Purakasastra edisi 7

Page 1

PURAKASASTRA | APRIL 2016 1


Kata Pengantar Novel kerap menerpa rasa berserta asa. Ia bisa mengubah metode pikir para pembaca. Ia membawa orang pada rasa suka cita maupun duka cita. Membuat pembaca mengkritisi hidupnya sendiri dan orang lain. Sejatinya, kisah yang diungkapkan dalam novel merupakan salah satu cara menjelaskan realitas semesta. Para pengarang dengan cemerlang mengeksplorasikan gagasan, pikiran, imajinasi dan rasa yang dimilikinya. Karena novel adalah eksporasi gagasan, pikiran, imajinasi dan rasa, maka tak dapat dipungkiri, novel menjadi bacaan inspiratif. Berkenaan dengan itu, Majalah Purakasastra pada edisi ke VII, mengambil tema, “KETIKA NOVEL MENJADI INSPIRASI�. Pada edisi ini, pembaca dihadapkankan pada berbagai ulasan yang menarik, menohok dan menukik tajam. Ada berbagai gagasan, cerpen dan puisi yang menyuguhkan refleksi tentang hidup dan kehidupan. Selamat Membaca!

Ricky Kami menerima naskah berupa esai, proses kreatif, kritik sastra, cerpen, puisi, cerita mini, tips menulis, info komunitas, biografi dan opini sastra cyber. Silakan kirim naskah anda dengan menyertakan biodata dan foto penulis melalui email redaksipuraka@gmail.com. PURAKASASTRA | APRIL 2016 2


EDISI 7 TAHUN II –

APRIL 2016

Redaksi PEMIMPIN REDAKSI : Ricky Richard Sehajun REDAKTUR PELAKSANA: Ade Junita DEWAN RUBRIK : Dian Rusdi Muhammad Ridwan Kholis Nurul Latifah Riska Hermawati Ellyas Rawamaju Nilam Ikhwani Adi Septa Suganda Zahara Putri Elfridus Silman Yessy Oktaviani Rizal

Keterangan sampul edisi 7: Judul: Inspirasi Oleh: Ade Junita Media: Photoshop CS5 Ukuran: 78,3 x 110,68 Resolusi: 97,324 pixels/inch

EDITOR : Nurul Latifah Riska Hermawati Zahara Putri

Purakasastra adalah majalah sastra independen yang turut serta dalam usaha membangun dan mengembangkan dunia kesusastraan nasional.

DESAIN GRAFIS DAN TATA LETAK : Ade Junita Fina Wardatul Ummah

Untuk informasi pemasangan iklan, kritik dan saran silakan layangkan melalui email redaksipuraka@gmail.com.

DESAIN SAMPUL : Ade Junita

Temukan kami di: Purakasastra Majalahpurakasastra

@purakasastra

Majalah Purakasastra

purakasastra.blogspot.com

Kontak person: 0852 3346 7893 #Beberapa foto ilustrasi dalam majalah ini diambil dari Google. PURAKASASTRA | APRIL 2016 3


  CATATAN ANOMALI Kicau Sastra

5

 KAJIAN SASTRA Novel Lakon Kebudayaan

8

 LENTERA SASTRA Tentang Novel Refreshing Sebuah Ide Dalam Karya Tulis

12 21

 PARASASTRA Mas Marco Kartodikromo dan Student Hidjo: Goresan Perlawanan Intelektual Muda Pribumi 20 Ayu Utami: Feminisme Dalam Novel 26

Parasastra. Hal. 20

PURAKARYA Puisi: Satu Halaman dari Bagian Pendek Surat Panjangmu Jejak Yang Tercetak Agua Grande Mawar Bermata Hujan, 1 Mawar Bermata Hujan, 3 Cerpen: Kepiting Dalam Toples Puisi: Hang in Bad Place Doa Mawar, 2 Jeratan Malam Indah Dalam Tamborin Hujan Penantian Sebuah Kepastian Cerpen: Sang Naskah  SASTRA CYBER Intonasi Dialog Pada Sebuah Novel Apa Saja Yang Diperlukan Oleh Seorang Penulis Apakah Itu Plot  INFO SASTRA KPKers Taiwan: Wadah Kreatifitas Para BMI Taiwan

30 32 33 34 35 36 40 42

Purakarya. Hal. 30

43 44 45

48 50 52

Sastra Cyber. Hal. 48 56 PURAKASASTRA | APRIL 2016 4


CATATAN ANOMALI CATATAN ANOMALI

Apapun yang tampak secara empiris bisa diulas oleh jiwa rasionalis. Empiris berkenaan dengan telaah indrawi. Sementara, rasional menggumuli materi pengetahuan dengan akal budi sebagai aktor penjelajah. Pergumulan rasional menghadirkan pola interaksi logika yang rasionalistis. Namun, jika pergerakan rasionalitas berpacu dan dipicu oleh empiris, maka Ada A. Karya: Ade Junita pengetahuan akan relativis tak terhindarkan lagi. Persoalan emblematis ini Konsekuensi dari perbedaan cara pernah dikupas oleh filsuf Plato lalu ditelisik melihat dan merasakan, menghadirkan cara lagi oleh Protagoras. Protagoras mengutip berpikir yang baru. Namun, siapakah perkataan Plato, “sesuatu tampak secara makhluk tunggal yang memegang kunci khas, ketika ada di hadapanku� (Theaetetus kebenaran atas definisi yang benar? Tidak 152a). Plato sejatinya mengusung makna ada! Semuanya adalah definisi benar! bahwa setiap orang akan mendefinisikan Kebenaran itu bukan milik perorangan. Ia sesuatu, seturut penglihatan dan adalah milik setiap orang. Jika setiap orang perasaannya. Itu berarti jika setiap orang memiliki kebenaran masing-masing, melihat dan merasakan secara berbeda mengapa harus ada embargo mengenai suatu objek, maka ia akan memperjuangkan kebenaran sendiri? mendefinisikan secara berbeda pula. Alhasil, Apalagi diperjuangkan dengan cara ada luapan perbedaan definisi antara irasional. Persoalan kebenaran ini masuk manusia yang satu dengan yang lainnya. dalam traktat menafsirkan karya sastra. Jika Definisi tentang obyek yang sama, selalu sebuah karya sastra ditafsirkan, maka berbeda. Semua itu tergantung bagaimana definisi, muatan makna dalam karya sastra ia melihat dan merasakannya. tergantung dari konteks penafsir. Apapun hasil tafsirannya adalah benar menurutnya. PURAKASASTRA | APRIL 2016 5


CATATAN ANOMALI

Dampar. Karya: Ade Junita

Namun, tidak setiap pengarang, menerima tafsiran berbeda. Mereka menginginkan, tafsiran yang sama dengan dirinya. Gairah pasang surut penulisan, penafsiran dan kontemplasi sastra, bisa ditimbulkan oleh skandal ini. Parahnya, ini bisa menyerang tunas-tunas penulis dan pengarang sastra. Ketika sastra dibantai majas sarkastik, psikologi penggenggam sastra ambruk bertekuk. Tangan dan otak berlepuh. Lantas, sastra di-cap fana. Ia kian terpinggirkan dari penghargaan. Ia diremuk krisis. Tetapi makhluk bangsa cuma tampil kecut. Diam dan mandul berkarya. Padahal kecut, diam, mandul terdefinisi sebagai pembunuh kejam atas spiritualitas sastra. Spiritualitas

kontemplasi sastra ternoda oleh kekejaman akal yang gencar merebut mentalitas instant. Kontemplasi jiwa sebagai seni refleksi dalam karya sastra mencapai titik lelah. Ia terkontaminasi konspirasi patahanpatahan kata tak bermakna dan serabutan ide kebuntuan. Ia terjamah sakit kronis. Lalu, siapa menjadi Nabi dalam krisis kontemplasi spiritualitas sastra, sehingga terselamatkan dari pinggiran kematian? Itu adalah ENGKAU. Engkaulah terang sastra. Penyelamat nasib sastra. Jangan bertingkah “Korupsi rasioâ€?. Apalagi mendekam dalam kebisuan sastra. Engkau punya tanggungjawab moral dan etis. Penulis dan pengarang dilahirkan dengan maksud peduli, berbagi. Tak perlu pesimistis untuk bercoret pena. Jangan pula terjerat dalam gombalan santai-malas dan tragedi keangkuhan-unjuk diri. Tanpa celotehan, jiwa akan terjegal kekosongan. Bercelotehlah dalam panggung kemurnian jiwa. Kita bertapak sastra karena cinta, oleh cinta dan untuk cinta. Karena cinta, pergumulan tajuk sastra, memicu orgasme imajinasi berkali-kali. Sebuah orgasme jiwa dan rasa ketagihan dalam memuncratkan ide-ide kreatif nan centil. Engkau akan membongkar kepluralitasan makna kata, sembari merengkuhnya dalam elaborasi majas sastra yang kian dikenang. Dalam tanganmu kicauan sastra tak boleh mati! Tapi menemukan kekekalannya. Kefanaanmu dipecahkan dengan kata. Katamu adalah olahan indrawimu, olahan rasamu dan akal budimu. Karena itu, katamu adalah benar!¤ (Ricky/Puraka)

PURAKASASTRA | APRIL 2016 6


PURAKASASTRA | APRIL 2016 7


KAJIAN SASTRA Gubuk Walu. Karya: Ade Junita

Oleh: Sampean

“Kita hidup dalam teks.� (Jacques Derrida) Teks yang dimaksud oleh Derrida bukan hanya sekedar teks yang tertulis; buku, kitab, kanon, dan kalam. Teks adalah kehidupan yang kita lakoni dengan berbagai aktivitas dan peristiwa yang kita jalani. Derrida menegaskan bahwa, lakon yang kita jalankan hanyalah kehendak teks. Kita hidup di dalam teks (Radhar.P.D). Di sekeliling kita tiada lain adalah teks. Kita (manusia) dan lingkungan adalah jaring-jaring teks diikat oleh bahasa. Lebih lanjut Derrida mengatakan tidak ada apa-apa di luar teks. Manusia hanya terombang-ambing dengan lautan teks yang dibentuk oleh konstruksi bahasa. Pembentukan ke-diri-an

subjek dalam sistem sosial masyarakat menurut Lacan tidak lepas dari warisan simbolik; mitos-mitos, cerita, tabu, dan bahasa (Ariwidodo, 2009). Pewarisan tersebut berjalan dalam teks melalui medium bahasa, yang telah mengakar kuat dalam masyarakat. Warisan itu, kita terima dan lakonkan dalam kehidupan keseharian. Menurut Peter. L Berger bahwa lakon yang kita jalani merupakan bentuk internalisasi dari objektivasi. Setelah itu kita sosialisasikan kembali. Seperti itulah teks bekerja dalam keseharian kita. Teks bekerja melalui simbolisasi bahasa. Bahasa mengikat makna

PURAKASASTRA | APRIL 2016 8


KAJIAN SASTRA dengan menarasikan simbol-simbol tersebut dalam masyarakat. Pewarisan simbol tersebut bisa kita dapatkan melalui epos yang berkembang dalam masyarakat. Cerita rakyat yang berkembang di setiap daerah adalah pewarisan lakon kehidupan yang diyakini kebenarannya. Tokoh-tokoh heroik dihadirkan sebagai sosok yang akan menjadi panutan untuk generasi selanjutnya. Epos tersebut kadang diwariskan melalui budaya lisan, kemudian berkembang menjadi tulisan. Cerita-cerita rakyat dalam masyarakat Indonesia tidak sulit kita dapatkan. Para orang tua kita masih sering bertutur kepada anaknya tentang ceritacerita yang berkembang dalam masyarakat tersebut. Secara tidak langsung cerita tersebut menjadi inspirasi bagi lingkup masyarakat tersebut. Seperti halnya kisah Ramayana dan Mahabarata, merupakan kitab pegangan bagi masyarakat Hindu dan Budha untuk menyebarkan darma (Kebaikan). Sedangkan, dalam masyarakat Bugis dan Makassar, nilai-nilai pappasang (Pesan-pesan) dari para tetuanya sangat dipegang teguh oleh masyarakat Bugis dan Makassar. Pappasang tersebut terangkum dalam kita I Lagaligo. Kedua kitab ini adalah

Cerita dalam novel adalah cara untuk menembus realitas, menyingkap misteri yang masih terselubung, bergelut dengan makna-makna metafora kehidupan. kitab terpanjang dunia yang menarasikan sebuah epos yang terjadi dalam masyarakat pada zamannya. Cerita-cerita tersebut berusaha mengurai, membuka masa depan yang dikehendakinya. Pesan-pesan tersebut

disampaikan melalui teks, yang dilakonkan oleh aktor-aktor kehidupan dalam teks. Uun Cahyanti (Direktur ILC Smart) mengatakan bahwa hanya dengan menulis kita bisa menghentikan waktu. Menulis mampu menghadirkan kembali peristiwa yang terjadi di masa lampau. Menghadirkan kembali aktor yang telah pergi, dan menghidupkan kembali aktor yang telah tiada. Dalam tulisan, kita mampu mengenang masa lalu yang pernah terjadi, abadi dalam teks. Aktor-aktor yang melakonkan teks tersebut bisa menjadi inspirasi bagi kehidupan selanjutnya. Tulisan bisa mengembalikan kita ke masa lalu dengan menuliskannya. Simbolisasi dalam teks diwakilkan oleh sastra. Sebagaimana yang ada dalam kitab Ramayana, Mahabarata, dan I Lagaligo. Sastra mampu menghadirkan laku kebudayaan yang dilakoni oleh manusia dalam teks. Sastra adalah kosmos itu sendiri. Ahmad Tohari (2013;7) mengatakan sastra mengetengahkan cinta, menyediakan spiritualitas dan religiusitas, mengabarkan jagat raya dan mengisahkan manusia. Sastra pun menghadirkan laku kejahatan dan keburukan dalam kehidupan manusia. Sastra berusaha menghadirkan serpihan kosmos dalam bentuk narasi, menembus lorong kehidupan teks yang mengombangambing manusia. Sastra berusaha menghentikan waktu, melalui lakon cerita, dan membangun kehidupan yang baru dari struktur cerita yang diinginkan sang penutur. Penghentian waktu pada sastra dan bangunan cerita yang baru akan melahirkan makna yang baru bagi para pembaca, penafsir dan pelaku cerita dalam teks tersebut. Di sinilah letak kekuatan sastra menghadirkan laku kebudayaan. Kekuatan itu kita sering jumpai pada salah satu jenis karya sastra yaitu Novel.

PURAKASASTRA | APRIL 2016 9


KAJIAN SASTRA Novel Sebagai Inspirasi Cerita apik diangkat dalam novel adalah hasil kreasi dan cipta dari alam. Bentuk cerita dalam novel adalah bentuk ketakjuban terhadap alam semesta yang dihadirkan melalui teks. Kehidupan ideal, kesengsaraan, kebajikan, kebrutalan, kekejian, kebenaran, keadilan, kesuksesan dilukiskan sedemikian rupa untuk menyentuh jiwa pembacanya. Di dalam novel aktivitas dan peristiwa akan terus bergerak akan memainkan imajinasi pembacanya. Novel mampu menggerakkan sekaligus melenakan pembacanya. Novel mampu menggugah rasa, imajinasi, dan pikiran. Bahkan, Novel bisa dijadikan sebagai alat perlawanan untuk melakukan kritik sosial. Kekuatan novel dalam membahasakan realitas sosial dalam bentuk teks sebagai pembuktian pernyataan Derrida bahwa kita hidup dalam teks. Apa yang kita lihat, rasakan, dengarkan semuanya adalah teks. Teks-teks itu bisa kita hadirkan dalam bentuk tulisan, yang dilukiskan oleh novel dan semacamnya. Epos yang dihadirkan dalam novel bisa dijadikan sebagai inspirasi dan tuntunan hidup untuk generasi selanjutnya. Sebagaimana yang terdapat dalam kisah Mahabarata, Ramayana, I Lagaligo. Pada

dasarnya, konsep difference (Penundaan) dalam pemikiran Derrida adalah penundaan waktu dan peristiwa melalui lakon cerita. Penundaan itu dilakukan untuk menafsirkan kembali kehidupan manusia, yang telah tercerabut dari akarnya dan bersebar bagai debu. Kemudian, bisa dihadirkan kembali dalam bentuk cerita. Cerita dalam novel adalah cara untuk menembus realitas, menyingkap misteri yang masih terselubung, bergelut dengan makna-makna metafora kehidupan. Cerita dalam novel adalah memori yang terpendam baik secara personal maupun kolektif, yang mampu dijadikan sebagai wacana sosial seperti pada novel karya-karya Pramoedya Ananta Toer. Novel mampu menggerakkan karena terlahir dari sebuah realitas kemasyarakatan. Cerita novel adalah imajinasi kehidupan dan kosmologi. Novel sebagai imajinasi kehidupan, maka sudah selayaknya dijadikan sebagai narasi kemanusiaan, membangun dunia imajinatif dan tatanan dunia yang baru. Biarkan novel bercerita tragedi dan kebenaran. Itulah salah satu cara menyampaikan kebajikan dan kejahatan melalui teks. Dalam teks kita hidup, menyulam kehidupan pun harus dalam teks. Mari hidupkan kembali peradaban teks dengan menjadikan novel sebagai inspirasi kehidupan. ¤

Biodata: Sampean, lahir di Bulukumba, 10 Februari 1989 Sulawesi Selatan. Sekarang, bermukim di jalan Nitipuran No. 313 Ngastiharjo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Aktif di Komunitas Belajar Menulis (KBM) Yogyakarta, dan Bergiat di Yayasan Indonesia Berkarya (YIB). Telah menulis Buku kumpulan esai “Peradaban, Buku, dan Racun Socrates�. Email : sampeanpian@gmail.com

PURAKASASTRA | APRIL 2016 10


PURAKASASTRA | APRIL 2016 11 Menemukan Tekstur. Karya: Ade Junita


LENTERA SASTRA Mengeja Pasir. Karya: Ade Junita

Pengertian Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis. Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks dari cerpen, dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan metrikal sandiwara atau sajak. Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari, dengan menitik beratkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut. Novel dalam bahasa Indonesia dibedakan dari roman. Sebuah roman alur ceritanya lebih kompleks dan jumlah pemeran atau tokoh cerita juga lebih banyak.1 Novel adalah salah satu bentuk dari sebuah karya sastra. Novel merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan atau kata-kata dan mempunyai unsur instrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan 1

https://id.wikipedia.org/wiki/Novel

sesamanya. Dalam sebuah novel, si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realita kehidupan melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut.2 Istilah novel berasal dari bahasa Itali novella, yang secara harafiah berarti "sebuah kisah atau sepotong berita". Dalam bahasa Jerman novelle berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet (Inggris : novelette) yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang tidak terlalu panjang namun juga tidak terlalu pendek.3 Unsur – Unsur Novel Novel mempunyai unsur-unsur yang turut membangun novel menjadi cerita yang 2

https://bocahsastra.wordpress.com/2012/05/22/pe ngertian-novel-dan-unsur-unsurnya/ 3 https://yenimeliyani120.wordpress.com/membacanovel/ PURAKASASTRA | APRIL 2016 12


LENTERA SASTRA menarik. Unsur tersebut dibagi menjadi 2 ( dua ) yaitu (1) unsur intrinsik dan (2) unsur ekstrinsik. A. Unsur Instrinsik Unsur intrinsik artinya unsur pembuat yang terdapat dalam atau yang ada dalam sastra itu sendiri. Unsur instrinsik dalam sebuah novel terdiri dari :  Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks. Sebagai unsur semantris dan yang menyangkut persamaan – persamaan dan perbedaan – perbedaan ( Hartoko dan Rahmanto, 1986 : 142 ). Tema disaring dari motif – motif yang terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa – peristiwa, konflik dan situasi tertentu. Tema dalam banyak hal bersifat mengikat kehadiran dan ketidakhadiran peristiwa, konflik, situasi tertentu, termasuk berbagai unsur intrinsik yang lain, karena hal – hal tersebut haruslah bersifat mendukung kejelasan tema yang ingin disampaikan. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai selurh bagian cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas dan abstrak.  Latar / setting yang disebut juga sebagai landas tumpu menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan ( Abrams, 1981 : 175 ). Senada dengan pendapat diatas menyatakan bahwa setting merupakan latar belakang yang membantu kejelasan jalan cerita. Setting ini meliputi waktu, tempat, sosial budaya, ( Drs. Rustamaji, M.Pd., Agus Priantoro, S.Pd ). Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada

pembaca. Menciptakan suasana tertentu yang seolah – olah sungguh – sungguh ada dan terjadi. Latar dapat dibedakan tiga unsur pokok yaitu : (1) Latar tempat Latar tempat menyusun pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. (2) Latar waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa – peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. (3) Latar sosial Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya sastra. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang diotampilkan dalam sebuah cerita. Penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakannya, bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Berdasarkan perbedaan sulit pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat dikategorikanm ke dalam beberapa jenis, yaitu: (1) Tokoh utama Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. (2) Tokoh Protagonis Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang merupakan pengejawantahan

PURAKASASTRA | APRIL 2016 13


LENTERA SASTRA

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Tokoh Antagonis Tokoh antagonis merupakan tokoh penyebab terjadinya konflik dalam sebuah cerita. Tokoh sederhana Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas peribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Tokoh bulat ( kompleks ) Tokoh bulat ( kompleks ) adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Tokoh Statis Tokoh Statis memiliki sikap dan watak yang relatif tetap , tak berkembang, sejak awal sampai akhir cerita. Tokoh Berkembang Tokoh berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan berkembang perwatakan sejalan dengan perkembangan serta perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan. Tokoh Tipikal Tokoh Tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaan. Tokoh ini merupakan penggambaran pencerminan atau

penunjukkan terhadap orang atau sekelompok orang yang terikat dalam sebuah lembaga, atau seorang individu sebagai bagian dari lembaga yang ada di dunia nyata. (9) Tokoh Netral Tokoh Netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar – benar merupakan tokoh imajiner, yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi, Ia hadir semata – mata demi cerita, atau bahkan dialah yang empunya cerita, pelaku cerita dan diceritakan. (10) Tokoh Tambahan Tokoh lain dalam cerita selain tokoh utama. Alur yaitu pola pengembangan cerita yang terbentuk karena hubungan sebab-akibat. Alur / Plot merupakan rangkaian peristiwa dalam novel. Alur dibedakan menjadi 2 (dua) bagian yaitu pertama alur maju ( progesif ) yaitu apabila peristiwa bergerak secara bertahap berdasarkan urutan kronologis menuju alur cerita. Sedangkan yang kedua alur mundur ( flash back progesif ) yaitu terjadi ada kaitannya dengan peristiwa yang sedang berlangsung. Plot / alur menampilkan kejadian – kejadian yang mengandung konflik maupun menarik bahkan mencekam pembaca. Sudut pandang ( point of view ) merupakan strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Sudut pandang dibagi menjadi 3 yaitu : 1) Sudut Pandang orang pertama : “

“Karena kau selalu bisa memberi tanpa sedikitpun memiliki perasaan cinta, tetapi kau takkan pernah bisa mencintai tanpa selalu memberi.” Tere Liye.

PURAKASASTRA | APRIL 2016 14


LENTERA SASTRA serba melihat, serba mendengar dan serba tahu. Ia melihat sampai ke dalam pikiran tokoh dan mampu mengisahkan rahasia batin yang paling dalam dari tokoh.4

Menemukan Wajah dan Karakter. Karya: Ade Junita

2)

3)

Aku “ \Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh dan kata ganti orang pertama, mengisahkan apa yang terjadi dengan dirinya dan mengungkapkan perasaannya sendiri dengan kata – katanya sendiri. Sudut Pandang orang ketiga : “ Dia “ Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh bawahan, ia lebih banyak mengamati dari luar daripada terlibat di dalam cerita, pengarang biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga. Sudut pandang campuran Pengarang menggunakan sudut pandang impersonal, ia sama sekali berdiri di luar cerita, Ia

B. Unsur Ekstrinsik Unsur ekstrinsik novel merupakan unsur dari luar yang turut mempengaruhi terciptanya karya sastra. Unsur ekstrinsik meliputi biografi pengarang, keadaan masyarakat saat karya itu dibuat, serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Sejarah/Biodata Pengarang biasanya sejarah/biografi pengarang berpengaruh pada jalan cerita di novelnya. Situasi dan Kondisi secara langsung maupun tidak langsung, situasi dan kondisi akan berpengaruh kepada hasil karya tersebut Nilai-nilai dalam cerita Dalam sebuah karya sastra terkandung nilai-nilai yang disisipkan oleh pengarang. Nilai-nilai itu antara lain : Nilai Moral, merupakan nilai yang berkaitan dengan ahklak atau budi pekerti baik buruk Nilai Sosial, merupakan hal-hal yang berkaitan dengan norma –norma dalam kehidupan masyarakat (contonya, saling memberi, menolong, dan tenggang rasa) Nilai Budaya, merupakan konsep masalah dasar yang sangat penting dan bernilai dalam kehidupan manusia (contonya adat istiadat ,kesenian, kepercayaan, upacara adat) 4

https://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/pesonapuisi/segala-hal-tentang-novel/ PURAKASASTRA | APRIL 2016 15


LENTERA SASTRA Nilai Estetika , merupakan nilai yang berkaitan dengan seni, keindahan dalam karya sastra (contonya tentang bahasa, alur, tema). Nilai-nilai Yang Terkandung Dalam Novel Sastra 1) Nilai Sosial Nilai sosial ini akan membuat orang lebih tahu dan memahami kehidupan manusia lain. 2) Nilai Ethik Novel yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri yaitu novel yang isinya dapat memausiakan para pembacanya, Novel-novel demikian yang dicari dan dihargai oleh para pembaca yang selalu ingin belajar sesuatu dari seorang pengarang untuk menyempurnakan dirinya sebagai manusia. 3) Nilai Hedorik Nilai hedonik ini yang bisa memberikan kesenangan kepada pembacanya sehingga pembaca ikut terbawa ke dalam cerita novel yang diberikan 4) Nilai Spirit Nialai sastra yang mempunyai nilai spirit isinya dapat menantang sikap hidup dan kepercayaan pembacanya. Sehingga pembaca mendapatkan kepribadian yang tangguh percaya akan dirinya sendiri. 5) Nilai Koleksi Novel yang bisa dibaca berkali-kali yang berakibat bahwa orang harus membelinya sendiri, menyimpan dan diabadikan. 6) Nilai Kultural Novel juga memberikan dan melestarikan budaya dan peradaban masyarakat, sehingga pembaca dapat mengetahui kebudayaan masyarakat lain daerah. (Ellyas/Red) ¤

Menemukan Wajah dan Cerita Misteri. Karya: Ade Junita

PURAKASASTRA | APRIL 2016 16


LENTERA SASTRA

Melihat Sisi Lain. Karya: Ade Junita

Menulis adalah hal biasa, akan tetapi dalam hal karya tertentu tidak semua orang bisa dan tidak semua orang menguasai bidang karya tulis, bukan berati tidak ada. Setiap orang punya fokus dan kelebihan juga talenta masing-masing. Menulis tulisan yang diminati semua orang itu tidaklah mudah, karena dalam kerangka ini menuntut kejelian dari penulis mengenai siapa pembaca sasarannya. Memaparkan ide yang kita punya tidak semudah menghayal dalam imajinasi fikiran kita. Teori dan praktik satu senyawa satu jantung dua bilik, teori mudah praktiknya susah. Tak jarang Ide kita mengambang tanpa ending yang jelas.

Menulis sama halnya meracik makanan bagi sang koki. Bila bumbu kurang atau kelebihan bumbu tentu makanan yang disajikan menjadi pincang rasa. Sama halnya dengan sebuah tulisan yang kita sajikan. Seberapa pun bagusnya ide bila ditulis asal jadi tentu tidak akan menarik. Namun ketika ide yang biasa saja disajikan apik dan mengandung nilai lebih, menambah wawasan, bahkan inspirasi bagi PURAKASASTRA | APRIL 2016 17


LENTERA SASTRA Untuk menuangkan sebuah ide dalam bentuk karya tulis, jangan tunggu adanya mood datang, karena bisa jadi idemu hampir sama dengan orang lain dan kamu bisa dianggap mengekori bahkan plagiator sekalipun ide dari tulisanmu lebih berbobot. Kertas tidak akan tetap putih bila disimpan. Kertas yang indah kertas yang diwarnai dengan tulisan dan ilustrasi. Kamu adalah pewarna dari ilustrasi ide-idemu. Banyak cara mendapatkan sebuah ide, baik ide yang didapat dari arah terduga atau pun tidak terduga. Ide yang datang dari arah terduga diantaranya didapat dari : Membaca sebuah karya tulis, Share bersama teman, Seminar, Menonton, Memancing, Traveling. Ide timbul dari arah tidak terduga bisa didapat diantaranya dari : Selepas punya masalah, Saat emosi (sedang labil), Setelah berada dalam alam bawah kesadaran (mimpi), atau bahkan Saat sakit. Jadikan masalahmu serupa ladang emas sebagai motivasi untuk melahirkan ide-ide cemerlang dalam goresanmu. Ide bisa datang dari mana saja dan kapan saja. Gampang kan?! Tunggu apa lagi. Yuk nulis. (Nilam/Red). ¤

“Kamu adalah pewarna dari ilustrasi ide-idemu.” si pembaca dan dengan penyajian yang fresh maka prosentase minat baca bisa meningkat, terlebih bila diikuti pengenalan (publikasi, promosi) ke publik. Tulisan yang baik bila tidak diikuti dengan pengembangan ide dan penyajian akan membosankan. Orang hanya melirik judul atau sekedar basa basi say hello membacanya “biasa” “sudah pernah baca” “sudah tahu endingnya”. Ide itu ibarat jalangkung, datang tak diundang menghilang begitu saja. Ide tidak muncul dengan sendirinya. Tidak jarang kita butuh otak ekstra untuk mendapatkannya. Sebagian orang melakukan hal-hal konyol untuk mendapat sebuah ide. Tips mendapat ide Ide bisa datang dari hal yang terduga dan tidak terduga. Jangan sia-siakan idemu pergi begitu lempang tanpa kamu mengabadikannya. Pastinya kamu tahu cara mengabadikan idemu. Siapkan catatan kecil, ponsel, memo, recorder, komputer, notebook. Simpan idemu, kapan kamu butuh tinggal diterapkan. Karena jika kamu simpan gambaran fikiranmu dia akan buyar tanpa bekas, tergantikan dengan hal lainnya. Jika kamu seorang yang mudah lupa usahakan jangan menyimpan hanya di satu tempat, karena sebuah media penyimpanan bisa juga raib/rusak kapan saja. Ide adalah harta yang terbengkalai. Sangat disayangkan bila hartamu dibiarkan hanya melintas tanpa bisa kamu genggam. Dalam menggali ide banyak cara bisa dilakukan dan didapatkan.

Sendiri. Karya: Dian Rusi

PURAKASASTRA | APRIL 2016 18


Melihat Dan Menemukan Wajah Karya: Ade Junita

PURAKASASTRA | APRIL 2016 19


PARASASTRA

Mas Marco Kartodikromo dan Student Hidjo:

Oleh : Irfantoni Listiyawan Karya sastra merupakan salah satu hasil dari cipta, rasa dan karsa buah benih pikiran manusia. Untaian kata-kata terangkai dalam jajaran kalimat membentuk suatu penggambaran akan sebuah estetika, seni dan keindahan imajinasi jiwa manusia. Karya sastra merupakan refleksi sastrawan atas sebuah realita kehidupan manusia. Realita tersebut dapat mewakili motif dan pergumulan perasaan sang penulis, keadaan umum masyarakat, serta menyampaikan keburukan sisi lain suatu peradaban. Sastra bukanlah sebuah entitas yang memiliki kegunaan teknis macam ilmu nujum, ilmu pertukangan dan ilmu terapan lainnya. Namun, sastra dapat memberikan pengaruh perubahan pada keadaan sosial dan sastra memiliki kapasitas tertentu, yakni membentuk homo yang human: manusia yang berjiwa halus dan berbudaya. Setidaknya, itulah ulasan singkat untuk menghantarkan pikiran kita terhadap maksud dari tulisan ini kepada pembaca. Ungkapan paragraf diatas bukanlah hanya semata kata bualan dan layak mendapat isapan jempol belaka. Paragraf diatas

merefleksikan bahwa karya sastra baik yang berupa bentuk naskah maupun karya lain mampu membuat perubahan setidaknya dalam ranah individu untuk berbuat sesuatu dalam menanggapi paparan fenomena yang tertuang dalam sebuah goresan. Melihat uraian karya sastra tidak jarang dijadikan sebagai media atau alat perjuangan kaum tertindas terhadap sebuah kelaliman. Indonesia yang merasakan pedihnya masa kolonial selama 3,5 abad pada akhirnya memunculkan pergerakan perlawanan dari kalangan pribumi, mulai dari mereka yang menempuh “jalan pedang� hingga “jalan pena�. Mereka yang memilih

Sumber gambar pada halaman ini: httpulfarahmatania.blogspot.tw201405review-novel-student-hidjo-karyamas.html, http://seciritsastra.blogspot.tw/2015/04/ulasan-buku-studenthidjo-karya-mas.html

PURAKASASTRA | APRIL 2016 20


PARASASTRA “Jalan Pena” sebagai media perjuangan dan perlawanan tidaklah banyak, namun mereka dapat membuat gatal hati para kaum penjajah. Pada masa pergerakan, terdapat sederet nama seperti Tan Malaka, Chairil Anwar, bahkan Sang Proklamator kita sendiri Soekarno dan Hatta tak jarang menggunakan mata pena sebagai sarana perlawanan. Salah satu tokoh perjuangan bangsa yang memilih “jalan pena” tersebut adalah Mas Marco Kartodikromo, lewat tulisan yang terangkai apik dalam Student Hidjo. Student Hidjo adalah salah satu karya perlawanan anak bangsa yang berbahaya

dan memiliki pengaruh terhadap pergerakan kaum intelektual Indonesia kala itu.

Mengenal Sosok Mas Marco Kartodikromo Bangsa yang baik adalah bangsa yang menghargai para pahlawananya, demikian kata dari sebuah adagium yang

sering kita dengar di bangku sekolah. Banyak cara menghargai para pahlawan, salah satunya adalah paling tidak mengenal nama dan akan baik pula jika kita mengenal jasanya. Sosok Mas Marco Kartodikromo, mungkin merupakan satu dari sekian ratus ribu bahkan berjuta sosok yang dapat kita sebut sebagai pahlawan dalam masa pergerakan. Bagi sebagian kalangan nama Mas Marco tentu tidaklah asing, namun bagi sebagian kalangan lainnya masih samarsamar mereka mengetahui sosok Mas Marco, atau bahkan tidak mengetahuinya sama sekali. Siapa sosok Mas Marco sebenarnya?. Dalam mengulas sosok Mas Marco Kartodikromo, penulis mengacu pada karya Soe Hok Gie, salah seorang sejarawan yang mati muda di puncak gunung Semeru. Salah satu karyanya berjudul “Dibawah Lentera Merah” yang terbit pada tahun 1964 (diterbitkan kembali oleh penerbit Yayasan Bentang Budaya tahun 1999). Karya Soe Hok Gie tersebut juga merupakan skripsinya. Ia menyebutkan bagaimana sepak terjang Mas Marco Kartodikromo dalam organiasai pergerakan yang diikutinya yakni Sarekat Islam (SI) dan bagaimana perjuangan yang dia lakukan sesuai garis politik yang dianut. Mengacu pada karya Soe Hok Gie tersebut, Mas Marco dilahirkan disebuah kota kecil di Cepu, Jawa Tengah. Ia berkarir dalam bidang jurnalistik sebagai wartawan dan menjabat sebagai ketua redaksi pada Swatatomo di Solo pada tahun 1913. Setahun berikutnya, tahun 1914 Mas Marco mendirikan Inlands Journalisten Bond di Solo, ia juga yang menjadi ketuanya. Tahun 1915 merupakan salah satu tahun nahas bagi Mas Marco, dirinya dijebloskan kedalam penjara selama setahun karena memuat tulisan seseorang (dalam pandangan Gie mungkin Dr. Tjipto Mangunkusumo) mengenai pergerakan nasional. Setelah bebas dari penjara, tahun 1916 Mas Marco bertolak ke Negeri Belanda

Sumber gambar pada halaman ini: httpsid.wikipedia.orgwikiStudent_Hidjo

PURAKASASTRA | APRIL 2016 21


PARASASTRA dan disanalah dia bertemu tokoh intelektual pergerakan Indonesia seperti Suwardi Suryaningrat dan tokoh lain yang kebanyakan kaum kiri nasionalis. Mas Marco sendiri lebih berpandangan nasionalis. Negeri Kincir Angin bukanlah labuhan hati Mas Marco, disana dia merasa bukanlah tempat untuknya berjuang. Tak beselang lama, dia kembali ke Indonesia dan menulis sebuah karya satir bertajuk “Samarata Samarasa”. Mas Marco kembali masuk penjara ketika karya satir tulisannya belum usai selama setahun. Pada 21 Februari 1918, ia bebas dari penjara dan ditawari kerja untuk Sinar Djawa. Sepak terjang Mas Marco lebih kepada aktivitas jurnalistik disamping aksi politik. Mas Marco dikenal sebagai wartawan yang bandel oleh pemerintah kolonial Belanda hingga membuat dia terbiasa dengan hawa dingin lantai penjara. Dirinya juga pernah memiliki gagasan mensejajarkan Islam dengan sosialisme. Menurutnya sebagaimana ditulis Gie, tujuan Islam adalah keselamatan dan begitu pula dengan tujuan sosialisme. Sebagai seorang Jawa tulen, dirinya kerap kali mengelaborasikan konsep Jawa dalam tulisannya. Disebutkan oleh Gie dalam karyanya bahwa Mas Marco menganggap perang terhadap kapitalisme sebagai perang Baratayudha Joyobinangun untuk mempertahankan kemanusiaan dan kehidupan. Disisi lain sebagaimana ditulis oleh Abubakar Ebyhara, Mas Marco membenci dan menyerang budaya feodal Jawa seperti jongkok dan sembah sebagai budaya “Majapahitan” atau “adat kodokan” (Ebyhara : 332). Namun pada kenyataannya justru berbalik, terkadang Mas Marco ketika bertemu pegawai tinggi Belanda nalurinya bertentangan antara keinginan dan dengan harus menahan diri untuk tidak melakukan sembah dan jongkok. Hal tersebut bisa jadi

dikarenakan Mas Marco dididik dan dibesarkan dalam sekolah Jawa. Marco memang tidak memilih “jalan pedang”, dia lebih menyukai “jalan pena” sebagai media perlawanan dan perjuangan seperti halnya kaum intelektual muda kala itu. Dan novel Student Hidjo berhasil mempengaruhi berbagai kalangan pada masa itu. Pertama, bagi kaum pribumi tulisan Mas Marco merupakan pelecut semangat perlawanan pola baru. Kedua, bagi pemerintah kolonial Belanda tulisan Mas Marco tak ubahnya sengatan lebah yang selalu membuat gatal hati. Student Hidjo sebagai Media Perlawanan Marco terhadap Pemerintah Kolonial Lahirnya suatu bentuk kesadaran nasional, dapat ditumbuhkan melalui bahasa persatuan yang mengarah pada terbentuknya bahasa nasional. Dan bagaimana melebarkan pengaruh terhadap bahasa persatuan tersebut adalah salah satunya dengan media buku. Ungkapan tersebut dikemukakan oleh seorang Indonesianis kawakan Benedict Anderson dalam bukunya, “Imagined Communities : Reflection on the Origin and Spread of Nationalism” yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan judul “Imagined Communities : Komunitas-Komunitas Terbayang” (diterbitkan oleh Insist Press & Pustaka Pelajar tahun 2001). Karya sastra

Sumber gambar pada halaman ini: httpswww.google.com.twurlsa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=& cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjHz_zhvvnLAhUMGJQKHRuWCl0QjxwIAw&ur l=https%3A%2F%2Fsites.google.com%2Fsite%2Fsejarahsosial%2Fpelarangan bu

PURAKASASTRA | APRIL 2016 22


PARASASTRA berupa naskah yang terangkum dalam sebuah buku sebagaimana dikatakan diawal, dapat digunakan sebagai media perlawanan bagi sebagian orang (dalam hal ini penulis karya sastra). Mas Marco menyadari akan anggapan tersebut jauh sebelum Ben Anderson menulis karyanya, semua peristiwa yang dilihat dan dialami akibat kesewenangan pemerintah kolonial belanda ia goreskan dalam tulisan. Novel roman Mas Marco, Student Hidjo adalah salah satunya yang sangat berpengaruh bagi gerakan intelektual muda. Student Hidjo berawal dari sebuah kisah bersambung dalam harian Sinar Hindia tahun 1918, dan dibukukan pada tahun 1919. Novel ini berkisah dan merekam pertentangan budaya kehidupan priyayi di zaman pergerakan. Pada masa itu bermunculan intelektual muda yang lahir dari kalangan borjuis kecil. Student Hidjo juga mampu dengan berani mengkontraskan kehidupan di Belanda dan Hindia Belanda. Lantas kemudian menjadi masuk akal jika novel ini kemudian dipinggirkan oleh dominasi dan hegemoni balai pustaka (BP) sampai saat ini. Babakan pertama novel ini dimulai dengan cerita keluarga Raden Potronojo, seorang regent di wilayah Djarak. Raden Potronojo berkeinginan menyekolahkan Hidjo yang baru lulus HBS ke Belanda agar menjadi seorang ingenieur (baca : insinyur) kelak. Namun, saat yang sama Raden Nganten Potronojo ibu Hidjo tidak menyetujuinya karena takut anaknya terpengaruh pergaulan bebas Eropa di negeri Belanda. Disinilah pertentangan batin Hidjo mulai muncul, antara meneruskan citacita atau tidak. Jika pergi, Hidjo pun akan meninggalkan orang yang dicintainya termasuk kekasihnya Raden Biroe yang ia cintai. Dengan berbagai pertimbangan matang, Hidjo pun berangkat ke Batavia bersama keluarga guna menumpang Kapal

Api Gunung bertolak ke Belanda. Hidjo ditemani seorang leelar (guru) hingga ke Belanda. Setelah berbulan-bulan mengarungi samudra, Hidjo bersama sang leelar sampai di negeri rantau. Setelah itu, pergi ke Amsterdam untuk sekedar menikmati suasana kota dan dititipkan kerumah orang tua asuhnya. Ketika Hidjo dan sang leelar berada di restoran dan menginap di hotel, Hidjo terkaget melihat dirinya dihormati betul oleh para pelayan hotel dan restoran. Hal yang mustahil ia dapatkan di Hindia Belanda. Hidjo sangat dihormati, karena orang Belanda beranggapan bahwa orang Jawa yang datang ke Belanda tentulah para kaum borjuis. Mendapatkan perlakuan seperti itu oleh para pelayan, sejenak Hidjo berfikir dalam hati “Kalau di negeri Belanda, dan

orang-orangnya cuma begini saja keadaannya, apa seharusnya orang Hindia (Indonesia) musti diperintah orang Belanda�. Disinilah gejolak batin tokoh Hidjo merupakan representasi Mas Marco melihat ketidakadilan dan kesewenangan Belanda di Hindia. Dengan berani disini terlihat Mas Marco betapa menginginkannya persamaan derajat antarbangsa. Dalam Bab X (sepuluh) novel ini, Mas Marco dengan piawai menggambarkan bagaimana budaya Barat dalam hal ini Eropa mmembingungkan batin Hidjo sebagai seorang beradat Jawa yang menjunjung tinggi susila. Bersama seorang wanita anak dari orang tua asuhnya, Betje, ia pergi ke sebuah opera Lili Green di Prinsesse Schouwburg di kota ‘s-Gravehage. Perasaan Hidjo bercampur aduk ketika opera dibuka dengan tarian balet yang menyuguhkan penari yang berpakaian hampir transparan. Hidjo serasa mengkhianati adat yang selama ini ia pegang teguh. Bab ini juga menggambarkan bagaimana Hidjo yang orang Hindia Belanda dapat berdiri sejajar PURAKASASTRA | APRIL 2016 23


PARASASTRA dengan Betje dan orang Belanda lainnya tanpa pandang bulu. Inilah yang diidamkan Mas Marco di Hindia. Tulisan bernada satir juga dilancarkan Mas Marco pada Bab XII, digambarkan seorang controleur Belanda yang sedang bercengkrama dengan seorang Raden Tumenggung membicarakan percampuran bangsa asing. Dengan santai sang Raden Tumenggung menjawab pertanyaan sang controleur “Karena

sesungguhnya manusia itu tak ada bedanya, baik bangsa bumiputera maupun bangsa Belanda dan yang lain”. Raden Tumenggung menambahkan “...kebanyakan bangsa Eropa memandang kita sebagai budaknya...barangkali akan lebih jelas hubungan antara majikan dan budaknya”. Hubungan demikian, memang banyak terjadi di jaman kolonial. Bab XVII, mengisahkan tentang sang controleur Belanda tersebut pergi kembali ke Eropa. Dalam kapal menuju ke Belanda, controleur bertemu seorang serdadu berpangkat sersan yang congkak dan mereka membicarakan tentang keadaan Hindia Belanda. Sersan menganggap orang

Jawa adalah orang yang kotor. Hal ini membuat controleur yang lama di Jawa serta mengetahui budaya Jawa secara mendalam merasa geram. “Orang Jawa bodoh tentu

saja pemerintah (kolonial) memang sengaja membuatnya bodoh”, controleur tersebut menanyakan mengapa pemerintah kolonial tidak membuat sekolah khusus untuk rakyat Jawa dan dia menambahkan “Hal serupa

tidak terjadi pada orang Jawa saja, meski di Belanda sekalipun, banyak babu, jongos yang suka mencuri milik majikannya”. Gambaran dan cuplikan novel diatas merupakan segelintir nada perlawanan yang ditulis Mas Marco yang dapat pembaca temukan dalam novel Student Hidjo. Cuplikan tersebut memberi pandangan pada kita bahwa perlawanan melalui pena yang digoreskan Mas Marco paling tidak menggugah para pembaca kala itu untuk menjadi bangsa sejajar dengan yang lain. Tutup Kata Walaupun dalam novel tersebut Hidjo dapat mengenyam pendidikan dengan gelar yang dicita-citakan dan berkarir sebagai jaksa di Djarak, penulis melihat

Sumber gambar pada halaman ini: httpwww.topengkayu.commas-marco-kartodikromo-student-hidjo

PURAKASASTRA | APRIL 2016 24


PARASASTRA novel Mas Marco tersebut berujung antiklimaks. Namun, secara keseluruhan penulis menilai sosok Mas Marco merupakan tokoh pers, tokoh pergerakan, sekaligus intelektual muda yang sangat jarang kita jumpai di era yang telah merdeka saat ini. Perjuangan Mas Marco pernah diteruskan oleh sejarawan muda Soe Hok Gie yang menginginkan kesetaraan dan lepas dari kesewenang-wenangan, namun dalam ruang dan waktu yang berbeda. Agaknya, antara kedua intelektual Mas Marco dan Gie dalam khazanah sejarah sastra nasional Indonesia dapatlah kita sandingkan dengan pepatah yang terdapat pada sebuah adegan dalam film “Kingdom of Heaven”, “Walaupun terdapat orang yang berkuasa di atasmu, jiwamu tetaplah milikmu”. Mereka menginginkan suatu saat bangsa kita dapat berdiri sejajar dengan bangsa lain tanpa penindasan. Dalam term filsafat sejarah, dikenal dengan adanya “The Great Man Theory” yang menyatakan bahwa sumber penggerak dalam sejarah adalah orang besar, seperti presiden dan sebagainya. Dalam hal ini perhatian kita terfokus pada jasa orang besar. Penulis menilai, mungkin sosok Mas Marco seolah sedikit terlupakan dalam sejarah kebangsaan kita. Masyarakat kita terlalu dibuai dengan perlawanan berdarah nan heroik hingga lupa perlawanan dengan “jalan pena” sastra seperti yang dilakukan Mas Marco. Agaknya, teori “The Great Man Theory” menurut opini penulis cocok untuk disematkan pula pada Mas Marco dalam ranah goresan perlawanan. Mas Marco adalah salah satu orang besar dalam dunia pergerakan era kolonial dikalangan intelektual muda bangsa ini. Semoga akan ada sosok Mas Marco lain dan akan terus bermunculan intelektual muda yang jujur dan berani di negeri ini dimasa mendatang. ¤

Sumber Tulisan :  Anderson, Benedict. 2001. Imagined Communities : Komunitas-Komunitas Terbayang. Yogyakarta: Insist Press.  Ebyhara, Abu Bakar. 2010. Pengantar Ilmu Politik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.  Gie, Soe Hok. 1999. Dibawah Lentera Merah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.  Gibran, Kahlil. 2015. Kematian Sebuah Bangsa. Yogyakarta: Narasi.  Kartodikromo, Mas Marco. 2015. Student Hidjo. Yogyakarta: Narasi.  Terkait “The Great Man Theory” dapat dilihat pada Novack, George. 1972. Understanding Hsitory. New York: Pathfinder Press Inc. juga pada Lucas, Henry S. 1953. A Short History of Civilization. New York: McGraw-Hill Book Company Inc. sebagaimana dikutip dalam Sundoro, Mohamad Hadi. 2008. Sejarah Eropa Barat Abad Pertengahan: dari Invasi Suku Barbar hingga Ekspansi Eropa. Jember: Jember University Press.

Biodata Penulis: Irfantoni Listiyawan. Lahir di Jember pada 08 Maret 1992. Adalah salah satu Alumnus Ilmu Hubungan Internasional Universitas Jember.

Meladeni Rasa. Karya: Dian Rusdi

PURAKASASTRA | APRIL 2016 25


PARASASTRA

Oleh : Fina W.U Biodata Ayu Utami. Nama lengkap: Justina Ayu Utami TTL: Bogor, 21 November 1968. Orang Tua: Johanes Hadi Sutaryo (Ayah) dan Bernadeta Suhartina (Ibu). Riwayat Pendidikan: S-1 Sastra Rusia dari Fakultas Sastra Univ//ersitas Indonesia (1994), Advanced Journalism, Thomson Foundation Cardiff, UK (1995), Asian Leadership Fellow Program, Tokyo, Japan (1999). Film: Ruma Maida. Karya-karyanya: Saman (1998), Larung (2001), Si Parasit Lajang: Seks, Sketsa & Cerita (2003), Bilangan Fu (2008), Sidang Susila: Naskah Komedi dan Catatan perihal RUU Pornografi (2008), Manjali dan Cakrabirawa (2010), Cerita Cinta Enrico (2012), Soegija: 100% Indonesia (2012), Lalita (2012), Pengakuan Eks Parasit Lajang (2013). Penghargaan: Pemenang Sayembara Penulisan Roman Terbaik Dewan Kesenian Jakarta tahun 1998 untuk novelnya Saman. Prince Claus Award dari Prince Claus Fund, sebuah yayasan yang bermarkas di Den Haag, tahun 2000. Penghargaan Khatulistiwa Literary Award tahun 2008 untuk novelnya Bilangan Fu. Feminisme dalam Saman Karya Ayu Utami Karya sastra memilki banyak genre, di antaranya Novel. Novel merupakan salah satu genre sastra yang mengulas peristiwa

dalam waktu yang lebih panjang daripada cerpen. Dari berbagai genre sastra bisa dipastikan bahwa setiap karya yang lahir selalu menghadirkan inspirasi bagi para penikmatnya. Inspirasi adalah percikan ide-ide kreatif yang waktu dan tempatnya jarang Anda kenali, kecuali Anda sudah melatih diri dengan pembiasaan. Dengan kata lain inspirasi merupakan ide yang hadir ketika atau setelah membaca, melihat, mendengar maupun memikirkan suatu hal. Sering kali inspirasi hadir untuk mengajak melakukan suatu hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Inspirasi bisa datang dari mana saja. Begitu juga dengan novel, bisa menjadi inspirasi dari para pembacanya. Karena setiap karya sastra pada hakikatnya merupakan hasil pengamatan, aspirasi, pemikiran dari Penulis yang diungkapkan dengan merangkai katakata dengan memerhatikan setiap diksinya sehingga menghasilkan karya yang unik. Banyak tokoh sastra dalam genre Novel, salah satunya seperti Ayu Utami. Novel pertama yang ditulisnya adalah Saman (1998). Dari karyanya itu, Ayu menjadi perhatian banyak pembaca dan kritikus sastra karena novelnya dianggap sebagai

Sumber gambar pada halaman ini: httpwww2.thejakartapost.comnews20100901ayu-utami-a-balancing-act.html

PURAKASASTRA | APRIL 2016 26


PARASASTRA

novel pembaru dalam dunia sastra Indonesia. Melalui novel itu pula, Ia memenangi Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Novel tersebut mengalami cetak ulang hingga lima kali dalam setahun. Para kritikus menyambutnya dengan baik karena novel Saman memberikan warna baru dalam sastra Indonesia. Karyanya yang berupa esai kerap dipublikasikan di Jurnal Kalam. Karyanya yang lain, Larung, yang merupakan dwilogi novelnya, Saman dan Larung, juga mendapat banyak perhatian dari pembaca. Novel Saman, yang disebut kritikus telah memperluas cakrawala kesusasteraan Indonesia, perempuan berusia 47 tahun itu di mata pendukungnya berperan penting memperluas aspek paling sensitif dalam isu kebebasan perempuan, yakni persoalan

seksualitas. “Seks itu pangkal ketidakadilan yang menimpa perempuan, ada banyak cara membongkar ketidakadilan gender, tapi saya memilih tema seksual, karena itu penting dan tidak banyak orang yang mau menempuhnya.� kata Ayu Utami. Alasannya memilih tema seks karena “seks merupakan pangkal ketidakadilan yang menimpa perempuan. Pandangan bahwa perempuan itu makhluk lemah, kurang mampu, emosional, harus dilindungi, sehingga tidak mampu memutuskan sendiri dan karenanya harus dipimpin. Itu semua berawal dari pemahaman yang salah mengenai seksualitas, semua usaha untuk meringkus perempuan itu berlindung di balik alasan untuk melindungi atau memuliakan perempuan. Dan itu selalu dikaitkan dengan seksualitas perempuan: alat kelaminnya,

Sumber foto cover buku pada halaman ini: http://goodreads.com

PURAKASASTRA | APRIL 2016 27


PARASASTRA tubuhnya, buah dadanya, keperawanannya, itu semua dianggap kehormatan perempuan, bahkan kehormatan masyarakat. Dibuat sedemikian rupa sehingga perempuan terpenjara oleh ide-ide tentang kemuliaan.” Jelasnya panjang lebar. Saat Taufik Ismail menuduhnya mengobarkan seks bebas, Ia pun berpendapat bahwa “Lawan dari seks bebas itu ialah seks terikat. Jadi seks itu lawannya Sado Masokisme yang pakai diikat-ikat itu lho. Jadi yang namanya seks itu memang harus merdeka. Mungkin kata bebas memang kata yang buruk, tapi menurutnya yang namanya seks memang harus merdeka tidak boleh diatur oleh Negara atau kekuatan lain di luar itu. Seks bebas memang ditentang orang Indonesia, tapi apa yang mereka maksud tidak jelas, imbuhnya. Ketika orang bicara seks bebas

yang ia maksud adalah seks remaja yang belum menikah. Padahal suami-istri juga melakukan perselingkuhan di mana-mana dan hubungan seks di luar pernikahan itu juga terjadi di mana-mana”, ungkapnya. Cara Ayu Utami untuk mendamaikan antara pandangan Katolik yang konservatif dalam urusan seks dengan pandangan dunianya yang “bebas” ialah hanya dengan memisahkan wilayah sekular dari agama, maka bisa dimiliki kedua-duanya dalam bentuk yang terbaik. Dengan memisahkan wilayah, agama boleh mengibarkan nilainilai ideal yang tidak dikompromikan sekaligus tanpa kekuatan untuk menghukum manusia karena Ia lebih mementingkan hati nurani daripada apapun. “Ketika suara hati saya mengatakan sesuatu itu tidak adil maka -jika perlu- ia akan melawan agama.” ¤

Sumber:  https://l.facebook.com/l.php?u=https%3A%2F%2Fid.m.wikipedia.org%2Fwiki%2FAyu_Utami&h=JAQH 6aZTO  http://l.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Fm.dw.com%2Fid%2Fayu-utami-tentang-iman-dandosa%2Fa-16768358&h=8AQE68hS http://l.facebook.com/l.php?u=http%3A%2F%2Fwww.google.co.id%2Fsearch%3Fq%3Dayu%2520utam i%26prmd%3Divnsb%26tbm%3Disch%26tbo%3Du%26source%3Duniv%26sa%3DX%26ved%3D0ahUK EwjC9pfe0fnLAhWDVZQKHdMoADcQsAQIYw&h=FAQFfypnd

Biodata Penulis: Fina W.U., kini berdomisili di Bekasi. Baru Puisiku yang berjudul Jasamu Tak Cukup Dibayar Dengan Materi diterbitkan bersama Kawan Imajiner dalam buku Perempuan Terhebat Semoga saya lekas mengikuti jejak para senior untuk menerbitkan karyaku dari berbagai genre sastra. Penulis dapat dihubungi melalui email robbi_mina_warujayeng@yahoo.com

Pantai Parang Tritis. Karya: Dian Rusdi

PURAKASASTRA | APRIL 2016 28


Menemukan Karakter. Karya: Ade Junita

PURAKASASTRA | APRIL 2016 29


PURAKARYA PUISI

Satu Halaman dari Bagian Pendek Surat Panjangmu Oleh: Bayu Ambuari

Akulah anjing yang lolongnya melengking, dari dalam kamarmu yang bertemaram pijar bola lampu bohlam. Kau, seolah Musa, menghampiriku meski dengan tanpa membawa tongkat kayu sebilah. Ketika bayanganmu terhadap mataku berjarak delapan depa, aku lari membaurkan diri ke tengah pesta di benakmu yang kaubilang tak kunjung selesai itu. Aku menyaru sebagai penyanyi, meski bahkan suaraku jauh dari merdu dan hanya membikin telingamu nyeri. Aku bosan bernyanyi. Di judul ketiga, dari entah berapa lagu yang ingin kulagukan dalam pesta, seorang laki-laki di depan panggung yang semula berdansa meski tampak terpaksa, muntah di punggung pasangan dansanya. Mungkin ia muak dengan lagu-lagu cinta. Sebab baginya, tak butuh cinta untuk sebuah percintaan. Kuhentikan nyanyian. Lalu menjilati punggung wanita itu yang dilumuri muntahan. Sementara laki-laki tadi mendadak pergi tanpa meninggalkan kata, bahkan di lantai tempat ia berdansa tak ada bekas telapak sepatunya. Wanita itu masih tampak terisak sebelum tiba-tiba terbang melayang setelah punggung yang semula berlumuran muntahan kujilati kini telah tumbuh sepasang sayap. Ia bersalin rupa sebagai kupu-kupu dengan kedua sayap yang masih rapuh. Hinggap dari satu bola lampu ke lain bola lampu yang memeriahkan pesta itu dengan warnawarna yang sebagian besar memang muram sebagaimana hatinya. Aku mencari laki-laki itu. Kau setia mengikutiku. Kudapati di salah satu sudut ruangan, ia menikmati lemas sehabis persenggamaan dengan wanita yang baru saja ia kenal sehabis pelarian. Wanita di sampingnya bergelinjang, merajuk belum puas. Anggur, keringat, dan juga tiap cairan persenggamaan barusan ia lumuri ke rambutnya yang kusut masai. Hingga tiap helai rambutnya yang ikal dan hitam legam tiba-tiba berubah menjadi ribuan ular. Ular-ular menjalar. Sebagian orang yang semula tertawa, bahagia dan menyeringai mendadak riuh, panik dan berlarian.

PURAKASASTRA | APRIL 2016 30


PURAKARYA PUISI Bahkan ada yang menangis darah saking ketakutan. Sebagian lagi, yang tak mempedulikan, masih tampak melanjutkan dansanya. Menghabiskan minuman yang memang tampak tak kunjung habis. Musik yang menambah berisik sama sekali tak sedikit terasa mengusik. Hingga ular-ular mendadak senyap dalam lelap, lelah merayap. Kau yang bosan meski bukan karena ketakutan, keluar dari ruangan. Di luar, selain badai, langit tiba-tiba menjerit dan menumpahkan darah. Matahari, entah bagaimana mulanya, meleleh sebagaimana karamel. Tubuhmu kuyup. Tubuhku basah. Kau, sebelum akhirnya kembali ke lelap, mengeringkan tubuh dan menghangatkan diri di depan perapian. Aku kembali ke benakmu. Melanjutkan nyanyian yang belum terselesaikan. Sembari menantimu yang bisa sewaktu-waktu kembali. Sebab pesta dalam benakmu memang tak kunjung menemu usai. 2014-2015 Buah ingatan atas novel Dewi Kharisma Michellia

Menemukan Ribuan Karakter. Karya: Ade Junita

PURAKASASTRA | APRIL 2016 31


PURAKARYA PUISI Jejak yang Tercetak Oleh: Bayu Ambuari

Jangan lagi berkata! Meski usul atau tanya. Sebab telah kububuhi titik, kuusaikan dengan kapital yang kumaterai. Serupa amin yang menutup doa. Tanpa menyerta orangtua, wanita juga anak-anak, kita berdiri di himpunan tiga ratus lakilaki pemberani berkepala suku cakap, si Panah Besar. Cukup kuat untuk sebuah pertempuran kecil. Tetapi berupaya tidak besar kepala dengan bermawas di tiap perbatasan dan pos penjagaan adalah keharusan. Sebab bahaya sekecil apapun adalah ancaman, selalu mengintai. Itulah mengapa perlu kita mengutus kurir penyampai kabar ke tiap-tiap suku sekitar. Dua orang tawanan di kemah berada di sedepa jangkauan dan pandang. Mari berunding dengan si Panah Besar! Meminta andalan dari mereka untuk berangkat bersama kita, memburu musuh dengan mencari letak perkemahannya lebih dulu. Kita tunggangi dua kuda penjelajah paling tangguh. Ditambah satu untuk pemuda andal yang turut sebagai kurir. Hari masih subuh. Kita punya waktu sehari penuh untuk menemukan perkemahan musuh. Sebagaimana jarak yang kutakar cermat sesaat dua tawanan itu tertangkap. Orang-orang kulit merah, biasa berada di daerah selatan. Sekutunya dapat ditemukan di tapal-tapal perbatasan negara bagian dari musuh kita. Tetapi dalam keadaan seperti ini, petunjuk-petunjuk awal tentu tak lagi menjadi kepastian. Mereka tidak sebodoh itu! Dan kita bukan pemburu dungu yang tak tahu kemana arah yang mesti dituju. Lihatlah! Jejak dua tawanan masih tercetak selepas kita tinggalkan daerah perkemahan. 2014 Catatan dari ingatan atas karya Karl May

PURAKASASTRA | APRIL 2016 32


PURAKARYA PUISI Agua Grande Oleh: Bayu Ambuari

Meski setindak, kami tidak boleh beranjak dari sela-sela bukit, sebelum tiba sekelompok pemburu berkulit putih. Penjaga kami menyeret dua prajurit asing yang gerik-geraknya mencurigakan. Keduanya menjawab dengan bisu seribu suara, ketika kami tanya tentang asal dan tujuan. Tak tampak gores-gores warna membaris di wajah keduanya. Kami hanya bisa menerka, mungkin merekaorang-orang Utah yang kami tahu belakangan kian dekat ke selatan, bermaksud menyerang kami dengan mengendus garam di sekitar perkemahan ini. Kami terus menduga-duga dan menerka segalanya, seperti memecahkan teka-teki. Sampai kepala suku kami, Winnetou yang berani dan berwibawa, memastikan bahwa kedua prajurit asing adalah tak lain orang-orang Pa-Ute. Kami tiada meragukan Winnetou. Ia telah jauh lebih dulu menggambar peta dari setiap jengkal tanah yang bahkan belum kami jejaki– di telapak tangannya. Ia pandai menerjemahkan tanda. Paham bahasa angin. Mahir membaca cuaca. Maka mulailah kami waspada terhadap para pengintai yang berjarak tiga hari berjalan kaki. Ia dan aku mencari mereka. Dua pasang mata yang baik sanggup melihat lebih banyak ketimbang lima puluh pasang mata yang buruk. Dan makin banyak pengikut turut, kian termungkinan kami mudah diringkus. Ia benar. selain ia dan aku, kami butuh seorang kurir pengirim pesan. Seorang Navajo, tiada lain ialah kau! 2014-2015 Buah ingatan atas karya Karl May

PURAKASASTRA | APRIL 2016 33


PURAKARYA PUISI Mawar Bermata Hujan, 1 Oleh: Bayu Ambuari

Salju. natal. segalanya nyaris sama dengan tahun-tahunmu sebelumnya dan mimpi-mimpimu yang menyelisik berkas cahaya matahari atau menangkar lidah api di sebalik kabut. cinta. doa. lentera. serangga. segala bau dan bayangan kematian ibu, dan Iesus sahabat kanakmu. sampai seorang orang tua berbau kelinci menjemputmu. sampai yang lainnya lagi yang bagai patung kayu, menyambutmu dengan ucapan selamat datang. blus putih pemberiannya menyarukan kebahagiaanmu keinginanmu. keinginanan memiliki boneka beruang sebagai teman tidur. temanmu yang pernah lenyap ke dunia paling gelap. Januari, 2015 *Buah kenangan membaca Rispondimi

PURAKASASTRA | APRIL 2016 34


PURAKARYA PUISI Mawar Bermata Hujan, 3 Oleh: Bayu Ambuari

PURAKARYA CERPEN

aku telah mendoakan segalanya: ibu dan kepergiaan blus dan boneka beruang salju dan kabut pohon natal dan bingkisan hewan-hewan ternak dan hasil kebun sungguh telah kudoakan segalanya senja kedinginan, beku membentang. orang-orang mengayunkan langkahnya yang beban. serbukserbuk salju yang terinjak bersautan dengan gemeretak gigi yang kedengaran; semacam uap menyeruak jelas dari lubanglubang nafas mereka. apa yang bisa diharapkan dari angin yang menggurat segalanya dengan dingin yang membikin sekarat? tak ada yang perlu dilakukan selain menekuri unggun. mematut diri di depan perapian, atau menerus bergerak agar sungai paling mawar dalam tubuh tetap mengalir. angin, yang dingin, berhimpun. berdesir ke barat. di sana segala cahaya akan tenggelam di cakrawala dan tiap suara akan semakin lirih sampai tiap telinga menangis mendengarnya. aku belum tahu nama tempat itu. dan kau belum juga memberitahu kepadaku. maka, selain berdoa, diamlah aku. 2015 Buah kenangan membaca Rispondimi

PURAKASASTRA | APRIL 2016 35


PURAKARYA CERPEN

Oleh: Ade J. Asnira & Fz. Susan

Dilihatnya tajam seekor kepiting di dalam toples dengan hanya sedikit air. Ada sesuatu yang menarik dari seekor kepiting itu dan ia belum tahu, bahkan ia tak ingin memikirkan sesuatu itu apa. Yang pasti ia hanya ingin meladeni rasa ketertarikan yang tiba-tiba seakan memenuhi dadanya. Cukup. Delapan kaki dengan bulu-bulu kecil yang kuat di sekujur batang kakinya. Kepiting itu sungguh luar biasa. Binatang yang penuh kewaspadaan. Ia mempunyai senjata di kedua capit di depannya. Namun‌, bukankah hal-hal itu pun menandakan sebenarnya dia makhluk yang lemah? Mendadak diabaikannya kepiting itu. Ia tertarik dengan binatang berkaki delapan itu namun tiba-tiba saja ada sesuatu lain yang menguak lukanya. Luka menganga yang hidup dalam kenangan. “Apa kau tak sadar kalau kau bodoh?â€? kata Junot, kakak laki-lakinya. Ia hanya mengerang menanggapi Junot. Ia tak bisa mengucapkan kata-kata dengan jelas. Satu dua air liurnya menetes. PURAKASASTRA | APRIL 2016 36


PURAKARYA CERPEN Ia mengerti apa yang Junot katakan namun ia tak pernah mengerti harus bagaimana untuk menanggapinya dan membuat Junot mengerti kondisinya, kondisi bahwa sebenarnya ia pun manusia. “Kau tak berguna sama sekali! Kau menyusahkan!� Ingatannya masih mematri semua itu. Sebuah pertanyaan yang lebih seperti memvonis betapa ia hanya manusia bodoh. Tatapannya kian menghindar, bahkan kini ia mencoba melangkah menjauhi kepiting yang masih pasrah di dalam toples. Ia seperti melihat dirinya sendiri. Ia memang seperti kepiting, berjalan ke samping dan bukan ke depan. Kedua mata yang terus saja melotot dan hanya sesekali berkedip. Bukannya ia benci dengan kondisinya namun ia hanya ingin orang lain tahu bahwa selama ini ia pun berusaha untuk menjadi normal, hanya saja... Raut mukanya kini pongah. Dan melangkah dengan terseret-seret hingga menimbulkan bunyi srrrrrrrt...! sssrrrrttt...! Ia akan membuktikan bahwa manusia bukan hanya dilihat dari yang nampak. Ia punya pikiran dan hati. Bukankah kedua hal itu bisa mengubah segalanya? Lantas langkah kaki pincangnya terhenti tepat di samping sebuah meja makan. Empat kursi mengitari meja itu namun ia tidak bisa mengingat kapan terakhir kalinya keempat kursi itu terisi secara bersamaan pada waktu yang sama. Pada waktu di mana penghuninya saling mencapit satu sama lain. Entah mereka tahu atau tidak bahwa ia, bocah dengan kekurangan fisik yang selalu menjadi ejekan kakak-kakaknya itu sebenarnya merekam kemelut di antara mereka. Lalu diendapkannya dalam-dalam hingga pada tingkat tertentu matanya menyala. Ia berbalik lagi. Kali ini lebih cepat. Ditujunya toples dengan seekor kepiting tadi. Hingga saat ia sampai, dengan kasar

diambilnya toples itu. Ia berbalik lagi. Kakinya semakin cepat melangkah. Kedua matanya masih menyala. Ada amarah di sana. Ada dendam di sana. Dan saat ia sampai di pintu dilemparkannya toples itu. PLASS...! CRANNNNNNG...! Toples itu pecah. Dan kepiting itu seperti terbebas dari penjara, ia berjalan ke samping begitu cepat menuju rerumputan. Ia tak ingin ada orang yang menyamakan dia dengan binatang berkaki delapan itu. Tidak lagi ayah ataupun kakakkakaknya. Namun, tanpa disadarinya seekor kepiting yang telah terbebas itu justru mengikutinya dari belakang, seakan tak ingin berpisah darinya. Ingatannya masih melayang pada sosok ayah, seorang lelaki karir dengan kesibukkan yang tiada henti dan tak pernah ia mengerti kenapa dinas ayahnya di banyak tempat. Hingga menimbulkan dugaan-dugaan yang tak layak menyambangi benaknya. Mungkinkah ayah menjalankan bisnis gelap? Atau mungkinkah ayah gembong dari pada pengedar narkoba? Lebih jauh lagi apakah ayah seorang mafia? Segerombol pertanyaan meracuni otaknya. Dan hal lain yang bisa ia kenal dari ayahnya tak ada lagi. Bahkan ia tak kenal tatapan kedua mata ayah kepadanya harus ditafsirkan sebagai apa. Ia semakin memacu derap langkahnya dan perlahan matanya basah. Dua tetes air bening meluncur dari kedua pipinya, menyatu dengan tetesan air liurnya sendiri. Serasa ia pun merasakan kepedihan dari Luni, kakak perempuannya yang kini tak lagi dianggap sebagai bagian dari keluarga mereka. Luni, satu-satunya saudara kandung yang bisa membagi kehangatan, kedamaian dan kebersamaan. Tidak seperti yang lainnya.

PURAKASASTRA | APRIL 2016 37


PURAKARYA CERPEN Lelah mendera. Sebentar ia diam Junot dapatkan dengan diam-diam. Dari situ dengan sedikit terengah. Tiba-tiba ada ia tak lagi percaya bahwa dalam darahnya sesuatu yang mengagetkannya. dan darah Junot mengalir warna yang sama Ceeepp! kepiting itu menggigit jentik dari ayah. Junot telah berhasil mencapit kakinya. ayah. Dan tiap kali ia mengingat itu semua “Bodoh!” Suara liar hadir entah dari seketika emosinya membuncah. Apalagi mana. ketika ia tahu bahwa Luni pun pernah Seketika ia berbalik dan kedua menjadi objek dari kebengisan Junot. Luni matanya membelalak. Ia hampir tak percaya tahu kebusukan Junot namun Junot malah kalau kepiting itu yang berbicara. Sambil berkali-kali meneror Luni sehingga berkalibengong menatap kepiting di hadapannya, kali pula malah Luni yang menghindari diusapnya jentik kaki kanannya dengan sapu Junot. tangan pemberian Luni yang selalu “Aaaargh!” Teriaknya. Begitu kencang disimpannya di saku celana. dadanya kembang kempis. Nafasnya “Seharusnya kau bisa menjadi Luni, mendengus keras. Ia tidak ingin menjadi bukan melempar toples itu dengan kasar.” objek dari Junot. Ahh, benar juga, apa yang Kepiting itu pergi dan mencapit bisa diambil oleh Junot darinya kecuali... seekor kucing milik kakaknya yang tertidur “Bima, kakek tahu kamu terlahir tak di samping kaki kursi. Kucing pun sempurna. Namun kesempurnaan bukan terperanjat dari tidurnya, dikejarnya kepiting pada yang nampak, Nak,” ucap kakek yang lebih dulu masuk dalam got. padanya suatu hari. “Kau mempunyai “Hai mau ke mana kau kepiting kelebihan lain. Karena itu, kakek keparat?!” Didengarnya suara kucing itu menjauh. Ia ingin mengejar tapi tak mungkin. Ia berpikir. Ya, ia punya pikiran dan pikiran setiap orang berbeda. Ia punya akal dan setiap akal orang pun berbeda. Luni memiliki pikiran dan akal yang berbeda dengan ayah, karenanya ayah mengusirnya dari rumah meskipun itu hanya karena Luni memilih lelaki yang tak disukai ayah. Dan Junot, kakaknya sekaligus adik Luni yang selalu siap dengan capitnya begitu licik mengambil kesempatan. Ia jadi ragu untuk menganggap Junot sebagai saudara kandungnya. Ia tak bisa mengira ketika dulu saat ayahnya di puncak kesuksesan karir, Junot kemudian memeras ayah dengan rekaman video yang Menemukan Wajah Lain. Karya: Ade Junita PURAKASASTRA | APRIL 2016 38


PURAKARYA CERPEN mempercayakan apa yang kakek miliki padamu. Ayahmu, ahh, dia bukan anak kakek. Dan dia sudah mengambil dari kakek apa yang seharusnya menjadi milik ibumu, anak kakek sekaligus istri dari ayahmu.” Seketika bulu tengkuknya bergidik. Cepat atau lambat Junot akan mencari cara untuk mengambil semua itu. Dan..., ia pun sangat ragu ayah tidak akan mencari cara juga untuk memanipulasi hak warisan itu. Lalu dengan cara apa aku bisa mencapit Junot? pikirnya. Ia melangkahkan kakinya menuju ruangan lain dari rumahnya. Bagaimana bisa aku mencapit Junot, sedangkan aku sendiri masih terkungkung dalam keterbatasan diriku sendiri, pikirnya. Desakan itu terus saja menyudutkannya. Betapa pedih memang menjadi objek. Ia akan ambil keputusan yang dipikirnya berhari-hari dengan mantap. Dengan tegas ia buka sebuah pintu kamar. Dan hanya beberapa menit kemudian, pada dinding kamar itu ia akan mulai melukiskan segala kepedihan dengan semangat yang berdarah-darah. Dipegangnya erat-erat kain yang ia gunakan sebagai kuas. Dicelupkannya kain itu pada bensin yang sudah ia siapkan dari kemarinkemarin. Ia akan melukis sebuah mahakarya. Di keempat sisi dinding kamar itu, di lantai, di kasur, di semua benda yang ada dalam kamar itu. Bahkan hingga kamar itu telah tak sanggup lagi menampung berbagai lukisannya, ia tetap terus melukis. Hingga seluruh bagian kamar itu dipenuhi lukisan kepedihan. Lukisan kasat mata yang hanya ia dan amarahnya yang memahami. Peluhnya kini berkucuran di pelipis, dahi, dagu dan seluruh tubuhnya. Selama hidupnya baru kali ini ia menjadi subjek. Dan akan menjadi sebuah subjek dengan capit yang begitu tajam. Dan Junot adalah objek pertama yang ia pakai.

Ditaruhnya kain itu sembarang. Kemudian ia kembali menyeret sebelah kakinya menuju pintu dan keluar. Berjalan menjauhi rumahnya, hingga sampai di perempatan gang semua mata memandangnya heran. Tak dihiraukannya tatapan-tatapan itu. Ia terus melaju dan mencoba melupakan rumah yang sudah mengepulkan asap di salah satu bagian itu. Seorang warga yang melihat kepulan asap pun berteriak dan semua warga segera berkerumun memadamkan api. Ia yakin tak ada seorangpun dalam rumah itu selain pembantu dan satpam yang pergi entah sembunyi di mana. Ia memang bukan ingin memusnahkan Junot. Semalam ia melihat seekor cicak yang berkata padanya, “Aku tidak pernah terburu-buru mencari nyamuk untuk kumakan karena aku tahu ketika aku tak bisa menguasai diriku maka diriku yang akan membunuhku.” Ya, ia bukan ingin membunuh sesiapa, ia hanya ingin menguasai dirinya, amarahnya. ¤ GTC, 08 Maret 2015

Biodata penulis:  Fz Susan, aktif dalam komunitas JEH Film

Cirebon. Beberapa cerpen dan puisinya pernah dimuat di Radar Cirebon, Kabar Cirebon, Dialektika dan media lainnya.  Ade J. Asnira kini berdomisili di Taiwan dan masih aktif menjadi penulis lepas. Beberapa cerpennya pernah dimuat di Radar Cirebon, Indo Suara (Majalah Taiwan), juga pernah dimuat dalam antologi Empati Demi Surgawi (Kayfa Publishing), Melukis Ka’bah (Loverinz Publishing). Puisinya terkumpul dalam antologi Suara Yang Terbungkam (Nida Dwi Karya Publishing).

PURAKASASTRA | APRIL 2016 39


PURAKARYA PUISI Hung in a Bad Place : Diana Prima Resmana Oleh: Bayu Ambuari

Menakar langkah telanjang kaki. dalam meter persegi, seberapa bentang ruang ini? seolah dalam perangkap abad demi abad, di ruang ini aku menampung yang terungkap. semakin banyak tanda terungkap, semakin terang beda api dengan cahaya. dan mimpi dengan terjaga. dinding-dinding ruang ini bertubuh kayu pohon ek. yang lebih ampuh dari ramuan sulit pejam ini adalah terang bulan di luar jendela mengusir senyap keremangan sebelumnya. ada pantulan wajahku di kaca jendela itu, wajah yang tua oleh ketidaklaziman yang nyata. pernah suatu ketika, kala kelakar kelelawar belum menjelma gema seorang wanita stripper dari Oklahoma rela menawarkan tubuhnya agar aku PURAKASASTRA | APRIL 2016 40


PURAKARYA PUISI menjenguk kain kafan dari Tulsa yang dengan cara ajaib tergeletak di sprei tempat tidurnya. tapi aku telah meletakkan nyaris semuanya di rak raksasa ruang ini. berbagai artefak dari seluruh penjuru dunia, kecuali antaranya tanduk domba Ismail, pecahan lambung bahtera Nuh dan seruling Daud. kemudian senyap seketika lenyap dari ruang ini. terusik derik pesawat faksimili. pesan yang kaukirimkan di pagi buta ini, kubaca dengan mata yang belum purna terjaga. 2015 Buah ingatan sebuah adegan Angels and Demons. Meminjam judul lagu Oasis.

PURAKASASTRA | APRIL 2016 41


PURAKARYA PUISI

Doa Mawar, 2 Oleh: Bayu Ambuari aku bertanya cinta. kau bertanya usia

kusebut angka. kaubilang cinta itu dosa apakah usia merubah jawaban akan cinta? teman sebayaku bilang, cinta adalah ketika lelaki dan perempuan telanjang dan membagai roti lapis apakah Cinta dan Tuhan sama? Januari, 2015 Buah kenangan membaca Rispondimi. Puisi ini juga terangkum dalam kumpulan puisi saya bertajuk

Sabda Pengelana Hujan.

Biodata Penulis: Bayu Akbar Ambuari, kelahiran Jakarta 20 Agustus. Pencinta kopi pahit dan rokok kretek. Puisi-puisinya dimuat pada sejumlah media cetak lokal dan nasional. Serta dalam sejumlah antologi bersama, antara lain Lembayung Senja (AE, 2013), Darah Di Bumi Syuhada (FAM, 2014), Saksi Bekasi (Taresi, 2015), Sajak Puncak (Taresi, 2015), Suttia (Pena House, 2015). Salah satu puisinya terpilih untuk disertakan dalam novel Air Basuhan Kaki Ibu (2013). Buku antologi tunggal puisinya (Bukan) Kumpulan Puisi: Eureka (Mujahid Press, 2012) dan Sabda Pengelana Hujan (DiandraCreative, 2016). Akun Facebook Bayu Akbar Ambuari dan Twitter @bayu_ambuari.

PURAKASASTRA | APRIL 2016 42


PURAKARYA PUISI Jeratan Malam Indah dalam Tamborin Hujan Karya: Saifun Arif Kojeh

Sepekat malam datang menjerat Dalam tamborin hujan Menusuk kerinduan di lubuk jiwa semakin mendekat Mendaki dan memaknai tetesan bisu bening Turun ke dasar hati yang tak mampu merapal makna Sehabis melakukan perjalanan jauh Malam indah tersuguh manis dalam cangkir teh Berbisik mesra dengan butiran air keangkuhan Kutandaskan dalam regukan kehausan Terlalu letih menantikan perhitungan waktu Telah berjanji kepada seluruh kehidupan Ingin menghantarkan kepulangan Pada detik-detik pertemuan di layar monitor komputer Sekian lama menampangkan bayangan saja Tersenyum manja Seakan ingin menuntunku Memanusiakan sanubari Untuk menyatukan ketulusan Dan menundukkan keegoan di lumbung nadi diri Komputer (Balai Berkuak), 11 Juni 2007

PURAKASASTRA | APRIL 2016 43


PURAKARYA PUISI Penantian Sebuah Kepastian Karya: Saifun Arif Kojeh Aku tak akan pernah letih menunggui malam Yang turun dari setitik demi setitik butiran bening Mengalir dari atas cucuran atap kantor jiwa Lalu terus tembus mengalir ke sungai kedamaian Memuarakan sebuah keinginan meluap-luap Memunculkan riak air bernapas segar Untuk hidup yang hanya sebuah penantian? Kubiarkan jejak makna tertinggal di tanah hati Meriap dan kadang melembuti ari-ari panjang Tak pernah menemukan tempat bersemayam Menanamkah harapan dan kecintaan resah Keresahan bergerak dengan cepat Dalam tulisan huruf wajah Tanpa koma, tanpa titik, mengalir terus ke ujung jalanan Terangkai dalam artikulasi kata-kata yang luka merekah Menyemburkan darah Menyebarkan bibit-bibit kenisbian diri Yang hanya penantian sia-sia di setiap malam? Aku tak pernah letih menunggui malam Dan tak pernah tahu berapa lama menunggumu Apaakah sekian masa terlewatkan tanpa pernah bertegur sapa? Aku tak peduli Akan terus menantimu Untuk sebuah kepastian

Malam yang dapat membagi rindu, kenangan Keperihan, cinta dan kasih sayang Tulus-murni serta rela menerimaku dengan segenap jiwa

Kantor Borneo Tribune (Pontianak), 14 Juli 2007 Biodata Penulis: Saifun Arif Kojeh adalah nama pena dari Raden Sarifudin berasal dari Bumi Lelabi Putih, Durian Sebatang, Kecamatan Seponti, Kabupaten Kayong Utara, Provinsi Kalimantan Barat. Cerpen dan puisinya disebarluaskan di Jurnal Edukatif, Majalah Selasar, Ketapang Pers, Majalah Umum Tanjungpura Post, Pelita, Bela, Warta Lipan, Barometer, Equator, Borneo Tribune, Kapuas Post, Pontianak Post, Koran Minggu Pagi Yogyakarta, Majalah Taman, New Sabah Times, dan lain-lain. Puisi dan cerpennya masuk nominasi Hadiah HESCOM 2008 (Malaysia). Cerpennya bertajuk Mutiara dalam Lumpur jadi Juara III dalam penulisan cerpen Islami yang diadakan Forpi-Al Ikhwan (sekarang At-Tarbawi) FKIP Untan. Cerpen “Kempunan� memenangkan Hadiah HESCOM 2009 (Malaysia) kategori ACAS (Anugerah Cerpenis Alam Siber, sebesar RM 200). Bukunya adalah: Tafakur Cinta (Kumpulan Puisi, 2006), Kembalinya Tarian Sang Waktu (Kumpulan Cerpen, 2010), Sembahyang Puisi. Menerjemahkan Rindu (Kumpulan Puisi, 2010), Cerita Rakyat dari Simpang (Kumpulan Cerita Rakyat, 2012), Penghargaan (Kumpulan Cerpen, 2014), Persembahan (Kumpulan Puisi, 2015), Kidung Kampung Berdebu (Kumpulan Cerpen, 2015). Alamat: Jalan Daeng Seman Dusun Sumber Jaya RT 03, Durian Sebatang, Kecamatan Seponti, Kabupaten Kayong Utara, Provinsi Kalimantan Barat 78856.

PURAKASASTRA | APRIL 2016 44


PURAKARYA CERPEN

Menampar Cadas. Karya: Ade Junita

Oleh : Mukodas Sinatrya Hujan mengguyur deras. Sedari tadi tak berhenti. Pandanganku tertutupi untuk menyaksikan matahari yang tenggelam. Setiap senja seperti ini aku meminum kopi. Bagiku, hujan dan kopi adalah pasangan serasi. Hujan yang dingin mampu dinetralisasi hangatnya kopi. Bukan saja kondisi fisik. Melainkan juga hati yang tambah tenang setelah mencicipinya. Aku merasa menulis adalah tugas yang berat. Bukan hanya semata-mata mengalihkan keinginan menjadi huruf-huruf, melainkan mentransferkan pemikiran ke bentuk yang mudah dipahami oleh orang lain. Buat apa menulis jika hanya sekadar curhat. Sama seperti membuang ingus. Yang

sekali hentakkan langsung dibuang. Tanpa pernah dipikirkan kembali. Seorang penulis haruslah pintar. Kasihan para pembaca jika hanya mengonsumsi sesuatu yang membodohi. Mereka adalah orang-orang pilihan yang memanfaatkan waktu senggang dengan hal yang bermanfaat. Jangan sia-siakan harapan mereka dengan naskah yang jelek. Aku hanyaah seorang penulis yang tak pernah menghasilkan tulisan. Aku bekerja keras untuk membuatnya begitu sempurna. Namun di tengah perjalanan aku terpotong ide. Selalu mentok pada pemikiran yang tak pernah usai. Karena itu aku membaca lagi banyak tulisan orang. Harus membaca sesuatu yang ilmiah dan yang imajinatif sekaligus. Ada dua bagian otak yang bekerja bersama-sama. Kiri untuk berpikir rasional dan kanan untuk mengkhayal. Jika keduanya dikombinasikan tanpa saling mendahulukan, sudah pasti kemampuan otak akan maksimal. Pemikiran seperti inilah yang membebaniku. Tulisan-tulisan yang harus memiliki makna, dan mampu membuat orang lain terinspirasi oleh karya-karyaku. Tapi nyatanya, bertahun-tahun berlalu, naskah-naskah yang kugarap tak pernah berhasil menjadi utuh. Ketika menulis satu cerita, ada ide lain yang kemudian ditulis dalam kisah yang lain. Hanya ada beberapa cerita pendek dan puisi yang jadi, itu pun aku tak mau memublikasikannya. Sedangkan untuk novel, masih kosong melompong. Ketika menikmati cafein tanpa nikotin, seonggok naskah menghampiri. Membawa cangkir berisi kopi hitam. Dia duduk di sampingku. “Kamu adalah orang yang paling jahat yang saya kenal!� sekonyong-konyong dia menyatakan itu tanpa alasan. Tentu saja

PURAKASASTRA | APRIL 2016 45


PURAKARYA CERPEN aku tak terima dengan ucapannya yang semena-mena. “Apa yang pernah aku lakukan? Aku tak pernah menyakitimu. Seharusnya Kamu bahagia! Akulah yang menciptakan, sehingga kamu ada.” “Kamu telah mengurungku dalam penjara harddisc. Menyembunyikanku dari dunia luar. Aku ingin lepas. Menghirup alam bebas. Tetapi kenyataannya, kamu mengisolasiku di tengah keramaian naskah yang senasib denganku.” Seketika aku terperangah. Aku mempertanyakan lagi hakikatku menulis. Untuk apa, jika hanya bertahun-tahun menumpuk tak jelas? “Bahkan, ada satu diantaranya yang menangis terus menerus.” “Mengapa bisa sampai seperti itu?” keningku berkerut, alisku bertaut. Aku benar-benar ingin tahu. “Karena takdir mereka lebih buruk. Kamu bilang ke orang lain dia adalah tulisanmu yang jelek. Padahal kamu sendirilah yang menuliskannya. Penciptanya saja sudah depresi membaca karyanya sendiri. Apalagi orang lain? Dia masih menangis sampai sekarang. Tak ada yang bisa membantunya memberi semangat.” Aku benar-benar merasa bersalah. Ingin sekali memperbaiki nasib. Tapi apa daya, aku hanyalah penulis amatir yang tak mampu menulis naskah layak baca bagi orang lain. Tulisanku masih jelek. Ups, aku menghina mereka lagi. Mungkin banyak yang akan menangis darah gara-gara ucapanku barusan. Untung saja mereka tak mendengar. “Kami ingin bebas lepas. Biarkan aku melanglang buana ke seluruh dunia. Setidaknya jika kamu tak mampu mewujudkannya, aku ingin dibaca oleh keluarga atau temanmu. Berdiskusilah mengenai kami. Revisi sana sini, kami terima. Tapi jangan terus-terusan mengisolasi kami.

Aku ingin segera ke luar dari ketidaknyamanan ini.” “Baiklah, kalau itu maumu! Aku akan berdiskusi dengan para penulis senior. Semoga bisa diterima oleh media masa. Tapi satu harapanku, maafkan aku dengan sepenuh hati!” “Aku tidak akan mudah memaafkanmu. Kecuali jika aku telah menghukummu!” “Menghukumku? Maafkan aku, aku terlalu hina untuk dihukum olehmu!” “Oh, tidak bisa! Keputusanku mutlak. Aku harus menghukummu. Aku Kutuk kamu menjadi penulis professional, agar tak ada lagi naskah yang memiliki nasib serupa dengan kami!” Seketika itu aku terbangun dari mimpi yang aneh. Ini pasti gara-gara tidur antara asar dan magrib. Hujan gemericik seperti ini biasa membuat rasa kantuk datang. Aku membuat kopi. Lebih baik mencicipi senja dengan secangkir kopi. Membuang rasa kantuk yang menggelayut. Mataku pasti sudah seperti lampu byar pret lima watt. Aku kemudian ke luar kamar, menikmati cafein tanpa nikotin. Seketika itu seseorang tanpa wajah menghampiriku. Aku yakin dia adalah seonggok naskah yang ada dalam mimpiku. ¤ *** Biodata Penulis:

Penulis bergiat di Komunitas Arteri dan mengelola perpustakaan nirlaba di daerah Leuwiliang. Beberapa cerita pendek dan puisinya termaktub dalam buku antologi bersama Untuk memudahkan komunikasi, No. kontak yang bisa dihubungi : 085794801426. Akun FB : Mukodas Sinatrya Mayapada PURAKASASTRA | APRIL 2016 46


PURAKASASTRA | APRIL 2016 47 Menemukan Jalan Lorong. Karya: Ade Junta Rusdi


SASTRA CYBER

Tak Diurus. Karya: Ade Junita

Dialog memang tidak disusun tanpa perhitungan, ia menghendaki sesuatu yang sifatnya seni daripada hanya sekedar komponen lain sebuah novel. Suatu rasa seni memang tempatnya di dalam perasaan seseorang, maka seni dapat berfungsi untuk membenahi distory-rasa tersebut. Mengapa? Karena dialog harus dimunculkan secara realistis dan menjadikannya sedemikian rupa. Ia sebagaimana adanya dalam suatu deskripsi seorang stenograf yang mengambil suatu pembicaraan tentang kehidupan nyata, ia tidak akan mengandung apa-apa dan tidak akan menjadi suatu yang menarik jika ia disusun tanpa unsur seni. Secara ilusif harus diakui, bahwa segala sesuatu di dalam kehidupan nyata harus dapat disebutkan, sedang di dalam novel segala sesuatu harus dipadatkan. Pertanyaan apakah kualitas kenyataan itu harus dipalsukan lagi di dalam novel? Pertanyaan yang wajar muncul bagi seorang pemula, oleh karena makna spontanitas belum dapat dipahami dengan baik. Bahwa spontanitas kerapkali kering dari unsur seni lantaran terbentur pada pemilihan kata-kata yang cenderung ambiguitas (mempunyai suatu pembicaraan yang tidak diyakini, apa sebenarnya yang dimaksudkannya dengan kata-kata tertentu), seperti seorang yang sedang gemetar, sangat banyak yang ingin

dibicarakan namun tidak satu pun yang dibicarakannya. Pernyataannya atas pertanyaan apakah kualitas kenyataan harus dipalsukan di dalam novel tersebut memunculkan pertanyaan lain, apa sebenarnya yang dapat merupakan dialog di dalam novel adalah pertanyaan yang mana relevan untuk disentuh. Apakah dialog harus berada di balik kualitas kenyataan yang dipalsukan, sehingga kenyataan demikian dapat dilakonkan? Di sini harus ditunjukkan kesungguhan hubungannya, apakah dialog dapat memperkecil situasi penempatan karakter karena ia harus menunjukkan peristiwa menuju plot.

PURAKASASTRA | APRIL 2016 48


SASTRA CYBER Di dalam sebuah novel terdapat suatu fase di mana antara dialog dan karakter-karakter tertentu mengalami konfrontasi sebaiknya berada dalam suatu kesempatan tersendiri. Masing-masing kesempatan masih berada di dalam keseluruhan novel, hal inilah yang menyebabkan lukisan sebuah novel menjadi unik. Bila suatu konfrontasi berakhir suatu perubahan akan terjadi. Perubahan ini harus mendapat prioritas. Apa yang akan dikatakan seorang pelaku haruslah merupakan akibat dari sesuatu yang telah terjadi setidaknya dalam kesempatan yang sama. Apa yang sedang dikatakan (menurut pandangan tertentu) seharusnya merupakan sesuatu yang terjadi sesuatu diemban karenanya dibiarkan terjadi. Dalam hubungan demikianlah diperoleh pengertian, bahwa dialog yang ideal mengenai pementasan adalah yang berada di antara pelaku-pelaku ceritanya. Walaupun tidak ditutup kemungkinan hubungan tersebut dapat diperkecil di dalam cara analitik sepanjang keterangan hubungan itu masih mampu menyinggung masalah karakterisasinya. Sebutlah semacam

Sakura di Awal. Karya: Ade Junita

target kecil mengenai lakuan fisik suatu pembunuhan, peran, percintaan – di mana suatu dialog bermanfat di dalam interaksinya dan lebih tampak semangat dari dalam keadaan biasa. Pembicaraannya dengan sendirinya berada pada apa yang sebenarnya dikatakan antar pelaku. Dilihat dari kedudukannya, dialog hampir merupakan hal yang pertama di dalam keperluan memalsukan (distorsi) suatu kehidupan yang nyata ke dalam sebuah novel. Kesan suatu perubahan, penunjukan golongan dan umur pelaku walaupun dengan cara implisit, kekuatan fantastik serta temperamen seksual, penekanan emosi – tampak secara kebetulan di dalam keseluruhan cerita, sehingga ia menjadi wajar. Masih ada kemungkinan lain, keseluruhan itu mungkin telah diwujudkan pengarangnya pada setiap lakuan lakon tokohnya, dengan suatu pernyataan (wacana) langsung kepada pembaca. Bagaimanapun hal itu masih perlu ditunjukkan melalui dialog yang baik untuk menunjukkan faktor-faktor tertentu, di samping kualitas plot. Kemungkinankemungkinan di atas sebaiknya ditampilkan melalui dialog. Di dalam setiap wacana menunjukkan makna tertentu dan telah dibicarakan oleh masing-masing pelakunya, apabila (1) kalkulasinya cermat, (2) diungkapkan secara berhubungan. Bagian-bagian dialog dengan sendirinya mengandung pula suatu kejadian. Dialog dapat saja berfungsi membenahi penampilanpelakunya, di sini suatu dialog PURAKASASTRA | APRIL 2016 49


SASTRA CYBER kerapkali menjadi ilustrasi sepanjang pemakaian- nya dapat diawasi secara teliti dan dalam pandangan khusus. Suatu ilustrasi dapat diperpanjang , demi- kian pula dialog yang ilustratif ini. Pada fase ini dialog tampak bermutu namun mati – ini dapat menghentikan alur cerita. Karenanya ia harus memperoleh sensor yang teliti. Caranya adalah memanfaatkan idiom tertentu untuk meluruskan ilham yang muncul, sehingga dialog menjadi penting untuk plot dan di dalam pemikiran novelisnya. Jika fungsi yang terpenting tersebut tidak dapat diwujudkan demikian sebaiknya dialog segera ditinggalkan. Apakah fungsinya? Suatu Jembatan Dialog memang merupakan jembatan kecil antara waktu ke waktu yang menyangkut keseluruhan novel. Dua hal yang harus ada dalam pemikiran adalah (1) bahwa jembatan itu merupakan Pendahuluan suatu peritiwa, (2) karenanya jembatan itu harus cukup kuat. Kegagalan pada bagian kecil dari suatu dialog dapat merupakan kehilangan besar untuk kepentingan kesinambungan dan kejelasan cerita. Para pelaku dalam keseluruhannya berada di bawah artikulasi perputaran tersebut. Apa yang hendak dikatakan diharapkan bermanfaat untuknya serta mengesankan. (Diurai dari buku “Notasi Tentang Novel dan Semiotika Sastra karya Drs. Jiwa Atmaja ; 1985) ¤(Dian R./Red)

“Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.” Andrea Hirata dalam Sang Pemimpi.

B

icara tentang kepenulisan memang banyak hal yang perlu kita kaji. Terlebih dunia kepenulisan memang seakan tak pernah mati. Seperti yang terlihat bagi sebagian pengguna cyber seperti facebook, blog dan website lainnya yang sangat menunjang terjadinya kegiatan tulis menulis. Di facebook sendiri banyak tempat yang menyediakan ruang-ruang sastra sebagai tempat menyalurkan hasil karya tulis kita. Grup-grup sastra, komunitas-komunias sastra, event-event menulis, penerbit, media harian, page, serta banyak lagi macamnya. Dan tentunya ini adalah suatu kemudahan bagi para pegiat sastra apalagi yang selalu browsing di dunia maya. Di mana info-info sastra juga banyak kita temukan di dunia maya. Sehingga untuk menjadi seorang penulis pun semakin terbuka jalan keluarnya, termasuk jika kita mau serius menjadi seorang penulis yang handal. Banyak sekali orang atau tokoh-tokoh sastra yang mau berbagi di sana, di cyber. Untuk menjadi seorang penulis seperti novel misalnya, sebenarnya tidak terlalu susah, asal kita tekun belajar dan mau menerima segala saran serta masukan, kritikan dari para pembaca, dan senior kita pasti kita akan terlatih menjadi seseorang yang mempunyai mental serta pengetahuan. Nah kiat apa saja yang diperlukan oleh seorang penulis? Baiklah di sini saya akan sampaikan beberapa hal yang sedikitnya

PURAKASASTRA | APRIL 2016 50


SASTRA CYBER semoga bias membantu sebagai bekal anda dalam menulis. Apa yang Diperlukan Seorang Penulis Tentu saja seperti yang sudah-sudah. Hal pertama dan wajib dimiliki oleh seorang yang ingin memperjuangkan nyawanya di jalan penulis adalah selalu berusaha melahirkan SEMANGAT dalam dirinya di waktu kapan pun. Entah untuk kepentingan membaca atau penulis, karena keduanya membutuhkan daya imajinasi serta tak kalah penting, rasa nikmat ketika menjalaninya. Akan sangat banyak jika disebutkan

mental yang kuat, disiplin waktu dan membaca. Jika sudah memiliki hal itu, rintangan sebesar apa pun akan mudah dilalui. Perlu juga mengupayakan dalam menyusun karya dapat memberikan motivasi lewat kata-kata menggambarkan sesuatu agar dapat dipahami secara konkrit. Menulis apa yang harus dituliskan dengan tak lupa juga menyelipkan makna yang kuat. Sebab adakalanya perubahan besar terjadi dalam kehidupan pembaca melalui sebuah kisah yang dituangkan oleh seorang penulis. Monster yang besar sebenarnya bukan terletak pada tanggapan buruk para pembaca. Karena jika suatu karya sudah terpublikasikan, sudah tentu menjadi milik khalayak. Tugas penulis hanyalah menulis menyampaikan apa yang menjadi peristiwa di dalam dan luar dirinya, perasaan maupun fiksi atau cerita rekaan, seperti pada cerita novel dan cerita fiksi lainnya. Membuat target juga tentu menjadi pertimbangan agar tujuan lebih jelas. Seumpama dalam memanah, anak panah yang mengarah ke target akan lebih efisien daripada ketika terpusat pada busur saja. Penjiwaan pada sebuah pengalaman juga sangat berperan pada kekuatan sebuah tulisan. Apalagi untuk membuat karya tulis semisal novel, itu memerlukan sebuah pengkajian yang dalam, baik dari segi alur, plot, karakterisasi dsb. Oleh karena itu, dengan kita mau menulis dan membaca dengan tekun, tentu itu akan sangat membantu kepada kekuatan dan daya rangsang tulisan itu sendiri. Semoga bermanfaat. ¤(Hany J./Red)

Menemukan Ambisi 2. Karya: Ade Junita

satu persatu hal yang diperlukan seorang penulis. Seperti kepekaan terhadap sesuatu di balik peristiwa, berusaha mengendalikan hati dan pikiran supaya tetap seimbang,

“Aku kini percaya. Manusia dirancang untuk terluka.� Supernova-Dee.

PURAKASASTRA | APRIL 2016 51


SASTRA CYBER

Dampar 2. Karya: Ade Junita

Banyak ragam hasil karya tulis dalam sastra. Ada yang lebih suka menuangkan cerita dalam bentuk puisi, cerpen, roman, drama, atau sebuah novel. Tata cara dan notasi dalam dialog juga alurnya pun tentu sedikit berbeda, karena itu kenapa namanya berbedabeda. Plot Dalam sebuah novel kita sering mendengar sebutan plot. Tentu ini bukanlah kata yang asing bagi para penulis novel yang biasa kita sebut dengan sebutan novelis. Novel yang pada umumnya bertutur sebuah cerita rekaan mempunyai kesan tersendiri bagi para pembacanya, jika dibandingkan dengan beberapa cerita fiksi atau non fiksi lainnya. Karena itu banyak

sudah film-film besar yang awal mulanya diangkat dari sebuah cerita novel. Menurut Drs. Jiwa Atmaja, plot sendiri adalah sebuah esensial - sesuatu yang pre-esensial. Sepintas, plot nampak sebagai suatu pilihan, namun sebenarnya tidak demikian. Plot adalah sesuatu yang diikuti oleh seorang pengarang novel. Plot sebenarnya adalah apa yang tertinggal setelah pemilihan dilakukan terhadap berbagai alternatif yang tersedia. Novelis itu sendiri dihadapkan pada suatu kenyataan (apa yang muncul pada suatu kesempatan)

PURAKASASTRA | APRIL 2016 52


SASTRA CYBER pada suatu kemungkinan untuk mengungkapkan sesuatu yang harusnya diungkapkan dengan berbagai cara. Ia dipaksakan untuk mengikuti plot. Oleh apa? Oleh apa yang hendak diungkapkannya. Apakah itu? Adalah sejumlah persoalan subyektif yang semula terkumpul sebagai kesan yang diterima, penyimpanganpenyimpangan observasi sehari-hari, observasi intuitif, serta hal-hal lain yang menyertai penyusunan sebuah novel.

Menurut Bowen, plot adalah sebuah cerita dalam arti sarana untuk membohong pada anak-anak, di mana kebohongan itu dapat menghiburnya. Dalam pandangan ini novel pun dianggap Bowen sebagai kebohongan karena harus mengatakan sesuatu yang terjadi di dalam karya itu namun sebenarnya tidak pernah terjadi. Oleh karena itu sebuah novel seharusnya mengungkapkan sebuah kebenaran yang tidak dapat diingkari kebenarannya di dalam suatu kebohongan. Demikian Bowen mempertanggungjawabkan Kemudian ada yang berpendapat pula pendapatnya tentang plot adalah cerita. bahwa plot harus dibuat secara rapi Pendapatnya yang pertama dan kedua dan kompleks. Suatu display tentang plot tersebut, diberikan notasi kepandaian yang cukup mampu untuk sebagai berikut: menumbuhkan perhatian. Apabila ada Apabila plot adalah sebuah cerita, maka suatu cerita bertalian dengan aksi. Aksi yang melebihi dari display demikian, seharusnya sampai pada suatu batas kemudian apa yang terjadi? akhir, bukan saja untuk diramalkan oleh pembaca, namun juga harus sampai pada batas akhir tersebut; sebagai sesuatu yang selesai oleh karena tandatanda ke arah itu telah tampak sejak semula. Persoalan-persoalan tersebut adalah Jika dipertanyakan oleh siapa? Maka persoalan di luar sesuatu yang disebut jawabannya adalah aksi oleh tokoh cerita. sebagai akibat adanya pengolahan objek Artinya, aksi dari sudut pandang: what, and yang terjadi dalam ide seorang seniman dan because of what? (apa, dan oleh sebab pengalaman pribadinya atau biasa disebut apa?), the what is to be said? (dari apa yang subject matter. Persoalan yang sebenarnya hendak dikatakan). tidak berguna bagi kehidupan yang tidak Banyak sudah pertanyaan yang tertulis, sesuatu di luar kepentingan pribadi berpendapat bahwa fungsi aksi dalam dan kehidupan pengarangnya. sebuah novel adalah menyatakan para Bowen mengambil analogi; ia pelakunya, namun saya mengutip perkataan bagaikan sebuah koper yang berlawanan Bowen bahwa itu tidaklah benar. Justru para dari peralatan seperangkat mebel yang pelaku yang ada dimaksudkan hanya untuk menempati suatu ruang. Ia dibawa ke suatu mendukung sang aksi tersebut. Setiap tujuan, entah di mana, namun ia tidak dapat pelaku direka sedemikian rupa untuk dipindahkan sebelum tujuan itu jelas dan meyakinkan penampilannya, sehingga cerita terwujud. Plotlah yang dapat membantu kita tersebut seperti benar-benar terjadi. untuk mengetahui tujuan itu, tulis Bowen Kemudian ada yang berpendapat (buckler, 1961:252). pula bahwa plot harus dibuat secara rapi Plot adalah diksi dan kompleks. Suatu display kepandaian Aksi dari bahasa, bahasa yang beraksi. yang cukup mampu untuk menumbuhkan Plot adalah cerita (story). perhatian. Apabila ada yang melebihi dari display demikian, kemudian apa yang PURAKASASTRA | APRIL 2016 53


SASTRA CYBER terjadi? Bowen menjawab, suatu ketegangan, suatu yang menakjubkan terjadi pada ketegangan tersebut. Akan tetapi menjadi kurang menarik jika digunakan hanya untuk kepentingan ketegangan saja. Jika demikian, plot semestinya menggerak-majukan novel pada obyeknya. Obyek tentang apa? Pernyataan yang tidak puitis dari suatu kebenaran puitik. Bukankah suatu kebenaran puitik sebenarnya telah dinyatakan? Hakikat kebenaran puitik itu, menurut Bowen adalah tidak terdapatnya suatu pernyataan yang final. Plot cerita tidaklah puitik di dalam dirinya sendiri. Yang terbaik adalah cerita bukan karena harus dilawankan dengan puitika; ia tidak dapat menyatakan haknya demikian. Ia harus dipertimbangkan dengan cermat semenjak ketidakmungkinan yang lain telah menjadi demikian jelas di dalam cerita. Seorang novelis pada dasarnya berpijak pada satu kaki, dengan tidak perduli apapun yang akan dilakukan kakinya yang lain. Plot tidaklah semestinya berhenti di tengah jalan, di sini kemampuan mempertahankan suatu gerak yang aktual sangat diperlukan bagi seorang penulis novel – novelis. Namun variasi yang cepat harus pula jelas pelukisannya walaupun sebenarnya tidak ada variasi yang demikian

cepat di dalam cerita. Hal ini merupakan bagian dari tugas ilusif di dalam novel untuk memperoleh variasi yang lebih jelas. Variasi di dalam susunan yang fungsional akan dapat memberikan manfaat untuk variasi yang lebih cepat. Demikianlah mengapa suatu variasi tampak begitu jelas dalam kecepatannya. Mengapa demikian? Pertama untuk emphasis. Kedua untuk memudahkan variasi-variasi itu dipahami pembaca sejak ia dimunculkan. Pertanyaan lain yang perlu dipersoalkan di sini adalah mengapa kemantapan aktual merupakan hal yang bukan variasi kecepatan diperlukan juga? Bowen menjawab, untuk kepentingan kemantapan susunan dalamnya di samping untuk kemantapan itu sendiri. Dengan kata lain, kemantapan adalah kesempurnaan control pengarang terhadap hal-hal yang kecil namun menunjang. Dengan sendirinya, kemantapan suatu kecepatan seharusnya merupakan kemantapan yang tidak terpisahkan dari ketegangan. Ketegangan tali yang panjang adalah sama, hampir di seluruh panjangnya. (Drs. Jiwa Atmaja : 1985). ¤ (Dian R./Red)

Menemukan Karakter Dalam Cerita. Karya: Ade Junita

PURAKASASTRA | APRIL 2016 54


Menemukan Makhluk. Karya: Ade Junita

PURAKASASTRA | APRIL 2016 55


INFO SASTRA

D

ari tahun ke tahun jumlah Buruh Migran Indonesia (selanjutnya disebut BMI) di Taiwan selalu mengalami peningkatan kuantitas. Kemudahan dalam pekerjaan dan kesejahteraan yang didapatkan para BMI membuat mereka betah menjalani hidup di Taiwan. Maka berbagai organisasi, majelis dan komunitas pun banyak dibentuk di negara ini. Salah satunya adalah Komunitas Penulis Kreatif Taiwan atau yang biasa juga disebut dengan KPKers Taiwan. Sekilas Tentang KPKers Taiwan KPKers Taiwan adalah sebuah komunitas kepenulisan yang beranggotakan para BMI yang berasal dari seluruh daerah di Indonesia. Komunitas yang dirintis sejak Januari 2015 ini merupakan salah satu

cabang dari KPKers Pusat (Bandung) yang baru terbentuk pada bulan Februari 2015. Hampir semua kegiatan diskusi dan belajar mengajar lainnya dilakukan melalui dunia maya (facebook). Hal ini dikarenakan adanya kesulitan untuk bertemu dan berkumpul dalam satu waktu. Hanya saja kekonsistenan para pengurus dalam memberikan materi dan pengarahan mengenai dunia kepenulisan membuat KPKers Taiwan menjadi sebuah komunitas yang benar-benar hidup. Setiap minggunya selalu ada jadwal yang bisa diikuti oleh semua anggota. Pun ada hari-hari tertentu yang dijadwal untuk anggota tertentu yang sudah lebih lama bergabung. Keanggotaan KPKers Taiwan dibagi menjadi 3 kelas yakni kelas bawah, kelas menengah dan kelas atas. Pembagian kelas di sini untuk memudahkan pengurus dalam

PURAKASASTRA | APRIL 2016 56


INFO SASTRA membimbing atau berdiskusi dengan anggotanya. Namun pada setiap minggunya ada hari yang dijadwalkan untuk berdiskusi bersama. Pada bulan-bulan tertentu KPKers Taiwan mengadakan sebuah lomba kecilkecilan. Biasanya dalam rangka memperingati hari ulang tahun komunitas atau hari ulang tahun salah satu pengurus. Lomba ini selain untuk memompa semangat anggota dalam menulis juga untuk menguji mental supaya anggota bisa mengukur kemampuan anggota sendiri dalam bidang menulis. KPKers Taiwan mempunyai misi memajukan BMI Taiwan dengan memberikan ruang gerak untuk menimba illmu di balik keterbatasan hari libur dll. Visi misi yang diemban oleh KPKers Taiwan adalah: - Melahirkan penulis-penulis Indonesia yang multitalenta dan berjiwa writerpreuner, juga mampu menghasilkan karyanya ke pentas internasional. - Menghimpun para calon penulis pemula dan penulis profesional untuk saling berbagi dan berdiskusi. - Mempersiapkan penulis yang cerdas,

Potong Tumpeng saat acara peresmian grup.

-

-

tanggap, kreatif, inovatif, dinamis, terampil, sehat jasmani dan rohani. Mengembangkan sumber daya manusia khususnya anggota, tidak terbatas memiliki kemampuan menulis semata juga diharapkan mampu menjadi trainer/pelatih dan speaker/pembicara yang handal dalam dunia literasi. Membantu menerbitkan hasil karya anggota dalam bentuk penerbitan buku, artikel, profil biografi dan lainnya.

Tari Sasha sedang membahas karya.

Awal Mula Dibentuknya KPKers Taiwan Tari Sasha adalah ketua sekaligus penggagas pertama dibentuknya Komunitas Penulis Kreatif Taiwan. Berawal dari keinginannya mengajak para BMI untuk memanfaatkan waktu kosongnya dengan hal-hal yang bermanfaat seperti menulis, Tari Sasha dengan 3 temannya, Christie Hartanto, Liana Tarmidi dan Asriatun Latifah membentuk suatu kepengurusan komunitas. Barulah kemudian pada tanggal 17 Mei 2015 KPKers Taiwan diresmikan. Sampai saat ini anggota KPKers Taiwan mencapai 300 lebih dengan member resmi sekitar 100 anggota. Namun keeratan yang terjalin baik antar anggota maupun antar pengurus tidak menampakkan adanya kemungkinan surutnya komunitas.

PURAKASASTRA | APRIL 2016 57


INFO SASTRA Event KPKers Taiwan KPKers Taiwan pernah mengadakan kopdar dengan mengundang Abah Adrie Noor dari Bandung pada tanggal 19 Juli 2015 lalu. Pada acara kopdar tersebut juga diadakan lomba membaca cerpen, membaca puisi, lomba busana terbaik dan juga pelantikan pengurus pertama di KPKers Taiwan Dan pada tanggal 27 Salah satu anggota membaca puisi di Oktober 2015 Acara kopdar KPKers lalu adalah launching buku pertama KPKers Taiwan dengan judul Babu Traveler. Launching Babu Traveler tersebut diadakan di Grapari Taiwan. Buku tersebut Salah satu anggota membaca puisi tentunya

menjadi kebanggaan bagi mereka mengingat sulitnya mereka meluangkan waktu untuk berkreatifitas, namun akhirnya usaha itu membuahkan hasil yang patut diacungi jempol. Babu Traveler sendiri sampai saat ini masih tersedia di toko Index di seluruh Taiwan. KPKers Taiwan pernah suatu kali mengada-kan lomba menulis cerpen dengan tema Summer In Love pada Juni 2015. “Dari dulu BMI selalu dipandang sebelah mata dan hanya disorot sisi negatifnya saja. Padahal Taiwan beda dengan negara penempatan lain. Taiwan lebih konservatif dalam urusan libur dan hak-hak para BMI. KPKers Taiwan hanya wadah di mana BMI Taiwan bisa mencurahkan semua keluh kesah dan kreatifitasnya. KPKers Taiwan juga merupakan tempat utama BMI Taiwan untuk belajar menulis. Ada ilmu yang didapat walau kondisi serba tidak memungkinkan.” Begitu tutur Tari Sasha saat diwawancarai mengenai tujuan utama dia membentuk KPKers Taiwan. Di Indonesia Komunitas ini juga ada di 8 kota yaitu Jakarta, Bandung Raya, Surabaya, Aceh, Serang, Banten, Sampang, Cilacap. Juga ada di negara Malaysia, Jepang, Hongkong dan Taiwan. ¤ (Ade J./Red) Sumber tulisan dan foto:  https://www.facebook.c om/groups/kpkers.taiwa n/  https://christiehartanto. wordpress.com/tag/kpk ers-taiwan/  http://kpkers.blogspot.t w/p/about-kpkers.html  http://www.majalahholiday.com/2015/05/pe resmian-komunitaspenulis-kreatif.html

Launching buku Babu Traveler saat Kopdar KPKers

PURAKASASTRA | APRIL 2016 58


PURAKASASTRA | APRIL 2016 59


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.