR.

This article is from: