3 minute read
Tukang Sampah Intelektual
esign dari perusahaan otomotif besar dan banting setir menjadi t u k a n g s a m p a h memang sulit diterima oleh logika masyarakat pada umumnya. Hal tersebut dilakukan sudah selama kurang lebih 5 tahun oleh Denok Marty Astuti, perempuan yang akrab disapa Denok. Ia tinggal di Jalan Dahlia, Kampung Yosoroto, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Laweyan, Solo. Perjalanan hidup yang tak biasa dipilih oleh Denok, perempuan berusia 41 tahun yang memilih mengundurkan diri dari perusahaan otomotif di saat karirnya sedang meningkat. Selama 12 tahun bekerja sebagai akuntan di perusahaan tersebut, 1 1 tahun diantaranya dinobatkan sebagai karyawan teladan. Sempat mengalami gejolak batin selama satu tahun dan harus meyakinkan seluruh keluarganya akan keputusan yang ia ambil, tak membuat keputusan Denok itu langsung disetujui oleh saudaranya,
Advertisement
tetapi ibunya sangat mendukung penuh keputusan yang diambil oleh Denok. “Selama itu menjadi baik, apalagi menjadikan banyak orang menjadi baik, ya lakukan saja,” ucap Denok sambil menirukan kalimat ibunya. I a m e m u t u s ka n u n t u k mengundurkan diri sebagai akuntan dan menjadi tukang sampah. Saat ditanya mengapa ia mengambil jalan yang tak biasa tersebut ia menjawab, “Passion sih jatuhnya, dan saya prihatin dengan jumlah sampah yang ada di Jakarta, nggilani tenan, budaya orang Jakarta itu 'sampah gue ya sampah lo'. Jadi mereka terkesan tidak bertanggung jawab atas apa yang mereka keluarkan.” Setelah resign dan kembali ke kampung halamannya di Solo, banyak yang mencibir Denok dengan katakata yang menyakitkan, “Wah kok bodoh ya, sudah enak kerja kantoran eh malah jadi tukang sampah!” Walaupun banyak cibiran yang datang kepadanya dan sempat membuat Denok ingin berhenti, ada seseorang yang terus mendukunganya. Denok masih teringat apa kata ibunya 3 tahun yang lalu, “Hei, kenapa kamu berhenti? Jangan berhenti, lanjutkan saja, selama kamu masih cari makan sendiri dan tidak merugikan orang lain. Suatu ketika mereka akan makan ikut kamu.” Foku s u ta m a n ya a d a l a h mengubah mindset masyarakat dengan cara bersosialisasi serta mengedukasi masyarakat bahwa sampah bisa menjadi keberkahan untuk semua orang. Fokus Denok lebih kepada memanfaatkan sampah untuk dijadikan kerajinan tangan.
Denok mengatakan bahwa s a m p a h b i s a m e n j a d i keberkahan karena hasil kerajinan tangan tersebut b i s a d i j u a l d a n menghasilkan uang. Hal yang pertama kali dilakukan oleh Denok adalah melakukan Trial and Error di penjara. Ia mendampingi narapidana di Rumah Tahanan (Rutan) kelas 1A Surakarta untuk mengelola sampah dan membuat kerajinan tangan daur ulang. Denok berpikir, kalau d ia sanggu p mendampingi banyak orang di suatu tempat yang sama, berarti dia juga sanggup melakukan hal yang sama dalam jangkauan yang lebih luas. Selain melakukan pelatihan di rumah tahanan, Denok juga melakukan pel a ti h a n u n tu k i bu -i bu d i kampungnya dan memberikan pelatihan dan bimbingan kepada mahasiswa yang akan melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Sampai saat ini tidak ada kendala yang dirasakan Denok, ia d i teri m a sa n g a t b a i k o l eh pemerintah, lintas keyakinan, sekolah, dan kegiatan sosial lainnya. Baginya cibiran yang dulu dilontarkan kepadanya bukan suatu kendala besar, malah menjadikan Denok lebih bersemangat lagi untuk mengajarkan kebaikan kepada orang lain. Dana juga bukan suatu kendala yang besar untuknya, dana yang ia gunakan adalah dana pribadi yang ia cari sendiri dengan melakukan pekerjaan lain seperti berjualan kerajinan maupun menjadi perias pada acara pernikahan yang kebetulan adalah usaha milik ibunya sendiri. Untuk mengurangi sampah di muka bumi ini, Denok sadar perlu kerjasama dari berbagai kalangan. Ia m en g a ta ka n ba h wa bu d a ya kerjasama di Solo ini masih kurang dibandingkan saat ia bekerja di perusahaan otomotif tersebut. Masyarakat Solo harus mengubah mindset peduli akan lingkungan dan sampah disekitarnya. “Selama kita tinggal di bumi, ya ayo barengbareng bereskan masalah lingkungan hidup kita,” tutup Denok.