5 minute read

oleh Muhammad Ihzal Rifaya

PERLINDUNGAN DATA PRIBADI KONSUMEN DALAM RUU ASEAN AGREEMENT ON ELECTRONIC COMMERCE (AAEC)

Muhammad Ihzal Rifaya

Advertisement

Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga

“RUU tentang persetujuan tentang ASEAN Agreement on Electronic Commerce ini berkaitan dengan transaksi perdagangan antar-wilayah ASEAN melalui sistem elektronik, sehingga penting bagi pemerintah untuk memperhatikan pelindungan terhadap data pribadi khususnya dalam konteks transaksi daring yang dilakukan para konsumen.

Perlindungan hukum bagi konsumen adalah suatu persoalan besar khususnya dalam persaingan global yang terus berkembang. Perlindungan hukum sangat dibutuhkan dalam persaingan dan banyaknya produk serta layanan konsumen. Melalui Persetujuan ASEAN tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) atau ASEAN Agreement on Electronic Commerce (AAEC) yang berada di bawah pilar peningkatan konektivitas dan kerjasama sektoral Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2025. MEA ingin mentransformasikan ASEAN menjadi suatu pasar tunggal dan basis produksi, kawasan yang kompetitif, dan terintegrasi dengan ekonomi global, serta menjadi kawasan dengan tingkat pembangunan ekonomi yang meratadan berkurangnya kesenjangan sosial tanpa mengesampingkan perlindungan data pribadi konsumen.

Berangkat dari hal tersebut, tepatnya pada tangal 7 September 2021 dalam rapat Pembicaraan Tingkat I Komisi VI DPR RI dan Pemerintah sepakat untuk menyetujui RUU AAEC, untuk sejalanjutnya dibahas pada Pembicaraan Tingkat II dalam rangka Pengambilan Keputusan pada Rapat Paripurna DRP RI untuk disahkan menjadi undangundang.

PMSE merupakan bagian dari ekonomi digital yang telah berkembang sangat pesat dan menjadi elemen penting dalam perkembangan perekonomian global saat ini. Implementasi RUU AAEC diharapkan dapat menjadi salah satu cara untuk membantu Indonesia dalam mendorong pemulihan ekonomi pasca Covid19. Hal itu dapat diwujudkan lewat peningkatan nilai perdagangan barang dan jasa melalui pemanfataan PMSE bagi peningkatan daya saing pelaku usaha dalam negeri, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), untuk dapat berpartisipasi dalam rantai nilai global. Namun, kenyataanya masih marak kasus pembobolan data pribadi konsumen dalam platform e-commerce di Indonesia. Menurut Databoks (2021), sekitar 152 juta data konsumen bocor dalam e-commerce dalam periode dua tahun terakhir, di antaranya Tokopedia, Bhineka, dan Bukalapak.

Persetujuan ASEAN tentang PMSE juga mengatur mengenai perlindungan terhadap konsumen daring yang terdapat dalam Pasal 7 ayat (3) AAEC tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen. Negara-negara anggota wajib memberikan perlindungan kepada konsumen daring setara dengan perlindungan konsumen dalam bentuk perdagangan lainnya. Di Indonesia sudah ada pengaturan yang memberikan perlindungan kepada konsumen dalam bentuk perdagangan konvensional maupun PMSE. Pengaturan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK)

diperkuat dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen jo Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Fakta yang terjadi, masih terdapat permasalahan yang sering dialami konsumen e-commerce walaupun di dalam UU Perlindungan Konsumen sudah diundangkan, diantaranya informasi yang tidak benar/jelas, iklan yang meyesatkan, barang tidak diterima atau diterima tetapi tidak sesuaipesanan, barang diterima dalam keadaan rusak dan pengiriman yang lama, risiko penipuan akibat akun penjual dan ulasan palsu, risiko bocornya data pribadi konsumen. Dalam hal pelaku usaha atau penjual ternyata menggunakan identitas palsu atau melakukan tipu muslihat dalam jual beli online, ternyata pelaku dapat dipidana berdasarkan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 28 ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Faktanya, UU ITE ini tidak hanya berlaku terhadap kejahatan yang dilakukan di wilayah Indonesia melainkan juga bisa di luar wilayah hukum Indonesia yang disebutkan dalam pasal 2 UU ITE, yaitu bahwa “ undang-undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia ” . Perlu diketahui, undang-undang yang satu dengan yang lain akan membentuk satu kesatuan yang tak terpisahkan seperti UU Perlindungan Konsumen yang berkaitan dengan UU ITE maupun KUHP. Hal ini bertujuan agar tercapai suatu sistem yang komprehensif dan menciptakan kepastian hukum.

Hal yang perlu diingat adalah bahwa jual beli secara online pada prinsipnya adalah sama dengan jual beli secara faktual pada umumnya. Hukum perlindungan konsumen terkait transaksi jual beli online pun tidak berbeda dengan hukum yang berlaku dalam transaksi jual beli secara nyata. Pembedanya hanya pada penggunaan sarana internet atau sarana telekomunikasi lainnya. Akibatnya adalah dalam transaksi jual beli online sulit dilakukan eksekusi ataupun tindakan nyata apabila terjadi sengketa maupun tindak pidana penipuan. Sifat siber dalam transaksi secara elektronik memungkinkan setiap orang baik penjual maupun pembeli menyamarkan atau memalsukan identitas dalam setiap transaksi maupun perjanjian jual beli. Jadi, ada baiknya kita lebih selektif dalam melakukan transaksi secara online dengan mengedepankan aspek keamanan dalam bertransaksi.

Dapat disimpulkan bahwa, RUU tentang persetujuan tentang ASEAN Agreement on Electronic Commerce ini berkaitan dengan transaksi perdagangan antar-wilayah ASEAN melalui sistem elektronik, sehingga penting bagi pemerintah untuk memperhatikan pelindungan terhadap data pribadi khususnya dalam konteks transaksi daring yang dilakukan para konsumen. [Ed.]

Sumber: Joshua Sortino dari Unsplash

Sumber: Angela Roma dari Pexels

Trip.com Dapat Somasi Setelah Tak Beri Kepastian Tentang Pengembalian Dana Konsumen

(Tempo – 24 September 2021)

LBH Konsumen Jakarta selaku Kuasa Hukum dari Rahmat Ridwan melayangkan surat somasi terhadap situs Trip.com September lalu. Direktur Eksekutif LBH Konsumen Jakarta Zentoni menerangkan bahwa surat somasi ini dilayangkan terhadap situs Trip.com karena tidak ada kepastian pengembalian uang atas pemesanan dua kamar di Swiss-Belresort Dago Heritage Bandung dengan No. Pemesanan 14647424194 atas nama Rani Aprilani untuk menginap pada tanggal 29-30 Mei 2021. Kasus ini diawali dengan pembatalan sepihak terkait booking yang diajukan Rani yang membuatnya mengalami kerugian sebanyak Rp 1.832.217.

Sumber:

https://bisnis.tempo.co/read/1509919/tidakada-kepastian-pengembalian-duit-trip-comdapat-somasi

Sumber: Moein Meradi dari Pexels

Gudang Shopee Express Terbakar, Jubir Shopee Pastikan Barang Pelanggan Aman

(Kompas.com – 7 Oktober 2021)

Beredar video gedung Shopee Express yang terbakar pada Rabu, 6 Oktober 2021. Video tersebut dibenarkan oleh Juru Bicara Shopee saat dikonfirmasi pada keesokan harinya. Juru Bicara tersebut menyatakan, barang-barang konsumen juga berhasil diselamatkan dan dalam keadaan aman. Pihak Shopee juga memastikan, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa kebakaran di gudang Shopee Express Penjaringan dan proses pengiriman pesanan barang juga dipastikan tidak terganggu.

Sumber:

https://kompas.com/tren/read/2021/10/07/1129 00865/viral-video-gudang-shopee-expressterbakar-barang-konsumen-dipastikan-aman

This article is from: