6 minute read
Telaga Kumpe Jejak Kaki Bima di Banyumas
Telaga Kumpe
Jejak Kaki Bima di Banyumas
Advertisement
Telaga Kumpe adalah salah satu destinasi wisata alam yang terletak di wilayah kerja Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur. Terletak di perbukitan Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Telaga Kumpe dikelilingi bukit-bukit dengan hamparan hutan pinus dan pepohonan yang hijau. Sehingga, Telaga Kumpe sangat cocok untuk wisatawan yang suka berfoto di tengah alam atau pedesaan.
Dari Kota Purwokerto, baru digarap serius sejak awal tahun letak Telaga Kumpe 2019. Sehingga, memasuki tahun kurang lebih berjarak 18 baru 2020, pengelolaan Wisata km. Tepatnya, Telaga Alam Telaga Kumpe baru genap satu Kumpe terletak di tahun sejak mulai direvitalisasi di awal
Petak 51, Resor Pemangkuan Hutan tahun 2019. (RPH) Karanggandul, Bagian Pada 9 Januari 2020, secara
Kesatuan Pemangkuan Hutan resmi Telaga Kumpe untuk pertama (BKPH) Gunung Slamet Barat, KPH kalinya merayakan Hari Ulang Tahun
Banyumas Timur. Secara pengelolaannya. Sebagai bagian dari administratif, ia termasuk Desa kegiatan memeringati HUT pertama
Gunung Lurah, Kecamatan Cilongok, Telaga Kumpe, dilakukan acara
Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa tasyakuran di telaga berair jernih
Tengah. Pengelolaannya masuk yang masih alami itu. Di kesempatan wilayah Hutan Pangkuan Desa (HPD) itu, Perum Perhutani diwakili oleh
Lembaga Masyarakat Desa Hutan Kepala RPH Karanggandul, Dwi (LMDH) Wono Sari, Desa Gunung Subiyanto, yang hadir beserta
Lurah. jajarannya. Hadir pula Kepala Desa
Sejatinya, Telaga Kumpe Gunung Lurah, tokoh masyarakat, menyimpan potensi besar untuk dan pengurus serta anggota LMDH dikembangkan sebagai lokasi wisata Wono Sari. alam. Tetapi, pengelolaan Telaga Saat menyampaikan sambutan
Kumpe sebagai lokasi wisata alam mewakili Administratur Perhutani
Foto : Rahman/Kompersh KPH Banyumas Timur
KPH Banyumas Timur, Dwi Subiyanto mengharapkan agar pihak LMDH di dalam kegiatannya selalu menjalin hubungan yang harmonis dan selalu berkoordinasi dengan forkopimcam, pemerintahan desa setempat. Ia juga mengharap, LMDH lebih giat dalam menggali potensi yang ada di petakpetak hutan pangkuan desanya.
Telaga Kumpe merupakan destinasi wisata air berupa telaga/ danau yang dikelilingi bukit-bukit berhutan pinus yang rimbun menghijau. Padatnya pepohonan di sekitarnya membawa suasana dan udara sejuk nan asri di Telaga Kumpe. Suasana asri dan hawa sejuk di Telaga Kumpe menambah lengkap pemandangan hutan pinus yang eksotis saat berkabut. Ditambah suasana khas alam pedesaan, Telaga Kumpe begitu menyegarkan mata dan hati wisatawan yang berkunjung ke sana.
Sebagai destinasi wisata yang relatif masih baru, Telaga Kumpe terus berbenah. Ragam fasilitas pun terus dilengkapi. Saat ini, fasilitas wisata yang tersedia di Telaga Kumpe antara lain adalah perahu, selfie deck, warung makan, toilet, mushola, dan camping ground. Namun, walau belum banyak dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai, telaga yang berada di perbatasan Desa Gununglurah dan Sambirata itu sangat bagus untuk tujuan wisata, khususnya bagi para petualang
Legenda Tumbuhan Kumpe
Selain daya tarik alaminya, Telaga Kumpe juga menyimpan daya tarik karena legenda yang melingkupinya. Salah satunya adalah legenda di seputar penamaannya. Konon, nama Kumpe berasal dari leluhur masyarakat yang tinggal di sekitar telaga tersebut. Nama “Kumpe” merujuk kepada keberadaan tumbuhan yang dulu tumbuh begitu subur di tengah telaga itu. Karena keberadaannya di tengah-tengah telaga, tumbuhan tersebut setiap hari seakan-akan dikum (direndam, red) dan dipe (dijemur, red). Dikum (direndam) karena sebagian akar tumbuhan tersebut memang berada di bawah permukaan air. Sedangkan daunnya yang berada di atas permukaan air yang selalu terkena sinar matahari itu seolah-olah selalu dipe (dijemur). Sampai sekarang, tumbuhan yang ada di tengah telaga tersebut masih ada dan masyarakat setempat masih menamakan tumbuhan itu “kumpe”. Tangkainya keras seperti pohon nanas tetapi daunnya mirip lidah buaya. Hingga sekarang, masyarakat setempat masih belum mengetahui apa persisnya nama dan jenis tumbuhan tersebut.
Foto : Rahman/Kompersh KPH Banyumas Timur
Menurut Kepala Dusun 1 Desa Gunung Lurah, Warsito, konon keberadaan tanaman kumpe tersebut menyatu dengan legenda yang berbau mistis di seputar telaga tersebut. Warsito menyebut, tanaman itu tidak akan ditemui di tempat lain. Hanya ada di Telaga Kumpe dan Telaga Ranjeng yang berada di wilayah Kaligua. “Konon, tanaman kumpe yang ada di sini berjenis kelamin perempuan. Sedangkan tanaman kumpe yang ada di Telaga Ranjeng Kaligua berjenis kelamin laki-laki. Sehingga, tanaman kumpe yang ada di sini lebih cepat berkembangbiak,” ujarnya.
Tidak ada yang tahu pasti bagaiana sejarah terbentuknya Telaga Kumpe. Warsito hanya tahu, dari beberapa pitutur cerita yang masih ia ingat dan cerita legenda yang berkembang, telaga tersebut terbentuk dari telapak kaki Bima atau Werkudara dalam cerita wayang Jawa. Konon, saat itu Bima yang merupakan seorang Resi tengah meletakkan Gunung Slamet sebagai paku (tonggak, red) Pulau Jawa. Saat
meletakkan Gunung Slamet, Bima konon menghadap ke arah timur laut. Posisi Kaki kanannya berada di Desa Gununglurah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Bayumas, sedangkan kaki kirinya berada di Kaligua, Kecamatan Paguyangan, Brebes. “Beratnya Gunung Slamet membuat pijakan kaki Bima melesak ke dalam tanah hingga menjadi telaga di kedua telapak kakinya. Entah benar atau tidak, tetapi kalau dilihat memang bentuk Telaga Kumpe menyerupai telapak kaki kanan dengan tumit berada di sebelah selatan dan jemari di sebelah utara. Sayangnya, saat ini bagian tersebut tertutup tananam kumpe, jadi nggak terlihat jelas,” kata Warsito. Menurut Warsito, konon di zaman para wali, awalnya aliran air dari Telaga Kumpe langsung mengalir ke kali mengaji (ke arah timur). Namun karena selanjutnya wilayah di bawah Telaga Kumpe menjadi dukuh atau dusun yang dijadikan tempat tinggal masyarakat, aliran airnya kemudian dipagar atau dibendung, agar masyarakat di selatan Telaga Kumpe bisa memiliki sumber air.
“Makanya, sungai yang mengalir di wilayah Desa Sambirata dan sekitarnya sampai saat ini masih bernama Kali Pager yang artinya kali yang berasal dari pageran (hasil membendung, red) aliran air Telaga Kumpe,” ucapnya.
Telaga Kumpe juga tak lepas dari cerita-cerita mistis, karena kata Warsito, wilayah tersebut dikelilingi sejumlah petilasan. Misalnya, di Bukit Krangenana ada petilasan bernama Mbah Sapu Jagad, petilasan Tabat Waru yang diyakini sebagai penjaga Telaga, serta petilasan Telaga Nangka, Rantansari, dan Watu Rajut yang merupakan makam kiai yang tidak diketahui namanya.
“Sayangnya sebagian besar petilasan tersebut sudah hilang. Petilasan yang masih ada terkadang juga masih dikunjungi orang yang berziarah,” kata Warsito.
Suasana Tenang
Telaga Kumpe terkenal dengan suasananya yang tenang. Tenang, adalah kata-kata yang sering muncul di saat kita sendiri ataupun tak ada seorangpun yang menganggu. Nah, suasana seperti itulah yang bisa kita dapatkan saat berada di Telaga Kumpe. Apalagi, karena baru satu tahun pengelolaannya digarap serius, belum banyak orang yang tahu tentang telaga ini. Jadi, Telaga Kumpe sangat cocok enjadi destinasi bagi wisatawan yang merindukan suasana syahdu dan tenang saat jenuh dengan rutinitas pekerjaan dan suasana hiruk pikuk di kota. Desa Gununglurah, tempat Telaga Kumpe berada, juga menyimpan cerita tersendiri. Desa yang dilewati oleh jalur kereta api Purwokerto-Cirebon itu merupakan desa dengan penduduk terbesar kelima di Kecamatan Cilongok. Pada zaman dahulu, Desa Gununglurah merupakan daerah yang sangat penting bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Hal itu dikuatkan dengan keberadaan Tugu Pujadi Djaring Bandayuda di desa itu.
Nama Pujadi yang tersemat di tugu itu diambil dari nama seorang pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia di wilayah Kabupaten Banyumas. Nama lengkapnya adalah Kolonel (Infanteri) Pudjadi Jaring Bandayuda. Di tahun 1971 – 1978, Pudjadi Jaring Bandayuda menjadi Bupati Ke-26 yang memimpin Kabupaten Banyumas. Saat ini, kebanyakan mata pancaharian penduduk Desa Gununglurah adalah petani, pekebun, pedagang, dan sebagian kecil ada yang menjadi PNS. Selain itu, ada pula penduduk Desa Gununglurah yang bekerja sebagai
Pahlawan Devisa. • Tim Kompersh Kanpus