3 minute read

Pengaruh Stabilitas Karier terhadap Mental Pekerja Muda

Pengaruh Pengaruh Stabilitas Stabilitas Karier Karier

Terhadap Kesehatan Mental Pekerja Muda

Advertisement

Oleh: Ela Elfita Fatimah Desainer: Zakiyah Ilustrator: Ranira Salma

Setiap orang pasti ingin memiliki karier yang stabil, sehingga dibutuhkan kerja keras untuk mencapai hal tersebut. Namun, seiring dengan tuntutan karier yang baik terkadang dapat memengaruhi kesehatan mental khususnya pekerja muda yang baru terjun ke dunia kerja. Pekerja muda seringkali mendedikasikan diri semata-mata hanya untuk pekerjaan agar mencapai kesuksesan tanpa memperhatikan kondisi kesehatannya. Padahal kesehatan fisik maupun psikis sangat penting untuk dijaga agar dapat bekerja dengan maksimal. Membangun karier yang baik tentu akan mendatangkan keuntungan di masa depan. Seperti yang disampaikan oleh Ivarianie Virgiana selaku Recruitment Manager Pura Group, bagi orang-orang yang mengutamakan karier, stabilitas karier memberi rasa aman untuk kehidupan mereka. Namun, bagi mereka yang tidak terlalu berfokus pada karier dan hanya mengikuti alur, cenderung tidak terpengaruh. Besarnya pengaruh dari stabilitas karier tergantung pada motivasi kerja yang dimiliki oleh para pekerja. “Stabilitas karier ada yang berpengaruh ada yang tidak, tergantung motivasi kerja dari pekerja itu sendiri seperti apa,” ungkap Ivarianie saat diwawancarai Januari lalu.

LAPORAN KHUSUS

Mental Generasi Z dalam Menghadapi Dunia Kerja Dalam artikel berjudul “5 Fakta Kesehatan Mental Gen Z, Generasi Paling Tertekan” yang dimuat dalam idntimes.com, generasi Z merupakan anak-anak muda yang lahir pada tahun 1995 hingga 2010. Di usia kerjanya, mereka dihadapkan dengan kondisi pandemi yang menyulitkan, sehingga memberi dampak tekanan yang memengaruhi kesehatan mental. Menurut Western Governors University, hanya sekitar 45% individu gen Z yang memiliki kesehatan mental yang baik atau sangat baik. Angka tersebut lebih rendah dari generasi sebelumnya yakni generasi milenial. Kondisi kesehatan mental anak muda yang sudah bekerja memang masih dalam batas wajar tetapi tidak menutup kemungkinan ada juga anak muda yang mentalnya sudah terganggu, mudah stres, maupun tidak kuat di bawah tekanan pekerjaan. Oleh karena itu, para pekerja muda harus mempersiapkan mental dalam menghadapi dunia kerja. Tak hanya itu, di tengah kekhawatiran akan stabilitas karier, pekerja harus meningkatkan mental kedewasaan. Ketika siap memasuki dunia kerja berarti siap menerima dan beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Mental yang tadinya hanya sebagai follower atau pengikut harus diubah menjadi mental pejuang, karena di dalam perusahaan pasti ada kompetisi untuk menjadi yang terbaik. Selain mental, skill atau kemampuan juga harus dipersiapkan terutama soft skill karena perusahaan cenderung memilih pekerja yang memiliki attitude atau karakter yang baik. Pekerja yang jujur, kreatif, tidak mudah menyerah, memiliki kemampuan leadership, mudah beradaptasi, mempunyai motivasi kerja yang tinggi serta memiliki orientasi berprestasi lebih berpeluang diterima di perusahaan. Kemampuan-kemampuan tersebut tidak diajarkan di sekolah tapi dibentuk dari pribadi yang mengembangkan diri misalnya dengan mengikuti organisasi, seminar, pelatihan, freelance, atau part-time.

Work-Life Balance, Budaya Kerja yang Perlu Diterapkan Mengingat karier yang baik harus dicapai dengan kerja keras memunculkan suatu kebudayaan bernama hustle culture. Budaya yang menuntut para pekerja agar segera menyelesaikan pekerjaan dan memiliki durasi lama kerja yang berlebihan, membuat para pekerja terkadang mengalami gangguan kesehatan mental juga kelelahan fisik. Di dalam Pura Group sendiri, budaya hustle culture masih terasa di kalangan anak-anak muda. Seperti yang disampaikan oleh Diah Loka, salah satu karyawan di bagian Finishing, ia bekerja di usia muda karena ingin mencari pengalaman dan menambah relasi. Meski begitu, ada beberapa rekan kerjanya yang ambisius dalam melakukan pekerjaan. “Kita itu kerjanya tim dimana ada target yang harus dipenuhi. Kadang buru-buru ambil banyak kerjaan jadi mendorong tim yang lain juga supaya hasilnya sama,” ujar Diah. Hal tersebut dapat memicu persaingan di antara karyawan, sehingga menciptakan lingkungan kerja yang tidak nyaman. Menyikapi budaya tersebut, Ivarianie mengungkapkan bahwa prinsip yang ia pegang adalah work-life balance dimana antara pekerjaan dan kehidupan pribadi itu harus seimbang. Oleh karena itu, ia berusaha menerapkan prinsip tersebut di Pura Group dengan mengadakan pelatihan-pelatihan yang dapat menjadi sarana refreshing bagi pekerja agar tidak jenuh dengan pekerjaan. Penerapan work-life balance ini dapat mendukung para pekerja untuk bekerja sesuai kemampuan masing-masing. Seperti yang dikatakan oleh Lutfie Hakim selaku operator produksi di bagian Finishing, dalam melaksanakan pekerjaan selain mempunyai motivasi kerja juga harus memperhatikan keselamatan. “Kita harus memiliki motivasi kerja yang tinggi agar dapat bekerja dengan nyaman tetapi tetap mengutamakan keselamatan kerja dan kesehatan diri,” tutur Hakim.

This article is from: