3 minute read

PUSTAKA

Next Article
RANCAK BUDAYA

RANCAK BUDAYA

Puisi tercipta dari luapan pemaknaan mendalam penyair terhadap dunia ataupun kehidupan dikemas dengan bahasa padat dan kaya makna. Buku antologi puisi berjudul Mengapa Luka Tidak Memaafkan Pisau karya Aan Mansyur ini berisi cara pandang individu atau masyarakat tentang kehidupan dengan berlaksa pertanyaan di dalamnya. Dituangkan dalam 5 bagian, tema-tema berbeda terjalin utuh membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan. Puisi dengan panjang 18,5 cm dan berisi 98 halaman ini disuguhkan dengan gaya yang unik, asyik, dan romantis.

Empat puluh dua puisi disajikan dengan bentuk pemenggalan kata dalam larik yang menyuguhkan estetika tampilan. Untuk memahami satu larik perlu membaca larik berikutnya begitupun seterusnya hingga didapat kesatuan pesan dan diperoleh gugusan makna. Beberapa puisi ditulis sangat pendek, tetapi tidak dangkal makna.

Advertisement

Setiap bagian dalam puisi selalu diawali dengan sebuah kutipan. Kutipan tersebut jika dimaknai artinya menggiring pembaca untuk mendapatkan gambaran isi pada setiap bagian. Misalnya saja pada bagian III berisi kutipan berbunyi “I have been both a ghost and haunted in the city I love.”~Rebbeca Solnit mengantar imajinasi pembaca pada pemaknaan sebuah kota dan memang di dalamnya disajikan puisi berjudul Makassar Adalah Jawaban Tetapi, Apa Pertanyaannya? pun pada bagian IV tertulis kutipan berbunyi “One cannot write poems about trees when the forest is full of police.”~Bertolt Brecht yang mengantar imajinasi pembaca pada pemegang kekuasaan dengan salah satu puisinya

Dinamika Pertanyaan dan Pemaknaan Kehidupan

oleh M. Aan Mansur

Judul buku : Mengapa Luka Tidak Memaafkan Pisau Cetakan : II, 2021 (I, 2020) Penulis : M. Aan Mansur Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama Tebal : 98 halaman

berjudul Negara.

Buku puisi Mengapa Luka Tidak Memaafkan Pisau ini membahas kehidupan mulai dari lingkungan terkecil, yakni diri individu, keluarga, masyarakat, hingga negara dengan segala lika-liku yang terjalin di dalamnya. Pembaca diajak untuk merenungkan dan menjawab pertanyaan yang tidak jarang dari pertanyaan yang ada memunculkan pertanyaan lanjutan sebelum diperoleh sebuah jawaban seperti pada kutipan berbunyi mengapa orang kota bersandar pada humor untuk bisa bertahan hidup & mengapa orang desa harus bertahan hidup untuk bisa tertawa?

Dalam karya puisinya tersebut M. Aan Mansyur tidak hanya mampu merangkum keterjalinan peristiwa yang selalu mendapati pertanyaan tiada henti dalam memaknai kehidupan, tetapi juga menghadirkan keberterimaan atas hal yang telah atau telanjur terjadi baik sebagai pilihan maupun sebagai nasib. Pada puisi berjudul Kesedihan misalnya, larik awal berbunyi sekarang kian sering datang kesedihan ke wajahmu menawarkan diri. Ia jatuh cinta kepada matamu. Pembaca digiring untuk berpikir mengapa kesedihan bisa jatuh cinta pada mata mereka yang diakhiri dengan larik berbunyi kuamati kesedihan dan mulai berpikir: jika aku bisa mencintai kesedihan, aku barangkali selalu berbahagia. Sebuah paradoks yang mengajak pembaca menyikapi hadirnya kesedihan.

Keunikan penggambaran melalui simbol muncul pada puisi berjudul Jatuh Cinta dengan lariknya berbunyi aku selembar kertas yang terbakar tetapi aku gegabah menganggap diriku api. Pembaca digiring untuk berpikir memahami diri dan posisinya.

Selain topik-topik tersebut, penulis juga menceritakan keromantisannya memiliki keluarga, yakni bersama istri, anak, dan ibu atau orang tuanya. Penulis merangkai tema keluarga yang berisi pemaknaan terhadap sosok seorang ibu, cinta kasih suami dan istri, pun keadaan di rumah saat suami dan dua anaknya menanti kedatangan istri atau ibunya, hingga melukiskan cara pandang anak dari kacamata anak.

Puisi karangan Aan Mansyur ini cocok untuk dijadikan teman diskusi dalam memaknai kehidupan. Dari segi pemilihan kata cukup ringan, romantis, popular, dan penuh simbol. Dari segi ilustrasi cukup unik berupa coretan abstrak layaknya coretan anak kecil belum mengenal cara menggambar disertai bulatan-bulatan melengkung asimetris berwarna biru bercampur putih, abu-abu, dan hitam. Dari segi sampul menarik berupa pemilihan warna biru tua yang dijadikan sebagai latar warna dengan beberapa bentuk abstrak berlubang yang mengelilingi judul buku serta tembus dengan sebagian ilustrasi di dalamnya semakin menjadikan sampul buku tampak unik dan menarik untuk ditelusuri isinya lebih lanjut. Dengan warna kertas yang kalem, ukuran huruf yang sesuai, dan ukuran buku yang mungil membuat buku puisi Mengapa Luka Tidak Memaafkan Pisau mudah dibaca dan dibawa ke manapun.

This article is from: