EKSISTENSI PERPUSTAKAAN
Ketua Minikomm 10 Salsabila Maulidani Pemimpin Redaksi Nadia Rahmanisa Redaksi Alexander Christian Aurel Janantya Rafida Hapsari Shadina Ayu Pemimpin Desain Teza Ghandur Desain Alifa Muthia Indra Zhafrandary Steven Winata Pemimpin Multimedia Bianca Widyandini
VOL X
Multimedia Vania Angeline Supervisor Andika Raihan Ayesha Mitza Firzal Muhammad Jeremy Hanson Ariqo Mutiara Jessica Michelle Nyra Malika
Perpustakaan adalah institusi yang menampung koleksi informasi dan pengetahuan yang tercetak dan terekam, seperti buku dan majalah, yang dikelola dengan sistem tertentu guna memenuhi kebutuhan intelektualitas penggunanya. Kehadiran perpustakaan telah lama memberikan penerangan kepada masyarakat, diketahui sejak ratusan tahun sebelum masehi. Namun sayangnya, evolusi teknologi dan kemasyarakatan yang saat ini kian berkembang mengakibatkan peminatnya berkurang. Edisi MINIKOMM vol. 10 membahas tentang relevansi keberadaan perpustakaan serta adaptasi yang diimplementasikannya untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di masa kini dalam segi arsitektur, dilihat dari skala global hingga skala kampus-kampus di Pulau Jawa. MINIKOMM adalah mini-zine yang didedikasikan untuk memaparkan isu arsitektur lokal kepada masyarakat umum. Tujuan publikasi adalah untuk memperkenalkan KOMMUNZINE yang merupakan publikasi utama dari Kommunars, Wadah Minat Jurnalistik Arsitektur UNPAR.
Contents. 01 03
Introduksi Isu :
Evolusi
Perpustakaan :
Lebih dari sekedar gudang buku
05
07
Perpustakaan di Pulau Jawa
Wawancara :
Winata H. Wijaya
09
11
Perpustakaan
15
17
Wawancara :
Rizki Maulid Supratman
Ideal?
R e-Imagining Library
Perpustakaan pada Universitas
EKSISTENSI PERPUSTAKAAN
“Apakah sering menggunakan perpustakaan?” “Gue biasanya ke perpus seminggu sekali. Biasanya untuk belajar bareng, nongkrong sama temen atau cuci mata. Sesekali minjem buku atau jurnal, rekomen dari dosen. Kalau gaada, ya cari online, supaya lebih mudah.” - Safina Nur Zahra, Mahasiswa Psikologi UPH
“Dulu biasanya seminggu dua kali, untuk nongkrong aja, cuma untuk cari tempat duduk, ngadem, dan santai-santai. Kadang juga datang buat ngerjain tugas.” - James A.W., Mahasiswa Arsitektur UI “Dulu sebelum pandemi sering (ke perpustakaan) kalau mau UAS sama UTS sih, biasanya karena mulai ambis ngumpulin materi, tapi juga biasanya kalau hari-hari biasa suka ke perpus buat nugas sambil nunggu jam kuliah selanjutnya.”
VOL X
- Rifa Ariska, Mahasiswa Kesehatan Masyarakat UNDIP “Gue suka ke perpustakaan minimal dua kali seminggu. Biasanya disitu nugas dan baca buku.” - Nizar Arya P., Mahasiswa Teknik Mesin ITENAS
“Mengapa?” “Gue jarang kesana karena biasanya rame, banyak orang yang kesana jadi gadapet tempat. Kalau rame, pindah ke kantin atau coffee shop.” - Safina Nur Zahra, Mahasiswa Psikologi UPH “Gue kesana biasanya cuma untuk cari tempat duduk, ngadem, dan santai-santai kan. Bisa dimana aja. Udah gitu gue-pun belom pernah ke perpustakaan buat nyari dan minjem buku, karena prosesnya ribet.” - James A.W., Mahasiswa Arsitektur UI
“Di Semarang itu panas kan, jadi males keluar kampus. Fasilitas perpustakaannya enak, ada AC, jadi dingin terus. Suasananya sunyi. Terus juga di UNDIP tuh agak jauh dari cafe-cafe gitu, dan kebetulan jam antar matkulnya hampir deket. Jadi, yaudah, di perpustakaan aja.” - Rifa Ariska, Mahasiswa Kesehatan Masyarakat UNDIP
“Gue sering ke perpustakaan karena nyaman. Adem, banyak jendela jadi banyak cahaya alami, dan juga ga berisik kayak di cafe.” - Nizar Arya P., Mahasiswa Teknik Mesin ITENAS
VOL X
EKSISTENSI PERPUSTAKAAN
Peninggalan The Library of Ebla sumber : britishmuseum 1
The Library of Alexandria sumber : soulblog.ru/
Evolusi Penulis : Rafida Hapsari
Perpustakaan kuno pertama ditemukan di Ebla pada tahun 1974. Koleksi perpustakaan ini berupa tablet kuno yang terbuat dari tanah liat dan ditemukan di ruang penyimpanan istana Kerajaan Ebla. Setelah kertas mulai diproduksi, perpustakaan dibangun untuk menyimpan gulungan-gulungan yang ditulis oleh pemerintah dan masyarakat. The Library of Alexandria dan Chinese Imperial Library merupakan perpustakaan kuno terbesar yang dibangun pada zaman Dinasti Han. Kedua perpustakaan ini menyimpan gulungan-gulungan yang dapat dibaca oleh masyarakat. Pada abad pertengahan di dunia barat, biarawan berperan aktif dalam mengoleksi dan membuat tulisan tangan sehingga biara mulai membangun perpustakaan. Di negara Islam, para pemimpin dan kaum pelajar membuat tulisan dengan menggunakan teknik mencetak yang dikembangkan oleh orang Cina. Perpustakaan pertama di negara Islam digunakan untuk menyimpan Al-Quran dan beberapa temuan penting di bidang astronomi dan matematika. Pada zaman Renaisans, perpustakaan umum yang memiliki koleksi beragam mulai bermunculan. Setelah mesin cetak ditemukan, perpustakaan-perpustakaan mulai mengoleksi tidak hanya teks-teks kuno, namun juga buku modern. Pada tahun 1800-an, di Amerika dan Eropa banyak perpustakaan umum namun masyarakat harus membayar untuk masuk. Sekitar 1 abad kemudian, perpustakaan umum pertama yang sebenarnya dibangun dan dapat digunakan secara gratis untuk semua kalangan hingga saat ini.
The Imperial Palace of China sumber : https://fineartamerica.com/ 2
EKSISTENSI PERPUSTAKAAN
archdaily/ The Pinch Library and Community Center
Perpustakaan: Lebih Dari Sekedar Gudang Buku VOL X
Penulis : Nadia Rahmanisa
3
Mayoritas orang mengenal istilah “perpustakaan� sebagai tempat yang menyimpan koleksi buku dan dapat dipinjamkan kepada masyarakat yang membutuhkannya. Namun, sering kali terlupakan realitanya bahwa tempat ini dapat memberikan lebih dari sekedar buku. Perpustakaan sebagai ruang publik adalah tempat untuk membaca, bertemu, serta belajar. Membaca menjadi salah satu tujuan utama masyarakat datang ke perpustakaan. Suasana ruang-ruang dalam perpustakaan dikenal sebagai tempat yang sunyi dan tenang; cocok bagi pengguna untuk dapat fokus dan tenggelam dalam dunia pustakanya. Berkat teknologi, informasi dan pengetahuan dapat diakses dengan mudah, yang kemudian berujung pada turunnya angka pengunjung perpustakaan. Meskipun demikian, masyarakat cenderung mencari ‘ruang’ yang kondusif dan gratis ini untuk belajar, bekerja, berbisnis, maupun bertemu dengan orang lain. Selain itu, perpustakaan juga dapat menjadi
tuan rumah untuk mengadakan berbagai acara, dari skala kecil sampai besar, seperti storytelling untuk anak-anak dan konferensi. Disinilah tempat orangorang bertemu untuk eksplorasi ilmu dan bertukar pikiran. Terakhir, perpustakaan juga merupakan tempat untuk belajar. Masyarakat dapat memilih untuk mengonsumsi ilmu di tempat ini dengan sendirinya, namun juga dapat dibantu. Di samping penyediaan buku, perpustakaan juga menyediakan layanan edukasi. Contohnya, di Chicago Public Library, Amerika Serikat, terdapat akses yang terbuka ke 3D printer, kamera DSLR, konsol Disc Jockey serta kelas untuk mengembangkan keterampilan digital. Selain itu, di beberapa perpustakaan kampus di Indonesia terdapat pusat bahasa yang mengajarkan bahasa-bahasa tertentu.
4
EKSISTENSI PERPUSTAKAAN
archdaily/ denton corker marshall
archdaily/ denton corker marshall
VOL X
archdaily/ sanrok studio
archdaily/ sanrok studio
5
Perpustakaan di Pulau Jawa Penulis : Aurel Janantya
Terletak di pulau Jawa, terdapat beberapa perpustakaan yang telah dirancang sedemikian rupa untuk beradaptasi dengan kondisi masa kini, dari segi teknologi, arsitektural, maupun sosialnya. Salah satunya yaitu Perpustakaan Universitas Indonesia yang terletak di Gedung Crystal of Knowledge, Kampus UI. Dari segi arsitektural yang unik dan ramah lingkungan, mereka juga memiliki fasilitas lengkap dengan teknologi yang canggih dan juga koleksi buku yang lengkap. Terdapat juga Proyek Microlibrary oleh firma arsitektur SHAU Architecture & Urbanism, yang dipimpin Florian Heinzelmann dan Daliana Suryawinata . Proyek ini memiliki tujuan untuk meningkatkan literasi dan kesadaran lingkungan masyarakat dengan target membangun 100 Microlibraries. Salah satu yang telah terbangun yaitu Microlibrary Bima yang merupakan tempat membaca komunitas yang minimalis, yang berlokasi di Taman Bima, Kota Bandung. Aktivitas dan pengajaran saat ini didukung dan diorganisir oleh Dompet Dhuafa dan Yayasan Diaspora Indonesia. Namun, tujuan utamanya yaitu agar masyarakat lokal dapat mengatur isi dan pemeliharaan Microlibrary secara mandiri. Setiap Microlibraries dirancang berbeda sesuai dengan lokasinya. Microlibrary Bima memiliki fasad unik yang terbuat dari susunan box ice cream yang didaur ulang yang disusun sedemikian rupa sehingga terbentuk pesan “buku adalah jendela dunia� dalam kode binary. Bangunan ini diterima dengan sangat baik oleh masyarakat sekitar. Terdapat juga banyak masukan mengenai acara yang berlangsung, dan tamasya sekolah yang berkunjung ke Microlibrary.
Persebaran Perpustakaan di Cidadap-Coblong 6
EKSISTENSI PERPUSTAKAAN
Wawancara:
Winata H. Wijaya,
General Manager McGraw Hill – Indonesia Penulis: Rafida Hapsari
2. Seberapa penting keberadaan perpustakaan dalam hidup bapak? Bagi saya pribadi, perpustakaan sangat penting karena menyediakan informasi dan ilmu pengetahuan yang telah ditelaah secara ilmiah. Walaupun ada Google, keberadaan perpustakaan tetap penting. Hasil pencarian dari Google dapat menghasilkan hasil yang berbeda (tidak relevan) dari pencarian informasi yang kita butuhkan.
1. Apa itu perpustakaan menurut bapak? Perpustakaan adalah gudang informasi dan ilmu pengetahuan dalam berbagai bentuk media yang dapat diakses baik secara fisik maupun secara virtual (online (online). ).
3. Apakah perpustakaan digital bisa dikatakan sebagai perpustakaan?
VOL X
Kembali lagi ke perpustakaan sebagai gudang ilmu dan informasi, sebenarnya perpustakaan digital adalah bagian dari perpustakaan itu sendiri. Tidak hanya dengan menyediakan buku cetak, perkembangan teknologi membuat perpustakaan wajib menyediakan koleksi digital baik berupa e-book, e-journal, database, sebagai respon terhadap perubahan cara belajar, riset dari pengguna perpustakaan saat ini.
7
5. Bagaimana strategi penerbit bertahan menghadapi era e-book? Di masa pandemi covid-19 ini, terjadi lonjakan permintaan e-book, e-journal dan database dikarenakan proses belajar mengajar dilakukan secara virtual di rumah. Kesempatan ini harus dapat dipergunakan oleh perpustakaan untuk menyediakan kebutuhan bagi anggota perpustakaan karena banyak sekali dosen dan mahasiswa yang membutuhkan informasi dan ilmu pengetahuan yang dapat diakses dari rumah. Bagi penerbit yang memiliki platform untuk e-book, e-journal, database digital, ini adalah kesempatan untuk memasarkan produk ke perpustakaan. Namun bagi penerbit yang tidak memiliki platform, dapat bekerja sama dengan perusahaan IT penyedia platform yang saat ini terdapat di Indonesia, misalnya: Gramedia Digital, Kubuku, Moco, dll.
4. Apakah perpustakaan digital dapat menggantikan perpustakaan konvensional? Perpustakaan digital justru melengkapi perpustakaan konvensional, tidak menggantikan. Perpustakaan tetap harus menyediakan buku secara fisik namun dilengkapi juga dengan buku secara digital. Jadi tidak ada kemungkinan sebuah perpustakaan hanya menyediakan buku digital sebagai koleksinya. Namun perpustakaan harus lebih kreatif dengan bertransformasi dengan menyediakan akses gratis komputer dan internet, software, e-book, e-journal, database bahkan menyediakan tempat pelatihan, tempat diskusi bagi komunitas dimana perpustakaan tersebut berada. 8
EKSISTENSI PERPUSTAKAAN
archdaily/ KIE
Wawancara :
Wujud Manifestasi Kekuatan Ilmu Rizki Maulid Supratman
VOL X
Penulis: Nadia Rahmanisa
9
Perpustakaan telah hadir selama berabad-abad sebagai gudang informasi dan pengetahuan. Namun, berkat perkembangan teknologi, informasi yang tiada ala kadarnya dapat diakses oleh siapapun, kapanpun, dan dimanapun. Hal ini menyebabkan relevansi keberadaan perpustakaan dipertanyakan.
archdaily/ KIE
Akan tetapi, menurut Rizki Maulid Supratman, arsitek dan dosen Arsitektur UNPAR, relevansi itu bergantung dari realita mana yang dipandang. Perkara ini diawali dengan melihat definisi perpustakaan terlebih dahulu, yang mana merupakan tempat untuk mengumpulkan informasi dan data. Jika dilihat dari kacamata masyarakat strata ekonomi menengah ke atas, segala informasi dapat diperoleh dengan mudah karena individunya mampu mendapatkan fasilitas-fasilitas penunjangnya, seperti kuota internet dan perangkat elektronik yang mendukung.
Sebaliknya bagi masyarakat strata ekonomi menengah ke bawah, fasilitas tersebut adalah suatu kemewahan yang sulit dijangkau sehingga informasi yang dibutuhkan didapat dari sumber daya kolektif yang tersedia, yaitu perpustakaan. Kecenderungan akan relevansi perpustakaan bukan tidak lagi layak, hanyalah berkurang. Perpustakaan sebagai ruang komunal berkurang karena bagi sebagian masyarakat kebutuhan akan informasi dapat dipenuhi sendiri. Namun, tempat itu harus tetap hadir karena masih banyak orang lain yang membutuhkannya. Untuk menjadi ruang publik yang inklusif bagi semua strata ekonomi, perpustakaan harus dipandang sebagai entitas yang berevolusi. 10
VOL X
EKSISTENSI PERPUSTAKAAN
archdaily/ KIE
11
Pada tahun 2006, Pak Rizki bersama Budi Pradono melakukan riset mengenai contemporary library dan melihat fenomena bahwa di Eropa, perpustakaan itu seperti gereja. Pada sebuah kota, gereja merupakan manifestasi dari kekuasaan agama, sedangkan perpustakaan merupakan manifestasi dari kekuatan ilmu. Jadi, perpustakaan bukanlah sekedar gudang data dan informasi yang berdiri sebagai institusi yang kuno dan tertutup, melainkan juga sebuah fasilitas yang dapat digunakan oleh masyarakat. Perpustakaan akan lebih menarik bagi masyarakat jika dijadikan lebih publik, terbuka, komersil, dan juga menyenangkan. Adapun yang dapat diupayakan oleh sebuah perpustakaan untuk menjadi lebih publik antara lain yaitu memikirkan pengarsipan data baik secara digital maupun hardcopy, mulai memasukkan ruang terbuka seperti lobby, membuat spesifikasi ruang baca yang berbeda-beda, serta memasukkan auditorium atau ruang-ruang fungsi publik lainnya. Contohnya, proyek 100 Microlibraries by 2030 oleh SHAU Architects adalah proyek pertama di Indonesia yang berupaya melakukan rekonstruksi, revisi, dan pemikiran ulang konfigurasi perpustakaan pada tingkat kecamatan. Berawal dari letaknya yang berada di dalam kantor dinas hingga menjadi bagian dari ruang publik karena ditempatkan di taman. Oleh karenanya, aksesibilitas jauh lebih baik dan rasa segan masyarakat untuk datang ke perpustakaan semakin berkurang. Menurut Pak Rizki, untuk menciptakan perpustakaan yang ideal, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, aksesibilitas ruang kota menuju perpustakaan pantasnya adil bagi seluruh warga. Hal ini menjadi idaman karena struktur kota-kota di Indonesia amat rumit. Lalu, terjadinya ruang publik dalam perpustakaan. Kesalahan yang dilakukan di Indonesia adalah banyak perpustakaan umum yang disatukan dengan kantor dinas, sehingga suasana lebih seperti institusi formal dibandingkan ruang publik. Terakhir dan tak kalah penting, perpustakaan di aktivasi sebagai sarana untuk mencerdaskan warganya.
12
EKSISTENSI PERPUSTAKAAN
Perpustakaan Ideal? Penulis: Shadina Ayu
Desain interior perpustakaan merupakan unsur penting dalam pengembangan perpustakaan. Perpustakaan seharusnya menjadi tempat dimana pengguna ruang dapat mencari informasi dan belajar dalam lingkungan yang nyaman dan mengundang.
Konfigurasi Area Duduk Perpustakaan harus memiliki beragam pilihan tempat duduk untuk mengakomodasi berbagai gaya pembelajaran dan aktivitas. Area duduk sebaiknya dibagi menjadi dua bagian : 1. General zone Area ini merupakan area umum dimana pengunjung dapat bersosialisasi. Tingkat aktivitas di area ini cukup tinggi dan berbentuk ruang diskusi informal dengan kursi yang bisa di re-konfigurasi. 2. Silent zone
VOL X
Area ini diperuntukkan bagi individu-individu yang ingin menjauh dari keramaian. Partisi tidak masif atau transparan dapat digunakan untuk memberi batasan yang jelas antar area, namun tetap terhubung dengan area utama.
13
Akustik Pengguna perpustakaan memerlukan lingkungan yang tenang untuk belajar atau membaca sehingga dibutuhkan metode kontrol bising. Pemantulan bunyi, penyerapan bunyi, difusi bunyi, difraksi bunyi, dan dengung dapat diatasi dengan memperhatikan lapisan permukaan dinding, lantai, dan plafon atau isi ruangan seperti tirai, perabot, karpet, maupun acoustic board panel untuk meredam kebisingan dalam ruang.
Pemilihan Warna Warna interior perpustakaan haruslah harmonis, menyenangkan, dan menciptakan suasana tentram. Warna tersebut dapat ditampilkan pada elemen seperti dinding, partisi, furniture, atau elemen grafik untuk menegaskan batas-batas area perpustakaan. Warna gelap bersifat menenangkan sehingga cocok bagi pengunjung dewasa, sementara warna cerah bersifat merangsang kreativitas atau kelompok usia muda. Warna atau latar belakang dengan lapisan terlalu terang pada permukaan meja baca perlu dihindari karena berpotensi menyilaukan, begitu pula dengan permukaan sangat gelap yang memberikan kontras terlalu besar dengan kertas pada buku sehingga tidak nyaman bagi mata. Pencahayaan Perpustakaan memerlukan pencahayaan bebas silau dengan tingkat luminasi minimal 300 lux. Pengguna ruang cenderung beraktivitas secara dinamis dan berpindah-pindah sehingga akan merasakan berbagai kondisi pencahayaan di berbagai ruangan di perpustakaan. Tingkat pencahayaan perlu didistribusikan secara seragam dan dengan memperhatikan tata letak rak buku yang berpotensi menghalangi cahaya. Jika pencahayaan menggunakan cahaya alami, hendaknya sinar terlebih dahulu dipantulkan pada permukaan tertentu sehingga tidak melelahkan mata. Untuk pencahayaan buatan, salah satu teknik yang dapat digunakan adalah teknik cove, tipe pencahayaan tidak langsung dimana lampu dipasang secara tersembunyi di sekeliling langit-langit dan cahaya dipantulkan ke arah plafon.
14
VOL X
EKSISTENSI PERPUSTAKAAN
15
Illustrasi : Alifa Mutia 16
Public Library and Reading Park
The Book Room
EKSISTENSI PERPUSTAKAAN
Lokasi Arsitek
VOL X
Lokasi Arsitek
: Spanyol : MartĂn Lejarraga
Desain ini menantang pemahaman kita akan perpustakaan sekaligus mengusulkan pendekatan baru terhadap public spaces. Dengan menyatukan keduanya, MartĂn Lejarraga memperkuat rasa kebersamaan pada komunitas di lingkungan tersebut melalui sebuah ruang kota multifungsi yang padu.
Adaptasi
: Pune, India : Studio Infinity
The Book Room mendefinisikan ulang perpustakaan sebagai ruang yang tidak hanya berfungsi untuk belajar saja, melainkan juga suatu ruang rekreasi dengan menciptakan suasana yang santai dan tidak mengintimidasi sehingga mengundang semua kalangan usia untuk singgah dan menikmatinya.
Re-imagining Library Penulis : Shadina Ayu
17
9 ¾ Bookstore + Café
Seattle Central Library
Lokasi Arsitek
Lokasi Arsitek
: Seattle, Amerika Serikat : OMA + LMN
Desain Seattle Central Library menekankan pada fleksibilitas berupa penciptaan sebuah lantai umum dimana hampir semua aktivitas dapat terjadi, sedangkan lantai lainnya mewadahi masing-masing departemen selagi mempertahankan keterhubungannya terhadap lantai umum sebagai mixing chamber dan pusat aktivitas perpustakaan.
: Medellín, Kolombia : PLASMA NODO
Untuk beradaptasi dengan preferensi generasi muda akan kafe, 9 ¾ memadukan kombinasi tabu antara kafe dan toko buku. Area anak-anak berupa tempat persembunyian untuk bermain sambil belajar dan menikmati buku cerita, sementara area dewasa berupa ruang baca privat dan meja diskusi dimana mereka dapat membaca dengan ditemani secangkir kopi dan kudapan ringan.
18
EKSISTENSI PERPUSTAKAAN
Perpustakaan pada Universitas
VOL X
Penulis : Alexander Christian
19
Kemajuan peradaban yang diikuti dengan pesatnya perkembangan teknologi, membuat mahasiswa menimbang-nimbang untuk mengunjungi perpustakaan konvensional. Penyebab utamanya karena akses perpustakaan digital yang mudah; tidak hanya dapat dikunjungi pada waktu atau tempat tertentu saja. Kondisi ini mempertanyakan relevansi perpustakaan konvensional yang ada sekarang. Apakah keberadaannya perlu untuk dipertahankan atau tidak.
Nyatanya, salah satu tujuan mahasiswa membutuhkan perpustakaan karena mencari ruang yang kondusif untuk mendukung kegiatan membaca. Selain itu, perpustakaan pula dapat dijadikan sebagai ruang komunal untuk berdiskusi dengan mahasiswa lainnya. Suasana seperti ini yang tidak didapatkan saat menggunakan perpustakaan digital. Hal ini yang membuat relevansi perpustakaan tetap ada, namun hanya berkurang eksistensinya seiring perkembangan teknologi.
Banyak perpustakaan masih dirasa kurang ideal yang menyebabkan eksistensinya berkurang. Perpustakaan yang ideal tidak saja memenuhi kebutuhan literasi mahasiswa namun, diharapkan menciptakan suasana yang nyaman terhadap penggunanya. Peningkatan kualitas perpustakaan dapat dibuat lebih menyenangkan dan dinamis, sehingga mahasiswa menjadi lebih tertarik untuk berkunjung ke perpustakaan. Dengan demikian, relevansi dan eksistensi perpustakaan konvensional akan semakin meningkat seiring perkembangan teknologi.
20
VOL X
EKSISTENSI PERPUSTAKAAN
21
"People may go to the library looking mainly for information, but they find each other there." Robert Putnam
22
minikomm by kommunars