![](https://stories.isu.pub/88549971/images/36_original_file_I6.png?width=720&quality=85%2C50)
3 minute read
Enola Holmes, Detektif Muda Bayangan Sherlock Holmes
![](https://stories.isu.pub/88549971/images/36_original_file_I3.jpg?width=720&quality=85%2C50)
oleh Faradina Izdhihari A
Advertisement
Enola Holmes adalah film yang diangkat dari karya novelis Nancy Springer, sebuah karya hasil adaptasi dari Sherlock Holmes milik Sir Conan Doyle. Dilansir dari laman IMDB, Enola Holmes mendapat rating 6.7, sedangkan di Rotten Tomatoes, film ini mendapat rating tinggi, yaitu 92 persen. Film Enola Holmes ini berlatar waktu 1884 di Britania Raya, tepatnya di daerah Bedfordshire, Luton Hoo. Gaya berpakaian Abad ke-19 yang dikenakan para pemainnya membuat kesan klasik film ini makin memikat.
Film ini berkisah tentang Enola, seorang gadis berambut cokelat dan keriting. Sejak kecil gadis malang ini tinggal berdua saja dengan ibunya. Ayahnya sudah meninggal dan kedua kakaknya bekerja dan tinggal di luar kota. Ibu Enola mengajarinya banyak hal yang berbeda dengan yang diajarkan pada gadis seumurannya. Ia diajari sains, olahraga, hingga memecahkan teka-teki. Berkat didikan ibunya, Enola dapat membaca semua buku koleksi perpustakaan rumahnya. Tak hanya itu perbedaan Enola dengan gadis lainnya. Alin-alih memakai gaun yang cantik dan mewah, ia lebih merasa nyaman mengenakan pakaian pria. Konflik di film ini terjadi ketika ibunya tiba-tiba menghilang dan meninggalkan Enola sendirian tepat saat ia berulang tahun yang ke-16. Hal itu membuat kedua kakaknya, Sherlock Holmes dan Mycroft Holmes, pulang ke rumah. Kakak pertamanya, Mycroft Holmes membuat banyak aturan yang mengekangnya. Enola memutuskan untuk melarikan diri dari rumah untuk menghindari rencana kakaknya yang akan menyekolahkannya di sekolah perempuan. Ketika gadis berumur 16 tahun ini berhasil melarikan diri, ia bertemu dengan pemuda yang seumuran dengannya. Bukannya membantu menyelesaikan masalah, pemuda itu justru menambah masalah baginya. Namun, Enola bukan gadis yang mudah menyerah. Ibunya mengajarkan banyak hal padanya. Termasuk terus berusaha dan tidak menyerah. Di laman IMDB juga dikabarkan bahwa film yang disutradarai oleh Harry Bradbeer ini telah sukses menduduki peringkat ke-9 dalam Top 50 Adventure Movies and TV Shows 2020. Meskipun merupakan film petualangan, film ini dapat juga dikategorikan sebagai film Children & Family yang dapat ditonton berbagai kalangan, dari yang muda sampai tua.
Kehadiran Millie Bobby Brown dan Henry Cavill sebagai pemeran utama dalam film ini menjadi daya pikat tersendiri bagi penonton film. Millie yang berperan sebagai Enola telah dikenal dari sebuah serial di Netflix yang berjudul Stranger Things. Akting Millie cukup berhasil menghidupkan karakter yang ia perankan. Gayanya yang enerjik dan terlihat lebih urakan dari kedua kakaknya yang rapi, membuatnya berhasil menjadi sentral. Henry Cavill yang berperan sebagai Sherlock Holmes adalah bintang yang sukses berperan dalam Superman di DC Universe. Performa aktingnya tidak diragukan lagi. Karakter yang dimainkannya sempat membuat beberapa pencinta Holmes kecewa karena karakternya tidak sesuai dengan Sherlock. Namun, kembali lagi, film ini tidak menceritakan Sherlock Holmes. Kedua aktor sukses itu membuat film “Enola Holmes” sangat ramai diperbincangkan di media sosial. Meskipun dianggap sebagai film yang cukup menghibur, film ini cukup menuai kontroversi. Film ini menghapus beberapa adegan penting dari novel aslinya. Beberapa hal yang ada di novel dan film cukup berbeda. Inilah yang membuat para pencinta Holmes yang telah membaca novelnya merasa tidak puas dengan hasilnya. Film yang menjanjikan adanya misteri, nyatanya sisi misteri dalam film ini gagal menghadirkan ‘ketegangan’. Penonton juga merasa kecewa karena karya yang seharusnya menjadi serial, ternyata dijadikan sebuah film. Dampaknya, konfliknya menjadi terlalu cepat, berakhir tanpa penjelasan yang jelas, dan beberapa adegan terkesan terburu-buru.
Secara keseluruhan, film ini dikemas cukup menarik dengan berbagai pesan yang disampaikan kepada penonton. Salah satunya adalah bagaimana cara kita untuk menentukan jalan hidup kita sendiri dan mengejar sesuatu yang menjadi impian kita. Jangan biarkan orang lain yang menentukannya. Tak hanya itu, film ini juga memuat unsur feminis yang menyuarakan kesetaraan gender. Dengan konflik yang cukup ringan dan tidak membuat pusing, film ini sangat cocok untuk ditonton saat bersantai.
Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sastra Inggris dan Juara 3 Kompetisi Penulisan Pustaka majalah Komunikasi
36
| Komunikasi Edisi 332
![](https://stories.isu.pub/88549971/images/36_original_file_I6.png?width=720&quality=85%2C50)
![](https://stories.isu.pub/88549971/images/36_original_file_I8.png?width=720&quality=85%2C50)
![](https://stories.isu.pub/88549971/images/36_original_file_I4.png?width=720&quality=85%2C50)
![](https://stories.isu.pub/88549971/images/36_original_file_I1.png?width=720&quality=85%2C50)