6 minute read
P2G Minta PPDB SD Diawasi
BOGOR–Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem
Anwar Makarim meminta sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah menghilangkan tes baca, tulis, dan hitung (calistung) dalam seleksi penerimaan peserta didik baru (PPDB) pada jenjang SD/MI/sederajat.
Pernyataan itu disampaikan
Nadiem dalam peluncuran
Merdeka Belajar Episode 24 di
Jakarta, pada akhir Maret lalu.
Hal itu merupakan salah satu dari tiga target capaian Program
Merdeka Belajar Episode Ke-24 bertajuk Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan.
Dalam setiap aturan tersebut selalu menyebut bahwa tidak ada mekanisme seleksi calistung untuk PPDB SD sederajat.
Nadiem juga mengakui bahwa hal tersebut juga telah dilarang melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyeleng- garaan Pendidikan serta Pera- turan Mendikbudristek Nomor
1 Tahun 2021 tentang PPDB.
Koordinator Nasional Perhim- punan Pendidikan dan Guru, Satriwan Salim, mengakui larangan calistung dalam proses
PPDB SD sederajat bukanlah kebijakan baru. Larangan calistung sebagai syarat masuk SD sebenarnya sudah ada sejak tahun 2010, regulasi dibuat zaman Mendikbud Mohammad
Nuh. Selanjutnya diatur dalam pasal 69 ayat 5 Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun
2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Selanjutnya, pada era
Mendikbud Muhadjir Effendi, juga dilarang melalui Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB), khususnya Pasal 12 ayat 4, yaitu Dalam seleksi calon peserta didik baru kelas 1 (satu) SD atau bentuk lain yang sederajat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan tes membaca, menulis, dan berhitung.
“Bahkan, Mas Nadiem juga menerbitkan larangan serupa dalam Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB, Pasal 30 ayat 3 yang mana isinya adalah seleksi calon peserta didik baru kelas satu SD tidak boleh dilakukan berdasarkan tes membaca, menulis, dan/atau berhitung,” kata Satriwan.
Yang terpenting, menurut Satriwan, bagaimana pengawasan dari aturan tersebut. Pasalnya, praktik syarat calistung masuk SD masih terus terjadi belasan tahun meskipun sudah dilarang dalam peraturan.
Fenomena tersebut terjadi karena kurangnya pengawasan dari Kemendikbudristek dan dinas pendidikan. Seharusnya Kemendikbudristek dan dinas pendidikan memiliki kewenangan melakukan monitoring, pengawasan, dan evaluasi berkala terhadap praktik tes calistung yang merupakan bagian dari pelaksanaan PPDB di daerah. Oleh karena itu, pemerintah perlu rutin melakukan pengawasan dan monitoring. Ke depan hendaknya pemerintah mengu-
Pendaftaran Praktisi Mengajar Dikeluhkan
BOGOR–Pendaftaran program
Praktisi Mengajar angkatan 2 mendapat sejumlah keluhan di daerah. Diantaranya, soal sistem yang kerap berubah. Sebagai informasi, Praktisi Mengajar merupakan program yang diinisiasi Kemendikbudristek untuk mendorong kolaborasi aktif praktisi ahli dengan para dosen dalam mata kuliah yang disampaikan di ruang kelas. Tahun ini, pendaftaran telah dibuka sejak Februari 2023.
Kepala Pusat Pengembangan
Pembelajaran Universitas
Muhammadiyah Gorontalo Lia Nurhayati mengatakan, ada pergantian sistem yang kemudian berimbas pada sejumlah hal.
Misal, pola pendaftaran. Pada tahun lalu, proposal yang disyaratkan untuk pendaftaran program ini dapat dilakukan oleh satu person in charge (PIC).
Sehingga, dosen pengampu mata kuliah hanya cukup menyerahkan rencana pembelajaran semesternya (rps) untuk kemudian diupload.
“Sekarang, semua dosen pengampu harus kirim proposal masing-masing. Padahal lebih praktis sistem pertama,” ujarnya dalam acara press tour Kemendikbudristek di Gorontalo, Kamis (30/3).
Bukan hanya itu, pada pendaftaran kali ini jumlah praktisi kerap berubah. Hal ini berimbas pada sejumlah mata kuliah yang akhirnya gagal mendapat praktisi untuk diajak kerja sama.
Menurutnya, di awal pendaftaran, nama praktisi tercantum dan lolos verifikasi. Kemudian, pihaknya pun telah berhasil match dengan praktisi yang dipilih.
Namun, tiba-tiba permintaan kerja sama direject lantaran nama praktisi mendadak hilang dari list program. “Yang awal
Maret 12 ribu, jelang deadline 23 Maret, praktisi mengajarnya hanya berjumlah 8 ribu,” ungkapnya.
Lalu, lanjut dia, ketika dicoba mencari praktisi baru, tak ada praktisi yang sesuai dengan keilmuan yang dicari. Jumlah praktisi yang awalnya 12 ribu di awal Maret 2023, hanya tersisa 8 ribu saat jelang deadline penutupan 23 Maret 2023. Mau tak mau, dari 45 dosen yang men- daftarkan mata kuliahnya pada program praktisi mengajar, hanya 26 yang berhasil difinalisasi.
“Harusnya kan setelah pendaftaran selesai, nama praktisi dikunci terlebih dahulu. Setelahnya perguruan tinggi mendaftar dan memilih. Bukan masih dibuka dan kemudian bisa tibatiba hilang,” keluhnya.
Kini, pihaknya hanya bisa pasrah terhadap keputusan akhir nantinya. Padahal, diakuinya, praktisi mengajar memiliki banyak impact positif pada proses belajar mengajar dosen dan mahasiswa di kampus.
Hendra Adiko, salah satu dosen pengampu praktisi mengajar untuk prodi PGSD Universitas Muhammadiyah Gorontalo mengamini. Menurutnya, banyak hal baru yang diperoleh dari praktisi. “Mereka yang lebih tahu apa yang terjadi di lapangan. Kalau dosen kan kebanyakan materi,” ungkapnya. Tahun lalu, ia mendapat praktisi dari salah pegawai Bappeda Jawa Timur. Dia menilai, sang praktisi sangat cakap dan menguasai hal-hal teknis lapangan yang dibutuhkan mahasiswa.
Sayangnya, kuliah yang hanya bisa dilakukan daring membuat mahasiswa agak kesulitan mengimplementasikan materi yang diberikan. Karenanya, guna mengatasi gap tersebut, Hendra meminta mahasiswanya terjun langsung ke lapangan. Mereka ditugaskan menggali masalahmasalah yang ada, terutama yang berhubungan dengan pengembangan pembelajaran.
“Sehingga kemudian bisa tercipta diskusi mendalam,” katanya. Melihat kondisi ini, Hendra berharap, praktisi mengajar juga bisa dimaksimalkan dengan tatap muka secara langsung. Ia pun meminta agar praktisi dari lokal bisa diperbanyak lagi. Praktisi asli daerah asal juga akan memberikan gambaran real tantangan-tantangan di daerah tersebut. “Kami butuh praktisi dari daerah,” ungkapnya. Harapan untuk bisa tatap muka dengan praktisi turut disampaikan Asma Isa, mahasiswa peserta kelas praktisi mengajar. Pertemuan melalui daring dirasanya kurang mumpuni untuk bisa menggali ilmu dari sang praktisi.
Tunjangan Guru Madrasah Segera Cair
BOGOR–Ditjen Pendidikan
Islam Kementerian Agama (Kemenag) akan menyalurkan
Tunjangan Khusus bagi guru Raudhatul Athfal (RA) dan madrasah di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) Indonesia.
Total ada Rp 73 miliar anggaran yang disiapkan untuk 9.043 guru dan tenaga kependidikan (GTK) RA dan madrasah pada pencairan tahap pertama.
“Kita targetkan penyaluran ini sudah bisa dilakukan pada
April 2023,” kata Direktur GTK
Madrasah Ditjen Pendidikan
Islam, Muhammad Zain di Jakarta, Kamis (30/3). Zain berharap, Tunjangan Khusus ini mampu meminimalisasi kesenjangan antara guru yang bertugas di kota dengan yang bertugas di daerah terpencil. Proses pemberian bantuan akan dilakukan secara transparan dan akuntabel sesuai amanat undang-undang.
”Kesejahteraan tenaga pendidik di mana pun tempat tugasnya merupakan amanat undangundang. Hal ini dimaksudkan agar guru-guru dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, meningkatkan prestasi belajar peserta didik, memotivasi guru untuk mengembangkan kompetensi, profesionalitas, kinerja dan kesejahteraan guru,” tutur Zain.
”Ini menjadi bagian dari kebijakan afirmatif bagi para GTK, sesuai karakteristik dan kondisi daerah, tempat mereka bertugas, mulai dari daerah terbelakang, daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lain,” tambahnya. Tunjangan Khusus ini diberikan sebesar Rp 1.350.000 per bulan. Hal tersebut sebagaimana diatur mumkan SD mana saja dan di daerah mana yang masih melakukan syarat calistung bagi calon siswanya. “Juga perlu dilakukan pendataan, SD mana saja yang masih melakukan syarat calistung. Akan menjadi landasan untuk memberikan sanksi tegas,” imbuh Satriwan. P2G meminta larangan calistung agar jangan hanya tegas secara tertulis, tetapi lemah dalam penerapan maupun pengawasan serta tak ada sanksi bagi sekolah yang melanggar. Kepala Bidang Advokasi P2G,
PENDAFTARAN: Pelaksanaan PPDB tingkat SD di Kota Bogor, beberapa waktu lalu.
Iman Zanatul Haeri, mengatakan perlu kolaborasi antara guru dan orang tua terkait calistung pada usia dini. Para guru, khususnya pada jenjang PAUD dan SD, perlu memikirkan dampak negatif bagi perkembangan psikologis anak dan sosial emosional karena sekolah mensyaratkan anak bisa berhitung dan menulis. Belajar calistung sebelum waktunya akan menjadi beban tersendiri bagi anak. Bersekolah akan menjadi beban berat, anak jadi tak percaya diri, inferior, menilai dirinya bodoh karena masuk SD tapi tak bisa baca tulis hitung.
“Kami menilai desain pembelajaran SD hendaknya berorientasi pada pembangunan karakter anak, penanaman dan pembentukan nilai. Sekolah adalah arena bermain dan kegiatan pembelajaran berdampak positif terhadap tumbuh kembang anak,” kata Iman. Guru perlu merancang pembelajaran agar anak-anak berkembang secara baik, membangun rasa percaya diri, mengenali lingkungan, mengelola emosi, dan secara bertahap memahami dasar literasi dan angka. Selain itu, pola pikir dan pola asuh orang tua perlu diubah terutama di perkotaan. Persepsi orang tua yang mengasuh anaknya dengan aspek kognitif saja akan membebani anak bahkan mencerabut hak-hak dasar anak itu sendiri.
“Kebanyakan yang mendorong orang tua memaksakan anaknya menguasai calistung karena ingin memasukkan anaknya ke SD favorit. Mereka menjadi panik karena tidak bisa mengirimkan anaknya ke SD favorit yang diidamkan,” sebut Iman. Berbagai upaya pun ditempuh, misalnya mendaftarkan anak usia dini ke bimbingan belajar calistung yang menyediakan pembelajaran dengan percepatan agar anak bisa calistung sejak dini. (jpg) dalam Juknis Nomor 182 Tahun 2023 tentang Pemberian Tunjangan Khusus bagi Guru Raudlatul Atfal dan Madrasah Tahun Anggaran 2023.
”Kami mengimbau Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi untuk mengintruksikan kepada seluruh kepala seksi madrasah atau pendidikan Islam di wilayahnya agar segera menginformasikan kepada guru-guru di wilayahnya,” pungkas Zain. Sementara, Kepala Sub Bagian Tata Usaha GTK Madrasah, Ajang Pradita meminta para guru lebih memperhatikan pengisian data di akun Simpatika masingmasing. “Atribut data yang sangat krusial yaitu Nama Lengkap, Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nama Ibu Kandung, Tempat Lahir dan Tanggal Lahir, harus sesuai dengan KTP dan KK. Jika tidak sesuai verifikasi sistem Dukcapil, maka akan tertolak dalam pembentukan nomor rekening penerima bantuan,” ujarnya. (jpg)
ILUSTRASI: Kegiatan perkuliahan di Universitas Muhammadiyah Gorontalo.
“Karena madang kan terbatas waktu. Ketika mau bertanya sudah habis waktunya,” tutur- proses belajar yang ia jalani. “Lebih bagus tatap muka,” pungkasnya.(jpg)