Manusia Sengsara

Page 1

Manusia SengsarA

Belas Kasihan dan Penghiburan Yesus bagi Kita yang Menderita

Bill Crowder

pengantar

Manusia Sengsara

Belas Kasihan dan Penghiburan Yesus

bagi Kita yang Menderita

Setelah sutradara film Christopher Nolan

dengan cemerlang membangun ulang

tokoh Batman dalam trilogi Dark Knight , DC Entertainment dan para rekanannya menyusul mereka ulang kisah Superman. Pada tahun 2013, Man of Steel tayang perdana dan sang putra Kripton yang legendaris pun kembali beraksi.

Dalam sebuah wawancara sebelum film tersebut

dirilis, Amy Adams (pemeran Lois Lane di Man of Steel ), membuat pernyataan cerdas perihal daya tarik

mitologi Superman yang tak pernah padam. Ia berkata kisah ini bertutur tentang hasrat terdalam manusia.

1

Katanya, “Siapa sih yang tidak ingin percaya bahwa

seseorang akan datang untuk menyelamatkan kita dari

keadaan kita?”

Pertanyaan yang sangat tepat. Dalam keputusasaan, kita berharap ada yang datang menolong—dan

seseorang dengan julukan “Man of Steel” (Manusia

Baja) terdengar seperti orang yang paling tepat untuk

menyelamatkan kita. Namun, Kitab Suci mengisahkan hal berbeda. Ketika menubuatkan Mesias, Penebus, dan

Juruselamat yang akan datang, Nabi Yesaya menulis:

Ia dihina dan dihindari orang, Seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan;

Ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya

terhadap dia

Dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan.

Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, Dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, Padahal kita mengira dia kena tulah, Dipukul dan ditindas Allah.

(yesaya 53:3-4, penekanan ditambahkan)

Manusia baja? Bukan. Hanya ke dalam kerajaan yang sungsang itulah Sang Raja akan datang, tidak sebagai

manusia baja, melainkan sebagai Manusia Sengsara.

Dalam nubuat Yesaya, tampaknya sang nabi melihat

dua benang merah yang berjalan sejajar:

• Yesus menanggung dosa dan kesalahan kita.

• Yesus juga menanggung penyakit dan sengsara kita.

2 MANUSIA SENGSARA

Pertanyaan pun bergulir dari dua kenyataan tersebut.

Bagaimana Yesus menjalani hidup sebagai Manusia

Sengsara? Peristiwa apa saja yang memungkinkan

Dia sungguh-sungguh dan sepenuhnya “menderita

kesakitan”? Untuk menyimak saat-saat suram itu dan dampaknya atas diri Yesus, kita akan menyelami kitabkitab Injil dalam paruh pertama tulisan ini.

Bagaimana kita menyeimbangkan Dia yang menderita kesakitan secara pribadi sekaligus

menanggung penyakit kita? Dengan kata lain, ketika Yesus menderita sengsara, apa buah dari penderitaanNya itu, selain keselamatan yang dimungkinkan oleh

penyaliban dan kebangkitan-Nya? Surat kepada orang Ibrani akan menolong kita memahaminya. Kita akan

menelisik pemikiran-pemikiran tersebut pada paruh kedua tulisan ini.

Tak diragukan lagi, selain untuk menanggung dosa dan kesalahan kita, Manusia Sengsara juga datang untuk menanggung penyakit dan sengsara kita. Saat

menelusuri sisi kelam pengalaman Kristus sebagai manusia, kita akan menemukan bahwa Dialah Imam Besar yang penuh rahmat dan setia, yang sanggup

menopang kita dalam momen-momen terkelam hidup ini.

3 Pengantar

daftar isi

EDITOR: Tim Gustafson, J.R. Hudberg, Peggy Willison

GAMBAR SAMPUL: Terry Bidgood

PERANCANG: Steve Gier

PENERJEMAH: Yoki Wijaya

EDITOR TERJEMAHAN: Rosi L. Simamora

PENYELARAS BAHASA: Dwiyanto Fadjaray

PENATA LETAK: Mary Chang

GAMBAR ISI: (hlm.1) Terry Bidgood; (hlm.7) Titian, Domain Publik; (hlm.21) Rembrandt van Rijn, Domain Publik

Kutipan ayat diambil dari teks Alkitab Terjemahan Baru Indonesia, LAI © 1974 dan Alk itab Kabar Baik dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari © LAI 1985

© 2022 Our Daily Bread Ministries, Grand Rapids, MI

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Dicetak di Indonesia.

satu Yang Dialami oleh Yesus ���������������������������������������������������������� 7 dua Yang Dihasilkan dari Penderitaan Yesus ����������������������� 21
Indonesian Discovery Series “Man of Sorrows”

satu

Yang Dialami oleh Yesus

Saya pernah mendengar seorang pengkhotbah

mengatakan bahwa ada hal-hal dalam hidup ini

yang lebih baik dialami daripada diceritakan.

Maksudnya, hidup ini bukanlah teori semata. Hidup ini perlu dialami, dan tidak ada yang dapat menggantikan

pengalaman nyata tersebut. Coba tanyakan kepada para pemain yang berlaga di pertandingan final Piala Dunia

untuk pertama kalinya. Tak ada yang dapat menyiapkan

mereka untuk liputan media yang ingar bingar, berada

di muka publik terus-menerus, atau tekanan luar biasa

besar untuk berlaga di pertandingan terpenting dalam

hidup mereka, dengan disaksikan oleh miliaran pemirsa

7

televisi di seluruh dunia. Para pemain yang kemudian

berlaga kembali dalam situasi serupa berbicara terus

terang tentang keuntungan yang didapat dari pengalaman mereka sebelumnya. Sungguh suatu momen yang lebih

baik dialami daripada diceritakan.

Ini salah satu alasan yang menjadikan inkarnasi Yesus

begitu menakjubkan. Dia tidak semata-mata mengambil

rupa manusia untuk menjadi penonton. Kristus datang untuk sepenuhnya dan seutuhnya mengalami kehidupan

manusia. Yesus tidak datang ke dunia ini hanya untuk

mengamati kehidupan di dunia yang rusak oleh dosa, melainkan untuk mengalami seluruhnya. Apa yang

dialami-Nya mencakup saat-saat paling sulit dalam

kehidupan manusia.

Sengsara Karena Ditolak. Kita semua pernah mengalami

penolakan. Bagi sebagian orang, penolakan itu berupa

hubungan yang gagal. Bagi yang lain, itu berupa

pemutusan hubungan kerja yang tak disangka-sangka. Ada yang ditolak ketika tidak terpilih dalam regu olahraga

atau gagal melangkah ke babak berikutnya pada suatu

ajang pencarian bakat (atau apa pun yang setara dalam

kehidupan sehari-hari).

Mengapa penolakan terasa begitu pahit? Penolakan

secara halus (atau terkadang secara gamblang) memberi

tahu bahwa kita tidak diinginkan, tidak dibutuhkan, atau

tidak bernilai—dan semua isyarat itu melahirkan perasaan

tidak berharga yang sangat kuat dalam diri kita. Meski

begitu, pertanyaan yang lebih besar adalah: Jika penolakan

8 MANUSIA SENGSARA

bisa membuat kita merasa tidak berharga, apa yang kita

pikirkan ketika melihat Pribadi termulia di sepanjang

sejarah juga mengalami penolakan? Kita menyaksikan hal itu terjadi pada dua tingkatan di Lukas 13:

Pada waktu itu datanglah beberapa orang Farisi dan berkata kepada Yesus: “Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau.” Jawab Yesus kepada mereka: “Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai. Tetapi hari ini dan besok dan lusa Aku harus meneruskan perjalanan-Ku, sebab tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak di Yerusalem. Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkalikali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. Sesungguhnya rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi.

Tetapi Aku berkata kepadamu: Kamu tidak akan

melihat Aku lagi hingga pada saat kamu berkata: Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!”

(lukas 13:31-35)

Perhatikan bahwa kisah penolakan terhadap Yesus oleh

Yerusalem ini diawali dengan penolakan yang lebih kecil dan pribadi. Herodes Antipas adalah putra Herodes

Agung dan raja wilayah Yudea yang berada di bawah

9 Yang Dialami oleh Yesus

kendali Romawi. Di kemudian hari, Lukas menulis bahwa

Herodes girang karena berharap Yesus akan mengadakan

tanda-tanda ajaib setelah Dia ditangkap (lukas 23:6-12).

Namun, di sini, Herodes menganggap Yesus sebagai

ancaman dan berniat membunuh-Nya. Mengapa? Lukas

9:7-9 bisa memberikan alasannya. Agaknya Herodes

mengira bahwa Yesus adalah Yohanes Pembaptis yang

hidup kembali. Karena Herodes telah membunuh Yohanes, kini ia juga hendak membunuh Yesus. Sungguh penolakan

yang sangat kuat!

Yang mengejutkan, justru orang-orang Farisi—yang

biasanya memusuhi Yesus—yang memperingatkanNya akan bahaya tadi. Mengapa? The Bible Knowledge

Commentary menawarkan kemungkinan ini:

Mengapa di sini orang Farisi justru melindungi

Yesus? Agaknya peristiwa ini dapat dipahami sebagai

dalih orang Farisi untuk menyingkirkan Yesus. Yesus

telah menyatakan dengan gamblang bahwa tujuanNya adalah mencapai Yerusalem, dan saat itu Dia

sedang dalam perjalanan menuju ke sana. Orang

Farisi tampaknya berupaya menghalangi Dia untuk

menunaikan tugas-Nya, menakut-nakuti supaya Dia menyimpang dari tujuan-Nya.

Namun, kunci dari Lukas 13 adalah kenyataan bahwa

meskipun Yerusalem menjadi tujuan dan sasaran Yesus, Dia sudah tahu bahwa mereka telah menolak-Nya. Terlepas

dari sambutan gegap gempita yang akan diterima-Nya

saat memasuki Yerusalem, Yesus meratapi bahwa Dia

10 MANUSIA SENGSARA

Kemungkinan lain mengapa orang Farisi melindungi Yesus

dalam peristiwa ini adalah bahwa setidaknya sebagian dari mereka tidak ingin Yesus dicelakai� Nikodemus sudah beriman kepada Kristus sejak awal pelayanan-Nya� Di kemudian hari, Gamaliel menunjukkan akal sehat dan kebijaksanaan ketika ia melindungi hidup para rasul

(LIHAT KISAH PARA RASUL 5:33-39)� Selain itu, Yusuf dari Arimatea, “seorang anggota Majelis Besar” (belum tentu seorang Farisi) menunjukkan imannya kepada Yesus�

sesungguhnya rindu mengumpulkan mereka layaknya

induk ayam mengumpulkan anak-anaknya (ay.34), tetapi

mereka menolak datang kepada-Nya. Pengajar Alkitab

Warren W. Wiersbe menulis:

Orang-orang telah diberi banyak kesempatan untuk bertobat dan diselamatkan, tetapi mereka

menolak mendengarkan panggilan-Nya. “Rumah” merujuk kepada “keturunan” Yakub (“kaum Israel”)

sekaligus Bait Suci (“rumah Allah”), keduanya akan “ditinggalkan dan menjadi sunyi.” Kota Yerusalem

dan Bait Suci pun dihancurkan dan penduduknya diceraiberaikan.

Yerusalem menolak Yesus, dan mereka menuai buah

kehancuran. Namun, Yesus sungguh terluka oleh karena

penolakan tersebut, sebagaimana tecermin dari ratapanNya yang teramat pedih.

Sengsara Karena Dukacita. Kematian orang terdekat

pertama yang pernah saya alami adalah kepergian

mendadak dari Macauley Rivera, sahabat saya semasa

kuliah. Mac dan kekasihnya, Sharon, tewas dalam

11 Yang Dialami oleh Yesus

kecelakaan tragis. Saya merasakan kehilangan yang amat

mendalam. Empat tahun kemudian, ayah saya berpulang dan kehilangan yang saya rasakan semakin kuat.

Kepedihan yang mengiringi kematian bisa terasa sangat

menyesakkan—dan Yesus mengalami-Nya dalam catatan

Yohanes yang terkenal mengenai kematian sahabat Tuhan

kita, Lazarus.

Sepertinya itu bukan kali pertama Yesus menghadapi kematian orang terdekat. Dalam hidup-Nya saat itu, sangat

mungkin Yesus sudah kehilangan ayah duniawi-Nya, Yusuf, tukang kayu dari Nazaret. Namun, Yohanes 11 mencatat

untuk kali pertama dalam kitab-kitab Injil tentang Yesus

di tengah situasi dukacita dan rasa kehilangan yang besar.

Meski Yusuf tidak banyak berperan dalam kitab-kitab Injil, tidak

berarti ia tidak menjadi bagian dari hidup Yesus� Yesus menyadari

jati diri dan panggilan-Nya sejak masa kanak-kanak, tetapi kita tidak

boleh menyimpulkan bahwa Dia tidak memiliki hubungan dengan

ayah duniawi-Nya� Tentulah kematian Yusuf membawa dukacita

mendalam pada diri Yesus�

Konteksnya memberi tahu kita bahwa kedua saudara

perempuan Lazarus mengabari Yesus tentang keadaan

Lazarus yang sedang sekarat—tetapi Tuhan kita tidak

segera menanggapinya, karena Dia tahu apa yang akan dikerjakan-Nya. Perhatikan:

Ketika Yesus mendengar kabar itu, Ia berkata: “Penyakit itu tidak akan membawa kematian, tetapi akan

menyatakan kemuliaan Allah, sebab oleh penyakit itu

Anak Allah akan dimuliakan.” (yohanes 11:4)

12 MANUSIA SENGSARA

Kemudian:

Demikianlah perkataan-Nya, dan sesudah itu

Ia berkata kepada mereka: “Lazarus, saudara kita, telah tertidur, tetapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan dia dari tidurnya.” Maka kata muridmurid itu kepada-Nya: “Tuhan, jikalau ia tertidur, ia akan sembuh.” Tetapi maksud Yesus ialah tertidur dalam arti mati, sedangkan sangka mereka Yesus

berkata tentang tertidur dalam arti biasa. Karena itu

Yesus berkata dengan terus terang: “Lazarus sudah mati.” (yohanes 11:11-14)

Tak diragukan lagi, Yesus tahu apa yang akan dikerjakanNya. Meski begitu, ketika tiba di lokasi pemakaman dan

mendapati kedua saudara perempuan Lazarus, Marta dan Maria, serta kerabat mereka sedang bersedih, Yesus

tetap berduka. Lihatlah betapa pedihnya hati Yesus

menyaksikan kematian sahabat-Nya:

Ketika Yesus melihat Maria menangis dan juga orangorang Yahudi yang datang bersama-sama dia, maka

masygullah hati-Nya. Ia sangat terharu dan berkata:

“Di manakah dia kamu baringkan?” Jawab mereka:

“Tuhan, marilah dan lihatlah!” Maka menangislah Yesus .

Kata orang-orang Yahudi: “Lihatlah, betapa kasihNya kepadanya!” Tetapi beberapa orang di antaranya

berkata: “Ia yang memelekkan mata orang buta, tidak

sanggupkah Ia bertindak, sehingga orang ini tidak mati?” Maka masygullah pula hati Yesus, lalu Ia pergi ke

13 Yang Dialami oleh Yesus

kubur itu. Kubur itu adalah sebuah gua yang ditutup

dengan batu. (yohanes 11:33-38, penekanan ditambahkan)

Kosakata yang digunakan Yohanes untuk melukiskan

dukacita Yesus sangatlah kuat. Selain menggambarkan

Sang Juruselamat “terharu” dan menangis, Yohanes

menulis bahwa hati Yesus merasa “masygul” atas kematian sahabat-Nya.

The New Bible Commentary menulis bahwa istilah tersebut

“menyiratkan kemarahan dan kegeraman, bahkan kemurkaan�

Masalahnya, apa yang menyebabkan luapan perasaan itu? Beberapa pihak berpendapat itu adalah kegeraman moral terhadap dosa

yang mengakibatkan kematian dan terhadap kesengsaraan yang mengikutinya� � � � Bisa juga itu adalah rasa duka atas penderitaan umat manusia yang begitu membebani Yesus, karena Dia tahu bahwa

cawan penderitaan-Nya sendiri kian dekat�”

Yesus tahu bahwa Dia akan menggunakan kuasa

Allah untuk menghidupkan Lazarus kembali, tetapi

tetap saja Dia merasa sangat berduka, bahkan dengan

kepedihan yang amat mendalam. Ini sangat signifikan.

Yesus datang untuk mengalahkan maut—dan di sini Dia

bertemu dengan musuh-Nya. Jadi, Dia berduka atas kuasa

dan akibat yang ditimbulkan oleh musuh yang hendak

dihancurkan-Nya itu. Rasul Paulus menulis di kemudian

hari, “Musuh yang terakhir, yang dibinasakan ialah maut”

(1 korintus 15:26). Maut bukanlah hal sepele—tidak pula

bagi Allah kita, karena Mazmur 116:15 mengingatkan:

Berharga di mata  Tuhan

kematian semua orang yang dikasihi-Nya.

14 MANUSIA SENGSARA

Hati Allah bahkan tergerak oleh kematian orang-orang

fasik. Nabi Yehezkiel mengatakan:

“Apakah Aku berkenan kepada kematian orang fasik? demikianlah firman Tuhan Allah. Bukankah kepada pertobatannya supaya ia hidup?” (yehezkiel 18:23)

Dan:

“Katakanlah kepada mereka: Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan Allah, Aku tidak

berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan

Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup. Bertobatlah, bertobatlah dari hidupmu yang jahat itu! Mengapakah kamu akan mati, hai kaum Israel?” (33:11)

Sengsara Karena Penderitaan yang Akan Dialami.

Pengalaman saya saat pertama kali memimpin kelompok belajar ke Israel sangatlah menakjubkan. Kami

menghabiskan malam pertama di negara mungil itu

dalam sebuah hotel di Gunung Karmel. Dari sana kami

mengunjungi beberapa tempat penting dalam Alkitab

(Megido, Danau Galilea, dan lainnya) atau bersejarah

(Masada, Museum Peringatan Holocaust Yad Vashem).

Perjalanan itu sarat dengan proses belajar dan bertumbuh yang mendalam.

Namun, ada satu tempat yang melampaui tempat

lainnya—lokasi yang rasanya sesuai dengan definisi sebuah tempat “suci”. Itulah Taman Getsemani, tempat

penderitaan Yesus dimulai. Di sana, hati saya begitu

15 Yang Dialami oleh Yesus

haru saat merenungkan pergumulan berat Yesus dalam

doa di tempat kudus ini. Penulis Injil Matius dan Markus

melukiskan pengalaman Yesus dalam taman itu dengan

gaya bahasa yang mirip:

Lalu kata-Nya kepada mereka: “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.” Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, kata-Nya: “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” (matius 26:38-39, penekanan ditambahkan)

Lalu sampailah Yesus dan murid-murid-Nya ke suatu tempat yang bernama Getsemani. Kata Yesus kepada murid-murid-Nya: “Duduklah di sini, sementara Aku berdoa.” Dan Ia membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes serta-Nya. Ia sangat takut dan gentar, lalu kataNya kepada mereka: “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya . Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah.” (markus 14:32-34, penekanan ditambahkan)

Di sini kita menyaksikan kesengsaraan Yesus menjelang peristiwa penyaliban—kesengsaraan yang dapat disebut

sebagai kengerian . Kesengsaraan itu telah diungkapkan

dalam dua momen berbeda. Yang pertama disebutkan

ketika Yesus mendengar tentang keinginan sekelompok

orang bukan Yahudi untuk bertemu dengan-Nya di Bait

Suci. Seolah menyiratkan rancangan Allah yang lebih

16 MANUSIA SENGSARA

besar, Yesus menanggapi dengan berkata:

“Sekarang jiwa-Ku terharu dan apakah yang akan

Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini?

Tidak, sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini.”

(yohanes 12:27, penekanan ditambahkan)

Kemudian, momen kedua terjadi di ruang atas bersamaan dengan pengkhianatan Yudas terhadap Kristus.

Setelah Yesus berkata demikian Ia sangat terharu , lalu bersaksi: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.”

(yohanes 13:21, penekanan ditambahkan)

Pada dua peristiwa ini, Yohanes melukiskan bahwa Yesus

terharu . Dalam versi terjemahan lain, digunakan kata-kata seperti sangat sedih , gelisah , gundah , berdukacita . Kita dapat

membayangkan seseorang yang resah, tertekan, risau, atau galau. Meskipun sebagai Allah, Yesus tahu tujuan

kedatangan-Nya ke dunia, Dia tetap merasakan kepedihan

mendalam atas apa yang akan dijelang-Nya.

Saat-saat penuh sengsara itu menuntun kepada waktu

yang dihabiskan Yesus di Getsemani, tempat Dia bergumul

dengan kenyataan tak terelakkan yang menanti-Nya di kayu salib. Perasaan Yesus berubah dari terharu menjadi

“sangat sedih” dan “takut”. Di Getsemani, kepedihan

dalam batin itu kini menyeruak ke permukaan.

Di Getsemani, Yesus merasakan sepenuhnya beban

berat dari apa yang akan ditanggung-Nya. Getsemani

adalah tempat pemerasan minyak zaitun. Buah zaitun

17 Yang Dialami oleh Yesus

yang dihancurkan dengan cara digiling menggunakan

batu gerinda di tempat pemerasan minyak, membentuk

gambaran yang tepat mengenai perasaan remuk redam

yang mendorong Yesus berdoa agar diluputkan dari

tanggung jawab tersebut. Seberapa besar kegundahan

Yesus? Begitu besar hingga Dia berdoa untuk dilepaskan

darinya sebanyak tiga kali. Namun, Yesus tetap tunduk pada

kehendak Bapa dan kebutuhan kita—dengan memikul

kesakitan serta kesengsaraan kita di atas kayu salib.

Ini membawa kita kepada salib itu sendiri.

zaitun

Sengsara Menanggung Salib. Pernahkah Anda sekonyongkonyong merasa memahami beratnya beban salib dan

apa yang Yesus alami di sana dari sudut pandang yang

baru? Bagi saya, hal itu terjadi pada tahun 1978 ketika

saya sedang duduk di sebuah studio rekaman di Nashville, untuk mengerjakan album baru bagi grup musik kampus kami. Operator kami berkata bahwa ia ingin saya

mendengarkan sesuatu yang hingga saat itu belum pernah

didengar siapa pun. Ia menggelapkan ruangan, memutar rekaman, dan meninggalkan saya seorang diri di dalam

studio—untuk menyimak akor pembuka dari lagu Phil

Johnson yang sangat menggugah tentang penyaliban, “The Day He Wore My Crown” (Hari Dia Mengenakan Mahkota Duriku). Sungguh momen yang mencengangkan ketika

saya merenungkan semua yang telah diderita Yesus bagi

18 MANUSIA SENGSARA
Getsemani terletak di kaki Bukit Zaitun� Dalam bahasa Aram, nama itu bermakna “pemerasan minyak,” karena banyaknya pohon yang tumbuh di sana �

dunia, dan bagi saya.

Kini, kita tiba di kayu salib—dan menyaksikan Manusia

Sengsara menjalaninya.

Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga. Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: “Eli, Eli, lama sabakhtani?” Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? ” (matius 27:45-46, penekanan ditambahkan)

Ini membawa kita kembali ke titik awal. Kita memulai

dengan melihat nubuat Yesaya mengenai Juruselamat yang

menderita, terutama ketika ia berkata:

Ia dihina dan dihindari orang, Seorang yang penuh kesengsaraan

dan yang biasa menderita kesakitan;

Ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia

Dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan.

Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, Dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, Padahal kita mengira dia kena tulah, Dipukul dan ditindas Allah.

(yesaya 53:3-4, penekanan ditambahkan)

Kesengsaraan yang dilukiskan secara khusus oleh

Nabi Yesaya adalah penderitaan yang akhirnya dialami

19 Yang Dialami oleh Yesus

sepenuhnya oleh Tuhan Yesus di atas kayu salib. Kini, kesengsaraan tersebut menjadi fokus saat Yesus mengutip

perkataan Daud di Mazmur 22 dalam seruan-Nya karena ditinggalkan Bapa pada saat terkelam di Kalvari. Meski demikian, kesengsaraan Yesus menghadirkan berkat ajaib, yaitu pada akhirnya Dia mengalami sukacita:

Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah.

(ibrani 12:2, penekanan ditambahkan)

Seperti tindakan-Nya menanggung penyakit dan memikul kesengsaraan kita, pengorbanan Yesus di atas kayu salib itu menjadi ungkapan terbesar kasih-Nya bagi kita. Di sana, Dia bukan hanya menanggung penyakit dan kesengsaraan kita, melainkan juga menanggung dosa dan kesalahan

yang mengakibatkan semua beban tersebut serta segenap penderitaan yang menyertainya. Itulah kemenangan

paripurna Kristus atas kehancuran dunia kita, meskipun

hal itu menggugah-Nya untuk berseru dalam kepedihan.

Seruan kepedihan tadi akhirnya berujung pada

pekik kemenangan yang mutlak. Pernyataan Yesus, “Sudah selesai!” (yohanes 19:30) adalah kemenangan atas

kesengsaraan yang dialami-Nya sendiri dan atas segala

rupa kesengsaraan yang dipikul-Nya demi kita.

20 MANUSIA SENGSARA

dua

Yang Dihasilkan dari

Penderitaan Yesus

Seuntai peribahasa Latin yang sering dikutip

berujar bahwa pengalaman adalah guru terbaik.

Kita menyaksikan ini terus-menerus terwujud

dalam segenap aspek kehidupan. Para ilmuwan terus

menajamkan beragam teori dengan menggunakan

hasil percobaan di masa lalu sebagai dasar bagi langkah

mendatang. Para olahragawan dan musisi meningkatkan

kemampuan melalui serangkaian latihan yang mengasah

kecakapan mereka. Ikatan pernikahan diperkuat ketika

pasutri bekerja sama selama bertahun-tahun melewati

berbagai ujian hidup yang menghadang mereka.

Pengalaman sungguh guru yang berharga dalam hidup.

21

Mungkin belajar dari pengalaman bukanlah sesuatiu yang baru bagi kita maupun bagi hubungan yang kita jalani, tetapi rasanya janggal membayangkan bahwa Yesus, Anak Allah, juga perlu belajar dari pengalaman. Akan tetapi, Kitab Ibrani menegaskan bahwa itulah yang Yesus lakukan.

Surat kepada orang Ibrani, yang dialamatkan kepada para pengikut Kristus yang sedang menderita, dengan panjang lebar berusaha membuktikan keunggulan Kristus atas segala sesuatu. Namun, meskipun keunggulan Kristus ditegaskan, penulis menyodorkan tiga jawaban penting atas pertanyaan mengenai penderitaan Yesus sebagai

Manusia Sengsara dan apa yang dicapai oleh penderitaanNya (selain keselamatan yang dihasilkan dari penyaliban dan kebangkitan-Nya). Jadi, apa yang dipelajari Yesus?

Dia Belajar Menjadi Taat

Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah diderita-Nya. (ibrani 5:8)

Menariknya, The Bible Knowledge Commentary berkata bahwa di sini penulis Kitab Ibrani sedang bermain kata untuk

menggarisbawahi kaitan antara penderitaan dan belajar:

“Dia belajar [emathen] dan Dia menderita [epathen].”

Bagi para pembaca Yunani, rima dari permainan kata itu menekankan arti penting dari apa yang tengah

diajarkan, karena ini lebih dari sekadar pemakaian bahasa yang cerdas. Ini adalah pesan mengenai pengalaman Kristus dan arti penting dari pengalaman tersebut.

Meski demikian, di sisi yang lain, ini jelas merupakan

22 MANUSIA SENGSARA

pernyataan yang sulit dalam ajaran Kristen. Kesulitan itu

datang dari cara kita memaknai kenosis dalam Filipi 2.

Kepada jemaat di Filipi, Paulus menyatakan bahwa, ketika datang ke dunia, Kristus “mengosongkan diri-Nya”

(dalam Bahasa Yunani kenoo, akar kata dari kenosis) atau, “melepaskan semuanya” (ay.7 bis).

Karena itu, inilah inti dari kesulitan teologis yang

dimaksudkan tadi: Dari apakah Yesus mengosongkan diriNya ketika Dia datang ke dunia? Para teolog menyodorkan

beberapa argumen, antara lain atribut-atribut ilahi-Nya, sifat keilahian-Nya, atau wewenang keilahian-Nya. Debat ini telah berlangsung berabad-abad di antara para teolog.

Ada satu penjelasan yang sangat membantu:

Memang tidak dapat dibantah bahwa ada unsur

misteri di balik semua ini . . . Meski tak dapat

dipahami sepenuhnya, Inkarnasi sungguh-sungguh

memungkinkan Anak Allah yang Mahatahu dan Mahasempurna untuk memperoleh pengalaman

langsung mengenai kondisi manusia. Maka penderitaan

menjadi kenyataan yang benar-benar dialami-Nya dan oleh karenanya, Dia dapat benar-benar turut merasakan

apa yang dialami para pengikut-Nya.

(the bible knowledge commentary)

Terlebih lagi, penulis Kitab Ibrani mengaitkan proses pembelajaran itu bukan kepada sembarang penderitaan, tetapi seperti pada ayat sebelumnya, mengaitkannya secara khusus kepada pengalaman di Getsemani yang kita jumpai di bagian terdahulu:

23
Yang Dihasilkan dari Penderitaan Yesus

Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah

mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehanNya Ia telah didengarkan. (ibrani 5:7)

The New Bible Commentary melukiskan kaitan antara doa

Yesus di Taman Getsemani dengan pembelajaran yang diterima-Nya sebagai berikut:

Meski Dia Anak Allah, Yesus mengalami godaan untuk menyimpang dari menggenapi kehendak Bapa oleh

karena penderitaan yang akan ditanggung-Nya. Dia perlu belajar menerapkan secara nyata makna ketaatan kepada Allah, sebagai manusia yang hidup di muka

bumi, sehingga Dia dapat turut menyelami perasaan mereka yang mengalami ujian serupa, dan mengajar

kita melalui teladan-Nya sejauh mana Allah patut ditaati dan dipatuhi.

Yesus belajar melalui pengalaman penderitaan-Nya, dan itu membuat-Nya sanggup untuk turut merasakan penderitaan kita. Inilah fokus selanjutnya dari apa yang

dipelajari Yesus dari pengalaman manusiawi-Nya.

Dia Turut Merasakan

Dalam film Avengers: Endgame , kita memasuki jagat raya

tempat separuh dari populasi makhluk hidup di dalamnya

dibinasakan—dan separuh sisanya harus bergumul dengan kepedihan akibat pemusnahan itu. Setiap orang

menanggapi dengan cara berbeda. Sebagian terjebak

24 MANUSIA SENGSARA

dalam depresi, lainnya berusaha membalas dendam, ada juga yang menyibukkan diri dalam pekerjaan, dan

sebagainya. Namun, intinya mereka semua berusaha

memproses rasa sakit dan pergumulan dengan cara yang

berbeda-beda. Secara pribadi. Seorang diri.

Kita pun demikian. Namun, ke dalam keterkungkungan

kita hadirlah Manusia Sengsara. Penulis Kitab Ibrani

menegaskan bahwa sebenarnya Anak Allah sangat

memahami kita:

Imam Agung kita itu bukanlah imam yang tidak

dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita.

Sebaliknya, Ia sudah dicobai dalam segala hal, sama seperti kita sendiri; hanya Ia tidak berbuat dosa.

(ibrani 4:15 bis)

Kata-kata kuncinya, tentu saja, adalah turut merasakan dan dicobai , dan keduanya saling terkait dalam hati Tuhan kita.

Mari tengok dicobai terlebih dahulu. Akar katanya bisa

bermakna ujian positif atau godaan negatif, dan konteks di sini mendukung kedua makna tersebut.

Dalam Matius 4, Yesus mengalami pencobaan yang

sungguh-sungguh dari Iblis di tengah kelelahan jasmani yang teramat sangat. Namun, ini hanyalah sebagian kecil

dari pencobaan yang dialami Yesus. Penulis Kitab Ibrani

menjelaskan bahwa di sepanjang hidup-Nya sebagai

manusia, Kristus dicobai “dalam segala hal” tetapi tidak berbuat dosa.

Frasa “dalam segala hal” juga sangat penting karena

bersifat menyeluruh. Dalam kemanusiaan-Nya, Kristus

Yang Dihasilkan dari Penderitaan Yesus

25

sepenuhnya mengalami seluruh ujian dan cobaan yang

kita alami sebagai manusia. Ketika Anda merasa tak

seorang pun mengetahui permasalahan yang Anda

hadapi, ingatlah: Yesus sudah pernah mengalami

semuanya, sepenuhnya, bahkan seutuhnya—tidak seperti kita. Biasanya kita sudah tersandung di awal ketika godaan

datang menerpa, atau menyerah di bawah tekanan yang

tidak seberapa, sehingga gagal bertahan sampai akhir.

Itulah mengapa Yesus dapat turut merasakan (kata-kata

kunci lain) kelemahan kita—Dia pernah mengalaminya dan berhasil mengatasinya. Wiersbe berkata, “Tiada

cobaan yang terlampau besar, tiada godaan yang

terlampau kuat, karena Yesus Kristus sanggup

menganugerahkan belas kasih dan karunia yang kita

butuhkan, tepat pada waktunya.”

Kepedulian-Nya tidak sebatas teori atau bersifat abstrak.

Kepedulian Anak Allah itu nyata, autentik, dan berakar pada pengalaman hidup-Nya sebagai Anak Manusia.

Dia Dapat Menolong

Pada Juli 1587, 117 pria, wanita, dan anak-anak asal Inggris

mendarat di Pulau Roanoke, di lepas pantai wilayah yang

kini menjadi negara bagian North Carolina, Amerika

Serikat. Pulau tersebut gersang, dan dalam sekejap para

pendatang itu kehabisan perbekalan. Mereka memohon agar Gubernur John White kembali ke Inggris untuk

membawa perbekalan demi kelangsungan hidup mereka.

Namun, meski White berupaya tanpa lelah, penundaan demi penundaan yang dialaminya membuat pertolongan

26 MANUSIA SENGSARA

yang sangat dibutuhkan para pemukim itu tidak kunjung

tiba. Ketika akhirnya White berhasil kembali ke Dunia

Baru tiga tahun kemudian, semua pemukim tadi sudah

lenyap tanpa bekas, dan ini menjadi salah satu misteri

terbesar di Amerika hingga saat ini. Mungkin tidak akan ada yang pernah tahu ke mana mereka pergi. Alasan mereka pergi cukup jelas. Di tengah keputusasaan mereka, tak seorang pun datang menolong.

Meski bisa jadi tidak separah kisah di atas, kita semua pernah mengalami saat-saat ketika kita merasa ditelantarkan atau seruan minta tolong kita tidak didengar. Namun, sekalipun tidak ada yang menanggapi seruan kita, Manusia Sengsara mendengarnya.

Sebab oleh karena Ia sendiri telah menderita karena pencobaan, maka Ia dapat menolong mereka yang dicobai. (ibrani 2:18)

The New Bible Commentary menawarkan penerapan penting ini, “Hanya karena Dia menjadi seperti kita, merasakan

kerapuhan manusiawi, dan menderita ketika dicobai, Dia dapat memberikan pertolongan yang tepat bagi mereka yang sedang dicobai.”

Yesus memahami apa artinya menjadi manusia.

Dalam Yohanes 4, kita membaca Dia “sangat letih oleh

perjalanan,” sehingga Dia duduk di pinggir sumur (ay.6).

Karena haus akibat letih berjalan di bawah terik matahari

Samaria, Dia meminta air minum kepada seorang

perempuan (ay.7). Di saat lain dalam pelayanan-Nya, kita

membaca bahwa Yesus begitu lelah sehingga Dia tertidur

Yang Dihasilkan dari Penderitaan Yesus

27

di buritan perahu di tengah amukan topan yang sangat

dahsyat (markus 4:36-38). Kemudian, dari atas kayu salib

Dia berkata, “Aku haus!” (yohanes 19:28).

Jadi, Imam Besar seperti apakah Yesus bagi kita? Dua

gagasan penting yang disodorkan penulis Kitab Ibrani

sungguh menguatkan kita:

• Penuh belas kasih—Pertolongan-Nya bersumber dari hati yang penuh belas kasih, bukan penghakiman (lihat yohanes 3:17)

• S etia—Dia dapat diandalkan untuk menolong ketika kita membutuhkan-Nya (lihat ibrani 4:15-16)

Warren Wiersbe berujar, “Ketika berada di dunia, Yesus ‘menjadi sama dengan saudara-saudara-Nya’, dalam pengertian bahwa Dia merasakan kelemahan watak manusia tetapi tanpa berdosa� Dia memahami bagaimana rasanya menjadi bayi yang tak berdaya, anak yang bertumbuh besar, pemuda yang beranjak dewasa� � � � Semua itu adalah bagian dari ‘pelatihan’ yang dijalani-Nya bagi pelayanan ilahiNya sebagai Imam Besar� ”

Kepedulian ini secara gamblang dilukiskan dengan

kata-kata “dapat menolong”. Seorang penulis menyatakan bahwa itu artinya, “berlari menanggapi tangisan seorang anak.” Karena Yesus menjadi manusia, Dia sungguhsungguh sanggup melakukan hal tersebut untuk kita. Jadi, entah kita menyerah dalam ujian atau tersandung ke dalam pencobaan, kita memiliki Imam Besar, atau

seperti ditulis Yohanes, seorang Pengantara:

Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang

28 MANUSIA SENGSARA

berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara

pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil. Dan Ia

adalah pendamaian untuk segala dosa kita, dan bukan untuk dosa kita saja, tetapi juga untuk dosa seluruh dunia. (1 yohanes 2:1-2)

Kesimpulan

Kini, kita dapat memahami dengan lebih jelas nubuat

Yesaya tentang Kristus dan karya penebusan-Nya:

Ia dihina dan dihindari orang, Seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; Ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya

terhadap dia

Dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan.

Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya,

Dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, Padahal kita mengira dia kena tulah, Dipukul dan ditindas Allah. (yesaya 53:3-4)

Yesus adalah Manusia Sengsara, tetapi kesengsaraanNya bukanlah tanpa tujuan. Wiersbe menulis, “Apa pun

ujian yang kita hadapi, Yesus Kristus sanggup memahami

kebutuhan kita dan memberi kita pertolongan. Kita

tidak perlu meragukan kesanggupan-Nya untuk turut

merasakan kelemahan kita dan menguatkan kita. Perlu

juga diingat bahwa terkadang Allah menempatkan kita

29
Yang Dihasilkan dari Penderitaan Yesus

dalam masa-masa sulit supaya kita dapat memahami

kebutuhan orang lain dengan lebih baik, dan

dimampukan untuk menghibur mereka.”

Apakah Anda memperhatikan bagaimana Wiersbe

sedikit membalikkan pokok permasalahannya?

Sebagaimana Yesus memahami kita karena apa yang telah

Dia alami, kita juga dapat lebih baik memahami orang

lain ketika kita menderita. Penyair Henry Wadsworth

Longfellow menulis, “Jika kita bisa mengetahui sejarah

terpendam dari musuh-musuh kita, kita akan mendapati

bahwa setiap orang memiliki kesengsaraan dan

penderitaannya sendiri, dan itu cukup untuk memupus

semua perseteruan.” Dalam 2 Korintus 1:3-7, Paulus

mengingatkan agar kita menghibur orang lain

dalam penderitaan atau kegagalan mereka, dengan

bermodalkan penghiburan yang kita peroleh dari Allah

melalui Putra-Nya:

Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa

yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala

penghiburan, yang menghibur kami dalam segala

penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur

mereka, yang berada dalam bermacam-macam

penderitaan dengan penghiburan yang kami terima

sendiri dari Allah. Sebab sama seperti kami mendapat

bagian berlimpah-limpah dalam kesengsaraan

Kristus, demikian pula oleh Kristus kami menerima

penghiburan berlimpah-limpah. Jika kami menderita,

hal itu menjadi penghiburan dan keselamatan

30 MANUSIA SENGSARA

kamu; jika kami dihibur, maka hal itu adalah untuk

penghiburan kamu, sehingga kamu beroleh kekuatan

untuk dengan sabar menderita kesengsaraan yang

sama seperti yang kami derita juga. Dan pengharapan

kami akan kamu adalah teguh, karena kami tahu, bahwa sama seperti kamu turut mengambil bagian

dalam kesengsaraan kami, kamu juga turut mengambil

bagian dalam penghiburan kami.

Bagaimana kita dapat menghibur orang-orang

yang bergumul di tengah dunia yang mengharapkan

kehadiran seorang Manusia Baja? Kita menawarkan

Manusia Sengsara, yang mengetahui, memahami, dan mempedulikan duka dan lara mereka.

31
Yang Dihasilkan dari Penderitaan Yesus

ANDA DAPAT MEMBERI DAMPAK YANG BERARTI!

Materi kami tidak dikenakan biaya. Pelayanan kami didukung oleh persembahan kasih dari para pembaca kami.

Jika Anda ingin mendukung pelayanan kami, Anda dapat mengirimkan persembahan kasih melalui rekening

a/n YAYASAN ODB INDONESIA

Scan QR code ini untuk donasi dengan aplikasi e-wallet.

Silakan konfirmasi persembahan kasih Anda melalui: WhatsApp: 0878-7878-9978

E-mail: indonesia@odb.org

Dukung kami dengan klik di sini.

Yayasan ODB Indonesia Green Garden 253-300-2510 Daan Mogot Baru 0000-570195 Taman Semanan Indah 118-000-6070-162

Kuasa Salib Kristus

“Hati yang telah ditempa oleh

sengitnya pertempuran dan perjuangan dalam dinas militer

sekalipun tidak berada di luar

jangkauan . . . kuasa salib Kristus,”

kata penulis Bill Crowder. Dalam

buklet ini, Anda akan mencermati

dampak penyaliban Yesus pada

seorang kepala pasukan di kaki

salib. Terimalah wawasan yang

menolong Anda untuk mengenal

Yesus lebih dalam melalui kuasa dari

pengorbanan-Nya.

Materi ini dapat Anda beli di dhdindonesia.com, dan temukan

judul-judul
iman Anda. PT Duta Harapan Dunia (021) 2902-8955 | 0895-202-202-95 | orders@dhdindonesia.com
lain untuk pertumbuhan

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.