8 minute read

LAPORAN UTAMA

Next Article
LAPORAN KHUSUS

LAPORAN KHUSUS

Prof. Dr. AH. Rofi’uddin, M.Pd., Rektor Universitas Negeri Malang

Transformasi UM dalam Bingkai PTN-BH

Advertisement

Universitas Negeri Malang (UM) resmi menyandang status Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) pada penghujung tahun lalu (25/11/21). Sejak ditetapkannya status PTN-BH pada UM, terdapat berbagai perubahan, baik dari sistem tata kelola hingga mindset civitas academica. Berikut paparan mengenai revolusi UM sebagai PTN-BH.

Perubahan Struktur Organisasi

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 115 Tahun 2021 tentang Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum Universitas Negeri Malang, ada tiga organ utama dalam sistem pengelolaan UM, yakni Majelis Wali Amanat (MWA), Organ Rektor, dan Senat Akademik Universitas (SAU).

MWA merupakan organ baru yang secara umum bertugas untuk menyusun kebijakan dan menjalankan pengawasan bidang nonakademis. Ada 17 anggota MWA, mulai dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI; Rektor UM; Ketua SAU UM; lima orang wakil dari anggota SAU; tujuh orang wakil dari masyarakat yang salah satunya alumni UM yang bekerja di luar UM; satu wakil dari tenaga kependidikan; dan satu wakil dari mahasiswa (ex-officio Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa UM). MWA UM diketuai oleh Dr. Ir. Sugiharto, M.M. dengan sekretaris Prof. Dr. Arif Hidayat, M.Si. Dalam melaksanakan tugasnya, MWA membentuk Komite Audit (KA) yang melakukan pengawasan di bidang non-akademis terhadap penyelenggaraan UM. KA UM diketuai oleh Prof. Dr. Ir. H. Muhammad Bisri, M.S., IPU.

Organ Rektor menjalankan fungsi pengelolaan dalam UM. Terdapat unsur organisasi di bawah Rektor, di antaranya pimpinan, pelaksana akademik, penunjang akademik dan non-akademis, pelaksana penjaminan mutu, pengembang dan pelaksana tugas strategis, pelaksana administrasi, pelaksana pengawasan internal, serta pengelola usaha. Unsur pimpinan terdiri atas rektor dan empat orang wakil rektor. Jumlah wakil rektor tidak berubah karena dirasa sudah cukup efektif dalam mengemban tugas dan wewenang yang ada. Masing-masing wakil rektor menangani bidang yang spesifik: bidang akademik; bidang keuangan, SDM, dan sarana prasarana; bidang kemahasiswaan; dan bidang perencanaan, sistem informasi, komunikasi, & kerja sama. Terdapat perubahan pada unsur pelaksana akademik, apabila sebelumnya terdiri atas fakultas dan para ketua lembaga, maka saat ini pelaksana akademik terdiri dari fakultas, sekolah pascasarjana, dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M).

SAU sudah mulai aktif bekerja terhitung mulai Desember tahun lalu. Apabila MWA fokus pada bidang non-akademis, maka SAU menjalankan fungsi penetapan kebijakan, pemberian pertimbangan, dan pengawasan di bidang akademis, termasuk memberi persetujuan mengenai pembukaan atau penutupan program studi. Anggota SAU berjumlah 60 orang, terdiri atas rektor, wakil rektor, dekan, direktur sekolah pascasarjana, ketua LP2M, ketua SAF, dan perwakilan dosen dari tiap fakultas (dengan ketentuan 1-25 orang dosen diwakili oleh satu orang dosen).

Perubahan juga terdapat pada fakultas yang merupakan bagian dari unsur pelaksana akademik. Fakultas Ekonomi (FE) berganti nama menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) karena prodi-prodi di dalamnya sudah merambah ke arah bisnis. Fakultas Pendidikan Psikologi (FPPsi) juga beralih menjadi Fakultas Psikologi (FPsi) karena bidang yang diajarkan tidak hanya berfokus ke pendidikan psikologi. Istilah “jurusan” dalam fakultas juga akan digantikan dengan “departemen”, sehingga jabatan petinggi fakultas pun turut berubah. Pada tiap fakultas dibentuk Senat Akademik Fakultas (SAF).

Perubahan status UM menjadi PTN-BH menandakan bahwa UM dapat mengelola keuangannya secara independen. Maka dari itu, UM juga membentuk Badan Pengelola Usaha dan Dana Abadi (BPUDA) yang bertugas mencari berbagai peluang untuk memperoleh sumber pendanaan. “UM tidak menaikkan UKT untuk menambah pendapatan, maka dari itu ada badan yang didorong untuk menggali pemasukan. Setiap rupiah yang dialirkan pun harus berkontribusi untuk pencapaian visi dan

misi UM sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih baik,” tegas Prof. Dr. AH. Rofi’uddin, M.Pd. selaku Rektor UM.

Ekspansi Program Studi dan Badan Usaha

Status PTN-BH membuat UM mempunyai otonomi dalam mengelola perguruan tinggi, sehingga UM bebas membentuk unsur-unsur baru demi menunjang perkembangan universitas, termasuk membentuk prodi-prodi baru. Dengan mempertimbangkan kebutuhan dunia industri dan usaha, saat ini beberapa usulan prodi tengah dikaji aspek keberterimaan dan prospeknya. Ada 26 prodi baru dari jenjang S1 sampai S3 yang sudah diusulkan dan sedang dipelajari dengan cermat, termasuk di antaranya prodi-prodi bidang kesehatan seperti pendidikan dokter, gizi, farmasi, kebidanan, dan keperawatan.

Pembukaan prodi baru tentunya tidak melalui proses yang sederhana. Pihak fakultas menyusun proposal pendirian prodi dan tim Satuan Penjamin Mutu (SPM) akan menilai berdasarkan kriteria studi kelayakan. Unsur-unsur yang dinilai antara lain latar belakang pendirian prodi, input dan output mahasiswa, serta sumber daya. Bagi proposal yang lolos uji kelayakan, SPM memberikan pendampingan minimal sekali seminggu hingga dokumen pembukaan prodi baru selesai. Di sisi lain, prodi baru yang studi kelayakannya belum memenuhi kriteria, diberikan waktu untuk memenuhi aspek yang kurang dalam studi kelayakan serta merevisi dokumen studi kelayakan. Setelah memenuhi kriteria, proposal dikirim kepada rektor dan rektor beserta MWA dan SAU akan mengkaji ulang proposal tersebut. Apabila proposal telah dinyatakan layak, SAU akan menerbitkan surat persetujuan dan rektor mengirim pengajuan prodi baru ke Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT)/Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM). Apabila BAN-PT/LAM memberikan rekomendasi, rektor dapat menerbitkan SK pendirian prodi baru tersebut, dan proses pendirian prodi baru dinyatakan selesai.

Pendirian prodi baru bukan berarti menambah gedung baru. Menurut Rektor UM, gedung-gedung yang ada di UM sudah cukup untuk menunjang perkuliahan, bahkan jika nantinya ada penambahan prodi. “UM akan terus menerapkan blended-learning meski pandemi sudah selesai, ketika kuliah daring tidak harus datang ke kampus. Sudah ada dua gedung kuliah bersama yang bisa digunakan semua fakultas, laboratorium juga sudah diantisipasi supaya tidak kekurangan,” jelas Rofi’uddin. Beliau menambahkan, gedung kuliah bersama tersebut juga merupakan bentuk usaha UM supaya mahasiswa dari berbagai fakultas nantinya dapat saling berkomunikasi dan berinteraksi sehingga mampu melahirkan berbagai inovasi.

UM menargetkan setidaknya tujuh prodi dapat lekas beroperasi, prodiprodi tersebut yakni Pendidikan Dokter, Kebidanan, Gizi, Farmasi, Keperawatan, Ilmu Komunikasi, dan Aktuaria. Menurut Rektor UM, ketujuh prodi tersebut sedang dikaji sesegera mungkin karena output dari prodi-prodi tersebut paling banyak dibutuhkan oleh dunia usaha dan industri saat ini.

Dalam era disrupsi yang cepat berubah, pekerjaan-pekerjaan yang ada dapat hilang dan berganti dengan macam pekerjaan yang baru. Hal ini menjadi tantangan bagi UM dalam merancang kurikulum dan menyiapkan mahasiswa supaya dapat bersaing dan siap menjadi agen di era disrupsi. “Oleh karena itu, prodi baru yang dibuka dipastikan harus bermanfaat bagi masyarakat luas,” tandas Rofi’uddin.

Selain membuka prodi baru, UM juga lebih menggiatkan sektor-sektor usaha yang dimiliki. UM telah memiliki sejumlah badan usaha baik yang bergerak di bidang akademik (seperti sertifikasi laboran ataupun pengadaan pelatihan pustakawan) dan non-akademis (contohnya pengelolaan sarana-sarana publik seperti Graha Cakrawala, Sasana Krida, Sasana Budaya, Guest House, dan Bistrovia (teaching restaurant) dengan konsep co-working space. Ke depannya, ada banyak peluang bagi UM untuk melebarkan sayap di bidang usaha, seperti membuka restoran atau hotel. Oleh karena itu, pembentukan PT dan CV akan dilakukan sesuai kebutuhan, dan Rofi’uddin berharap networking badan usaha baru dapat mulai dibentuk. Rektor UM menjelaskan bahwa pengelolaan income generating merupakan area yang terbuka dan butuh penanganan ahli. Oleh karena itu, siapa pun yang mampu mengelola diperkenankan untuk melakukannya. “Tidak hanya orang UM yang berhak mengelola, pihak luar juga bisa asalkan profesional dalam dunia usaha,” jelasnya.

Perubahan Mindset UM sebagai PTN-

BH

Menurut Rektor UM, perubahan status sebagai PTN-BH hanya bersifat simbolik karena substansi perubahan yang utama ada pada sumber daya manusianya. Publik perlu tahu bahwa UM tidak sekedar berganti status, konsekuensi perubahan ini adalah adanya perubahan paradigma baik dalam diri mahasiswa, dosen, tendik, hingga pimpinan. Oleh karenanya, UM berusaha keras untuk memperbaiki kualitas dan kecakapan sivitas akademikanya.

Bagi mahasiswa, salah satu cara untuk meningkatkan kompetensi adalah dengan mengikuti Uji Kemampuan Berbahasa Inggris (UKBIng). “Kita mulai membuat suatu aktivitas yang terukur, ada indikator yang harus dipertanggungjawabkan oleh pengurus program. Misalnya, kita punya Balai Bahasa, mereka punya target untuk membuat mahasiswa yang lulus UM mendapat skor tes Bahasa Inggris minimal 425,” papar Rofi’uddin. Beliau menjelaskan bahwa program UKBIng ini sudah dimulai sejak pertengahan tahun lalu bagi mahasiswa yang lulus tahun 2022 atau lebih. Tes UKBIng pertama tidak dikenakan biaya, tetapi apabila mahasiswa belum berhasil mencapai skor minimal 425, mereka dapat berlatih secara daring dengan materi yang bisa diakses melalui Sipejar. Mahasiswa diperkenankan mengulang UKBIng maksimal empat kali dengan dikenakan biaya tiap tes, tetapi tujuan dari penetapan biaya tersebut bukanlah untuk mencari keuntungan. “Hal tersebut sebagai upaya memotivasi mahasiswa agar berusaha bersungguhsungguh dalam mengikuti tes,” terang Rektor UM.

Selain mewajibkan UKBIng bagi mahasiswa, upaya lain dalam mendongkrak kualitas lulusan adalah dengan mengadakan overseas program. “Contoh lain adalah Kantor Hubungan Internasional UM (HI UM) didorong untuk memberangkatkan minimal 1% dari total seluruh mahasiswa S1 ke luar negeri tiap tahunnya. Bisa dalam jangka waktu sebulan, bahkan satu semester,” kata Rofi’uddin. Program ini bermaksud memberikan mahasiswa wawasan mengenai kehidupan di luar kampus, terlebih di negeri orang. Jika memungkinkan, mahasiswa diharapkan

sudah memiliki paspor untuk persiapan studi di luar negeri sewaktu-waktu.

Dosen dan tendik juga mulai mengubah ritme kerja mereka. “Kalau bahasa gaulnya mungkin dituntut untuk ‘gak pake lama,’” gurau Rektor UM. Dosen dan tendik diharapkan untuk bekerja secara efektif dan efisien. “Kita punya target menjadi perguruan kelas dunia, saya menyebutnya sebagai GuRu (unggul dan rujukan) tingkat Asia dan dikenal dunia. Hal tersebut bukan diukur dari kemewahan gedung dan fasilitas, tetapi dari mindset sumber daya manusia, seperti kemampuan dosen mengajar dan membimbing hingga layanan administrasi yang mudah,” imbuhnya.

Salah satu peningkatan dalam layanan administrasi ialah pendataan yudisium otomatis. Begitu mahasiswa selesai ujian skripsi, nilai yang diinput dosen di Siakad akan segera masuk ke sistem, dan sistem secara otomatis mendeteksi pemenuhan syarat kelulusan. Apabila syarat-syarat kelulusan terpenuhi, maka tidak ada hambatan dalam kelulusan mahasiswa. Sistem juga dapat mendeteksi apabila seorang mahasiswa telah mencapai batas waktu studinya. Mahasiswa akan diberi peringatan dan alih-alih mendapat ijazah, mahasiswa tersebut akan mendapat surat keterangan bahwa ia pernah menempuh pendidikan di UM.

Pada masa awal transisi menjadi PTN-BH, UM masih dalam tahap penataan sistem dan perubahan pola pikir supaya seluruh sivitas bersinergi dalam mewujudkan target UM menjadi Guru Asia. Rektor UM menaruh harapan supaya seluruh civitas menjalankan perannya sesuai tugas dan fungsi masing-masing. “Dosen mendidik sembari meneliti dan mempublikasikan karya, mahasiswa berusaha lulus tepat waktu dengan prestasi terbaiknya, tendik bekerja sesuai tanggung jawab masingmasing. Kualitas kerja kita akan membawa dampak besar bagi pengakuan dunia terhadap UM,” pungkasnya. Zahirah/Izam

Gedung Bistrovia : salah satu usaha UM sebagai PTN-BH

This article is from: