Edisi I, 2014 sef.feb.ugm.ac.id
OBSERVASI DISTRIBUSI ZAKAT DI KOTA YOGYAKARTA
PUBLIKASI RISET DAN PENELITIAN
Edisi I. 2014
Pengantar Redaksi
Ketua Umum Novieka Kurniawan S.
Sekretaris Jendral Azam Akbar Hawary
Redaktur Departemen Riset dan Pengembangan SEF UGM Risanda Alirastra B Markhatin Nurul L Asty Latifatul F M Erwien Wijanarko Muhammad Abdul Aziz Radikal Yuda Utama Dhanu Tri Kuswara
1
Haydar Hanif F Rahma Ariyani Shela Nur W Bety Indah P Rakhmawati Eggi Putranda D M Fitri Hidayatullah Laksmi Chandra
Desain Grafis Departemen Media SEF UGM Guratri Jinggasari Ayu Diana A. Gagarin Febrina N. Achmad Rizky F. photo source: random source
PUBLIKASI RISET DAN PENELITIAN
Edisi I. 2014
Salam RedaksiTim Riset Parsial Fuqara wal masakin (fakir miskin) dalam terpaan sosial dan ekonomi saat ini telah bergeser istilah menjadi fuqara masa kin(i). Bukan benar-benar fakir miskin, tapi juga banyak orang mampu yang berlagak seolah-olah miskin. Kemuliaan yang diajarkan Islam kini pun terpinggirkan. Nyatanya, Islam yang dipandang sebagai suatu ajaran kuno, yang dibuang, yang diabaikan, yang dicela ternyata jauh lebih fundamental dan jauh lebih dalam memahami bagaimana kesejahteraan itu bisa diwujudkan. Dalam publikasi riset sederhana ini, tim mencoba menggali salah satu mutiara sistem ekonomi, yaitu distribusi zakat. Dalam skala kecil yaitu Kota Yogyakarta, tim berusaha untuk mengumpulkan informasi di lapangan dengan berbagai sumberdaya seadanya. Sebelumnya, survey lembaga juga telah dilakukan tim. Diantara lembaga penyalur zakat tersebut adalah Bazda Provinsi, Bazda Kota, Dompet Dhuafa, PKPU, Rumah Zakat dan LazisMu. Tim yang terdiri dari kurang lebih 15 orang tanpa mobil mewah, tanpa dana lebih, tanpa back up yang mumpuni berangkat menyusuri pemukiman di Kota Yogyakarta dengan modal utama, semangat. Berlapang dada untuk meninggalkan urusan-urusan lain semisal kuliah, quiz, tugas, dan memprioritaskan riset yang sederhana ini dalam rangka mencari sesuatu yang lebih berharga. Berbagai tantangan di lapangan menjadi bumbu-bumbu riset kali ini. Mulai dari salah orang, ternyata orang gila.Tahunya, saat ia ngomong sama daun dan anjing. Huaa! Ada juga yang asyik ngobrol saat mulai ditanya tentang zakat, ternyata seorang non-muslim. Ada juga yang nenek janda, ibuk-ibuk sebatang kara yang hidup menumpang, duh, sampe-sampe tak kuasa tangis masyarakat ini membanjiri kuisioner tatkala curhat tentang tantangan dan ujian hidup mereka. Hm, terus tim ngapaian kalo udah gitu?Ya, palingan natapin dan berkalikali neguk air ludah. Semoga kesejahteraan bisa merata. Meski dalam realitasnya, kita melihat hal itu merupakan suatu yang tidak mungkin terjadi.
2
PUBLIKASI RISET DAN PENELITIAN
Edisi I. 2014
Daftar Isi Pengantar Redaksi
1
Daftar Isi
3
LatarBelakang
4
Pembahasan
6
Potensi Zakat di Kota Yogyakarta Realitas Pemberdayaan dan distribusi zakat Kesimpulan Saran
3
6 7 9 10
PUBLIKASI RISET DAN PENELITIAN
Edisi I. 2014
Latar Belakang
K
ota Yogyakarta merupakan salah satu kota terpadat yang ada di Indonesia dengan jumlah penduduk 12.123 jiwa/km21. Mayoritas dari sejumlah penduduk tersebut adalah muslim, dengan persentasi 91,95% . Tentu hal ini menjadi suatu hal menarik yang mendorong tim untuk melakukan suatu riset sederhana mengenai distribusi zakat di tengah-tengah masyarakat kota Yogyakarta. BPS dalam rilis data terbaru mengenai garis kemiskinan kota Yogyakarta menyebutkan angkanya sebesar Rp 340.324,- per kapita per bulan. Zakat, disamping sebagai bentuk ungkapan suatu ibadah bagi penduduk muslim Kota Yogyakarta, tapi juga sebagai salah satu instr umen perekonomian yang cukup berpengaruh. Keterkaitan zakat dan peningkatan kesejahteraan dalam suatu masyarakat memang penulis akui sedikit sulit diidentifikasi atau dipagari oleh keterbatasan sumber daya dan indikator penelitian serta metode seperti apa yang paling tepat untuk diterapkan dalam rangka mengukur keterkaitan tersebut. photo source: random source
1 BPS, berdasarkan Sensus Penduduk 2010
4
PUBLIKASI RISET DAN PENELITIAN
Karena memang, kesejahteraan itu tidak selalu dapat diukur dengan harta benda. Manajemen yang baik merupakan langkah awal dalam suksesnya suatu aktivitas apapun. Termasuk dalam pendistribusian zakat dari tangan muzakki ke tangan mustahik. Dalam kenyataannya, masalah yang kerap muncul ialah masalah pendistribusian yang tidak merata atau dengan kata lain yang sangat familiar di telinga kita, “Kebahagiaan yang tidak merata�. Masalah pemerataan pun tidak bisa ditutup-tutupi dalam skala makro ekonomi Indonesia, dibuktikan dengan kesenjangan sosial ekonomi yang telah beranak-pinak di negera ini, tanpa mampu diatasi. Indonesia yang dikatakan sebagai negara yang berasas gotong royong, menjunjung tinggi toleransi dan persaudaraan terlebih lagi mayoritas penduduknya adalah muslim sehingga dikenal sebagai penduduk muslim terbesar di dunia yang mengajarkan persaudaraan, sepatutnya faktor tersebut cukup mendorong kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Allah berfirman, “Jika mereka bertaubat, mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat, barulah mereka menjadi saudaramu seagama�. (QS.5:8) Abdullah bin Mas'ud pun mengatakan bahwa barang siapa yang melaksanakan shalat,tapi
5
Edisi I. 2014
enggan membayar zakat, maka tidak ada shalat baginya. Dalam penelitian sederhana ini, tim mencoba sedemikian rupa memunculkan dan mengedepankan indikator-indikator yang diharapkan dapat menggali data sedalam mungkin dalam hal pendistribusian zakat di Kota Yogyakarta. Metode pengumpulan data yang tim lakukan ialah dengan kuisioner dan wawancara langsung (bertatap muka) dengan sejumlah responden yang tim nilai mewakili dan memenuhi kriteria. Data yang diperoleh berasal dari dua pihak, baik muzakki maupun mustahik observasi langsung ditengah-tengah masyarakat responden tim lakukan di beberapa titik lokasi yang akan tim lampirkan dalam pembahasan nanti. Akhir nya, penulis ingin mengungkapkan harapan besar tentang potensi zakat yang sangat besar di Indonesia ini. Dengan penglolaan yang baik hal ini tentu akan berdampak p o s i t i f b a g i k a l a n g a n b aw a h masyarakat. Apalagi jika aliran dana zakat dapat menjadi aliran yang produktif. Ditopang dengan ideologi Pancasila yang katanya mengedepankan asas gotong royong, tentu hal ini menjadi faktor pendorong yang hendaknya semakin menguatkan peranan zakat terhadap masyarakat.
PUBLIKASI RISET DAN PENELITIAN
Edisi I. 2014
Rumusan Masalah Ÿ Bagaimana potensi zakat yang ada di KotaYogyakarta? Ÿ Bagaimana distribusi zakat dari tangan muzakki ke tangan mustahik ?
Tujuan/Manfaat Ÿ Memberikan informasi distribusi zakat di kotaYogyakarta Ÿ Membangun sikap peduli sesama melalui nilai-nilai zakat Ÿ Menjalin relasi yang baik antara muzaki, mustahik dan generasi muda dalam
membangun manejerial zakat yang baik Ÿ Mendorong sikap kritis dan ilmiah baik bagi tim dan seluruh pembaca
Metode penelitian Adapun metode yang tim lakukan dalam penyajian riset distribusi zakat ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif melalui pengumpulan data yang dilakukan melalui penyebaran kuisioner, wawancara, dan direct observation. Selain itu, untuk memperkuat informasi, tim juga melakukan studi pustaka untuk menggali data-data yang tidak tersedia di lapangan. Diantara lembaga penyalur zakat yang menjadi tujuan observasi tim adalah Bazda Provinsi, Bazda Kota, Dompet Dhuafa, PKPU, Rumah Zakat dan LazisMu. Selain itu, total sampel yang terkumpul di lapangan adalah sebanyak 49 sampel.
6
PUBLIKASI RISET DAN PENELITIAN
Edisi I. 2014
Pembahasan Potensi Zakat di Kota Yogyakarta enurut perhitungan hasil sensus penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, tercatat bahwa sebanyak 207.176.162 penduduk Indonesia memeluk Agama Islam. Angka tersebut mewakili 87,18% dari total penduduk Indonesia. Persentase sebesar itu juga merupakan rata-rata dari persentase penganut Islam di setiap propinsi. Maka, tidak salah jika seandainya dunia mengatakan bahwa penduduk muslim terbesar adalah negara Indonesia. Dalam skala nasional, potensi zakat yang mungkin terkumpul dari total penduduk muslim tersebut mencapai 517.940.405 kilogram beras. Jumlah beras sebanyak ini, jika dihitung setiap jiwa mengeluarkan zakat sebesar 2,5 kilogram beras. Bersamaan, seandainya standar nominal per kilogram beras sama dengan Rp 9 ribu rupiah, maka kita akan dapatkan dana sebesar Rp 4.661.463.645.000 alias Rp 4,6Triliun setiap tahunnya. Selain zakat fitrah, masih ada zakat harta. Zakat harta adalah zakat yang boleh dibayar pada bila-bila masa. Kadar zakat harta ialah 2.5% dari jumlah harta. Diantaranya yang tergolong zakat harta yaitu zakat perniagaan, zakat saham, zakat
M
7
pendapatan, zakat uang simpanan, zakat ternakan, zakat emas dan perak, dan zakat pertanian. Hanya saja, sampai saat ini, yang dominan terdeteksi hanyalah zakat fitrah. Untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, jumlah penduduk muslimnya sebanyak 3.179.129 jiwa. Jumlah tersebut mewakili 91,95%2 dari keseluruhan penduduk DIY. Sebagai sedikit gambaran, dengan jumlah penduduk sebanyak 3.179.129 tersebut maka potensi zakat yang mungkin terkumpul dari provinsi DIY yaitu sebanyak 7.947.823 kilogram beras atau jika dinominalkan sebesar Rp 71.530.402.500 alias Rp 71,5 Miliar. Lebih khusus untuk lingkup Kota Yogyakarta, maka kita akan temukan komparasi yang menarik. Karena dengan total penduduk sebesar 394.012 hanya 2 dengan luas wilayah 32,5 km , maka Kota Yogyakarta merupakan kota yang terpadat di Provinsi DIY dengan kepadatan 12.123 jiwa/km2. Rasio kepadatan tersebut cukup besar yaitu sekitar 1 : 6.25 terhadap Sleman, bahkan 1 berbanding 26.3 ketimbang kabupaten Gunung Kidul. Sedangkan jika dibandingkan dengan 2 http://www.dokumenpemudatqn.com/2013/ 07/persentase-jumlah-umat-islam-berbagai.html diakses 1 September 2014 pkl.8.01 wib
PUBLIKASI RISET DAN PENELITIAN
rata-rata se DIY, yang hanya 1.103 jiwa/km2, kepadatan Kota Yogyakarta tampak sangat mencolok.
Tabel 1. Pemetaan Kepadatan Penduduk DIY (sumber : BPS)
Realitas Pemberdayaan dan distribusi zakat Zakat bukanlah sebatas rukun Islam yang wajib di tunaikan secara ritual saja. Zakat dalam berbagai sudut pandang posisinya lebih cenderung kepada suatu sistem ekonomi dan sosial yang harus diimplementasikan untuk menanggulangi kemiskinan dan kesenjangan sosial, antara si miskin dan kaya, antara si lemah dan si kuat dalam komunitas atau negara. Meski pada dasarnya, pengumpulan zakat itu dilakukan oleh umara atau oleh negara, sebagaimana yang dahulu dilakukan pada masa Rasulullah dan sahabat, tetapi di Indonesia, peranan Baznas / Laznas ataupun berbagai lembaga pengumpul zakat lainnya (meski belum optimal) sudah cukup mewakili dari fungsi tersebut. Tujuan sosial dari adanya pengumpulan zakat hanya akan terjadi jika distribusi zakat terselenggara dengan baik dan tepat sasaran.
Edisi I. 2014
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.� (QS at-Taubah: 103). Dalam laporan r iset dan penelitian ini, tim mencoba melihat sejauh mana ketepatan dari pendistribusian zakat khusus yang ada di KotaYogyakarta. Dengan menggunakan sebanyak 49 sampel responden tim mencoba melakukan sebuah analisis sederhana apakah zakat sudah diterima oleh pihak-pihak yang tepat. Adapun asnaf yang hendak tim lihat adalah miskin dan fakir. Dalam artian, 6 asnaf lainnya yang juga berhak mendapat zakat tidak dilakukan analisis.
Bagan 1. Data Penghasilan
8
PUBLIKASI RISET DAN PENELITIAN
Secara definisi yang tertuang dalam kamus besar bahasa indonesia, istilah fakir memiliki arti orang yang sangat berkekurangan; orang yang terlalu miskin. Sedangkan miskin adalah diartikan dengan tidak berharta: serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah). Dalam laporan riset dan penelitian ini tim tetap mengacu pada makna sebenarnya dari fakir dan miskin itu sendiri. Adapun standar nominal yang digunakan adalah standar bank dunia (World Bank) yang menetapkan garis kemiskinan yaitu dibawah US$ 2. Berdasarkan standar tersebut, apabila dikonversikan ke dalam nilai rupiah yang dibakukan Rp10.000,-/dolar, lalu kita dapat menggeneralisasi bahwa katergori miskin sesuai standar Bank Dunia yaitu kurang dari Rp600.000,-/bulan untuk setiap orangnya.
Bagan 2. Distribusi Zakat
9
Edisi I. 2014
Kita bisa melihat dari bagan 1 bahwa sebanyak 61, 2 % penduduk berpenghasilan kurang dari Rp 600 ribu per bulan. Persentase itu mewakili sebanyak 30 kepala keluarga. Sebanyak 4,08% atau 2 kepala keluarga berpenghasilan tepat Rp 600 ribu per bulan. Lalu, sebanyak 34,69 % yang mewakili 17 kepala keluarga berpenghasilan lebih besar dari Rp 600 ribu per bulan. Berdasarkan bagan 2 tersebut, nampak bahwa sebanyak 26,5% dari keluarga mendapat bantuan dari Organisasi Pemberi Zakat (OPZ) dan para penerima ini tergolong layak untuk mendapatkan bantuan. Ironisnya, kita dapat melihat bahwa 38,7% dari total sampel tidak mendapat bantuan dari organisasi pemberi zakat (OPZ) padahal mereka tergolong layak untuk bantuan dari OPZ sementara 12,2% dari total sampelnya mendapat bantuan OPZ padahal sebenarnya tidak layak. Dan 22,4% tidak mendapat bantuan OPZ dan tidak layak.
PUBLIKASI RISET DAN PENELITIAN
Edisi I. 2014
Kesimpulan
B
erdasarkan paparan dan sajian informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa distribusi zakat masih bisa dikatakan belum dikelola dengan cukup baik. Hal ini diungkapkan oleh hasil sampel sebanyak 26,5 persen yang layak menerima bantuan (tergolong miskin) dan mereka menerima bantuan dari organisasi pemberi zakat. Di samping itu, juga ditunjukkan oleh hasil sampel sebanyak 22,4 persen yang memang tidak layak mendapat bantuan zakat (tidak tergolong miskin) dan mereka tidak mendapat bantuan dari organisasi pemberi zakat. Sehingga ketepatan dari keseluruhan yaitu sebesar 48,9 persen. Dalam arti kata bahwa 48,9 persen dari total sampel dalam riset penelitian ini telah tepat pendistribusiannya.
Saran
D
i Indonesia, sistem pengumpulan dan pendistribusian zakat ini tidak dilakukan negara dan bukan merupakan keharusan. Namun, dengan adanya lembagalembaga zakat yang bergerak di bidang itu, bagi umat Islam yang telah berkewajiban menunaikan zakat baik itu fitrah maupun harta hendak menyalurkannya melalui lembaga-lembaga zakat yang menurutnya dapat dipercaya. Karena kewajiban zakat terbebani atas setiap jiwa seorang muslim. Mengenai berbagi cara pendistribusian zakat, tim menyarankan untuk menjaga ketepatan sasaran dan langkah yang bijak sebaiknya lembaga apapun kumpulkan data mereka yang berhak menerima zakat di daerahnya, kemudian meminta sebagian di antara mereka atau mengupah orang untuk mengantarkan dan mendistribusikan zakat hartanya itu kepada yang berhak menerimanya. Selain menjaga harga diri dan kehormatan mereka, hal itu juga mendidik rakyat bangsa ini untuk tidak menjadi peminta-minta. Sehingga, berita tentang pembagian zakat yang ricuh dan memakan korban nyawa tidak kita dengar lagi.3 Kita harus merubah paradigma distribusi zakat dari consumptive oriented menjadi produktive oriented, agar kemskinan lebih efektif bisa diberantas. Bila kebiasaan konsumtif tetap berlanjut, niscaya zakat dan sedekah tak banyak pengaruhnya mengentaskan kemiskinan. Sedekah untuk konsumtif memang mulia. Hanya, jauh lebih mulia jika sedekah pun dijadikan modal untuk mengubah dhuafa. Kini saatnya kita mengubah paradigma berzakat. Memaksa bekerja lebih mulia ketimbang santunan. Untuk melakukan ini, maka berzakat sebaiknya diserahkan kepada lembaga amil zakat yang amanah dan terpercaya. 3 Konsultasi Agama, Republika, Sabtu, 11 Agustus 2012/22 Ramadhan 1433 H
10