3 minute read

Komunitas: Komunitas Turonggoseto, Paguyuban Unik Pelestari Gamelan dan Kuda Lumping

Dok. Arizal

Penampilan tari kuda lumping oleh Komunitas Turonggoseto

Advertisement

Turonggoseto,

Pelestari Gamelan dan Kuda Lumping

Komunitas Turonggoseto merupa- kan komunitas yang berdomisili di Dukuh Ngembak, kelurahan Bulusan, Tembalang, Semarang dan terbentuk pada lima tahun silam. Komunitas ini ialah komunitas yang melestarikan dan mengembangkan budaya Jawa, dalam hal ini ialah seni gamelan dan 7 jaran kepang atau bisa disebut kesenian kuda lumping.

Komunitas ini berdiri atas dasar ketidak- sengajaan. Berawal dari kumpulan remaja Dukuh Ngembak, kala itu mereka menye- lenggarakan turnamen voli yang diadakan selama 13 hari dan berhasil menarik minat banyak penonton. Hal inilah yang menjadi sumber penghasilan panitia, selain dari biaya pendaftaran peserta, panitia juga mendapat penghasilan lain dari biaya parkir penonton. Mereka kebingungan akan dikemanakannya uang penghasilan penyelenggaraan turnamen voli dialami oleh panitia pasca turnamen usai, Desainer: Zakiyah (Magang)

Oleh: Hanifah Nurulinayah | pasalnya uang penghasilan yang didapat- kan cukup besar. Karena saat itu di Dukuh Ngembak belum ada karang taruna, akhirnya uang tersebut dialokasikan untuk membantu pembangunan musala desa, sedang sisanya atas hasil diskusi antar remaja desa akhirnya digunakan untuk membeli gamelan dan mem- buat kuda lumping sederhana.

Perjalanan Turonggoseto dari awal ter- bentuk hingga saat ini tentu tidak mudah. Tahun pertama, yaitu 2014, Turonggoseto memulai dengan berlatih tarian sederhana diiringi gamelan. Selain itu, mereka juga berlatih bagaimana menampilkan kesenian kuda lumping dan berinteraksi dengan le- luhur Dukuh Ngembak. Tahun kedua, tahun 2015, mereka mulai menambahkan gerakan dalam tariannya. Di tahun ini pula mereka mulai rutin untuk menyajikan pertunjuk- kan kuda lumping kepada penduduk dukuh Ngembak pada perayaan tahun baru Islam

(Suro), hari kemerdekaan Indonesia, dan hari jadi Kota Semarang serta komunitas Turonggoseto berhasil mendapatkan kesempatan untuk melebarkan sayapnya di lingkup Kota Semarang. Turonggoseto diminta untuk tampil di pembukaan Dugderan di Balaikota Semarang. Kemudian, pada tahun 2016, Turonggoseto sempat tampil untuk memeriahkan Pawai Ogoh-ogoh, guna memeriahkan hari Nyepi umat Hindu. Hingga di tahun 2018, melalui penghasilan dari tampil di berbagai acara, Turonggoseto mampu membeli perlengkapan yang lebih layak untuk tampil. Tahun 2019 menjadi salah satu pencapaian paling berharga bagi Turonggoseto, karena di bulan Oktober lalu, Komunitas Turonggoseto berhasil meraih juara dua dalam festival seni yang diadakan Dinas Pemuda dan Olahraga.

Keunikan Komunitas Turonggoseto

Ganjar selaku ketua paguyuban Turonggoseto menjelaskan jika Turonggoseto termasuk komunitas yang unik, karena memiliki ciri khas. Dalam pelatihan tarian maupun gerakan tari, Turonggoseto tidak memiliki tentor atau pelatih. Para anggotanya belajar atau mencari referensi melalui Youtube, kemudian gerakan tersebut dikembangkan dan dikreasikan dengan gamelan hingga bisa menampilkan keindahan seni kuda lumping sesuai kreatifitas anggotanya sendiri. Atau dengan kata lain, dalam menampilkan kesenian kuda lumping, gerakan serta iringan musik mereka bisa berubah dari waktu ke waktu, karena tidak terpaku pada gerakan pakem seperti tari daerah. "Jadi Turonggoseto misalnya tampil bulan ini dengan tiga bulan kemudian itu pasti yang disuguhkan itu berbeda. Perbedaan itu yang menjadi daya tarik penonton untuk selalu datang." jelas Ganjar.

Selain tampil pada acara perayaan, Turonggoseto juga tampil saat ada diminta oleh orang untuk memeriahkan acaranya atau istilah lainnya orang yang ingin nanggap kuda lumping. Saat ingin mengisi acara, biasanya Turonggoseto menanyakan kepada si empunya hajat, apa tarian yang mereka inginkan. "Kita menawarkan ke luar

KOMUNITAS itu kepenginnya seperti apa yang dia minta. Jadi, nggak yang punya hajat yang manut yang tampil. Tapi kita main berdasarkan request yang nanggap." Jelas Ganjar.

Pada tahun kelima terbentuknya Turonggoseto, yaitu pada tahun 2019, tercatat anggota aktif Turonggoseto sejumlah 50 orang. Jumlah tersebut tentunya masih akan bertambah, karena Turonggoseto sangat terbuka untuk menerima anggota baru kapanpun itu. Salah satu persyaratan yang perlu dipenuhi untuk ikut bergabung dengan Turonggoseto diantaranya adalah tidak mengikuti paguyuban sejenis. "Kalau orang luar mau ikut Turonggoseto saya oke, tapi di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung, ibarate wong njobo seng melu Turonggoseto juga harus bisa ngikuti aturan yang ada," tutur Ganjar. Ia juga menambahkan mengapa persyaratan untuk bergabung adalah tidak boleh mengikuti paguyuban sejenis Turonggoseto. "Saya juga selalu menyarankan kalo di wilayah asalnya ada paguyuban yang sama sebisa mungkin jangan ikut Turonggoseto, tapi lestarikanlah paguyuban yang ada di wilayah asalmu karena kita sama tujuannya yaitu melestarikan budaya yang ada," kata Ganjar. Selain itu, anggota Turonggoseto sendiri tidak terpaku oleh umur, ada yang masih menempuh sekolah dasar, menengah, bahkan ada yang berusia sekitar tiga puluh tahun masih aktif di Turonggoseto. Ganjar juga menjelaskan bahwa kegiatan Turonggoseto selain tampil untuk suatu acara, adalah kumpul rutin dan latihan dua kali seminggu.

Ketika disinggung mengenai harapan, Ganjar sendiri berharap agar Turonggoseto memiliki tempat khusus untuk menyimpan perlengkapan tampil mereka. Selain itu, ia juga berharap agar bisa memperkenalkan Turonggoseto hingga seluruh kota Semarang mengenal komunitas ini. Tak hanya itu, ia juga berharap pada kompetisi berikutnya, Turonggoseto bisa meningkat prestasinya. "Kalau ada event atau festival yang diadakan dinas atau kompetisi lain kita berharapnya bisa dapat juara satu," pungkas Ganjar.

This article is from: