5 minute read
Kusumodiyo, Hutan Randublatung
Jejak Pahlawan Revolusi di Tugu Agil Kusumodiyo, Hutan Randublatung
Ada satu ungkapan dari Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno, yang begitu dalam menancap di ingatan kita. Tentang pentingnya mengenal, mengenang, dan menghargai para pahlawan. Ungkapan itu adalah “Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai jasa para pahlawannya”. Dan salah satu cara menghargai jasa para pahlawan itu adalah dengan menapaktilasi jejak langkahnya, dan menyambangi lokasi yang dapat mengingatkan kita kepada jejak langkah pahlawan itu.
Advertisement
Ada momen menarik yang terjadi di kawasan hutan Randublatung menjelang akhir bulan Juni 2020. Saat itu, menjelang Peringatan Hari Bhayangkara ke–74, Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Randublatung menjadi tuan rumah dalam acara ziarah untuk mengenang pahlawan revolusi. Acaranya digelar pada Senin, 29 Juni 2020, di Monumen Tugu Agil Kusumodiyo. Tugu tersebut terletak di kawasan hutan, tepatnya di Petak 112, Resor Pemangkuan Hutan (RPH) Jati Kusumo, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Kedungkambu, KPH Randublatung.
Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka peringatan Hari Bhayangkara ke–74 yang jatuh 1 Juli. Acara tersebut dihadiri jajaran Polres (Kepolisian Resor) Blora, TNI Kodim 0721, Pemkab Blora, Forkopimcam Randublatung, dan jajaran Perum Perhutani. Seluruh jalannya acara tersebut dipimpin oleh Kapolres Blora, AKBP Ferry Irawan.
Saat menyampaikan sambutan, AKBP Ferry Irawan menyampaikan, mengenang pahlawan merupakan sarana untuk memupuk rasa cinta tanah air. Selain itu, juga untuk menghargai perjuangan para pendahulu kita yang telah menyerahkan jiwa dan raga untuk membela dan memertahankan NKRI. Tak lupa, di kesempatan itu Ferry Irawan menyampaikan terima kasih kepada Perhutani yang telah merawat Monumen Tugu Agil Kusumodiyo dan menjadi tuan rumah acara tersebut.
Monumen Tugu Agil Kusumodiyo adalah salah satu monumen bersejarah yang mengingatkan pada peristiwa sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Peristiwanya berkaitan dengan Madiun Affair tahun 1948. Di dalam rangkaian peristiwa pemberontakan PKI di Madiun, dua putra terbaik bangsa Indonesia telah gugur di kawasan hutan tersebut. Mereka yaitu Kolonel Soenandar dan AKBP Agil Kusumodiyo.
Mereka berdua gugur sebagai Ratna dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, akibat
Foto : Suharmanto Kompersh KPH Randublatung
Foto : Suharmanto Kompersh KPH Randublatung
keganasan PKI (Partai Komunis Indonesia). Ketika itu, mereka berdua yang merupakan pucuk pimpinan TNI dan Polri di wilayah Karesidenan Pati pada masa itu, diculik dan dibawa ke kawasan hutan tersebut. Di kawasan hutan itulah mereka berdua lantas gugur sebagai kesuma bangsa.
Di kesempatan itu, Administratur Perhutani KPH Randublatung, Achmad Basuki, memberikan keterangan, kegiatan tersebut merupakan wujud sinergi yang harmonis antara Perhutani dengan seluruh elemen bangsa. Sebab, sudah menjadi kewajiban Perhutani untuk selalu bersinergi dengan TNI/Polri dan seluruh masyarakat, serta melestarikan situs sejarah
perjuangan pahlawan bangsa yang berada di wilayahnya.
Pemberontakan PKI
Kedua pahlawan yang jasanya diabadikan di monumen tersebut adalah korban kekejaman dan pemberontakan PKI. Pemberontakan yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1948 itu merupakan peristiwa kelam yang telah merenggut banyak nyawa ulama dan tokohtokoh agama. Peristiwa Madiun tahun 1948 dan pemberontakan G30S/PKI tahun 1965 merupakan dua peristiwa yang merupakan bukti betapa hebatnya ancaman komunisme di Indonesia. Betapa komunisme merupakan bahaya laten yang harus terus diwaspadai.
Sejarah mencatat, Peristiwa Madiun 1948 dilakukan anggota PKI dan partai-partai kiri lainnya yang tergabung dalam organisasi bernama Front Demokrasi Rakyat (FDR). Pemberontakan PKI Madiun 1948 menyusul jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin pada masa itu. Penyebab jatuhnya kabinet Amir akibat kegagalannya pada perundingan Renville yang merugikan Indonesia. Untuk merebut kembali kedudukannya, 28 Juni 1948 Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR). Organisasi ini didukung oleh Pemuda Sosialis Indonesia, Partai Sosialis Indonesia, PKI, dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI).
Mereka melancarkan propaganda anti pemerintah, mengadakan pemogokanpemogokan kerja bagi buruh. Selain itu melakukan pembunuhan ulama dan pejuang kemerdekaan. Adapun tujuan mereka adalah ingin meruntuhkan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. Segala cara pun mereka lakukan demi memuluskan misinya.
Sebelum Peristiwa Madiun, PKI juga telah melakukan kekacauan di Solo (Surakarta) hingga menewaskan banyak perwira TNI AD dan tokoh pejuang 1945. Oleh PKI, daerah Surakarta dijadikan daerah yang kacau (wildwest). Sedangkan Madiun dijadikan PKI sebagai basis gerilya.
Korban Kekejaman PKI
Kolonel Soenandar dan AKBP Agil Kusumodiyo. Keduanya adalah pucuk pimpinan TNI/ Polri di wilayah Karasidenan Pati pada masa itu. Mereka diculik dari Kabupaten Pati dan dibawa oleh PKI ke hutan jati di wilayah Kecamatan Randublatung,
Blora. Di sana, mereka dipaksa untuk menandatangani persetujuan gerakan pemberontakan PKI di Pati.
Namun keduanya menolak. Karena penolakan mereka, akhirnya mereka gugur setelah dieksekusi (ditembak) dengan badan terikat pada pohon jati. Jenazah mereka ditemukan terikat dengan luka tembak di pinggiran hutan di Randublatung. Kemudian, di tempat ini dibangunlah tugu monumen Agil Kusumodiyo. Kapolres Blora, AKBP Ferry Irawan, menyebutkan, kegiatan peringatan Hari Bhayangkara di Randublatung itu adalah salah satu wujud kebersamaan TNI, Polri, dengan pemerintah setempat, untuk memupuk rasa cinta tanah air serta untuk mengenang para pahlawan. “Inti dari kegiatan ini adalah sebagai wujud kebangaan kepada para pahlawan, sekaligus untuk memupuk rasa cinta tanah air. Apalagi ini menjelang Hari Bhayangkara ke-74,” ucap kapolres.
Foto : Suharmanto Kompersh KPH Randublatung
Kolonel Soenandar dan AKBP Agil Kusumodiyo. Keduanya adalah pucuk pimpinan TNI/ Polri di wilayah Karasidenan Pati pada masa itu. Mereka diculik dari Kabupaten Pati dan dibawa oleh PKI ke hutan jati di wilayah Kecamatan Randublatung, Blora. Di sana, mereka dipaksa untuk menandatangani persetujuan gerakan pemberontakan PKI di Pati.
Ziarah Terbesar
Yusmanto, salah satu purnawirawan sekaligus Ketua PP Polri Blora yang ikut hadir dalam kegiatan tersebut, menceritakan bahwa ziarah kali ini adalah yang terbesar yang digelar selama dirinya pensiun dari tugas kepolisian. “Kegiatan ini adalah yang terbesar. Kegiatan ini melibatkan TNI, Polri, pemerintah setempat serta melibatkan purnawirawan. Tentunya kami bangga,” ucap Yusmanto.
Mengingat kembali ucapan Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno, kita perlu selalu mengingat, mengenang, dan menghargai jasa para pahlawan. Hal itu akan memupuk jiwa dan semangat nasionalisme serta cinta tanah air di dalam diri bangsa Indonesia. Maka, peran Perhutani sebagai tuan rumah peringatan Hari
Bhayangkara di lokasi monumen yang mengingatkan pada jejak sejarah di hutan Randublatung itu dapat dikatakan sebagai sumbangsih Perhutani bagi negeri. Sebagaimana sumbangsih Perhutani dalam memelihara dan menjaga monumen tersebut. • DR/
Rdb/Hmt