Koran Lensa Indonesia Edisi 112

Page 1

TERBIT 16 HALAMAN, HARGA ECERAN: RP 4.000, LANGGANAN: RP 16.000 (LUAR JAWA TAMBAH ONGKOS KIRIM)

Edisi 112/ 16 - 22 November 2015

SUDIRMAN SAID CARI GARA-GARA ATAU BENERAN?

JOKOWI ORA SUDI, JK KURANG AJAR Presiden Jokowi sebut “ora sudi” dan Wapres JK kutuk “kurang ajar” saat nama mereka dicatut tokoh politik terkenal meminta saham ke Freeport. Sebaliknya, cara ini dianggap strategi pengalihan isu Menteri ESDM agar perpanjangan kontrak IndonesiaFreeport tidak terusik.

SEORANG oknum politisi melakukan politik kotor dengan mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla untuk minta saham ke Freeport. Dibeberkan Menteri ESDM Sudirman Said, oknum tersebut adalah tokoh politik yang sangat berkuasa dan terkenal. Namun Sudirman tidak mau menyebutkan nama politisi

yang dimaksud. “Politisi itu meminta saham dan proyek listrik di Timika. Ulah dia mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden untuk mendapatkan sesuatu dari perusahaan asing adalah hal yang memalukan,” ucap Sudirman, Selasa (10/11/2015). Peristiwanya, kata Sudirman, terjadi beberapa bulan lalu saat ramai isu kontrak

Freeport akan diperpanjang. Tokoh politik ini memanfaatkan isu tersebut dengan menjanjikan ke Freeport bahwa perpanjangan kontrak akan segera diberikan. Tokoh politik itu menyampaikan permintaannya secara terangterangan dalam dua kali forum diskusi. “Saya bisa bantu Anda. Tapi, syaratnya berilah (kami) saham,” beber Sudir-

Mafia Petral, MR Disebut “Mister Untouchable” di Era SBY MANTAN anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Fahmy Radhi, membeberkan inisial nama yang diduga sebagai mafia migas di Pertamina Energy Trading Ltd. Menurut dia, nama yang diduga menjadi mafia migas itu cocok dengan temuan di lembaga penegak hukum lainnya. “Sesungguhnya dulu tim kami (Tim Reformasi Tata Kelola Migas) ke KPK, kemudian ke Bareskrim, kami melakukan konfirmasi ternyata ditemukan kesamaan, inisialnya MR,” kata Fahmy Radhi dilansir dari Tempo, Rabu, (11/ 11/2015). Hasil audit forensik terhadap Petral menyebutkan terjadi anomali dalam pengadaan minyak selama periode 20122014. Berdasarkan temuan lembaga auditor Kordha Mentha, jaringan mafia migas tersebut telah menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun. Menurut Fahmy, pada masa

pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, nama MR kerap disebut sebagai pihak ketiga dalam pengelolaan minyak bumi dan gas di Petral sebagai perusahaan perantara (fronting traders) dan perusahaan minyak milik negara untuk meraih keuntungan banyak. Fahmy menjelaskan, MR adalah pengusaha besar yang memiliki perusahaan di Singapura. Melalui perusahaannya, MR bertindak sebagai perantara pengadaan minyak dan gas negara. Akibat ulah para mafia minyak dan gas ini, Pertamina tidak memperoleh harga terbaik dalam pengadaan minyak atau jual-beli produk bahan bakar minyaknya. Pada era Presiden Yudhoyono meski nama “Tuan MR” santer disebut dalam kasus yang sama, tapi ia tak pernah tersentuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena ada unsur kedekatan antara “Mister Untouchable” itu dengan para pemimpin elite negeri ini. Walhasil, KPK tidak mempunyai pintu masuk menyelidiki kasus Petral. Adapun Presiden SBY memerintah selama dua periode, yakni 2004-2009 dan 2009-2014. “Mumpung saat ini audit membuktikan ada kerugian negara, saya rasa ini menjadi

saat yang tepat untuk KPK untuk masuk ke kasus ini, karena Presiden Jokowi mempunyai komitmen untuk memberantas mafia migas,” ucap Fahmy. Namun, siapakah MR—orang kuat di balik pengadaan minyak di Pertamina—seperti yang dimaksud Fahmy itu? Beredar sejumlah spekulasi, nama tersebut antara lain dikaitkan dengan sosok Taipan minyak Muhammad Riza Chalid—sebagai orang yang punya pengaruh di Petral. Riza dikenal dekat dengan Purnomo Yusgiantoro, mantan Menteri ESDM yang kemudian menjadi Menteri Pertahanan pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Riza juga disebut dekat dengan mantan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa. Bahkan, kedekatan Riza dengan kedua menteri yang menduduki jabatan strategis itu terekam luas di area publik. Bahkan pada Juli tahun lalu, beredar foto Hatta Rajasa saat menjadi saksi pernikahan anak Riza. Selain Hatta, di acara itu juga hadir Purnomo Yusgiantoro. Hatta ramai diberitakan juga terkait masalah impor minyak dan gas. Baca: Mafia... Hal 7

Jakarta Bakal Tenggelam Mendekati Kenyataan PREDIKSI Jakarta akan tenggelam sepertinya bakal menjadi kenyataan. Pasalnya, permukaan tanah setiap tahunnya terus mengalami penurunan, khususnya di utara Jakarta. Dari data yang dikeluarkan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) utara Jakarta setiap tahunnya turun sampai 26 sentimeter karena kenaikan muka air di Pulau Jawa terjadi sekitar 7,3 milimeter per tahun.

Sementara menurut data global, dalam 100 tahun, muka air naik sekitar 150 milimeter atau 1,5 meter per tahun. Dijelaskan untuk wilayah Jakarta, penurunan muka tanah berbeda-beda, mulai dari 1 sentimeter hingga 20 sentimeter per tahun. Penurunan muka tanah terparah adalah sampai 26 sentimeter per tahun di Utara Jakarta. Ini merupakan penurunan muka tanah maksimum.

“Kenapa ada penurunan muka tanah? Karena ada pengambilan air tanah besar-besaran, makin banyak beban konstruksi bangunan dan konsolidasi alami dari tanah yang memang aluvial dan tektonik,” ujar Pakar Ilmu Kelautan IPB, Alan Koropitan, di Jakarta, Kamis (12/11/2015). Meski demikian, kata Alan, kenaikan muka laut berdasarkan iklim di dunia, masih dalam hitungan

milimeter. Mengingat penurunan muka tanah di Jakarta sudah mencapai hitungan sentimeter, persoalannya bukan lagi karena perubahan alam, melainkan adanya konstruksi dan pengambilan air tanah. Sementara pembuatan pulau buatan atau reklamasi, menurut Alan, juga bukan solusi untuk mengatasi banjir. Baca: Jakarta... Hal 7

man menirukan ucapan politisi tersebut. Untungnya pihak Freeport tidak langsung percaya dengan ucapan tokoh politik itu. Freeport tidak mengabulkan permintaan itu. Pihak Freeport justru memilih melaporkan hal itu ke Sudirman yang merupakan pihak berwenang dalam mengurusi masalah tambang.

Sudirman bersyukur permintaan tokoh politik itu tidak terealisasi. Sebab, kalau hal itu sampai terjadi, martabat negara akan jatuh. “Akhirnya, proses ini melalui jalur yang normal. Dan Presiden yang memutuskan sendiri tanpa harus ada deal seperti itu,” katanya. Baca: Jokowi... Hal 7

Buwas: Aktivis HAM Protes ke Buaya Penjara Pengedar Narkoba Dijaga Buaya KEPALA Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Budi Waseso menyayangkan jika tindakan tegas untuk para pengedar narkotika disangkutpautkan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Tidak jarang institusi pemberantasan narkotika yang dipimpinnya mendapat “serangan” dari para aktivis HAM jika tindakan tegas yang mereka lakukan menghilangkan nyawa para pengedar tersebut.

“Ini memang menjadi tantangan bagi kami. Di sisi lain saya juga bingung, kalau menembak mati pengedar itu melanggar HAM, lantas mereka itu yang membunuh banyak generasi muda enggak melanggar HAM?” Kata Budi alias Buwas dalam dialog “Indonesia Darurat Narkotika” di Hotel Grand Aston, Medan, Selasa (10/11/2015). Baca: Buwas... Hal 7

\Kepala BNN Budi Waseso 'berburu' buaya untuk penjara khusus pengedar narkoba.

ICW Teman Ahok, Serang BPK LAPORAN ýIndonesia Corruption Watch (ICW) mengenai kasus dugaan potensi konflik kepentingan dan pelanggaran etik yang dilakukan Kepala BPK Perwakilan Jakarta ke Inspektorat Utama BPK dinilai sarat nuansa politis, terlalu dipaksakan, tidak penting dan tendensius. ‘Serangan’ ICW dilakukan di saat auditor Negara itu melakukan audit investigatif

terkait pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras (RSSW) oleh Ahok. Hasil audit tahap pertama BPK menemukan indikasi kerugian APDB DKI Rp 191 miliar dari pembeliah lahan tersebut. Penilaian tersebut disampaikan Presiden Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo) Bastian P Simanjuntak, Rabu (12/11/2015). Baca: ICW... Hal 7

Heboh Broker Lobi Jokowi, Siapa Derwin Pereira?

Derwin Pereira

www.lensaindonesia.com

SOSOK Derwin Pereira tibatiba mencuat dan menjadi perhatian masyarakat. Namanya disebut terkait lembaganya, Pereira International PTE LTD—yang disebut-sebut sebagai penyedia jasa ‘broker’ diplomasi. Ini terkait dengan pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Presiden Amerika Serikat Barack Obama beberapa waktu lalu. Lalu siapa sosok Derwin ini? Derwin Pereira yang dalam artikel Michael Buehler disebutsebut memberikan dana sebesar US$ 80 ribu kepada sebuah perusahaan pelobi Amerika Serikat, adalah mantan wartawan Strait Times. Atas hebohnya pemberitaan di Indonesia, dia kini me-

nyatakan maaf. Lewat surat elektronik di beberapa media nasional, Derwin— yang mengatakan saat ini sedang berada di luar negeri—menegaskan tidak pernah menerima uang dari pemerintah Indonesia dalam bentuk apa pun. “Pertama-tama saya meminta maaf atas kegaduhan informasi yang memberitakan sebuah tulisan tentang isu lobi politik atas kunjungan Bapak Presiden Joko Widodo ke Amerika Serikat baru-baru ini,” kata Derwin, Rabu (11/11/2015). “Saya ingin mengklarifikasi bahwa apa yang telah dijelaskan oleh Menteri Politik, Hukum, Keamanan Bapak Luhut Pandjaitan dan Menteri Luar Negeri Ibu

Retno Marsudi kepada pers itulah informasi yang sahih serta yang sebenarnya terjadi,” tulisnya. “Intinya, saya tidak pernah menerima uang dari pemerintah Indonesia dalam bentuk apa pun. Saya tidak melebihkan atau mengurangi informasi tersebut.” Derwin menyatakan Luhut, Retno, Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, serta staf Kementerian Luar Negeri RI telah bekerja keras dalam menyukseskan kunjungan Presiden ke Amerika Serikat. “Saya harapkan kita tidak perlu terjebak oleh berita-berita dari luar yang miring serta tidak jelas faktanya dan bertujuan membentuk polemik atas kunjungan Bapak Presiden ke AS,” tulisnya.

“Sepatutnya rakyat Indonesia harus bangga memiliki pemimpin yang bijak dan kerakyatan. Ingin saya jelaskan, ini keterangan pertama dan satu-satunya yang bisa saya sampaikan karena saya tidak ingin mengundang polemik yang berkepanjangan yang tidak sehat,” tulisnya. Menurut situs Belfer Center, Derwin, pendiri dan CEO Pereira International, adalah mantan jurnalis The Strait Times Singapore yang kerap memenangi penghargaan dan pernah menjadi Kepala Biro Strait Times di Jakarta dan Washington DC. Dia pernah mewawancarai semua Presiden Indonesia sejak jatuhnya Soeharto, termasuk Susilo Bambang Yudhoyono yang kemudian menjadi

Presiden, juga para jenderal semasanya, seperti Prabowo Subianto dan Luhut Binsar Panjaitan yang kini menjadi Menko Polhukam. Derwin juga dekat dengan hampir seluruh presiden yang menjabat usai Soeharto jatuh. Misalnya saja BJ Habibie, Megawati Soekarnoputri, Abdurrahman Wahid, juga Susilo Bambang Yudhoyono. Sebagai jurnalis, Derwin dikenal punya daya tembus tinggi. Tak hanya Indonesia, Derwin pernah melakukan wawancara eksklusif dengan mantan presiden Amerika Serikat George W. Bush, dan mantan Menteri Luar Negeri Condoleezza Rice. Baca: Heboh... Hal 7


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.