5 minute read

Rindu Kicau Gelatik Jawa

Dulu, burung ini dianggap hama. Kemudian, burung Gelatik Jawa dimasukkan ke dalam daftar spesies yang dilindungi karena populasinya yang terus menurun akibat berkurangnya habitat dan munculnya ancaman perburuan. Kini, keberadaan burung endemik Indonesia itu menjadi dirindukan, karena terancam punah. Salah satu ancaman kepunahan itu adalah karena satwa bsrstatus dilindungi tersebut juga diburu orang karena pecinta burung berbondongbondong ingin menjadikannya sebagai hewan peliharaan.

Burung Gelatik Jawa atau Padda oryzivora adalah sejenis burung pengicau berukuran kecil. Burung dari suku Estrildidae ini umumnya memiliki panjang lebih kurang 15 cm. Burung itu merupakan satwa endemik dari Indonesia. Di alam, burung Gelatik Jawa ditemukan di hutan, padang rumput, sawah, dan lahan budi daya di Pulau

Advertisement

Jawa dan Pulau Bali. Sekarang, spesies ini dikenali di banyak negara di seluruh dunia sebagai burung hias. Nama Gelatik Jawa tentu sudah tidak asing di telinga kita. Burung kicau itu dulu sering kita dengar suara kicauannya. Burung Gelatik

Jawa yang dikenal dengan nama

Inggris Javan Sparrow ini pada mulanya memang merupakan satwa endemik di Pulau Jawa, Bali, dan Madura.

Pada awalnya, Burung Gelatik Jawa keberadaannya dianggap sebagai hama. Kemudian berubah menjadi spesies yang dilindungi, karena populasinya menurun akibat berkurangnya habitat dan perburuan.

Kemampuan burung tersebut untuk beradaptasi hidup di sekitar manusia membuat persebaran Gelatik Jawa semakin luas hingga menjangkau Pulau Sulawesi dan Maluku. Tetapi seiring dengan kemolekan bentuk fisik dan keindahan suaranya, ancaman datang karena perburuan dan penangkapan yang marak.

Ya, bentuk fisiknya yang indah rupanya dijadikan alasan oleh banyak orang untuk menganggap satwa ini sebagai burung hias dan menjadikannya peliharaan. Karena besarnya minat orang untuk memelihara burung Gelatik Jawa, para pemburu satwa pun kerap mengejar dan menangkap burung itu.

Burung Gelatik Jawa merupakan salah satu burung yang paling diminati oleh para pemelihara burung. Itulah salah satu sebab keberadaannya di alam liar menjadi kian sulit ditemukan. Penangkapan liar, hilangnya habitat hutan, serta terbatasnya ruang hidup burung ini, menyebabkan populasi Gelatik Jawa menyusut pesat dan kini statusnya di habitat aslinya terancam punah dalam waktu singkat.

Foto: wall.alphacoders.com

Terancam Punah

Ada lagi hal yang membuat keberadaan Gelatik Jawa di alam kian menyusut jumlahnya. Mereka enggan untuk melakukan perkawinan dengan individu yang bukan pasangannya. Sehingga, laju regenerasi burung ini pun melambat.

Seperti dilansir dari laman Scentsindonesia, datanya menyebutkan bahwa puncak populasi burung kicau berstatus dilindungi tersebut terjadi pada tahun 1980-1990. Namun, pembukaan lahan yang terus-menerus akhirnya membuat ketersediaan pakan satwa langka itu semakin berkurang, hingga menyebabkan ia harus melakukan migrasi ke area persawahan warga untuk mencari makan.

Oleh warga, kemudian burung Gelatik Jawa dianggap sebagai hama dan diburu secara besarbesaran. Tak berhenti sampai di situ. Satwa berstatus dilindungi tersebut juga diburu karena pecinta burung berbondong-bondong ingin menjadikannya sebagai hewan peliharaan. Di dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, diperkirakan populasi individu Gelatik Jawa menurun hingga 50%. Selain disebabkan oleh perburuan liar, terdapat faktor lain yaitu sifat setia sang satwa terhadap pasangan.

Kendati Gelatik Jawa merupakan jenis burung endemik Pulau Jawa, Bali, dan Madura, namun karena kemampuan adaptasinya yang baik, ia juga tersebar luas hingga ke luar Jawa, Bali, dan Madura. Persebarannya mulai dari Sulawesi, Maluku, Malaysia, Sri Lanka, Filipina, hingga Australia. Keterancaman burung Gelatik Jawa adalah karena dijadikan sebagai satwa peliharaan yang menyebabkan aktivitias perburuan tinggi. Selain itu, semakin menyempitnya habitat akibat alih fungsi lahan juga membuat Gelatik Jawa kian terancam.

Saat ini, populasi Gelatik Jawa di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur diperkirakan tidak lebih dari 1.000 individu. Angka tersebut belum termasuk dengan jumlah individu Gelatik Jawa di daerah lain. Jika ditotalkan, jumlah burung-burung Gelatik Jawa itu saat ini hanya mencapai angka 3.750 individu burung.

Sekarang bahkan telah sulit untuk dapat menemukan burung gelatik di persawahan atau ladang. Sulitnya mencari burung Gelatik Jawa itu di alam bebas itulah yang membuat Gelatik jawa kini dievaluasi rentan pada IUCN Red List serta didaftarkan dalam CITES Appendiks II.

Keberadaannya yang kian menurun itu diperkuat dengan masuknya Gelatik Jawa ke dalam daftar merah IUCN dengan status endangered atau terancam. Ia juga termasuk satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P. 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Foto: hmong.es

Jantan Betina Mirip

Ciri-ciri burung Gelatik Jawa adalah memiliki kepala hitam, pipi putih, dan paruh merah yang berukuran besar. Burung dewasa mempunyai bulu berwarna abu-abu, perut berwarna coklat kemerahan, kaki berwarna merah muda, dan lingkaran merah di sekitar matanya. Warna bulu itu serupa, baik burung jantan maupun betina. Burung muda berwarna coklat.

Namun, berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, ada cara

untuk membedakan jenis kelamin Gelatik Jawa. Yaitu dilihat dari ukuran tubuhnya. Sang burung jantan umumnya memiliki tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan sang betina. Selain itu, tingkah laku sehari-hari mereka juga menunjukkan bahwa individu jantan lebih aktif dan dominan dibandingkan sang betina.

Burung liar dilindungi ini terbilang cukup sulit untuk diidentifikasi mana betina dan mana jantan. Terlebih lagi kebiasaannya yang sering hidup berpasangan. Pun dari segi pola kicauannya, milik satwa jantan jauh lebih bervariasi sedangkan milik betina cenderung lebih monoton.

Biasanya, Gelatik Jawa memiliki ekor yang pendek dan paruh berbentuk tebal dan pendek. Endemik kicau yang satu ini biasa menggunakan paruhnya untuk memakan berbagai biji tanaman, terutama padi. Tak hanya itu, satwa yang kini berstatus dilindungi tersebut juga mengonsumsi biji sorgum, biji glagah, biji bayam, dan biji bambu.

Senang Berkelompok

Gelatik Jawa pertama kali ditemukan pada tahun 1758 oleh Linnaeus. Ketika ditemukan, satwa bertubuh mungil dengan panjang kurang lebih 15 cm ini secara alami hidup di pesisir pantai, hutan bakau, dan lahan terbuka bersama dengan kelompoknya.

Gelatik Jawa punya perilaku unik, yaitu senang berkelompok dan cepat berpindah-pindah. Pakan utama burung ini adalah bulir padi atau beras. Juga biji-bijian lain, buah, dan serangga. Burung betina biasa menetaskan antara empat sampai enam telur berwarna putih, yang dierami oleh kedua tetuanya.

Sekelompok burung Gelatik Jawa membangun sarangnya sendiri di cabang-cabang pohon menggunakan rumput kering pada saat musim kawin, yaitu Februari hingga Agustus. Kemudian, ketika hendak berebut tempat sarang, masing-masing dari mereka memberikan tanda dengan menggoyangkan badannya.

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa Gelatik Jawa mulai beraktivitas dengan berkicau antara pukul 05.45 hingga 06.05 pagi sebelum mengawali aktivitasnya yang lain. Aktivitas satwa dilindungi tersebut akan berakhir pada pukul 17.50 hingga 18.05, yang mana berdekatan dengan waktu tidurnya.

Namun, ada hal yang cukup melegakan terkait keberadaan Gelatik Jawa. Jenis burung ini cukup banyak dijumpai di Pusdikbang Madiun (Sekarang Perhutani Forestry Institute). Saat ini kawasan tersebut menjadi area konservasi burung Kota Madiun seluas kurang lebih 4,5 Hektare.

Di kawasan Perhutani, Gelatik Jawa dijumpai ada di 21 KPH dengan mayoritas berlokasi di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Terutama di KPH-KPH Jati yang didominasi hutan musim dataran rendah. Lokasi perjumpaan Gelatik Jawa itu adalah di KPH Cepu, KPH Kedu Utara, KPH Kendal, KPH Mantingan, KPH Purwodadi, KPH Ciamis, KPH Balapulang, KPH Banyumas Barat, KPH Banyumas Timur, KPH Randublatung, KPH Jember, KPH Jombang, KPH Madiun, KPH Nganjuk, KPH Ngawi, KPH Pasuruan. Burung jenis ini kerap dijumpai tengah berbaur dengan jenis burung bondol memakan biji-bijian. • DR

Foto: wall.alphacoders.com

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan : Animalia Filum : Chordata

This article is from: