3 minute read

Gandeng Paguyuban LMDH, Jalin Kerja Sama Agroforestry

Foto : Sarwono/Kompersh KPH Telawa

Pengelolaan bisnis kehutanan senantiasa berkembang. Begitu pula dengan optimalisasi potensi kehutanan. Termasuk dengan pengoptimalan lahan hutan untuk ditanami tanaman pertanian semisal palawija. Tentu saja penanaman tanaman jenis palawija di area hutan itu diupayakan tidak boleh merusak tanaman hutan. Bidang agroforestry yang memadukan produk pertanian dengan kehutanan itu juga memungkinkan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan kian meningkat. Maka, Perhutani pun menjalin kerja sama dengan Paguyuban LMDH .

Advertisement

Selasa, 7 Januari 2020, ruang rapat Kantor Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Telawa menjadi lokasi berlangsungnya penandatanganan naskah kerja sama bidang agroforestry. Kerja sama di bidang agroforestry tersebut dijalin Perhutani KPH Telawa dengan Paguyuban Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Wilayah KPH Telawa. Lewat penandatanganan perjanjian kerja sama tersebut, sinergi antara KPH Telawa dan Paguyuban LMDH di wilayah KPH Telawa diharapkan kian erat terjalin.

Di kesempatan tersebut, Administratur Perhutani KPH Telawa, Cecep Hermawan, menyampaikan, Anggota LMDH Wilayah KPH Telawa dapat melakukan kegiatan agroforestry dengan penanaman palawija di kawasan petak pangkuannya. Tetapi hal itu dengan kewajiban untuk memelihara dan menjaga tanaman kehutanan Perhutani. Artinya, aktivitas mereka tidak boleh merusak hutan.

“Diharapkan juga memberikan kontribusi Penerimaan Negara Bukan Pajak dari hasil palawijanya. Maka, agar hubungan antara Perhutani dan LMDH tetap harmonis, perlu ikatan kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak,“ ujarnya.

Sementara itu, Ketua Paguyuban LMDH Wilayah KPH Telawa, Puryanto, menyatakan kesiapan pihaknya dengan adanya kerja sama tersebut. Dan pihaknya pun bertekad untuk dapat memenuhi target penghasilan dari bidang agroforestry dengan maksimal.

“Sebagaimana yang disaksikan bersama bahwa dari lahan hutan setiap tahunnya ratusan ton bahan pangan khususnya palawija dihasilkan sebagai penopang ketahanan pangan. Maka disepakati untuk berbagi sharing antara

Foto : Sarwono/Kompersh KPH Telawa

Perhutani dengan LMDH,” jelasnya.

Belum Intensif

Agroforestry adalah sistem penggunaan lahan berupa usaha tani, yang mengombinasikan budi daya pepohonan hutan dengan tanaman pertanian, dengan tujuan untuk meningkatkan keuntungan, baik secara ekonomis maupun lingkungan. Di dalam sistem ini, terciptalah keanekaragaman tanaman dalam suatu luasan lahan. Sehingga, penerapan sistem ini akan mengurangi risiko kegagalan dan dapat melindungi tanah dari erosi serta mampu mengurangi kebutuhan pupuk atau zat hara dari

luar kebun, karena adanya daurulang sisa tanaman.

Tetapi, hingga saat ini kontribusi agroforestry dalam pembangunan nasional ternyata masih belum terlalu besar. Sebab, penerapan sistem agroforestri saat ini masih belum intensif. Porsi kontribusi kegiatan agroforestry terhadap GDP (Gross Domestic Product) dalam sepuluh tahun terakhir bahkan semakin menurun, dari sekitar 60% menjadi tinggal 17%. Ditambah lagi, sistem ini di masyarakat umum kian ditinggalkan oleh angkatan kerja muda. Akibatnya, sumber daya manusia kurang kompetitif (aging workforce).

Ada beberapa hal yang dipandang memberikan dampak pada kurang populernya sistem agroforestry. Di antaranya adalah data misrepresent (gap yang lebar dalam identifikasi masalah dan solusi), Eksploitasi kapital yang intensif, persaingan bisnis pertanian yang kerap kali unfair bagi produsen (petani), kurang terlihat terobosan dalam komunikasi publik dan kerap menjadi ajang pertarungan hoax dan fake news (imbalance information).

Hal-hal seperti itu yang membuat budidaya agroforestry yang berjalan saat ini bersama para petani hutan dari masyarakat desa hutan masih belum intensif. Apalagi, di beberapa daerah, pola agroforestry umumnya belum tersentuh teknologi baik saat budi daya maupun pengolahan pasca panen.

Gandeng LMDH

Masalah lain yang kerap muncul adalah, beberapa akses lokasi yang jauh, keterlibatan penyuluh pertanian masih rendah, Panca Usaha Tani oleh para petani hutan (Masyarakat Desa Hutan) belum sepenuhnya diterapkan. Selain itu, juga ada persoalan lokasi yang tersebar menyebabkan ekonomi biaya tinggi, kerap kali dijumpai adanya praktik-praktik “ijon”, serta persiapan lapangan yang cukup berat karena variasi topografi (datar, landai, sampai berbukit).

Sadar betapa banyaknya persoalan yang melingkupi persoalan penerapan sistem agroforestry sedangkan sesungguhnya potensinya begitu besar, Perhutani menaruh perhatian besar terhadap pola tersebut. Salah satunya adalah dengan menggandeng Lembaga Masyarakat Desa Hutan. Seperti yang dilakukan Perhutani KPH

Telawa. Bravo! • Tim Kompersh Kanpus

This article is from: