6 minute read

• Agro-Silvopastura di Saradan, Kolaborasi Perhutani dan LMDH Podang Wilis

Agro-Silvopastura di Saradan

Kolaborasi Perhutani dan LMDH Podang Wilis

Advertisement

Aktivitas masyarakat di Desa Durenan belakangan ini kian berwarna. Sebab, masyarakat desa di sana kini memiliki usaha agrosilvopastura yang menggabungkan usaha ternak sapi kereman dengan agroforestry. Pengembangan usaha agro-silvopastura itu merupakan kerja sama Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Saradan bersama Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Podang Wilis, Desa Durenan, Kecamatan Gemarang, Kabupaten Madiun, Jawa Timur.

Kegiatan kolaborasi Perhutani KPH Saradan bersama LMDH Podang Wilis tersebut menggunakan lahan seluas 4 hektare yang berada di Petak 114, wilayah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Sejan, Bagian Pemangkuan Hutan (BKPH) Wilangan Selatan, KPH Saradan. Hal itu dikatakan oleh Kepala Sub Seksi Kemitraan dan Produktif KPH Saradan, Ahmad Fauzan, Selasa, 14 Juni 2022.

Di kesempatan itu, Ahmad Fauzan mewakili Administratur Perhutani KPH Saradan, mengatakan, Perhutani sangat mendukung program KUPS agrosilvopastura LMDH Podang Wilis. Menurut dia, selanjutnya kegiatan KUPS itu bisa dikembangkan ke Bersama LMDH Podang Wilis, Perhutani KPH Saradan mengembangkan agro-silvopastura. Pengembangan produk agro-silvopastura tersebut dilakukan di lahan di dalam kawasan Perhutani. Selain memberdayakan masyarakat sekitar hutan untuk turut meningkatkan taraf ekonomi mereka, pengembangan agro-silvopastura tersebut juga bertujuan meningkatkan peran serta masyarakat dalam ikut menjaga hutan dari kemungkinan tindak pidana pencurian kayu. Selain itu, di masa depan kegiatan mereka itu juga berpotensi untuk dikembangkan menjadi wisata edukasi, agar dapat menjadi bahan pembelajaran bagi LMDH lain.

sektor-sektor yang lain.

“Ke depan, hal ini segera ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama (PKS) antara LMDH Podang Wilis dengan Perhutani. Dan jika memungkinkan, kegiatan KUPS ini bisa dikembangkan menjadi wisata edukasi, sehingga bisa menjadi pembelajaran bagi LMDH yang lain,” katanya.

Sementara itu, di kesempatan yang sama, Asisten Perhutani (Asper) BKPH Wilangan Selatan, Dhoni Widioko, menambahkan, program silvopastura yang dilakukan LMDH Podang Wilis itu sangat bagus dan inspiratif. Selain itu, kegiatan tersebut juga bermanfaat untuk Perhutani. Sebab, lewat kegiatan tersebut, akan tumbuh kepedulian masyarakat sekitar hutan dalam meningkatkan upaya pencegahan tindak pidana, khususnya pencurian kayu pohon jati di sekitar lokasi tersebut.

“Agar ke depan

Foto: Suwarno/Kompersh KPH Saradan

pengelolaan silvopastura ini bisa ditambahkan usaha dari ternak maupun pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik, sehingga dapat menambah pendapatan LMDH,” ujar Dhoni lagi.

Sedangkan Ketua LMDH Podang Wilis, Agus Wanto, menyampaikan, pihaknya senang dengan kerja sama dengan Perhutani. Kerja sama yang mereka jalin itu juga sesuai dengan visi dan misi mereka. Sebab, salah satu visi dan misi LMDH Podang Wilis adalah mewujudkan kelestarian hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Untuk itu kita mempunyai beberapa upaya untuk menciptakan usaha produktif berbasis kelompok dan kehutanan, yaitu menggabungkan usaha peternakan (agro-silvopastura) dan usaha perikanan (agro-silvofishery) yang dikembangkan pada sela-sela lahan di kawasan hutan Perhutani KPH Saradan,” ujar Agus Wanto.

Agro-Silvopastura

Sistem agro-silvopastura adalah pengombinasian komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan (binatang) di unit manajemen lahan yang sama. Perhutani menyediakan lahan di kawasan hutan untuk tempat penerapan sistem tersebut, dalam rangka turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat, juga untuk kian mengoptimalkan potensi lahan hutan.

Hutan adalah sebuah ekosistem yang kompleks, yang menjadi rumah bagi ratusan bahkan ribuan jenis satwa dan tumbuhan. Hutan menyuplai kita dengan air bersih dan udara segar. Hutan juga menjaga iklim dan temperatur bumi agar tetap stabil. Lebih dari itu, hutan juga memberi penghidupan bagi masyarakat yang hidup di dalam dan di sekitar hutan itu, serta bagi kelompok pengusaha yang memanfaatkan hasil hutan sebagai komoditas konsumsi sehari-hari. Saat fungsi hutan hilang, kerugian akan dirasakan oleh semua pihak, mulai dari masyarakat setempat hingga masyarakat urban.

Namun sangat disayangkan, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi penurunan luas lahan hutan tanaman. Tahun 2014 kawasan hutan seluas 3823.5 hektare, APL (Areal Penggunaan Lain) atau bukan kawasan hutan seluas 971.4 hektare, total 4794.9 hektare. Tahun 2015 kawasan hutan seluas 3410.6 hektare, APL (Areal Penggunaan Lain) / Bukan Kawasan seluas 1257.9 hektare, total 4668.4 hektare. Tahun 2016 kawasan hutan seluas 4482.7 hektare, APL (Areal Penggunaan Lain) / Bukan Kawasan seluas 941.0 hektare, total 5423.7 hektare.

Jadi pada data tersebut disimpulkan bahwa data kawasan hutan dari tahun 2014-2015 mengalami penurunan di tahun 2014 sampai tahun 2016. Mulai dari 3823.5 hektare tahun 2014 sampai ke 3410.6 hektare pada tahun 2015. Terjadi penurunan 412.9 hektare per tahunnya. Penurunan tersebut berdampak ke sosial masyarakat dan lingkungan.

Penurunan tersebut dikarenakan terjadi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan masyarakat di sekitar kawasan hutan, sehingga memilih alih fungsi lahan hutan untuk meningkatkan produksi pertanian. Alih fungsi yang dilakukan ternyata tidak melihat fungsi hutan tersebut, sehingga berdampak ke luasan hutan menjadi sedikit. Dampak yang lain adalah ekosistem tidak seimbang. Banyak hewan dari hutan lantas beranjak menuju permukiman masyarakat. Kasus seperti ini sudah terjadi di beberapa daerah, dan menjadi tantangan untuk masyarakat sekitar kawasan hutan. Hewan hutan yang menyerang kawasan permukiman masyarakat dikarenakan tempat tinggalnya sudah dialihfungsikan dan menjadi permasalahan yang sulit diatasi ketika sudah berujung mengganggu masyarakat di sekitar kawasan hutan.

Masalah yang terjadi seperti disebutkan itu dapat diminimalkan dengan mengintegrasikan antara kelestarian hutan, agroforestry, dan peternakan. Konsep yang

Foto: Suwarno/Kompersh KPH Saradan

Foto: Suwarno/Kompersh KPH Saradan dapat dilakukan yaitu dengan Agro-silvopastura yang merupakan konsepan dari agroforesty, dimana merupakan sebuah kombinasi antara kompenen pengelolaan tanaman produksi dengan peternakan di kawasan lahan hutan. Jadi, Agro-silvopastura merupakan tipe dari agroforesty yang mengelola lahan hutan dengan memaksimalkan tanaman produksi dan memelihara hewan ternak. Kegiatan tersebut merupakan sebuah cara untuk memberikan tambahan pemasukan bagi para petani di kawasan hutan dan sekaligus juga merupakan upaya untuk memberlanjutkan kelestarian hutan.

KPH Saradan

Perhutani KPH Saradan adalah salah satu unit manajemen di Wilayah Divisi Regional Jawa Timur. Luas wilayahnya adalah 37.936,6 hektare. Kawasan seluas itu terdiri dari Hutan Lindung 6% dan Hutan Produksi 94%.

Wilayah kawasan hutan Perhutani KPH Saradan adalah seluas 37.936,6 hektare. Secara administratif, kawasan hutan itu terletak pada 4 wilayah administratif pemerintahan. Yaitu seluas 24.869,0 hektare di Kabupaten Madiun (66%); seluas 5.200,9 hektare di Kabupaten Ngawi (14%); seluas 566,9 hektare di Kabupaten Nganjuk (1%); dan seluas 7.299,8 hektare di Kabupaten Bojonegoro (19%).

Secara geografis, wilayah KPH Saradan terletak pada koordinat 4°45’ sampai dengan 5°1’BT dan 7°22’ sampai dengan 7°42°LS. Tipe iklim di Wilayah Hutan Perhutani KPH Saradan adalah tipe D dengan nilai Q sebesar 94%. Berdasarkan kondisi dan DAS Brantas seluas 13.139,98 hektare.

KPH Saradan sendiri terdiri dari dua Daerah Aliran Sungai (DAS). Keduanya adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan solo seluas 24.797,2 hektare dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas seluas 13.139,9 hektare. Berdasarkan keadaan topografinya, kawasan hutan di KPH Saradan datar sampai dengan miring (0% – 25%). Kisaran ketinggian 125 mdpt sampai dengan 650 mdt.

Tiga SKPH

Berdasarkan pembagian wilayah kerja pengelolaan hutan, kawasan hutan KPH Saradan dibagi ke dalam tiga Sub Kesatuan Pemangkuan Hutan (SKPH). Jumlah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) yang ada di KPH Saradan adalah 12 BKPH.

Dua SKPH tersebut adalah Sub KPH Saradan Barat, Sub KPH Saradan Timur, dan Sub KPH Saradan Selatan. Sub KPH Saradan Barat membawahi BKPH Bringin (seluas 2.054,00 hektare), BKPH Rejuno (seluas 2.757,40 hektare), BKPH Kaliklampok (seluas 2.481,50 hektare), dan BKPH Notopuro (seluas 6.106,63 hektare).

Sub KPH Saradan Timur membawahi empat BKPH. Yaitu BKPH Kedungbrubus (seluas 3.759,43 hektare), BKPH Tulung (seluas 4.189,20 hektare), BKPH Pajaran (seluas 4.204,90 hektare), dan BKPH Petung (seluas 3.073,60 hektare).

Sedangkan Sub KPH Saradan Selatan membawahi juga empat BKPH. Yaitu BKPH Wilangan Utara (seluas 3.228,20 hektare), BKPH Wilangan Selatan (seluas 3.088,30 hektare), BKPH Jatiketok Selatan (seluas 1.904,90 hektare), dan BKPH Jatiketok Utara (seluas 2.110,10 hektare).

Dan menurut Bagian Hutannya, KPH Saradan terbagi menjadi enam Bagian Hutan. Yaitu Bagian Hutan Rejuno, Bagian Hutan Notopuro, Bagian Hutan Tulung, Bagian Hutan Pajaran, Bagian Hutan Wilangan, dan Bagian Hutan Jatiketok. • DR/Srd/

Swn

This article is from: