5 minute read
Plesir: Keseruan Eks plor Indahnya Pesona Alam di Tenggara Kota Yogyakarta
Dok. Sandra
Keseruan Eksplor Indahnya Pesona Alam di Tenggara Kota Yogyakarta
Advertisement
Oleh: Hani Cahya Kamila | Desainer: Riris Metta K.
Awal Februari lalu, saya dan teman-teman kru LPM Dimensi berencana untuk melarikan diri sejenak dari penatnya kegiatan perkuliahan. Pilihan kami jatuh pada sebuah pantai di sebelah Tenggara Yogyakarta. Sebenarnya untuk musim penghujan seperti sekarang ini, tidak direkomendasikan untuk melakukan kegiatan camping ataupun tracking. Namun, melihat banyaknya pantai yang mempesona dan menarik di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta membuat kami tak sabar ingin mengulik keindahan alam di baliknya. Pantai Siung menjadi pilihan yang tepat dihiasi batu karang menjadi daya tarik tersendiri. Selain itu, jalur tracking di bukit dekat pantai juga menawarkan pengalaman yang berbeda bagi kami.
Dengan bermodalkan sepeda motor, rencananya perjalanan dimulai pada Jumat (7/2) pagi. Namun nasib berkata lain, salah satu dari kami harus mengurus bebas kompensasi guna keperluan daftar ulang. Maklum, anak Polines tidak jauh-jauh dari namanya bolos dan kompensasi. Akhirnya kami urungkan niat untuk segera tiba di kota istimewa. Barulah setelah salat jumat,
kami menarik gas sepeda motor kami menuju Gunung Kidul. Tak selang beberapa lama, hujan langsung mengguyur jalanan dengan derasnya. Hujan memang tak pilih kasih, dia jatuh merata di sepanjang perjalanan kami hingga Klaten.
Sesampainya di Gunung Kidul, langit sudah menggelap dan azan magrib mulai bergema. Kami berhenti di masjid setempat untuk beribadah. Perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke Pantai Siung masih sekitar satu jam. Kami melewati pemukiman warga, namun adakalanya jalanan terasa sangat sepi dan gelap karena minimnya penerangan. Dengan bantuan google maps, kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan.
Kami sempat kehilangan arah di tengah perjalanan. Berjalan di tengah persawahan memang membuat kami kesulitan untuk mendapatkan sinyal. Setelah melewati kurang lebih 2 kilometer, sampailah kami di Pantai Siung tepat pukul 19.30 WIB. Biaya retribusi yang ditarik sangat terjangkau, hanya Rp.30.000,- untuk tiga motor.
Di sana kami disambut oleh hamparan pasir putih yang terbentang di bibir pantai diiringi dengan suara deburan ombak. Di tepi pantai sudah berdiri tegak dua buah tenda yang merupakan satu kumpulan. Tanpa banyak berpikir, kami langsung mencari tempat yang strategis untuk mendirikan tenda, tepatnya di bibir pantai. Hanya berjarak kurang dari 10 meter. Namun karena air sedang surut, air laut terlihat cukup jauh.
Kami berenam melakukan camping selama satu malam di Pantai Siung. Peralatan yang kami bawa diantaranya; dua buah tenda dengan harga sewa @Rp.24.000,- matras Rp.8.000,- dan juga tas carier sebesar 80L yang kami pinjam dari salah seorang teman. Karena kami berencana untuk memasak sendiri, jadi kami juga mempersiapkan peralatan memasak meliputi nesting, kompor dan gas. Serta bahan makanan meliputi mie instan, sosis, nugget, air mineral dan pop corn. Budget yang kami keluarkan untuk dua kali makan sekitar Rp. 80.000,-
Malam pertama kami lewati dengan me- nyantap mie instan dan membuat popcorn sembari menikmati kehangatan api unggun. Jika kalian ingin menyalakan api unggun, maka kalian harus merogoh kocek Rp.40.000,-. Cukup mahal, bukan? Namun harga ini cukuo sebanding dengan kenangan indah yang kami dapatkan.
Setelah cukup kenyang dan puas menikmati angin malam, kami memutuskan untuk beristirahat. Namun suara ombak terdengar sangat keras, saya pun keluar tenda. Dan... Coba tebak apa yang saya temukan? Yap, bintang! Langit dini hari terlihat sangat cantik dihiasi dengan ribuan bintang menyala. Membuat kami takjub dan tak henti-hentinya menganga terpesona.
Ketika menjelang pagi, suasana pantai mulai ramai. Orang-orang berdatang untuk melihat matahari terbit. Selepas salat subuh, saya dan teman-teman menyiapkan makanan untuk sarapan. Sarapan kali ini disuguhi dengan pemandangan pantai berkarang berbaur riuh ramai anak-anak yang sedang bermain air.
Mengingat matahari mulai terik, kami bergegas membereskan peralatan makan dan juga tenda. Kami mulai mempersiapkan diri untuk tracking ke Bukit Pengilon. Berhubung tidak memungkinkan untuk membawa barang-barang kami yang cukup berat, maka kami titipkan di warung terdekat.
Kami berjalan menyisiri pantai ke arah utara dengan membawa dua botol air mineral besar dan uang secukupnya. Sekitar satu kilometer berjalan, kami menemui tangga yang akan membawa kami ke atas bukit. Hamparan laut lepas dan pemandangan Pantai Siung sangat menakjubkan dari atas bukit. Kami dihadapkan langsung pada laut lepas dengan gemuruh ombak yang saling bersautan. Di atas sini juga terdapat tempat yang disediakan untuk area camping berbayar.
Jalan yang kami lalui cukup terjal dan menguras tenaga untuk kami yang tidak pernah melakukan tracking. Setiap ada pos pemberhentian, kami selalu berhenti.
Mengisi ulang tenaga dan menikmati nuansa pantai dan perbukitan. Di pos pertama, terhampar kebun jagung yang sangat luas dikelilingi oleh persawahan.
Kemudian sampailah kami di aliran air dari sungai yang sebelumnya kami lewati, yaitu
Banyutibo. Pantai Banyutibo menyuguhkan aliran air yang langsung jatuh menuju pantai berkarang di bawahnya.
Perjalanan menuju Bukit Pengilon berlanjut, jalanan yang kami tempuh kembali berupa area perkebunan, persawahan dan sesekali kami temui rumah warga.
Setelah berjalan kurang lebih setengah jam dari Pantai Banyutibo, sampailah kami di hamparan perbukitan yang jarang tumbuh pohon dengan bertuliskan ‘Bukit
Pengilon’. Kami sempat berhenti membeli minum di sebuah warung terdekat. Kami juga berbincang-bincang dengan salah satu warga sekitar. Ungkapnya, Pantai Wediombo terletak di seberang bukit ini. Tentu kami sangat antusias untuk ke sana, namun ternyata jarak menuju kesana masih sangat jauh. Jadilah kami putuskan untuk melanjutkan ke Bukit Pengilon saja.
46
Dok. Hasan
Setelah melewati sisa perjalanan dengan jalan berbukit di antara hamparan hijau rerumputan, sampailah kami di Bukit Pengilon. Suasananya terlihat asri dan menenangkan. Suara ombak beradu riuh menabrak batu karang. Terlihat hamparan lautan yang membiru dari atas bukit yang dipenuhi pohon dan rerumputan. Kami duduk di bibir tebing, merebahkan badan, dan menikmati hasil tracking yang sebelumnya tidak pernah kami bayangkan sesulit ini.
Hari sudah beranjak siang, kami memutuskan untuk kembali ke Pantai Siung dengan menyusuri jalur tracking yang sama, kembali ke warung tempat penitipan barang-barang kami. Ternyata perjalanan pulang sama saja melelahkannya. Namun lagi-lagi rasa lelah dan terik matahari yang menyengat terobati dengan segelas es teh yang kami pesan. Setelah cukup beristirahat dan membersihkan diri, kami bersiap untuk kembali pulang. Saat mengambil sepeda motor, kami membayar Rp5.000,- untuk biaya parkirnya.
Pantai Siung merupakan satu diantara sekian banyak pantai indah di Gunung Kidul. Pantai ini belum cukup dikenal masyarakat luas, masih sepi dan sangat cocok untuk kalian yang suka mengeksplor tempattempat baru.