3 minute read

Kelenteng UNS, Bukti Nyata Kampus Benteng Pancasila

Advertisement

erbeda-beda tetapi tetap satu jua, begitu arti kalimat yang biasa kita dengar dengan sebutan Bhinneka Tunggal Ika. Kalimat tersebut memang sudah tidak asing lagi bagi seluruh rakyat Indonesia, karena pada zaman penjajahan kalimat tersebut merupakan sumbu untuk membakar semangat rakyat. Tidak hanya menjadi sumbu, kalimat tersebut juga menjadi dasar wilayah-wilayah di Indonesia untuk bergabung menjadi bangsa yang utuh dan merdeka. Tidak heran bahwa Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam suku, bahasa, dan agama. Bahkan Indonesia memiliki total 714 suku, lebih dari 1.001 bahasa, dan enam agama yang telah diakui di Indonesia yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Oleh karena itu, bangsa Indonesia merupakan bangsa besar yang harus hidup berdampingan dan membantu antar sesama. Bahasa persatuan dan kesatuan tidak hanya terdapat pada kalimat Bhinneka Tunggal Ika saja, tetapi terdapat pada Pancasila. Perumusan Pancasila yang nantinya digunakan sebagai dasar negara ini tidak lepas dari keinginan para Founding Fathers untuk sama-sama mewujudkan bangsa yang satu dengan beragam manusia di dalamnya. Meskipun bangsa Indonesia pada dasarnya mayoritas muslim bahkan salah satu negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia, tetapi tidak membuat Indonesia menjadi negara yang mengharuskan aturan dengan syariat Islam. Hal ini menuai kekaguman bagi negara lain, mereka menganggap Indonesia merupakan salah satu contoh bahwa keberagaman tersebut tidak menimbulkan perpecahan. Justru hal tersebutlah yang membuat rakyatnya semakin toleran terhadap satu sama lain. Bukti nyata bahwa bangsa Indonesia memiliki tingkat toleransi tinggi yaitu dengan adanya perayaan hari keagamaan dan adanya beberapa hari libur untuk memperingati hari keagamaan tersebut. Sebagai contoh ketika Imlek, di Solo sendiri akan terlihat pemandangan lampion-lampion yang menghiasi jalanan lengkap dengan beberapa patung khas Imlek. Hal ini justru dimanfaatkan menjadi tempat bagi orang-orang untuk sekedar berfoto atau berjalan-jalan. Universitas Sebelas Maret (UNS), tidak mau melewatkan kesempatan untuk menjadi kampus yang toleran sesuai dengan cita-cita bangsa. Sejak UNS berdiri pada 1 976, kampus ini sudah mendeklarasikan diri sebagai ‘Kampus Benteng Pancasila’. Artinya, memang UNS berkomitmen untuk menjadi kampus yang toleran terhadap agama-agama yang diakui di Indonesia. Sebagai realisasi hal tersebut, UNS membangun tempat ibadah yang lengkap untuk seluruh agama di Indonesia dengan berjejer sehingga menjadi suatu komplek peribadatan yang diberi nama ‘Kawasan Pancasila’. Tempat ibadah terbaru yang didirikan oleh UNS yaitu kelenteng. Kelenteng melengkapi keseluruhan tempat ibadah yang dimiliki UNS setelah adanya masjid, gereja, pura, dan vihara. Hal ini membuat UNS menjadi kampus satu-satunya yang memiliki tempat peribadatan umat Konghucu dan memperkokoh julukannya sebagai

‘Kampus Benteng Pancasila’. Ini merupakan sebuah kebanggaan dan tantangan bagi seluruh civitas academica UNS. Sebagai kaum minoritas, keberadaan kelenteng bagi umat agama Konghucu di Solo memang masih terbilang sedikit, sehingga masih bisa dihitung dengan jari. Adanya kelenteng di UNS telah menambah jumlah kelenteng di Kota Solo sebagai tempat peribadatan umat Konghucu. Pembangunan kelenteng di UNS ini bekerjasama dengan komunitas Tionghoa dan Konghucu. Meskipun pemeluk agama Konghucu di UNS masih sedikit, tetapi langkah ini merupakan hal yang tepat untuk memberikan hak beribadah bagi penganut agama tersebut. Meskipun kelenteng ini hanya berada di lahan berukuran 10x10 meter, pihak UNS sangat serius untuk mengerjakan proyek rumah ibadah ini dengan menggandeng tim dari Fakultas Teknik UN S untuk melakukan perencanaan bangunan atau arsitek kelenteng. Bangunan ini memiliki keunikan tersendiri karena ornamennya yang berbentuk sedemikian rupa dengan dua buah naga yang mengelilingi tiang dan di atas bangunan Kelenteng. Kelenteng ini nantinya difungsikan tidak hanya untuk mahasiswa UNS beragama Konghucu saja, tetapi juga bagi masyarakat umum yang ingin beribadah di Kelenteng, bahkan juga akan terbuka bagi yang bukan penganut agama Konghucu tersebut. Sikap ini yang nantinya mampu memberikan inspirasi bagi universitas lain untuk membangun pula tempat ibadah, tidak hanya pada agama yang menjadi mayoritas saja tetapi pada agama yang menjadi minoritas sebagai bentuk toleransi umat beragama.

This article is from: