11 minute read
Melibatkan Partisipasi Sosial dalam Pengembangan Pariwisata Perhutani
Negara (BUMN) yang diberi kewenangan mengelola 2,42 juta hektare hutan negara yang tersebar di Pulau Jawa dan Madura, Perum Perhutani memegang peran vital dalam menjamin keberadaan kawasan hutan sebagai penunjang daya dukung lingkungan, sosial, dan ekonomi masyarakat. Khususnya di Pulau Jawa dan Madura.
Maksud dan tujuan perusahaan yang tertuang dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010 adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum, berupa penyediaan barang dan/ atau jasa yang berhubungan dengan pengelolaan hutan dan hasil hutan yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat, berdasarkan prinsip Pengelolaan Hutan Lestari dan tata kelola perusahaan.
Advertisement
Pasal tersebut juga menegaskan, perusahaan dapat menyelenggarakan kegiatan usaha lain berupa optimalisasi potensi sumber daya yang dimiliki untuk trading house, agroindustrial complex, agrobisnis, properti, pergudangan, pariwisata, hotel, resort, rest area, rumah sakit, pertambangan galian C, prasarana telekomunikasi, pemanfaatan sumber daya air, dan sumber daya alam lainnya. Tetapi, pengembangan usaha yang sangat potensial bagi peningkatan pendapatan Perum Perhutani adalah Pariwisata, Hotel, dan Resort.
Ketiganya merupakan satu kesatuan. Pengembangan kawasan wisata modern sekarang menggunakan model pengembangan integrated resorts (kawasan wisata terpadu). Konsep kawasan wisata modern itu memadukan unsurunsur Public Area, antara lain pertokoan souvenir, art shop/art gallery, outbond, ride horses, health club, area permainan anak-anak/ keluarga, wahana hiburan (bioskop 3 dimensi, kebun binatang, water boom, boom-boom car, roll coaster dan lain-lain), tersedianya atraksi baik atraksi panorama alam maupun atraksi budaya (suguhan tari-tarian daerah), transportation trip (gondola, sky line, kereta kelinci dan lain-lain). Juga terdapat sarana dan prasarana spa indoor, heritage dan lain-lain. Dan adanya obyek penunjang semisal kegiatan Agroforestry antara lain kebun anggrek, taman kupu-kupu, taman burung, hasil olahan kayu, dan non kayu, air madu dalam kemasan, kebun stroberi, green house farming dan lain-lain. Oleh:
Sebagai Badan Usaha Milik
resort semisal perhotelan, restoran,
Ir. Mubarak N.A. Sigit, MM*)
Konsep pariwisata yang dikembangkan Perum Perhutani memadukan konsep wisata alam dan melibatkan partisipasi masyarakat. Konsep ini dikenal sebagai Ekowisata/ Ecotourism. Konsep Eko wisata atau ecotourism adalah salah satu kegiatan pariwisata berwawasan lingkungan yang mengutamakan aspek konservasi alam dan aspek pemberdayaan sosial budaya, ekonomi masyarakat lokal, serta aspek pembelajaran dan pendidikan.
Partisipasi atau keterlibatan masyarakat desa hutan/masyarakat lokal dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata dapat memberikan kontribusi dalam visi yang berkaitan dengan warisan budaya masyarakat untuk pengembangan produk pariwisata. Partisipasi masyarakat diwujudkan dalam modal sosial berupa kesadaran sosial masyarakat di daerah tujuan wisata tersebut. Partisipasi masyarakat desa hutan/ masyarakat lokal itu dilakukan dengan memberdayakan masyarakat dan meningkatkan kepedulian dalam pengembangan usaha di tempat tujuan wisata. Misalnya, masyarakat terlibat dalam pengamanan tempat wisata, mengelola parkir, dan memiliki usaha pertokoan souvenir, art shop/art gallery atau restoran/warung di lokasi
pariwisata, perhotelan/penginapan, jasa guide/pemandu wisata, travel/ agen perjalanan/transportasi wisata, pengembangan bakat semisal kerajinan/handy craft serta keterampilan seni budaya (pentas seni dan festival tari-tarian daerah setempat).
Berbasis Kemasyarakatan
Proses perencanaan pengembangan pariwisata di Perum Perhutani tentu harus melibatkan langsung partisipasi masyarakat setempat atau Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) atau Koperasi Masyarakat Desa Hutan (KMDH)
maupun Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Itu sebagai bagian tanggung jawab perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sekurang-kurangnya masyarakat dapat turut serta menikmati nilai ekonomi sebagai implikasi pengembangan pariwisata.
Paradigma pengelolaan hutan di Perum Perhutani berbasis kemasyarakatan (Community Based Forest Management atau CBFM). Maka, pengembangan pariwisata Perum Perhutani harus memerhatikan aspirasi, partisipasi dan persepsi masyarakat di sekitarnya. Umumnya, masyarakat
Foto : Dok. Ir. Sigit Mubarak, MM
punya persepsi positif terhadap pengembangan pariwisata tersebut.
Masyarakat umumnya sadar pengembangan pariwisata itu untuk meningkatkan kualitas hidup dan memungkinkan masyarakat menjadi lebih cerdas, memiliki pergaulan lebih luas, sehingga berdampak kepada peningkatan kualitas perekonomian, lingkungan fisik, dan sosial budaya. Jadi, masyarakat antusias terhadap pengembangan pariwisata. Sehingga, berbagai potensi sumber daya yang dimiliki masyarakat setempat semisal keindahan alam pegunungan/panorama alam, pantai, situs budaya, dan keanekaragaman
seni budaya masyarakat lokal dapat berkembang.
Perlu kesadaran terhadap pembangunan pariwisata berbasis masyarakat (Community Based Tourism Development) yang dapat didefinisikan sebagai aktivitas masyarakat lokal (daerah tujuan wisata) untuk memromosikan berbagai nilai dan menciptakan suatu masyarakat yang diisi energi, manfaat alam, seni budaya, sejarah, industri, orang-orang berbakat, dan keterlibatan para pihak, baik investor maupun pemerintah daerah. Hal itu memungkinkan daerah tujuan wisata dapat dikembangkan dan dibangun berdasarkan usaha-usaha kolaboratif semua pihak.
Pembangunan pariwisata berbasis masyarakat juga dapat disebut “Sustainable Tourism Development” atau Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan. Artinya, bentuk pariwisata yang dikembangkan secara harmonis dengan sungguh-sungguh memerhatikan aspirasi masyarakat yang bersifat bottom up. Juga sangat responsif terhadap segala bentuk partisipasi masyarakat lokal. Masyarakat lokal berperan aktif dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan setiap derap langkah pembangunan di wilayah mereka.
Salah satu contoh Pembangunan Pariwisata Berbasis Masyarakat adalah pengembangan dan pembangunan pariwisata di Pulau Bali. Di Nusa Dua, Pantai Sanur, Pantai Kuta, Pantai Lovina, Kintamani, Bedugul, Ubud, dan lain-lain, pengembangan dan pembangunan pariwisata sudah demikian terpadu. Baik Pengelola Obyek Wisata, Pamong Desa, Pemuka Adat/Agama atau pedande, dan kelompok keamanan adat/ pecalang, Pemerintah Daerah, Investor dan pihak lainnya berpikir, berdiskusi dan membuat kawasan wisata terintegrasi (integrated resorts).
Kawasan wisata terpadu (integrated resorts) adalah pembangunan kawasan wisata yang terencana dan sungguh-sungguh diarahkan untuk menyediakan berbagai fasilitas wisata yang bersifat eksklusif. Hotel-hotel mewah di kawasan wisata ini senantiasa menyediakan sesuatu yang unik dan benar-benar berbeda di mata wisatawan, baik berupa wisata pantai, rekreasi di atas dan di bawah laut, aktivitas boating, diving, snorkling, surfing, kolam renang, lapangan tenis, jogging track, tempat khusus untuk pentas seni budaya, panorama alam yang indah, tinggalan-tinggalan sejarah (heritage), situs budaya, dan lainlain.
Masyarakat yang berdomisili di kawasan pariwisata yang pada awalnya mempunyai aktivitas kehidupan tradisional mulai terdorong untuk mengambil langkahlangkah baru untuk memanfaatkan berbagai peluang ekonomi yang muncul sebagai akibat kehadiran wisatawan di kawasan wisata tersebut.
Foto : Dok. Ir. Sigit Mubarak, MM
Partisipasi Masyarakat Lokal
Wisatawan dalam melaksanakan aktivitas parawisata tentu tak puas hanya mendapatkan sajian keindahan panorama alam saja. Mereka juga butuh berbagai sajian atraksi lain, sehingga perlu diversifikasi atraksi wisata, semisal pentas seni budaya yang jadi daya tarik di mata wisatawan. Kebutuhan wisatawan untuk menikmati berbagai atraksi di kawasan wisata itu ternyata mampu memotivasi masyarakat lokal untuk berpartisipasi dalam bentuk lain, yaitu menyuguhkan atraksi seni budaya.
Partisipasi masyarakat lokal dalam pertunjukan seni budaya mulai tumbuh dan mendapat respon positif dari pengelola kawasan wisata. Jadi, partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan potensi budaya dan panorama alam di kawasan wisata itu telah mampu memberikan nilai tambah terhadap kepuasan wisatawan yang memanfaatkan fasilitas kawasan wisata. Partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan wisata juga sangat menonjol dalam kegiatan yang bernuasa bisnis dengan membuka Art Shop/Art Gallery untuk kebutuhan para wisatawan.
Foto : Dok. Ir. Sigit Mubarak, MM
Banyaknya art shop/art gallery atau toko souvenir/handy craft yang dikelola masyarakat lokal membuat wisatawan punya pilihan lebih banyak ketika berbelanja di kawasan wisata.
Aktivitas wisatawan di kawasan wisata dengan fasilitas atraksi/ permainan yang lengkap seperti atraksi wisata alam di laut seperti diving, snorkling, surfing dan boating ini, dimana tidak semua wisatawan memiliki pengalaman dalam memanfaatkan fasilitas tersebut, sehingga masih banyak wisatawan
dalam tahap belajar. Sehingga ini bisa menjadi peluang bagi penduduk lokal untuk menjadi instruktur/mengajar wisatawan bagaimana menggunakan berbagai alat untuk kepentingan menikmati aktraksi alam, banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dengan berprofesi sebagai instruktur pariwisata. Bentuk partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat lokal dengan berprofesi sebagai instruktur pariwisata banyak memberikan manfaat kepada wisatawan yang menikmati liburan mereka di obyek tujuan wisata.
Partisipasi masyarakat lokal juga tumbuh karena peluang kerja yang ditimbulkan oleh berbagai aktivitas di kawasan wisata. Pengoperasian berbagai fasilitas yang ada di dalam kawasan wisata membuat kebutuhan tenaga kerja pada berbagai posisi dan bidang kian meningkat, meski sebagian besar masyarakat lokal ada di posisi bawahan semisal tenaga keamanan, office boy, resepsionis atau tenaga operator lainnya. Kualitas sumber daya manusia yang berkompetensi di bidang pariwisata perlu ditingkatkan dengan melakukan pembinaan, pelatihan dan pendidikan agar dapat diaplikasikan dalam pengembangan industri pariwisata.
Di dalam realitanya, aktivitas kepariwisataan tidak hanya dikelola masyarakat lokal, tetapi juga masyarakat luar yang memiliki kompetensi dan modal usaha. Mereka juga membawa budaya yang berbeda. Tiada pilihan lain, untuk kesinambungan usaha yang sedang digeluti, suasana keterbukaan sangat dibutuhkan.
Masyarakat lokal juga tidak menolak perubahan, karena perubahan itu sendiri adalah suatu konsekuensi dari sebuah proses pembangunan, yang dampaknya juga telah dirasakan secara signifikan. Bagi masyarakat lokal, ikut berpartisipasi secara langsung serta memberi kesempatan masyarakat luar ikut berpartisipasi akan mampu menciptakan sinergi, yang dapat memercepat proses pembangunan di wilayah mereka. Akhirnya dapat meningkatkan kualitas masyarakat lokal secara keseluruhan. Tiada pilihan lain. Hanya profesionalisme kunci keberhasilan dalam pembangunan yang dilakukan masyarakat. Hal ini sangat disadari masyarakat lokal
yang sangat terbuka dan adoptif dengan banyak belajar dari pengalaman serta melihat langsung profesionalisme yang dibawa masyarakat luar saat berpartisipasi dalam pembangunan di wilayah mereka.
Potensi Sumber Daya
Perum Perhutani punya banyak sumber daya pariwisata, baik sumber daya alam (pantai, pegunungan maupun hutan), sumber daya budaya (lokasi pariwisata dekat dengan masyarakat yang punya potensi seni budaya tinggi), sumber daya minat khusus, serta sumber daya manusia. Elemen sumber daya, misalnya air, pepohonan, hamparan pegunungan, pantai, bentang alam dll, menjadi sumber daya yang berguna bagi pariwisata dan memuaskan kebutuhan manusia (wisatawan).
Banyak sekali tempat pariwisata yang dikembangkan Perum Perhutani di Pulau Jawa yang sudah terkenal, bahkan menjadi Ikon pariwisata. Misalnya Pantai Pulo Merah, Pantai Grajagan di Banyuwangi, Pantai Tanjung Papuma di Jember, Pantai Pasir Putih di Situbondo, Pantai Pangandaran di Ciamis, Air terjun Coban Rondo, Wana Wisata Srambang di lereng Gunung Lawu, dan lain-lain. Pengelolaan Pariwisata Perum Perhutani mengarah kepada Pengembangan Ekoturisme, yaitu mengelola pariwisata dengan membangun dan menjaga kondisi lingkungan alam atau memiliki kesadaran bahwa pariwisata dapat sebagai instrumen untuk menunjang upaya pelestarian lingkungan. Tugas menjaga kelestarian lingkungan bukan saja tanggung jawab Perum Perhutani selaku pengelola pariwisata. Juga harus didukung oleh masyarakat luas, khususnya penduduk setempat. Dan penduduk
setempat akan mendukung jika mereka mendapat manfaat dari lingkungan yang lestari itu, berupa peningkatan kesejahteraan hidup. Guna meningkatkan pelayanan terhadap para wisatawan baik wisatawan luar negeri (turis asing) dan wisatawan nusantara/dalam negeri, maka Perum Perhutani banyak membangun sarana dan prasarana penunjang pariwisata, agar menjadi representatif sebagai bagian kegiatan ekoturisme. Pengembangan ekoturisme selain harus banyak mengeluarkan biaya investasi untuk kelengkapan sarana dan prasarana yang dibutuhkan wisatawan seperti jalan, listrik, ketersediaan air bersih, telekomunikasi, terminal/lahan perparkiran yang memadai, jembatan, jaringan listrik/penerangan dll. Pembangunan prasana wisata yang mempertimbangkan kondisi dan lokasi akan meningkatkan aksebililitas suatu obyek wisata, yang
Foto : Dok. Ir. Sigit Mubarak, MM
pada gilirannya akan meningkatkan daya tarik obyek wisata itu sendiri.
Pembangunan prasarana wisata perlu koordinasi yang mantap antara instansi terkait (Pemerintah Daerah), pengelola wisata (Perhutani), Investor (Pihak Ketiga), dan Masyarakat Lokal. Sebab, pembangunan prasarana wisata juga tidak hanya berada di dalam kawasan wisata. Juga di luar kawasan wisata, semisal bank, apotik, pusat perbelanjaan, salon kecantikan, pompa bensin, restoran/ rumah makan, hotel, rumah sakit, jasa transportasi/travel/biro perjalanan, jasa rental mobil/sepeda motor/ sepeda gunung, dan sebagainya.
Di dalam praktik, pengelolaan pariwisata Perum Perhutani masih tergolong konvensional, yaitu melakukan kegiatan pembangunan pariwisata yang berorientasi peningkatan jumlah pengunjung wisata (berorientasi pada peningkatan pendapatan semata), dan kurang memertimbangkan
pelibatan partisipasi masyarakat lokal, pemda dan pihak-pihak lain. Maka, pengembangan kawasan wisata Perum Perhutani masih belum terpadu dengan pengembangan potensi ekonomi masyarakat lokal. Belum pula mengakomodasi bakat keterampilan seni budaya masyarakat lokal. Dan belum proaktif melibatkan pemerintah daerah dalam perencanaan pariwisata, yaitu dalam pembuatan rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang disinkronkan dengan pengembangan kawasan wisata Perhutani. Guna kepentingan pembangunan regional, hendaknya perencanaan pengembangan pariwisata Perhutani melibatkan masyarakat lokal, Pemerintah Daerah, dan multy stake holder yang berkepentingan
Di dalam rangka promosi obyek wisata Perum Perhutani, yang perlu didorong untuk diwujudkan adalah pembuatan buku tentang obyekobyek Pariwisata Perhutani. Khususnya buku tersebut menginformasikan kepada masyarakat luas tentang gambaran lokasi wisata, daya tarik wisata, bentukbentuk atraksi wisata unggulan, akomodasi, sarana transportasi dan peta untuk mencapai lokasi wisata tersebut.
dalam pengembangan pariwisata tersebut. Partisipasi Masyarakat Lokal dalam memromosikan kawasan wisata berupa iklan obyek wisata, iklan perhotelan, iklan jasa biro perjalanan dan lain-lain. Bahkan sekarang banyak buku berisi promosi obyek wisata yang dijual umum. Pemerintah Daerah pun punya kewajiban memromosikan obyek wisata di wilayah administrasinya, berupa pembuatan booklet, pamflet, pembuatan baliho/billboard, iklan, siaran di radio, dan lain-lain. Kewajiban Perum Perhutani selaku pengelola obyek wisata dalam hal promosi kepariwisataan adalah membuat booklet, leaflet, iklan, baliho/billboard, surat kabar, majalah, buku pariwisata, dan lain-lain.
Di dalam rangka promosi obyek wisata Perum Perhutani, yang perlu didorong untuk diwujudkan adalah pembuatan buku tentang obyek-obyek Pariwisata Perhutani. Khususnya buku tersebut menginformasikan kepada masyarakat luas tentang gambaran lokasi wisata, daya tarik wisata, bentuk-bentuk atraksi wisata unggulan, akomodasi, sarana transportasi dan peta untuk mencapai lokasi wisata tersebut. Jadi, butuh insan Perhutani yang kreatif untuk membuat buku tentang Wisata Pantai dan Wisata Alam Perum Perhutani tersebut, lalu dicetak dan dipasarkan ke jaringan Toko Buku Gramedia, Gunung Agung, Tri Sera, dan lain-lain.
Berkaca dari suksesnya Pariwisata di Pulau Bali, promosi wisata dan ketenarannya di manca negara disebabkan banyaknya turis asing yang menulis obyek wisata Pulau Bali dan pengalamannya sewaktu di Bali. Dari informasi buku pariwisata Bali tersebut, masyarakat mancanegara yang lain jadi tertarik. Akhirnya, Pariwisata Pulau Bali jadi agenda wisata tahunan mereka atau tempat wisata yang difavoritkan.
Buku tentang obyek wisata Perhutani perlu dibuat dengan tulisan yang menarik, gaya bahasa populer, penggambaran detail lokasi dengan contoh foto-foto yang mengesankan, serta tambahan informasi tentang hotel/penginapan dan informasi wisata kuliner yang khas. Sehingga, berkunjung ke obyek wisata tersebut menjadi impian yang harus segera direalisasikan.
Pembangunan Pariwisata di Perum Perhutani berbasis masyarakat, akan menjadi multiplier effect di dalam perekonomian lokal, regional, dan nasional. Aktivitas kepariwisataan yang dilakukan di dalam kawasan wisata telah menumbuhkan berbagai aktivitas ekonomi, sehingga memacu bisnis baru yang menciptakan peluang usaha dan sangat bermanfaat bagi masyarakat lokal. Nilai tambah (added value) yang diterima masyarakat lokal melalui partisipasi atau keterlibatan dalam aktivitas pariwisata, mampu menumbuhkan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) pada masyarakat lokal.
Atraksi alam (panorama alam pantai, hutan, pegunungan) maupun budaya, menjadi kekuatan penentu yang menyebabkan wisatawan tertarik mengunjungi obyek wisata atau kawasan wisata. Potensi alam dan budaya itu akan terpelihara jika Perum Perhutani selaku pengelola wisata dapat menjaga dan meningkatkan kualitasnya dengan cara melibatkan masyarakat lokal, investor (pihak ketiga), pemerintah daerah, dan para pihak yang berkepentingan dalam membangun kawasan wisata yang terpadu. • DR
*) Ir. Mubarak N.A. Sigit, MM
Penulis adalah Tenaga Profesional Pusdikbang SDM Perum Perhutani