3 minute read
Sosok: Komunitas Jarilima Ubah Sosok Ellen jadi Pegiat Lingkungan
Komunitas Jarilima Ubah Sosok Ellen jadi Pegiat Lingkungan
Oleh: Berliana Khofifah Rahmawati | Desainer: Novia Putri Fatmatuzzahro (Magang)
Advertisement
Dok. Pribadi
Ellen Nugroho. Wanita yang kerap disapa Ellen ini merupakan salah satu penggagas
Komunitas Jaringan Peduli Iklim dan Alam (Jarilima). Sebuah komunitas yang berperan sebagai agent of change dalam kondisi iklim saat ini. Komunitas ini memberikan pemahaman mengenai climate change melalui pelatihan dan seminar, juga mengenai apa saja yang mampu mengurangi buruknya perubahan iklim. Mulai dari zero waste, pembuatan kompos, dan sejenisnya dengan memperhatikan kondisi lingkungan.
22
Bermula dari membaca sebuah artikel tentang Greta Thurnberg, seorang aktivis perubahan iklim dalam rubrik sosok Harian Kompas, membuat Ellen tergerak untuk melihat lebih mendalam lagi mengenai kondisi bumi saat ini. Bersama putra sulungnya, ia mencari informasi mengenai perkemba - ngan iklim yang terjadi, termasuk suhu yang terus meningkat, bencana alam yang sering terjadi, serta efek rumah kaca yang makin memperparah segalanya. Ia merasa jika ia terus diam, suhu bumi akan terus meningkat tanpa dibarengi dengan pembenahan.
Ellen menjelaskan mengenai keinginannya bersama rekan-rekannya saat menggagas Jarilima. Komunitas Jarilima sendiri terbentuk pasca aksi “Jeda Untuk Iklim” di akhir 2019. Ellen menilai bahwa setelah adanya aksi tak mungkin jika tidak adanya kerja lanjutan secara kolektif. Maka dari itu, ia bersama kawannya membentuk sebuah komunitas yang akan melakukan pergerakan untuk iklim. “Kebetulan di Semarang belum terbentuk forum komunikasi antar pegiat lingkungan dan iklim. Akhirnya, kami sepakat bahwa perlu dibentuk wadah supaya yang selama ini jalan sendiri-sendiri bisa terhubung. Dengan begitu, informasi bisa dibagikan, dimutakhirkan, dan disikapi bersama," jelas Ellen.
Komunitas Jarilima merupakan bentukan dari beberapa organisasi yang bergerak dalam bidang yang linier. Diantaranya seperti komunitas Persaudaraan Lintas Agama (Pelita), Klub Merby, AIMI Jawa Tengah, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Seangle, World Merit Semarang, Front Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), Hysteria, dan Kelompok Pecinta Alam (KPA) Pashtunwali.
Sebagai ibu dari tiga anak, membuat hatinya tergerak untuk mulai peduli dengan alam. Yang pertama terpikirkan oleh Ellen adalah bagaimana nasib anak-anaknya nanti kalau bumi terus memanas, cuaca ekstrem dan bencana alam yang makin sering terjadi. Mungkin Kota Semarang akan tenggelam karena permukaan air laut terus naik dan makhluk hidup punah secara masif. “Kalau generasi saya ini akan segera berlalu, yang akan paling menderita akibat dampak krisis iklim ini adalah generasi anak-cucu saya,” tutur Ellen.
Isu lingkungan merupakan ranah baru bagi Ellen. Ia banyak belajar dari kawankawan yang sudah lebih lama bergiat dalam isu tersebut. Selain di Komunitas Jarilima, Ellen juga menjabat sebagai koordinator nasional Perkumpulan Homeschooler Indonesia dan wakil ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Jawa Tengah. Di samping kesibukannya itu, Ellen sedang belajar menerapkan hidup minim sampah atau zero waste. Dirinya juga belajar tentang aneka problem lingkungan baik di lingkup kota Semarang sampai ke tingkat global. “Sebelumnya saya cuma tahu sekilas saja, sekarang setelah makin banyak informasi, saya makin sadar bahwa kecuali kita, semua berkontribusi. Umat manusia ini bisa punah semuanya seiring rusaknya ekosistem,” jelas Ellen.
Ada lagu yang ia suka dari Matthew West, yang berjudul “Do Something”. Menurut Ellen, dalam lagu tersebut seluruh liriknya menggugah, terutama refrain-nya berbunyi “If not us then who, if not me and you, right now it’s time for us to something. If not now than when, we will see an end to all this pain, it’s not enough to do nothing, it’s time for us to do something.” Lirik itu bermakna: Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan aku dan kamu? Sekarang ini saatnya kita berbuat sesuatu. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kapan kita melihat penderitaan ini berakhir? Tidak cukup diam saja, ini waktunya kita berbuat sesuatu.
Wanita yang juga memiliki prinsip I like everything that I do, I won’t do anything that I don’t like juga berpesan di akhir wawancaranya bahwa “Jangan merasa dirimu terlalu kecil untuk menciptakan perubahan. Masalah krisis iklim ini memang skalanya sangat besar, tapi asal kita mau kerja bareng, perubahan bisa terjadi”.